Thursday, November 29, 2018

Kaidah Fikih الحدود تسقط بالشبهات




BAB II

PEMBAHASAN

الحدود تسقط بالشبهات

“ Hukuman-hukuman (had) itu bisa gugur karena syubhat (ketidak jelasan)”.
Pengertian Hudud
Hudud Secara bahasa adalah jama’ dari had yang artinya mencegah, sedangkan menurut istilah ialah hukuman-hukuman yang telah ditentukan  batas kadarnya, maksudnya tuntutan hukum yang ada ketentuanya dalam nash Al- Qur’an atau Hadits.[1]
Seperti pencuri, maka hukumannya adalah potong tangan, dengan dasar Q.S.Al Maidah :38.
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  
38. laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Hudud berbeda dengan ta’zir, yang mempunyai pengertian tuntutan hukum yang tidak ada ketentuannya didalam nash. Seperti memasuki rumah orang lain tanpa izin, memaki orang lain dan sebagainya. Hudud dapat gugur karena syubhat sedangkan ta’zir tidak dapat gugur karena syubhat, tetapi dapat menggugurkan kafaratnya.

Pengertian Syubhat
Syubhat adalah suatu perbuatan yang menurut formilnya terjadi tetapi sebenarnya tidak terjadi. Pendek kata ialah “tidak terang / tidak jelas”. Jadi mungkin benar dan mungkin salah. Islam mengingatkan umatnya agar menghindari atau menjauhi perkara syubhat.
Sebagaimana sabda Nabi: ”Sesungguhnya sesuatu yang halal itu sudah jelas, dan yang haram pun jelas. Diantara keduanya ada yang samar(mutasyabihat), yang kebanyakan manusia tidak dapat mengetahuinya. Barang siapa yang takut atau memelihara dirinya dari yang samar-samar itu berarti telah membersihkan kehormatan diri dan agamanya. Dan barang siapa yang jatuh ke dalam yang samar-samar berarti ia telah jatuh ke hal atau perkara yang haram”(HR Bukhori dan Muslim).

Macam-macam syubhat :
  1. Syubhat fi al mahall / obyektif (شبهة المحل) Syubhat yang berhubungan dengan tempat

Ialah syubhat yang terdapat pada obyek itu sendiri, disebabkan ada satu nash yang melarangnya dan ada nash lain yang memberi pengertian membolehkannya. Misalnya orang yang mencuri harta milik anaknya sendiri. Secara umum oleh nash Al-Qur’an dilarang,  tetapi menurutal Hadits bahwa anak beserta harta miliknya adalah milik ayahnya.
  1. Syubhat al fail (شبهة الفاعل) Syubhat yang berhubungan dengan pelaku
Ialah suatu syubhat yang berpangkal pada dugaan si pembuat. Perbuatan yang dilanggarnya itu diduga sebagai perbuatan yang diperbolehkan, sehingga dalam melaksanakannya tidak ada keraguan sedikitpun. Misalnya orang yang mengambil sepeda motor yang dititipkannya, tetapi sepeda motor yang diambil tersebut bukan miliknya, disebabkan karena motor yang diambil warna dan suaranya mirip miliknya. Maka ke syubhatan itu berpangkal dari dugaan si pemilik sepeda motor.
  1. Sybhat fi al Thoriq (شبهة الطريق) Syubhat yang berhubungan dengan tata cara

Ialah syubhat yang timbul disebabkan adanya perbedaan pendapat para ulama’ dalam menetapkan hukum pada suatu perbuatan, misalnya orang yang meminum minuman keras dengan maksud berobat, maka tidak dapat dijatuhi hukuman had, karena terdapat perselisihan diantara para ulama’ tentang boleh atau tidak berobat dengan minuman keras.[2]

Dari ketiga macam jenis syubhat itu, kesemuanya bisa menggugurkan had atau pidana.
Catatan dalam penerapan :
  1. Syubhat tidak bisa menggugurkan kewajiban membayar fidyah, karena fidyah lebih bersifat sebagai ganti rugi, lain halnya dengan kaffarat yang sifatnya sebagai hukuman, sehingga layak dikategorikan dalam permasalah hukum had.
  2. Syubhat subyek dan tempat bisa menggugurkan dosa dan hukum haram dari perbuatan yang dilakukan.
  3. Imam At-Tajjuddin as-Subky menyatakan bahwa syubhat yang bisad menggugurkan had atau kaffarat itu disyaratkan harus kuat/benar-benar nyata. Jika syubhat bersifat lemah, maka tidak mempunyai dampak apapun terhadap hukum had. Yang dimaksud dengan syubhat yang kuat (nyata) adalah syubhat yang diyakini keberadaannya oleh hati nurani dan orang-orang yang cermat bisa menunjukkan adanya syubhat tersebut berdasarkan bukti-bukti argumentatif yang diterima oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, orang yang bermain ranjang dengan sahaya wanita milik orang lain tetap diberi hukuman had, meskipun si pemilik mengizinkannya. Karena pendapat ulama yang memperbolehkannya sangat lemah.[3]


Dasar pengambilan kaidah
Dasar-dasar pengambilan kaidah “tuntutan hukuman (had) itu bisa gugur karena syubhat. Adalah sabda Rosulullah SAW:
"ادرؤوا الحدود بالشبهات "
(أخرجه ابن عدي في جزء له من حديث ابن عمر)
Artinya : “tinggalkan had-had, karena syubhat (samar-samar)” (HR. Ibnu ‘Ady).

Selain itu imam At Turmudzi dan Hakim dari Aisyah meriwayatkan dengan lengkap :
"ادرؤوا الحدود عن المسلمين ما استطعتم، فإن وجدتم للمسلم مخرجاً فخلوا سبيله، فإن الإمام لأن يخطئ في العفو، خير من أن يخطئ في العقوبة،. (الترمذي والحاكم والبيهقي وغيرهم من حديث عائشة).
Artinya : hindarilah hukuman had bagi orang-orang muslim sedapat-dapatnya, karena aapabila kamu memperoleh jalan keluar bagi orang muslim (untuk tidak diberi had) maka berikan jalannya, sebab sesungguhnya penguasa (imam) itu sekiranya salah dalam rangka memberikan maaf, adalah lebih baik dari pada salah dalam rangka memberikan hukuman. (HR. Turmudzi dan Hakim dari Aisyah).[4]

Hadits di atas jelas-jelas memerintahkan kepada kita agar berhati-hati dalam memvonis hukum had terhadap seorang muslim. Hal itu terindikasi dari kata amar (perintah) yang digunakan oleh Rosulullah dalam meredaksiakan hadits di atas. Sesuai dengan kaidah ushul fiqh, berarti hal itu menunjukkan kewajiban. Namun perintah di atas tidak serta merta menjadi mutlak, karena dalam lanjutan hadits di atas ada catatannya yaitu kalimat ماستطعتم (semampunya) dalam artian ketika hal itu dimungkinkan atau ada celahnya. Kalau hadits tersebut digabungkan maka celah tersebut adalah adanya ketidakjelasan (Syubhat).





BAB III
ANALISIS KASUS

A.    Contoh Kasus:
1.      Dasar kaidah
kaidah ini bersumber dari sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu‘Adiy dari sanad Ibnu ‘Abbas RA;

إدرؤا الحـدود بالشبهـات

”Hindarkanlah hukuman-hukuman pidana, karena adanya syubhat (ketidak jelasan)”. 

Hadits yang lebih lengkap bisa dilihat pada riwayat At-Tirmidzi, Al-Hakim dan Ibnu Hibban yang berasal dari sanad ‘Aisyah RA berikut ini; 

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْأَسْوَدِ أَبُو عَمْرٍو الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَبِيعَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زِيَادٍ الدِّمَشْقِيُّ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْرَءُوا الْحُدُودَ عَنْ الْمُسْلِمِينَ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنْ كَانَ لَهُ مَخْرَجٌ فَخَلُّوا سَبِيلَهُ فَإِنَّ الْإِمَامَ أَنْ يُخْطِئَ فِي الْعَفْوِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يُخْطِئَ فِي الْعُقُوبَةِ

“Hindarkanlah hukuman-hukuman pidana dari kaum muslimin semampu kalian, jika kalian mendapatkan jalan keluar bagi seorang muslim, maka pilihlah jalan itu. Karena sesungguhnya seorang pemimpin yang salah dalam memberi maaf itu lebih baik dari pada pemimpin yang salah dalam menghukum”


2.      Analisis Wajhu al-Dilalah
Hadits di atas jelas-jelas memerintahkan kepada kita agar berhati-hati dalam memvonis hukum had terhadap seorang muslim. Hal itu terindikasi dari kata amar (perintah) yang digunakan oleh Rasulullah dalam meredaksikan hadits di atas. Sesuai dengan kaidah ushul fiqh, berarti hal itu menunjukkan kewajiban. Namun perintah di atas tidak serta merta menjadi mutlak, karena dalam lanjutan hadits di atas ada catatannya yaitu kalimat ماستطعتم (semampunya) dalam artian ketika hal itu dimungkinkan atau ada celahnya. Kalau hadits tersebut digabungkan maka celah tersebut adalah adanya ketidakjelasan (Syubhat). Semakin jelas lagi, ketika kita membaca lanjutan hadits tersebut dengan lengkap


3.      Contoh-contoh 
Pencuri tidak boleh dihukum potong tangan, ketika dia mencuri harta milik orang tua, anak maupun tuannya, begitu juga dengan harta milik orang tua ataupun putra-putri tuannya. Yang demikian itu disebabkan adanya kemungkinan si pencuri tadi mempunyai hak memperoleh nafkah dari harta bendamereka.

Pencuri juga tidak boleh dihukum potong tangan, ketika dia mencuri harta benda yang dia kira sebagai milik pribadinya, milik orang tua maupun anaknya, meskipun korban pencurian mengaku bahwa harta benda tersebut jelas-jelas miliknya sendiri. Yang perlu digaris bawahi adalah si pencuri tetap memperolehhukumanta’zir.

Kasus hangat video porno yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswi Itenas Bandung.[5]

Syubhat dapat menggugurkan kafarat, misalnya: Bila seseorang yang sedang berpuasa atau menunaikan ibadah haji melakukan hubungan suami-istri karena lupa, maka ia tidak wajib membayar kafarat. Begitu juga jika dia berhubungan intim karena menyangka matahari sudah terbenam (waktu berbuka) atau saat itu masih malam (belum imsak), padahal kenyataannya berseberangan dengan dugaannya. Maka puasanya menjadi batal, akan tetapi tidak perlu membayar kafarat.InilahpendapatImamQaffal.


4.      Catatan
Syubhat tidak bisa menggugurkan kewajiban membayar fidyah, karena fidyah lebih bersifat sebagai ganti rugi, lain halnya dengan kafarat yang sifatnya sebagai hukuman, sehingga layak dikategorikan dalam permasalahan hukum had.
Syubhat subyek dan tempat bisa menggugurkan dosa dan hukum haram dari perbuatanyangdilakukan.
Imam At-Tajjuddin as-Subky menyatakan bahwa syubhat yang bisa menggugurkan had atau kafarat itu disyaratkan harus kuat/benar-benar nyata. Jika syubhat bersifat lemah, maka tidak mempunyai dampak apapun terhadap hukum had. Yang dimaksud dengan syubhat yang kuat (nyata) adalah syubhat yang diyakini keberadaannya oleh hati nurani dan orang-orang yang cermat bisa menunjukkan adanya syubhat tersebut berdasarkan bukti-bukti argumentatif yang diterima oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, orang yang bermain ranjang dengan sahaya wanita milik orang lain tetap diberi hukuman had, meskipun si pemilik mengizinkannya. Karena pendapat ulama yang memperbolehkannya sangat lemah.






BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
الحدود تسقط بالشبهات

“ Hukuman-hukuman (had) itu bisa gugur karena syubhat (ketidak jelasan)”.
Hudud Secara bahasa adalah jama’ dari had yang artinya mencegah, sedangkan menurut istilah ialah hukuman-hukuman yang telah ditentukan  batas kadarnya, maksudnya tuntutan hukum yang ada ketentuanya dalam nash Al- Qur’an atau Hadits.
Syubhat adalah suatu perbuatan yang menurut formilnya terjadi tetapi sebenarnya tidak terjadi. Pendek kata ialah “tidak terang / tidak jelas”. Jadi mungkin benar dan mungkin salah. Islam mengingatkan umatnya agar menghindari atau menjauhi perkara syubhat.
Dasar-dasar pengambilan kaidah “tuntutan hukuman (had) itu bisa gugur karena syubhat. Adalah sabda Rosulullah SAW:
"ادرؤوا الحدود بالشبهات "
(أخرجه ابن عدي في جزء له من حديث ابن عمر)
Artinya : “tinggalkan had-had, karena syubhat (samar-samar)” (HR. Ibnu ‘Ady).

Selain itu imam At Turmudzi dan Hakim dari Aisyah meriwayatkan dengan lengkap :
"ادرؤوا الحدود عن المسلمين ما استطعتم، فإن وجدتم للمسلم مخرجاً فخلوا سبيله، فإن الإمام لأن يخطئ في العفو، خير من أن يخطئ في العقوبة،. (الترمذي والحاكم والبيهقي وغيرهم من حديث عائشة).
Artinya : hindarilah hukuman had bagi orang-orang muslim sedapat-dapatnya, karena aapabila kamu memperoleh jalan keluar bagi orang muslim (untuk tidak diberi had) maka berikan jalannya, sebab sesungguhnya penguasa (imam) itu sekiranya salah dalam rangka memberikan maaf, adalah lebih baik dari pada salah dalam rangka memberikan hukuman. (HR. Turmudzi dan Hakim dari Aisyah).

Hadits di atas jelas-jelas memerintahkan kepada kita agar berhati-hati dalam memvonis hukum had terhadap seorang muslim. Hal itu terindikasi dari kata amar (perintah) yang digunakan oleh Rosulullah dalam meredaksikan hadits di atas. Sesuai dengan kaidah ushul fiqh, berarti hal itu menunjukkan kewajiban. Namun perintah di atas tidak serta merta menjadi mutlak, karena dalam lanjutan hadits di atas ada catatannya yaitu kalimat ماستطعتم (semampunya) dalam artian ketika hal itu dimungkinkan atau ada celahnya. Kalau hadits tersebut digabungkan maka celah tersebut adalah adanya ketidakjelasan (Syubhat).

B.     Saran
Dalam proses penyelesaian makalah ini penulis berusaha untuk menggali dan menemukan informasi dari berbagai sumber referensi sebagai langkah menuju kelengkapan isi dari makalah ini.Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya. Penulis menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis mengharap kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran sebagai langkah awal untuk menuju kebaikan isi.




DAFTAR PUSTAKA


Sujuthi,Mahmud dkk. 1989. Fiqh. Surabaya: Sinar Wijaya.

Zuhayli, Mohammed Mustafa. 2006. القواعد الفقهية وتطبيقاتها في المذاهب الأربعة . Damaskus : Dar al-Fikr.

Musbikin, Imam. 2001. Qowaid Al Fiqhiyah. Jakarta : Raja Grafindo.

Usman, Mukhlis.1997.Kaidah-kaidah istinbath hukum islam:kaidah –kaidah ushuliyah dan fiqhiyah.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada

http://islami69.blogspot.com/2010/06/al-hududtasqutu.html?zx=38693dc81b6db1 (diakses pada  pukul 13.30 hari senin tgl 8 April 2013)



[1] Drs. H. Mahmud Sujuthi, dkk, Fiqh, Sinar Wijaya, cet 1, jilid III, Surabaya, 1989, hlm 2-4.
[2] Mohammed Mustafa Zuhayli, القواعد الفقهية وتطبيقاتها في المذاهب الأربعة , Dar al-Fikr, Edisi: Pertama,  Damaskus, 1427 H – 2006 M, hlm.707 (Maktabah Syamilah).



[3] Mohammed Mustafa Zuhayli, القواعد الفقهية وتطبيقاتها في المذاهب الأربعة, hlm. 708.
[4] Imam Musbikin, Qowaid Al Fiqhiyah, Raja Grafindo, cet pertama, Jakarta, 2001, hlm 128.
[5] http://islami69.blogspot.com/2010/06/al-hududtasqutu.html?zx=38693dc81b6db1 (diakses pada  pukul 13.30 hari senin tgl 8 April 2013)



No comments:

Post a Comment