PERMINTAAN
A.
Pengertian
Permintaan
Menurut Ibnu
Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah
hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil
al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta.[1]
Secara garis besar, permintaan dalam ekonomi islam sama dengan ekonomi
konvensional, namun ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh
individu muslim dalam keinginannya.
Islam
mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib. Aturan
islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram, kecuali dalam keadaan darurat dimana apabila barang
tersebut tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap nya muslim tersebut. Di
saat darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu,
dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta
diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam
jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum
cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah
bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan
(maslahah).
Islam tidak
menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan, kemewahan
dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab,
untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.
B.
Hukum Permintaan
Definisi Permintaan terhadap barang atau jasa yaitu “kuantitas
barang atau jasa yang orang bersedia untuk membelinya pada berbagai tingkat
harga dalam suatu periode waktu tertentu”. Orang bersedia membelinya untuk
memberi penekanan pada kegiatan konsumsi yang dilakukan secara aktif oleh
masyarakat konsumen., yang dipengaruhi oleh tingkat harga. Adapun kandungan makna , bahwa konsumen
memiliki keinginan untuk membeli suatu barang atau jasa (dengan kata lain
konsumen memiliki ‘preferensi’ terhadap barang atau jasa tersebut), dan juga
memiliki kemampuan yaitu uang atau pendapatan untuk membeli dalam rangka
memenuhi keinginannya tersebut.[2]
1.
Asumsi-asumsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya kuantitas atau
jumlah barang atau jasa yang diminta oleh konsumen. Yang paling utama adalah harga
dari barang itu sendiri. Selain faktor harga barang tersebut juga mempengaruhi
permintaan barang itu. Contohnya adalah pendapatan masyarakat, harga barang
lain, serta selerah.[3]
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi harga suatu barang
semakin kecil permintaan terhadap barang tersebut. Pernyatan tersebut
menerangkan hubungan antara permintaan terhadap suatu barang dengan harga
barang tersebut, atau dikenal dengan “hukum permintaan”.
Permintaan diasumsikan bahwa permintaan terhadap barang dan jasa hanya dipengaruhi oleh harga barang
dan jasa tersebut. Faktor-faktor lain dari luar harga barang dianggap tetap .
asumsi ini sering dikenal dengan istilah ceteris paribus.[4]
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan
Permintaan suatu barang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
disamping harga, yaitu :
a.
Pendapatan
Semakin tinggi
pendapatan seseorang, permintaan terhadap suatu barang akan meningkat, walaupun
harga barang tersebut tidak berubah.
b.
Harga barang-barang lain yang
terkait
Contohnya
permintaan terhadap susu murni akan meningkat apabila harga susu bubuk naik.
c.
Selera
Contohnya
permintaan terhadap sepatu olahraga dengan alasan tipis (seperti sepatu Bruce
Lee) sekarang ini semakin rendah, sebaliknya sepatu olahraga dengan alas tebal
(seperti Nike, Adidas, dan sebagainya) semakin meningkat. Hal ini dikarenakan
ada perubahan selerah.
d.
Jumlah penduduk
Semakin besar
jumlah penduduk di suatu daerah, semakin banyak pula permintaan terhadap suatu
produk di daerah tersebut. Permintaan beras di indonesia semakin lama semakin
banyak., sehingga jumlah beras yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka
semakin banyak. Tercermin dengan permintaan beras yang selalu naik.[5]
C.
Teori
Permintaan Islam
Penggunaan kata teori permintaan hanya untuk membedakan dengan
hukum permintaan. Teori permintaan adalah perbandingan lurus antara permintaan
terhaadap harganya, yaitu apabila permintaan naik, maka harga relatif akan
naik, sebaliknya bila permintaan turun, maka harga relatif akan turun.[6]
Apabila jumlah barang yang diminta sangat banyak, maka harta barang
tersebut relatif akan meningkat. Sebaliknya, bila jumlah permintaan barang
tersebut relatif sedikit, maka harganya akan turun. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut. Bahwa spada suatu pasar terdapat terdapat
permintaan suatu produk yang relatif sangat banyak, sehingga :
1)
Mobil yang tersedia pada produsen
tidak dapat memenuhi suatu permintaan, sehingga untuk membatasi jumlah
pembelian produsen akan menaikkan harga jual produk tersebut.
2)
Penjual akan berusaha menggunakan
kesempatan untuk meningkatkan dan memperbesar keuntungan dengan menaikkan harga
jual produknya.
Sebaliknya, manakalah pada suatu
pasar permintaan suatu produk relatif sedikit, maka yang terjadi adalah harga
akan turun. Keadaan ini dapat diperjekas sebagai berikut :
1)
Barang yang tersedia pada produsen
atau penjual relatif sangat banyak sehingga manakalah jumlah permintaan sedikit
produsen akan berusaha menjual produknya sebanyak mungkin dengan cara
menurunkan harga jual produknya.
2)
Produsen atau penjual hanya akan
meningkatkan keuntungannya dari volume penjualannya (banyak produk yang dijual)
pada konsumen yang mempunyai daya beli.[7]
Dalam ekonomi
islam, setiap keputusan ekonomi seorang manusia dihubungkan kepada syariat.
Al-Qur’an menyebut ekonomi dengan istilah iqtishad (penghematan,
ekonomi) yang secara literal berarti pertengahan dan moderat.
Seorang muslim
dilarang melakukan pemborosan (al-Israa ayat 26-27).
ÏN#uäur#s4n1öà)ø9$#¼çm¤)ymtûüÅ3ó¡ÏJø9$#urtûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#wuröÉjt7è?#·Éö7s?ÇËÏȨbÎ)tûïÍÉjt6ßJø9$#(#þqçR%x.tbºuq÷zÎ)ÈûüÏÜ»u¤±9$#(tb%x.urß`»sÜø¤±9$#¾ÏmÎn/tÏ9#Yqàÿx.ÇËÐÈ
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya”.
Seoarng muslim
diminta untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh dan menggunakan
sumber daya. Dia tidak boleh israf (royal, berlebih-lebihan) tetapi juga
dilarang pelit (bukhl).[8]
Islam mewajibkan
zakat, yaitu mengeluarkan sebagian hartanya kepada pihak lain yang telah
melewati batas nishaf tertentu baik dari segi jumlah maupun penguasaan waktu.
Kewajiban zakat ini sebagaimana firman Allah : (QS. Ar-Rum : 38)
ÏN$t«sù#s4n1öà)ø9$#¼çm¤)ymtûüÅ3ó¡ÏJø9$#urtûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#4y7Ï9ºs×öyzúïÏ%©#Ïj9tbrßÌãtmô_ur«!$#(y7Í´¯»s9'ré&urãNèdtbqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÌÑÈ
Artinya : “Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan
haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalamperjalanan
[1171]. Itulah yang lebih baik bagiorang-orang yang mencari keridhaan Allah dan
mereka Itulah orang-orang yang beruntung”.
1.
Paradigma
konsumsi Islam
Al-Qur’an dan Hadis mengajarkan, dalam kaitan dengan perilaku
konsumen, antara lain :
a.
Islam mengakui keterampilan dan
kemampuan setiap individu berbeda-beda. Karenanya tidak adil dan tidak masuk
akal apabila terjadi persamaan mutlak di antara semua anggota masyarakat dalam
hal pendapatan, konsumen dan sebagainya. Akan tetapi pada titik ekstrem yang
lain, dimana ketimpangan bisa jadi sangat
mencolok berdasarkan perbedaan kemampuan, kesepakatan, dan kegigihan
setiap orang pun tidak sesuai dengan semangat islam. Islam memandang perbedaan
kemampuan dalam masyarakat sebagai suatu kerangka sosial untuk membangun suatu
mekanisme internal yang saling menghargai dan penuh kasih sayang. Islam
mengajarkan bahwa “tangan yang diatas lebih mulia daripada tangan yang
dibawah”, yakni pihak yang memberi pertolongan mendapat kedudukan lebih tinggi
daripada pihak yang ditolong. Ajaran ini dapat pula dimaknai bahwa orang yang hidupnya pas-pasan bisa saja
berkedudukan mulia di dalam Islam apabila ia banyak menolong orang.
b.
Islam mewajibkan Zakat, yakni
mengeluarkan sebagian kecil harta yang telah melewati batas nisab tertentu baik
dari segi jumlah maupun waktu penguasaan harta tersebut. Zakat adalah kewajiban
bagi umat Islam yang mampu atau kaya. Jika berzakat wajib, maka menjadi mampu
atau kaya pun wajib, agar dapat menjalankan kewajiban berzakat tersebut.
Jika kewajiban zakat tidak bisa
dilaksanakan sebelum syarat mampu terpenuhi, maka syarat mampu wajib hukumnya
untuk dipenuhi.[9]
c.
QS. Ar-Ruum ayat 38
ÏN$t«sù#s4n1öà)ø9$#¼çm¤)ymtûüÅ3ó¡ÏJø9$#urtûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#4y7Ï9ºs×öyzúïÏ%©#Ïj9tbrßÌãtmô_ur«!$#(y7Í´¯»s9'ré&urãNèdtbqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÌÑÈ
“Maka berikanlah kepada kerabat
yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang
beruntung”.
Agama Islam adalah agama
satu-satunya yang mewajibkan pengeluaran untuk kebutuhan orang lain, yang
berbentuk zakat. Zakat wajib bagi mereka yang mampu yang pendapatannya melebihi
nisab tertentu. Islam juga menganjurkan pengeluaran sukarela untuk kepentingan
sesama dalam bentuk sifaq, sedekah dan wakaf. Pembahasan ekonomi terhadap
sumber daya yang dapat dihimpun dari kegiatan zakat, infak, sedekah, dan wakaf
memprlihatkan potensinya dalam mengembangkan perekonomian dan kesejahteraan
umat.
Adapun aturan islam mengenai
bagaimana seharusnya melakukan kegiatan konsumsi adalah sebagai berikut :
a)
Tidak Boleh Berlebih-lebihan
Allah SWT berfirman dalam QS.
Al-An’aam ayat 141
*uqèdurüÏ%©!$#r't±Sr&;M»¨Yy_;M»x©rá÷è¨Buöxîur;M»x©râ÷êtB@÷¨Z9$#urtíö¨9$#ur$¸ÿÎ=tFøèC¼ã&é#à2é&cqçG÷¨9$#urc$¨B9$#ur$\kÈ:»t±tFãBuöxîur7mÎ7»t±tFãB4(#qè=à2`ÏBÿ¾ÍnÌyJrO!#sÎ)tyJøOr&(#qè?#uäur¼çm¤)ymuQöqt¾ÍnÏ$|Áym(wur(#þqèùÎô£è@4¼çm¯RÎ)w=ÏtäúüÏùÎô£ßJø9$#ÇÊÍÊÈ
Artinya : “.... dan janganlah
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”.
Jika manusia dilarang untuk
berlebih-lebihan berarti manusia sebaiknya melakukan konsumsi seperlunya saja.
Dalam ekonomi, perilaku konsumsi Islami yang tidak berlebih-lebihan berarti
bahwa pola permintaan Islami lebih didorong oleh faktor kebutuhan (need)
daripada keingginan (wants)
Secara teori, dorongan untuk
menolong orang lain, apakah dengan memberi infak atau membelikan bahan makanan,
akan mengakibatkan kurva permintaan bergeser.
b)
Mengkonsumsi yang Halal dan Thayyib
Konsumsi seorang muslim dibatasi
kepada barang-barang yang halal dan thayyib (QS. Al-Baqarah ayat 75).
*tbqãèyJôÜtGsùr&br&(#qãZÏB÷sãöNä3s9ôs%urtb%x.×,ÌsùöNßg÷YÏiBtbqãèyJó¡ozN»n=2«!$#¢OèO¼çmtRqèùÌhptä.`ÏBÏ÷èt/$tBçnqè=s)tãöNèdurcqßJn=ôètÇÐÎÈ
Arti : “Apakah kamu masih mengharapkan
mereka akan percaya kepadamu, Padahal segolongan dari mereka mendengar firman
Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka
mengetahui”.
Tidak ada permintaan terhadap barang
haram. Di dalam Islam barang yang sudah dinyatakan haram untuk dikonsumsi
otomatis tidak lagi memiliki nilai ekonomi, karena tidak boleh
diperjualbelikan. Berkaitan dengan aturan pertama larangan berlebih-lebihan, maka barang halal pun tidak
dapat dikonsumsi sebanyak yang kita inginkan. Harus dibatasi sebatas cukupnya
keperluan, untuk menghindari kemewahan, berlebih-lebihan dan kemubaziran.[10]
Dan dalam (QS. Al-Baqarah : 172)
$ygr'¯»túïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=à2`ÏBÏM»t6ÍhsÛ$tBöNä3»oYø%yu(#rãä3ô©$#ur¬!bÎ)óOçFZà2çn$Î)crßç7÷ès?ÇÊÐËÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu
dan bersyukurlah kepadanya-Nya kamu menyembah”.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Rahmawati. 2011. Ekonomi Mikro Islam. Nora Media
Enterprise. Kudus
Setyanto, budi. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.
Jakarta : Prenada Media Gruop
Nawawi, Ismail. 2010. Ekonomi Mikro dalam perspektik islam.
Jakarta : CV. Dwi Putra Pustaka Jaya.
[1]Anita Rahmawati, Ekonomi
Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hal. 89
[2]Setyanto, budi. 2006. Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta : Prenada Media Gruop. Hlm 80
[3]Ibid. Hlm 80
[4]Ibid. Hlm 81
[5]Ibid. Hlm 84
[6] Nawawi, Ismail. 2010. Ekonomi
Mikro dalam perspektik islam. Jakarta : CV. Dwi Putra Pustaka Jaya. Hlm 20
[7]Ibid. Hlm 21
[8]Setyanto, budi. 2006. Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta : Prenada Media Gruop. Hlm 85
[9]Ibid. Hlm 86
[10]Ibid. Hlm 89
No comments:
Post a Comment