Wednesday, December 19, 2018

Operasi Kelamin Menurut Hukum Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Teknologi kedokteran adalah hasil kerja keras para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menaruh perhatian serius dalam menanggulangi berbagai penyakit yang menimpa manusia. Salah satu bentuk teknologi kedokteran modern, adalah operasi plastik. Operasi plastik merupakan operasi khusus untuk memperindah, atau memperbaiki bagian-bagian tubuh seseorang agar lebih cantik atau tampan. Operasi plastik umumnya berupa operasi wajah, untuk mempercantik wajah supaya lebih indah dipandang mata, seperti yang pernah dilakukan Michael Jackson, penyanyi kondang asal Amerika Serikat. Operasi plastik dapat juga berbentuk operasi ganti kelamin untuk mengubah bentuk kelamin dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya, ataupun bertujuan memperbaiki alat/organ kelamin yang mengalami cacat atau kelainan.
Dengan demikian keberadaan operasi kelamin pada satu sisi memberikan solusi terbaik kepada orang-orang yang dilahirkan dengan kondisi alat kelamin yang mengalami kelainan. Namun di sisi lain, operasi kelamin bisa disalahgunakan untuk melakukan operasi perubahan alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya. Hal ini erat kaitannya dengan waria (wanita pria) yang melakukan operasi pergantian kelamin. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transeksual yang terkadang berperilaku menyimpang oleh masyarakat pada umumnya karena banyak yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial atau Waria Tuna Susila (WTS).
Realitas menunjukkan, bahwa ada orang-orang yang dilahirkan dengan organ kelamin sempurna sebagai laki-laki, namun berpenampilan sebagai seorang perempuan, yang biasa disebut waria. Keberadaan waria tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh ketidakpuasan yang bersangkutan terhadap jenis kelaminnya karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan ada yang menempuh operasi perubahan kelamin. Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorder)-III, penyimpangan ini disebut sebagai gender dysporia syndrom. Jadi, waria secara psikologis sebagai penderita transeksual, yakni seseorang yang secara jasmaniah mempunyai jenis kelamin laki-laki namun secara psikis cenderung berpenampilan wanita.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini, adalah:
1.      Apa deskripsi operasi kelamin dan macamnya?
2.      Bagaimana konstruksi dalalah naqliyah dan aqliyah terhadap operasi kelamin?

C.  Tujuan
1.      Mengetahui deskripsi operasi kelamin dan macamnya
2.      Mengetahui konstruksi dalalah naqliyah dan aqliyah terhadap operasi kelamin





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Operasi Kelamin dan Macamnya
Manusia merupakan makhluk yang unik dan tidak pernah puas. Sifat ketidakpuasan manusia ini mencakup berbagai hal, termasuk kondisi fisiknya sendiri. Hal ini disebabkan oleh realitas bahwa manusia dilahirkan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada orang yang dilahirkan dengan kondisi fisik yang sempurna, dengan organ kelamin yang sempurna pula sebagai laki-laki atau perempuan (dengan satu organ kelamin). Namun ada juga orang yang dilahirkan dengan kondisi fisik yang tidak sempurna, dengan organ kelamin ganda (penis dan vagina), atau memiliki kelamin yang tidak sempurna (memiliki satu kelamin namun ada organ kelaminnya tidak sempurna, sehingga jenis kelaminnya tidak jelas). Padahal kejelasan jenis kelamin memiliki akibat hukum tertentu. Dalam hal ini yang bersangkutan termotivasi menjalani operasi kelamin.
Operasi kelamin juga dilakukan berkaitan erat dengan kebingungan terhadap jenis kelamin yang dimiliki seseorang yang biasa disebut transeksual atau transgender. Transeksual atau transgender dapat diakibatkan oleh faktor bawaan atau faktor lingkungan. Faktor lingkungan berupa pola pendidikan yang keliru yang dialami seseorang di masa kecilnya, misalnya membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau isteri. Namun perlu dibedakan penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan.pada kasus transeksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi normal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang tidak menyimpang.
Dengan demikian dalam garis besarnya motif pelaksanaan operasi kelamin ada dua, yaitu motif  kejiwaan dan motif bawaan. Dari sisi motif kejiwaan, operasi kelamin dilakukan untuk mengganti alat kelamin yang semula memang normal namun yang bersangkutan tidak merasa cocok dengan alat kelamin yang dimilikinya sebab bertentangan dengan kejiwaannya.
Sedangkan dari sisi motif bawaan, operasi kelamin dilakukan  untuk menyempurnakan organ kelamin yang tidak sempurna, atau memperjelas jenis kelamin, bagi yang memiliki kelamin ganda. Sehingga dengan operasi kelamin tersebut, jenis kelamin yang bersangkutan akan menjadi lebih jelas. Dalam cakupan ini operasi kelamin dilakukan juga untuk memperbaiki alat/organ kelamin yang rusak karena sesuatu sebab tertentu, misalnya alat kelamin yang terputus, hangus dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa motif oprasi kelamin yang dilakukan terhadap orang yang memiliki organ kelamin yang tidak sempurna adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan organ kelaminnya. Motif operasi yang dilakukan kepada orang yang memiliki organ kelamin ganda adalah untuk memperjelas identitas jenis kelaminnya. Sedangkan motif operasi kelamin yang dilakukan kepada orang yang memiliki alat kelamin normal dan sempurna adalah untuk pergantian jenis kelamin, baik dari laki-laki menjadi perempuan maupun sebaliknya.
Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin, yaitu
1.      operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis), atau vagina yang tidak berlubang.
2.      operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki dua jenis kelamin (penis dan vagina); dan
3.      operasi penggantian/perubahan jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal.[1]
Pelaksanaan operasi kelamin yang dilakukan terhadap orang yang lahir dengan organ kelamin yang memiliki kelainan, berdasarkan organ kelamin bagian luar dan dalamnya, yaitu operasi kelamin yang dilakukan kepada seseorang yang memiliki satu organ kelamin yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia mempunyai vagina yang tidak berlubang, dan ia memiliki rahim dan ovarium. Operasi dilakukan untuk memberi lubang pada vaginanya. Begitu pula orang yang memiliki penis dan testis tetapi lubang penisnya tidak berada di ujung penis (glans penis) tetapi berada di bawah penisnya, maka operasi dilakukan untuk dibuatkan lubangnya yang normal.
Operasi kelamin juga dilakukan terhadap seseorang yang memiliki kelamin ganda; penis dan vagina. Operasi dilakukan untuk memperjelas identitas jenis kelaminnya, dengan mematikan organ kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai dengan organ kelamin bagian dalam. Misalnya seseorang memiliki dua alat kelamin yang berlawanan; penis dan vagina, serta di samping itu ia juga memiliki rahim dan ovarium yang merupakan ciri khas dan utama untuk jenis kelamin perempuan, maka operasi dilakukan dengan mengangkat penisnya untuk mempertegas identitas jenis kelamin kewanitaannya. Sebaliknya, operasi bukan untuk mengangkat vaginanya dan membiarkan penisnya, karena berlawanan dengan organ kelamin bagian dalamnya yang lebih vital, yaitu rahim dan ovarium.[2]
Sedangkan operasi perubahan kelamin dilakukan terhadap seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya, yaitu penis (zakar) bagi laki-laki dan vagina bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium. [3]
Jadi, berdasarkan tujuannya, operasi kelamin terbagi dua macam, yaitu operasi untuk perubahan alat kelamin dan penyempurnaan alat kelamin (memperjelas indentitas jenis kelamin). Operasi kelamin untuk penyempurnaan alat kelamin terbagi dua, yakni operasi kelamin untuk menyempurnakan organ kelamin yang mengalami kelainan atau tidak sempurna, dan operasi kelamin untuk membuang salah satu organ kelamin pada orang yang memiliki kelamin ganda (penis dan vagina).

B.  Konstruksi dalalah naqliyah dan aqliyah
Permasalahan perubahan dan penyempurnaan kelamin yang muncul di era modern ini belum dikenal dalam abad klasik dan pertengahan, sehingga pembahasan hukumnya tidak dijumpai dalam kitab-kitab fiqh klasik. Menurut Nuruddin Itir (guru besar hadis pada universitas Al-Azhar Cairo), dalam kitab fiqh klasik hanyalah berkaitan dengan pembedahan perut mayat yang semasa hidupnya menelan/tertelan uang (koin). Pembahasan operasi kelamin baru dijumpai dalam hukum Islam kontemporer sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terhadap kasus perubahan atau penyempurnaan kelamintersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa,[4] tanggal 12 Rajab 1400 H bertepatan dengan tanggal 1 Juni 1980 M bahwa:
1.         Merubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan dengan surat al-Nisa ayat 19 dan bertentangan pula dengan jiwa syara’
2.         Orang yang kelaminnya diganti kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semua sebelum doribah.
3.         Seseorang khunsa (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelaki-lakiannya. Demikian pula sebaliknya, dan hukumnya menjadi positif.
Dengan demikian operasi perubahan kelamin yang dilakukan seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya, memiliki penis bagi laki-laki atau vagina bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium, tidak diboleh dan diharamkan oleh syariat Islam. Operasi perubahan kelamin inilah yang sering dijalani waria.
Fatwa MUI yang mengharamkan waria dan perempuan yang sempurna kelaminnya menjalani operasi perubahan kelamin tersebut sejalan pula dengan beberapa dalil syar’i, antara lain:
1. Firman Allah dalam QS. al-Hujurat (49): 13[5]

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
‘Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.’
Ayat ini mengandung prinsip equality before God and law, manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan tuhan dan hukum. Yang menentukan tinggi/ rendahnya kedudukan manusia itu bukanlah karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan dan sebagainya, melainkan karena ketakwaannya kepada Allah. Sebab itu, jenis kelamin yang normal yang dianugerahkan kepada seseorang harus disyukuri dengan cara menerima kodratnya dan menjalankan semua kewajibannya sebagai makhluk kepada Tuhannya sesuai dengan kodratnya pula tanpa mengubah jenis kelaminnya.

2. Firman Allah dalam QS. al-Nisa (4): 119[6]

 وَلأضِلَّنَّهُمْ وَلأمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا 
‘Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah (lalu mereka benar-benar mengubahnya). Barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata.’
M.Quraish Shihab mengemukakan, bahwa ayat ini merupakan lanjutan ucapan setan yang dikandung oleh ayat sebelumnya, dan setan juga berkata: aku benar-benar akan berusaha sekuat kemampuan untuk menyesatkan mereka dari jalan-Mu yang lurus dengan merayu dan mengiming-iming manusia dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka sehingga mereka lengah dan atau menunda-nunda kegiatan positif. Aku akan suruh mereka mengubah ciptaan Allah yang melekat dalam diri setiap manusia khususnya fitrah keagamaan dan keyakinan akan keesaan tuhan lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang mengubah ciptaan Allah itu, maka ia telah menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, dan jika demikian halnya maka sesungguhnya dia menderita kerugian yang nyata.[7]
Termasuk juga dalam pengertian mengubah ciptaan Allah adalah mengebiri, homoseksual, dan lesbian serta praktek-praktek yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Ayat ini dijadikan dasar oleh ulama untuk melarang perubahan bentuk fisik manusia dengan cara-cara apapun termasuk operasi plastik dan operasi perubahan kelamin.
Selaras dengan uraian di atas, menurut Yusuf Qardawi bahwa mengubah jenis kelamin laki-laki yang susunan tubuhnya normal laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya melalui operasi pergantian kelamin adalah haram hukumnya. Karena hal itu merupakan perbuatan setan yang merupakan musuh manusia yang ingin mengeluarkan manusia dari perbuatan istiqamah menjadi perbuatan penyelewengan. Allah telah mengingatkan manusia terhadap ajakan setan dalam QS. al-Nisa ayat 117-119 di atas.[8] Karena itulah operasi perubahan kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya haram hukumnya dalam Islam.
Bahkan sebagian ulama mendasarkan keharaman semua jenis operasi tanpa tujuan dengan mengacu kepada ayat 119 surat al-Nisa di atas. Berdasarkan petikan kalimat falayugayyiranna khalqallah, mereka memandang bahwa operasi perubahan kelamin telah melanggar kode etik manusia, mengubah ciptaan Tuhan. Manusia memang diberi otoritas penuh untuk berbuat apa saja di dunia ini. Hanya satu yang tidak boleh dilakukan manusia, yaitu mengubah ciptaan-Nya. Kalau misalnya manusia mengubah ciptaan-Nya, berarti ia memposisikan dirinya sama dengan Tuhan. Itu juga berarti, bahwa ia congkak, sombong karena telah memper-tuhankan diri sendiri. Padahal, yang seperti itu jelas dilarang syara. Dengan demikian operasi perubahan kelamin diharamkan dalam hukum Islam karena telah memasuki wilayah otoritas Tuhan serta menimbulkan efek negatif secara biologis dan hukum.

3.Hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud:
‘Allah mengutuk wanita yang membuat tahi lalat palsu dan yang minta dibuatkan, dan mencukur rambut wajahnya, dan yang mengikir giginya (pangur) untuk kecantikan yang mengubah ciptaan Allah.’(HR Bukhari Muslim)[9]
Hadis di atas menunjukkan, bahwa seorang laki-laki atau perempuan yang normal jenis kelaminnya dilarang oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena termasuk dalam wilayah mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang sah menurut Islam. Begitu pula laki-laki atau perempuan yang lahir normal jenis kelaminnya, tetapi karena lingkungan ia menderita kelainan semacam kecenderungan seksnya yang mendorongnya lahiriah sebagai “banci” atau waria dengan berpakaian dan bertingkah laku berlawanan dengan jenis kelaminnya yang sebenarnya. Maka dalam hal ini ia juga diharamkan oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, sekalipun ia menderita kelainan seksual. Sebab pada hakekatnya organ kelaminnya normal, tetapi psikisnyalah yang tidak normal. Karena itu untuk memulihkan kesehatan mentalnya harus ditempuh melalui pendekatan keagamaan dan kejiwaan, dan bukan melalui operasi perubahan jenis kelamin.
Demikian pula Fatwa MUI yang membolehkan operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin (tashih atau tamil) bagi khunsa, sejalan dengan pendapat ulama klasik dan kontemporer. Alasannya, bahwa jika alat kelamin seseorang tidak berlubang yang menghalangi keluarnya air seni dan mani, baik penis maupun vagina, maka operasi penyempurnaan atau perbaikan kelamin tersebut dibolehkan, bahkan dianjurkan sehingga kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Jelasnya, orang yang lahir tidak normal jenis kelaminnya, hukum melakukan operasi kelaminnya tergantung kepada organ kelamin luar dan dalam, yang dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu:
1.         Apabila seseorang memiliki organ kelamin ganda, penis dan vagina maka untuk memperjelas identitas jenis kelaminnya, ia boleh melakukan operasi kelamin untuk mematikan organ kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lain sesuai dengan organ kelamin bagian dalam.
2.         Apabila seseorang memiliki satu organ kelamin yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia memiliki vagina yang tidak berlubang tetapi ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh bahkan dianjurkan oleh Islam melakukan operasi kelamin untuk menyempurnakan organ kelaminnya. Begitu pula orang yang memiliki penis dan testis tetapi lubang penisnya berada di bagian bawah penisnya, maka iapun dibolehkan melakukan operasi kelamin untuk menormalkan penisnya.

Selaras dengan uraian di atas menurut Yusuf Qardawi, bahwa terkadang ditemukan susunan tubuh laki-laki pada diri seorang wanita seperti terdapat alat kejantanan yang tersembunyi (buah zakar/serupanya), maka dibolehkan wanita itu melakukan operasi kelamin untuk menjadi laki-laki. Bahkan operasi ini menurut hukum Islam malah dianjurkan, karena hal ini pada hakekatnya adalah mengembalikan sesuatu pada asalnya serta meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan bukan mengubah ciptaan Allah. Demikian juga orang yang tampak gejala kejantanannya, namun hakekat susunan tubuhnya adalah susunan tubuh wanita. Tetapi organ reproduksi wanita itu seperti sel telur, rahim, vagina dan lain-lainnya tersembunyi, maka operasi kelamin yang dilakukannya dibolehkan, malah dianjurkan hukum Islam agar ia stabil dan dalam kondisi yang benar tanpa adanya gangguan kesehatan.

4.Berdasarkan kaidah fiqh:
 li jalbi al-maslahah wa daf’i al-mafsadah (mendapatkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudaratan).[10]
Orang yang lahir tidak normal jenis/organ kelaminnya terutama yang “banci alami,” biasanya mudah mengalami kelainan psikologis dan sosial, akibat masyarakat yang tidak memperlakukannya secara wajar, yang pada gilirannya bisa menjerumuskannya ke dalam dunia pelacuran dan menjadi sasaran kaum homo yang sangat berbahaya bagi dirinya dan masyarakat. Sebab perbuatan anal sex (hubungan seks melalui anus) dan oral sex (hubungan seks melalui mulut) yang biasa dilakukan kaum homo bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit AIDS yang sangat ganas yang hingga kini belum ditemukan obatnya itu.
Karena itu jika kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan fisik dan psikis atau mental khunsa atau banci tersebut melalui operasi kelamin, maka Islam membolehkan bahkan menganjurkannya, karena akan memberikan kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan dengan bahaya (mafsadat)nya. Ketentuan ini berlaku bagi orang yang memiliki organ kelamin ganda atau tidak normal. Karena itu jika seseorang memiliki alat kelamin ganda, penis dan vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk “mematikan” dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya
Untuk menghilangkan mudarat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Mahmud Syaltut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Sebab itu operasi kelaminnya harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Karena itu jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas.
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang memiliki kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdlatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin,” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Dengan demikian, operasi perubahan kelamin haram hukumnya, sedangkan operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh, bahkan dianjurkan atas dasar kemaslahatan bagi yang menjalani operasi kelamin maupun masyarakat yang berinteraksi dengannya.




BAB III
PENUTUP

·      Kesimpulan
Operasi perubahan kelamin haram hukumnya, sedangkan operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh, bahkan dianjurkan atas dasar kemaslahatan bagi yang menjalani operasi kelamin maupun masyarakat yang berinteraksi dengannya.
Karena itu jika kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan fisik dan psikis atau mental khunsa atau banci tersebut melalui operasi kelamin, maka Islam membolehkan bahkan menganjurkannya, karena akan memberikan kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan dengan bahaya (mafsadat)nya. Ketentuan ini berlaku bagi orang yang memiliki organ kelamin ganda atau tidak normal. Karena itu jika seseorang memiliki alat kelamin ganda, penis dan vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk “mematikan” dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kementerian Agama RepublikIndonesia
al-Qardawi,Yusuf Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press.1995
Baqi, Muhammad Fu’ad Abdul. al-Lu’lu’ wa al-Marjan, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’ wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih Disepakati oleh Bukhari dan Muslim, Jilid 2 Cet. II. Surabaya: PT Bina Ilmu. 1982
Dahlan, Abdul Azis. et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Cet. V. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve. 2001
Fatwa MUI, adalah keputusan Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama Indonesia (KFHMUI) yang menyangkut masalah agama Islam yang perlu dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat demi kepentingan pembangunan bangsa.
Shihab, M.Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2 Cet. III. Jakarta: Lentera Hati. 2005
Utomo,Setiawan Budi. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press.2003
Zuhdi,Masjfuk. Masail Fiqhiyah Cet. X. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1997





[1] Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4 (Cet. V; Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), h. 1359
[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Cet. X; Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997), h. 173.
[3] Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 172.
[4] Fatwa MUI, adalah keputusan Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama Indonesia (KFHMUI) yang menyangkut masalah agama Islam yang perlu dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat demi kepentingan pembangunan bangsa.
[5] QS. Al-Hujurat: 13
[6] QS. An-Nisa’: 119
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 2 (Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 591.
[8] Yusuf al-Qardawi, Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 465.
[9] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-Lu’lu’ wa al-Marjan, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’ wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih Disepakati oleh Bukhari dan Muslim, Jilid 2 (Cet. II; Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), h. 809.
[10] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Cet. X; Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997), h. 173.

No comments:

Post a Comment