1. Putusan Bebas,
dalam hal ini berarti Terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan
hukum. Berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP putusan bebas terjadi bila
Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan karena tidak terbukti adanya unsur perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Terdakwa
2. Putusan Lepas,
dalam hal ini berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP Pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti, namun
perbuatan tersebut, dalam pandangan hakim, bukan merupakan suatu tindak pidana.
3. Putusan Pemidanaan,
dalam hal ini berarti Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah
terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, oleh karena itu
Terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman pasal pidana yang
didakwakan kepada Terdakwa (Paasal 193 ayat (1) KUHAP)
Upaya
Hukum dalam Hukum Acara Pidana
1. Upaya hukum Biasa
a. Banding (Pasal 233-243 KUHAP)
Terhadap diri terdakwa atau penuntut umum, KUHAP memberikan
hak kepada mereka untuk mengajukan upaya banding terhadap putusan pengadilan
tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan
hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan
pengadilan dalam acara cepat (putusan tindak pidana ringan dan perkara
pelanggaran lalu-lintas).
Pasal 233
(1) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat
diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk
itu atau penuntut umum.
(2) Hanya permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah
putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang
tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2).
(3) Tentang permintaan itu oleh panitera dibuat sebuah surat
keterangan yang ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya
diberikan kepada pemohon yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pemohon tidak dapat rnenghadap, hal ini harus
dicatat oleh panitera dengan disertai alasannya dan catatan harus dilampirkan
dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana.
(5) Dalam hal pengadilan negeri menerima permintaan banding, baik
yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh
penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan
permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pasal 234
(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233
ayat (2) telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang bersangkutan,
maka yang bersangkutan dianggap menenima putusan.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka panitera
mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada
berkas perkara.
Pasal 235
(1) Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi,
permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut,
permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi.
(2) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum
diputus sedangkan sementara itu pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka
pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan
tinggi hingga saat pencabutannya.
Pasal 236
(1) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak
permintaan banding diajukan, panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan
negeri dan berkas perkara serta surat bukti kepada pengadilan tinggi.
(2) Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada
pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari
berkas perkara tersebut di pengadilan negeri.
(3) Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara
tertulis bahwa ia akan mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka
kepadanya wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya tujuh hari setelah
berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi,
(4) Kepada setiap pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk
sewaktu-waktu meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan
tinggi.
Pasal 237
Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam
tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat
menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.
Pasal 238
(1) Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan
tinggi dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara
yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan
dan penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, beserta
semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu dan
putusan pengadilan negeri.
(2) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan
tinggi sejak saat diajukannya permintaan banding.
(3) Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding
dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan
apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya
maupun atas permintaan terdakwa.
(4) Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri
keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara
singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin
diketahuinya.
PasaI 239
(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam
tingkat banding.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat
(1) berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat banding, dengan hakim
atau panitera tingkat pertama yang telah mengadili perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama
kemudian tekah menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut
dilarang memeriksa perkara yang sama dalam tingkat banding.
Pasal 240
(1) Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan
tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam pénerapan hukum acara atau
kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu
keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu atau
pengadilan tinggi melakukannya sendiri.
(2) Jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusan dapat
membatalkan penetapan dari pengadilan negeri sebelum putusan pengadilan tinggi
dijatuhkan.
Pasal 241
(1) Setelah semua hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
tersebut di atas dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi
memutuskan, menguatkan atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan
pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri.
(2) Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas putusan pengadilan
negeri karena ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku ketentuan
tersebut pada Pasal 148.
Pasal 242
Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana itu
ada dalam tahanan, maka pengadilan tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya
terdakwa perlu tetap ditahan atau dibebaskan.
Pasal 243
(1) Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta berkas perkara
dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada
pengadilan negeri yang memutus pada tingkat pertama.
(2) Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera
diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri
dan selanjutnya pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan
pengadilan tinggi.
(3) Ketentuan mengenai putusan pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 226 berlaku juga bagi putusan pengadilan tinggi.
(4) Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum
pengadilan negeri tersebut, panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan
negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal untuk
memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya.
(5) Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau
bertempat tinggal di luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui
perwakilan Republik Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih
belum juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut
melalui dua buah surat kabar yang terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri
itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan daerah itu.
b. Kasasi (Pasal 244-258 KUHAP)
Terhadap putusan pidana yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (Red:
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi), terdakwa ataupun penuntut umum dapat
mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas.
Selanjutnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 253
KUHAP pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas
permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP
guna menentukan:
1.
apakah
benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya;
2.
apakah
benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
3.
apakah
benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya;
maka oleh karena itu dalam tingkat kasasi kepada pihak
yang mengajukan upaya hukum, undang-undang ini mewajibkan adanya memori kasasi
dalam permohonannya, dan dengan alasan yang diuraikan dalam memori tersebut
Mahkamah Agung menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dan dengan
sendirinya tanpa memori kasasi permohonan tersebut menjadi gugur.
Pasal 244
Terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan
bebas.
Pasal 245
(1) Permohonan kasasi
disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus
perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan
pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
(2) Permintaan
tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang
ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang
dilampirkan pada berkas perkara.
(3) Dalam hal
pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut
umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa
sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu
kepada pihak yang lain.
Pasal 246
(1) Apabila tenggang
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan
permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap
menerima putusan.
(2) Apabila dalam
tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). pemohon terlambat
mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.
(3) Dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera mencatat dan
membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas
perkara.
Pasal 247
(1) Selama perkara
permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat
dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam
perkara itu tidak dapat diajukan lagi.
(2) Jika pencabutan
dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak
jadi dikirimkan.
(3) Apabila perkara
telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu
pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya
perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.
(4) Permohonan kasasi
hanya dapat dilakukan satu kali.
Pasal 248
(1) Pemohon kasasi
wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan
dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus
sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda
terima.
(2) Dalam hal pemohon
kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima
permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan
tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya.
(3) Alasan yang tersebut
pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1)
undang-undang ini.
(4) Apabila dalam
tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat
menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.
(5) Ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4) pasal
ini.
(6) Tembusan memori
kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada
pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi.
(7) Dalam tenggang
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra
memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi.
Pasal 249
(1) Dalam hal salah
satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu ditambahkan dalam memori
kasasi atau kontra memori kasasi, kepadanya diberikati kesempatan untuk
mengajukan tambahan itu dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
248 ayat (1).
(2) Tambahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diserahkan kepada panitera
pengadilan.
(3) Selambat-lambatnya
dalam waktu empat belas hari setelah tenggang waktu tersebut dalam ayat (1),
permohonan kasasi tersebut selengkapnya oleh panitera pengadilan segera
disampaikan kepada Mahkamah Agung.
Pasal 250
(1) Setelah panitera
pengadilan negeri menerima memori dan atau kontra memori sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 248 ayat (1) dan ayat (4), Ia wajib segera mengirim berkas perkara
kepada Mahkamah Agung.
(2) Setelah panitera
Mahkamah Agung menerima berkas perkara tersebut ia seketika mencatatnya dalam
buku agenda surat, buku register perkara dan pada kartu penunjuk.
(3) Buku register
perkara tersebut pada ayat (2) wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani
oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga
karena jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(4) Dalam hal Ketua
Mahkamah Agung berhalangan, maka penandatanganan dilakukan oleh WakiI Ketua
Mahkamah Agung dan jika keduanya berhalangan maka dengan surat keputusan Ketua
Mahkamah Agung ditunjuk hakim anggota yang tertua dalam jabatan.
(5) Selanjutnya
panitera Mahkamah Agung mengeluarkan surat bukti penerimaan yang aslinya
dikirimkan kepada panitera pengadilan negeri yang bersangkutan, sedangkan
kepada para pihak dikirimkan tembusannya.
Pasal 251
(1) Ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 157 berlaku juga bagi perneriksaan perkara dalam
tingkat kasasi.
(2) Hubungan keluarga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan
atau panitera tingkat kasasi dengan hakim dan atau panitera tingkat banding
serta tingkat pertama. yang telah mengadili perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim
yang mengadili perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding, kemudian
telah menjadi hakim atau panitera pada Mahkamah Agung, mereka dilarang
bertindak sebagai hakim atau panitera untuk perkara yang sama dalam tingkat
kasasi.
Pasal 252
(1) Ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 220 ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi
pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi.
(2) Apabila ada
keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal Sebagaimana tersebut pada ayat
(1), maka dalam tingkat kasasi
a. Ketua Mahkamah
Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat yang berwenang menetapkan
b. dalam hal
menyangkut Ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang menetapkannya adalah
suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh dan antar hakim
anggota yang seorang diantaranya harus hakim anggota yang tertua dalam jabatan.
Pasal 253
(1) Pemeriksaan dalam
tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan
a. apakah benar suatu
peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
b. apakah benar cara
mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
c. apakab benar
pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
(2) Pemeriksaan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga
orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan lain dari
pada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik,
berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul di sidang yang
berhubungan dengan perkara itu beserta putusan pengadilan tingkat pertama dan atau
tingkat terakhir.
(3) Jika dipandang
perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1),
Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau
penuntut umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada
mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula
memerintahkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendengar
keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama.
(4) Wewenang untuk
menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukannya permohonan
kasasi.
(5) a. Dalam waktu
tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) Mahkamah Agung Wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu
tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas
permintaan terdakwa.
b. Dalam hal terdakwa
tetap ditahan, maka dalam waktu empat belas hari, sejak penetapan penahanan
Mahkarnah Agung wajib memeriksa perkara tersebut.
Pasal 254
Dalam hal Mahkamah
Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247, mengenai hukumnya Mahkamah
Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
Pasal 255
(1) Dalam hal suatu
putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan
tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.
(2) Dalam hal suatu
putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang
memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang
dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan
perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain.
(3) Dalam hal suatu
putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak
berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau
hakim lain mengadili perkara tersebut.
Pasal 256
Jika Mahkamah Agung
mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah
Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu
berlaku ketentuan Pasal 255.
Pasal 257
Ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan kasasi Mahkamah
Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan beserta berkas
perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam waktu
tujuh hari.
Pasal 258
Ketentuan sebagaimana
tersebut pada Pasal 244 sampal dengan Pasal 257 berlaku bagi acara permohonan
kasasi terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
2. Upaya Hukum Luar Biasa
a.
Pemeriksan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum (Pasal 259-262 KUHAP)
Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada
Mahkamah Agung dapat diajukan 1 (satu) kali permohonan oleh Jaksa Agung dan
putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.
Pasal 260
(1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan
secara tertulis oleh Jaksa
Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang
telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat
alasan permintaan itu.
(2) Salinan risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh
panitera segera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
(3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan
permintaan itu kepada
Mahkamah Agung.
Pasal 261
(1) Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh
Mahkamah Agung disampaikan
kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan
dengan disertai berkas
perkara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2)
dan ayat (4) berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 262
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal 260,
dan Pasal 261 berlaku bagi acara permohonan kasasi demi kepentingan hukum
terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.”
b.
Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang telah Mempunyai Kekuatan
Hukum Tetap (Pasal 263-269 KUHAP)
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan
kembali kepada Mahkamah Agung.
Permintaan peninjauan kembali diajukan bersamaan
dengan memori peninjauan kembali dan berdasarkan alasan dari pemohon tersebut
Mahkamah Agung mengadili hanya dengan alasan yang telah ditentukan oleh KUHAP
sebagai berikut:
1. Apabila terdapat keadaan baru yang
menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas
dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima
atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat
pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai
dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah
bertentangan satu dengan yang lain;
3. Apabila putusan itu dengan jelas
memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;
selanjutnya, atas dasar alasan yang sama sebagaimana disebutkan
dalam poin 1, 2 dan 3 di atas (Pasal 263 Ayat [2] KUHAP) maka terhadap suatu
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu secara jelas
memperlihatkan bahwa dakwaan telah terbukti akan tetapi pemidanaan tidak
dijatuhkan.
Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 Ayat (2) KUHAP, maka Mahkamah
Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima
dengan disertai dasar alasannya. Pernyataan tidak dapat diterima tersebut tidak
terkait dengan substansi/materiil pemeriksaan peninjauan kembali namun lebih
kepada alasan formil yang tidak terpenuhi sehingga terhadapnya dapat diajukan
kembali.
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan
peninjauan kembali tersebut memenuhi persyaratan dan alasan peninjauan kembali
telah sesuai dengan ketentuan KUHAP maka Mahkamah Agung akan memeriksa
permohonan itu dan membuat putusan sebagai berikut:
1. Apabila alasan pemohon tidak benar atau
tidak terbukti, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan
menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku
disertai dengan dasar pertimbangnnya;
2. Apabila alasan pemohon benar atau terbukti,
maka Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu
dan menjatuhkan putusan yang alternatifnya sebagai berikut:
a. putusan bebas;
b. putusan lepas dari segala tuntutan;
c. putusan tidak dapat menerima tuntutan
penuntut umum;
d. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana
yang lebih ringan.
Dalam hal Mahakamah Agung menjatuhkan pidana terhadap
permintaan peninjauan kembali itu maka dengan alasan apapun pidana yang
dijatuhkan tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam
putusan semula.
Pasal 263
(1) Terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat
mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(2) Permintaan
peninjauan kembali dilakukan atas dasar
a. apabila terdapat
keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah
diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan
bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum
tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang
lebih ringan
b. apabila dalam
pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi
hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah
terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain
c. apabila putusan itu
dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.
(3) Atas dasar alasan
yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan
kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah
dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
Pasal 264
(1) Permintaan
peninjauan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1)
diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat
pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) berlaku juga bagi permintaan
peninjauan kembali.
(3) Permintaan
peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu.
(4) Dalam hal pemohon
peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada
waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan ia
mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan surat permintaan
peninjauan kembali.
(5) Ketua pengadilan
segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas
perkaranya kepada Mahkamah Agung, disertai suatu catatan penjelasan.
Pasal 265
(1) Ketua pengadilan
setelah menerima permintaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
263 ayat (1) menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan
peninjauan kembali itu untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan kembali
tersebut memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2).
(2) Dalam pemeriksaan
sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat
menyampaikan pendapatnya.
(3) Atas pemeriksaan
tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa,
pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat berita acara
pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.
(4) Ketua pengadilan
segera melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang dilampiri berkas perkara
semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah
Agung yang tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa.
(5) Dalam hal suatu
perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan banding,
maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan berita acara
pemeriksaan serta berita acara pendapat dan disampaikan kepada pengadilan
banding yang bersangkutan.
Pasal 266
(1) Dalam hal
permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut
pada Pasal 263 ayat (2), Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan
kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya
(2) Dalam hal Mahkamah
Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk
diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. apabila Mahkamah
Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan
peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan
kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya
b. apabila Mahkarnah
Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang
dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa
1. putusan bebas
2. putusan lepas dari
segala tuntutan hukum
3. putusan tidak dapat
menerima tuntutan penuntut umum
4. putusan dengan
menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
(3) Pidana yang
dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang
telah dijatuhkan dalam putusan semula.
Pasal 267
(1) Salinan putusan
Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya dalam waktu
tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang
melanjutkan permintaan peninjauan kembali.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5)
berlaku juga bagi putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali.
Pasal 268
(1) Permintaan
peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan
pelaksanaan dari putusan tersebut.
(2) Apabila suatu
permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh Mahkamah Agung dan sementara
itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan
kembali tersebut diserahkan kepada kehendak ahli warisnya.
(3) Permintaan
peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
PasaI 269
Ketentuan sebagaimana
tersebut pada Pasal 263 sampai dengan Pasal 268 berlaku bagi acara permintaan
peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer.
No comments:
Post a Comment