BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teknologi kedokteran adalah hasil kerja keras para
ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menaruh perhatian serius
dalam menanggulangi berbagai penyakit yang menimpa manusia. Salah satu bentuk teknologi
kedokteran modern, adalah operasi plastik. Operasi plastik merupakan operasi
khusus untuk memperindah, atau memperbaiki bagian-bagian tubuh seseorang agar
lebih cantik atau tampan. Operasi plastik umumnya berupa operasi wajah, untuk
mempercantik wajah supaya lebih indah dipandang mata, seperti yang pernah
dilakukan Michael Jackson, penyanyi kondang asal Amerika Serikat. Operasi
plastik dapat juga berbentuk operasi ganti kelamin untuk mengubah bentuk
kelamin dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya, ataupun bertujuan
memperbaiki alat/organ kelamin yang mengalami cacat atau kelainan.
Dengan demikian keberadaan operasi kelamin pada
satu sisi memberikan solusi terbaik kepada orang-orang yang dilahirkan dengan
kondisi alat kelamin yang mengalami kelainan. Namun di sisi lain, operasi
kelamin bisa disalahgunakan untuk melakukan operasi perubahan alat kelamin dari
laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya. Hal ini erat kaitannya dengan
waria (wanita pria) yang melakukan operasi pergantian kelamin. Munculnya waria
sebagai fenomena sosial transeksual yang terkadang berperilaku menyimpang oleh
masyarakat pada umumnya karena banyak yang berprofesi sebagai pekerja seks
komersial atau Waria Tuna Susila (WTS).
Realitas menunjukkan, bahwa ada orang-orang yang dilahirkan
dengan organ kelamin sempurna sebagai laki-laki, namun berpenampilan sebagai
seorang perempuan, yang biasa disebut waria. Keberadaan waria tersebut
sebenarnya lebih disebabkan oleh ketidakpuasan yang bersangkutan terhadap jenis
kelaminnya karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin
dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang
dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan
tingkah laku, bahkan ada yang menempuh operasi perubahan kelamin. Dalam DSM (Diagnostic
and Statistical Manual of mental Disorder)-III, penyimpangan ini disebut
sebagai gender dysporia syndrom. Jadi, waria secara psikologis sebagai
penderita transeksual, yakni seseorang yang secara jasmaniah mempunyai jenis
kelamin laki-laki namun secara psikis cenderung berpenampilan wanita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi permasalahan dalam
penulisan ini, adalah:
1.
Apa deskripsi operasi kelamin dan
macamnya?
2.
Bagaimana konstruksi dalalah
naqliyah dan aqliyah terhadap operasi kelamin?
C. Tujuan
1.
Mengetahui deskripsi
operasi kelamin dan macamnya
2.
Mengetahui konstruksi
dalalah naqliyah dan aqliyah terhadap operasi kelamin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Operasi
Kelamin dan Macamnya
Manusia
merupakan makhluk yang unik dan tidak pernah puas. Sifat ketidakpuasan manusia
ini mencakup berbagai hal, termasuk kondisi fisiknya sendiri. Hal ini disebabkan
oleh realitas bahwa manusia dilahirkan dengan berbagai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Ada orang yang dilahirkan dengan kondisi fisik
yang sempurna, dengan organ kelamin yang sempurna pula sebagai laki-laki atau
perempuan (dengan satu organ kelamin). Namun ada juga orang yang dilahirkan
dengan kondisi fisik yang tidak sempurna, dengan organ kelamin ganda (penis dan
vagina), atau memiliki kelamin yang tidak sempurna (memiliki satu kelamin namun
ada organ kelaminnya tidak sempurna, sehingga jenis kelaminnya tidak jelas).
Padahal kejelasan jenis kelamin memiliki akibat hukum tertentu. Dalam hal ini
yang bersangkutan termotivasi menjalani operasi kelamin.
Operasi
kelamin juga dilakukan berkaitan erat dengan kebingungan terhadap jenis kelamin
yang dimiliki seseorang yang biasa disebut transeksual atau transgender.
Transeksual atau transgender dapat diakibatkan oleh faktor bawaan atau faktor
lingkungan. Faktor lingkungan berupa pola pendidikan yang keliru yang dialami
seseorang di masa kecilnya, misalnya membiarkan anak laki-laki berkembang dalam
tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan
trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau isteri. Namun perlu
dibedakan penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan.pada kasus transeksual
karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi
normal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan.
Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun
hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk
memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang tidak
menyimpang.
Dengan
demikian dalam garis besarnya motif pelaksanaan operasi kelamin ada dua, yaitu
motif kejiwaan dan motif bawaan. Dari
sisi motif kejiwaan, operasi kelamin dilakukan untuk mengganti alat kelamin
yang semula memang normal namun yang bersangkutan tidak merasa cocok dengan
alat kelamin yang dimilikinya sebab bertentangan dengan kejiwaannya.
Sedangkan
dari sisi motif bawaan, operasi kelamin dilakukan untuk menyempurnakan organ kelamin yang tidak
sempurna, atau memperjelas jenis kelamin, bagi yang memiliki kelamin ganda.
Sehingga dengan operasi kelamin tersebut, jenis kelamin yang bersangkutan akan
menjadi lebih jelas. Dalam cakupan ini operasi kelamin dilakukan juga untuk
memperbaiki alat/organ kelamin yang rusak karena sesuatu sebab tertentu,
misalnya alat kelamin yang terputus, hangus dan sebagainya.
Dari
uraian di atas dapat dikatakan, bahwa motif oprasi kelamin yang dilakukan
terhadap orang yang memiliki organ kelamin yang tidak sempurna adalah untuk
memperbaiki dan menyempurnakan organ kelaminnya. Motif operasi yang dilakukan
kepada orang yang memiliki organ kelamin ganda adalah untuk memperjelas identitas
jenis kelaminnya. Sedangkan motif operasi kelamin yang dilakukan kepada orang
yang memiliki alat kelamin normal dan sempurna adalah untuk pergantian jenis
kelamin, baik dari laki-laki menjadi perempuan maupun sebaliknya.
Dalam
dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin, yaitu
1.
operasi perbaikan atau
penyempurnaan kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki
cacat kelamin, seperti zakar (penis), atau vagina yang tidak berlubang.
2.
operasi pembuangan salah satu
dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki dua
jenis kelamin (penis dan vagina); dan
3.
operasi penggantian/perubahan
jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin
normal.[1]
Pelaksanaan
operasi kelamin yang dilakukan terhadap orang yang lahir dengan organ kelamin
yang memiliki kelainan, berdasarkan organ kelamin bagian luar dan dalamnya,
yaitu operasi kelamin yang dilakukan kepada seseorang yang memiliki satu organ
kelamin yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia mempunyai vagina yang tidak
berlubang, dan ia memiliki rahim dan ovarium. Operasi dilakukan untuk memberi
lubang pada vaginanya. Begitu pula orang yang memiliki penis dan testis tetapi
lubang penisnya tidak berada di ujung penis (glans penis) tetapi berada
di bawah penisnya, maka operasi dilakukan untuk dibuatkan lubangnya yang
normal.
Operasi
kelamin juga dilakukan terhadap seseorang yang memiliki kelamin ganda; penis
dan vagina. Operasi dilakukan untuk memperjelas identitas jenis kelaminnya, dengan
mematikan organ kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang
sesuai dengan organ kelamin bagian dalam. Misalnya seseorang memiliki dua alat
kelamin yang berlawanan; penis dan vagina, serta di samping itu ia juga
memiliki rahim dan ovarium yang merupakan ciri khas dan utama untuk
jenis kelamin perempuan, maka operasi dilakukan dengan mengangkat penisnya
untuk mempertegas identitas jenis kelamin kewanitaannya. Sebaliknya, operasi
bukan untuk mengangkat vaginanya dan membiarkan penisnya, karena berlawanan
dengan organ kelamin bagian dalamnya yang lebih vital, yaitu rahim dan ovarium.[2]
Sedangkan
operasi perubahan kelamin dilakukan terhadap seseorang yang lahir dalam kondisi
normal dan sempurna organ kelaminnya, yaitu penis (zakar) bagi laki-laki dan
vagina bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium. [3]
Jadi,
berdasarkan tujuannya, operasi kelamin terbagi dua macam, yaitu operasi untuk
perubahan alat kelamin dan penyempurnaan alat kelamin (memperjelas indentitas
jenis kelamin). Operasi kelamin untuk penyempurnaan alat kelamin terbagi dua,
yakni operasi kelamin untuk menyempurnakan organ kelamin yang mengalami
kelainan atau tidak sempurna, dan operasi kelamin untuk membuang salah satu
organ kelamin pada orang yang memiliki kelamin ganda (penis dan vagina).
B. Konstruksi
dalalah naqliyah dan aqliyah
Permasalahan
perubahan dan penyempurnaan kelamin yang muncul di era modern ini belum dikenal
dalam abad klasik dan pertengahan, sehingga pembahasan hukumnya tidak dijumpai
dalam kitab-kitab fiqh klasik. Menurut Nuruddin Itir (guru besar hadis pada
universitas Al-Azhar Cairo), dalam kitab fiqh klasik hanyalah berkaitan dengan
pembedahan perut mayat yang semasa hidupnya menelan/tertelan uang (koin). Pembahasan
operasi kelamin baru dijumpai dalam hukum Islam kontemporer sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terhadap
kasus perubahan atau penyempurnaan kelamintersebut, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah mengeluarkan fatwa,[4]
tanggal 12 Rajab 1400 H bertepatan dengan tanggal 1 Juni 1980 M bahwa:
1.
Merubah jenis kelamin laki-laki
menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram, karena bertentangan dengan
surat al-Nisa ayat 19 dan bertentangan pula dengan jiwa syara’
2.
Orang yang kelaminnya diganti
kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semua sebelum
doribah.
3.
Seseorang khunsa (banci)
yang kelaki-lakiannya lebih jelas boleh disempurnakan kelaki-lakiannya.
Demikian pula sebaliknya, dan hukumnya menjadi positif.
Dengan
demikian operasi perubahan kelamin yang dilakukan seseorang yang lahir dalam
kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya, memiliki penis bagi laki-laki
atau vagina bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium,
tidak diboleh dan diharamkan oleh syariat Islam. Operasi perubahan
kelamin inilah yang sering dijalani waria.
Fatwa MUI
yang mengharamkan waria dan perempuan yang sempurna kelaminnya menjalani
operasi perubahan kelamin tersebut sejalan pula dengan beberapa dalil syar’i,
antara lain:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
‘Wahai
Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
Teliti.’
Ayat ini
mengandung prinsip equality before God and law, manusia memiliki
kedudukan yang sama di hadapan tuhan dan hukum. Yang menentukan tinggi/
rendahnya kedudukan manusia itu bukanlah karena perbedaan jenis kelamin, ras,
bahasa, kekayaan, kedudukan dan sebagainya, melainkan karena ketakwaannya
kepada Allah. Sebab itu, jenis kelamin yang normal yang dianugerahkan kepada
seseorang harus disyukuri dengan cara menerima kodratnya dan menjalankan semua
kewajibannya sebagai makhluk kepada Tuhannya sesuai dengan kodratnya pula tanpa
mengubah jenis kelaminnya.
وَلأضِلَّنَّهُمْ وَلأمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
‘Dan
pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada
mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu
mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan
Allah (lalu mereka benar-benar mengubahnya). Barangsiapa menjadikan setan
sebagai pelindung selain selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang
nyata.’
M.Quraish
Shihab mengemukakan, bahwa ayat ini merupakan lanjutan ucapan setan yang
dikandung oleh ayat sebelumnya, dan setan juga berkata: aku benar-benar akan
berusaha sekuat kemampuan untuk menyesatkan mereka dari jalan-Mu yang lurus
dengan merayu dan mengiming-iming manusia dan akan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka sehingga mereka lengah dan atau menunda-nunda kegiatan
positif. Aku akan suruh mereka mengubah ciptaan Allah yang melekat dalam diri
setiap manusia khususnya fitrah keagamaan dan keyakinan akan keesaan tuhan lalu
benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang mengubah ciptaan Allah itu,
maka ia telah menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, dan jika
demikian halnya maka sesungguhnya dia menderita kerugian yang nyata.[7]
Termasuk
juga dalam pengertian mengubah ciptaan Allah adalah mengebiri, homoseksual, dan
lesbian serta praktek-praktek yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Ayat ini
dijadikan dasar oleh ulama untuk melarang perubahan bentuk fisik manusia dengan
cara-cara apapun termasuk operasi plastik dan operasi perubahan kelamin.
Selaras
dengan uraian di atas, menurut Yusuf Qardawi bahwa mengubah jenis kelamin
laki-laki yang susunan tubuhnya normal laki-laki menjadi perempuan atau
sebaliknya melalui operasi pergantian kelamin adalah haram hukumnya. Karena hal
itu merupakan perbuatan setan yang merupakan musuh manusia yang ingin
mengeluarkan manusia dari perbuatan istiqamah menjadi perbuatan penyelewengan.
Allah telah mengingatkan manusia terhadap ajakan setan dalam QS. al-Nisa ayat
117-119 di atas.[8]
Karena itulah operasi perubahan kelamin laki-laki menjadi perempuan atau
sebaliknya haram hukumnya dalam Islam.
Bahkan
sebagian ulama mendasarkan keharaman semua jenis operasi tanpa tujuan dengan
mengacu kepada ayat 119 surat al-Nisa di atas. Berdasarkan petikan kalimat falayugayyiranna
khalqallah, mereka memandang bahwa operasi perubahan kelamin telah melanggar
kode etik manusia, mengubah ciptaan Tuhan. Manusia memang diberi otoritas penuh
untuk berbuat apa saja di dunia ini. Hanya satu yang tidak boleh dilakukan
manusia, yaitu mengubah ciptaan-Nya. Kalau misalnya manusia mengubah
ciptaan-Nya, berarti ia memposisikan dirinya sama dengan Tuhan. Itu juga
berarti, bahwa ia congkak, sombong karena telah memper-tuhankan diri sendiri.
Padahal, yang seperti itu jelas dilarang syara. Dengan demikian operasi
perubahan kelamin diharamkan dalam hukum Islam karena telah memasuki wilayah
otoritas Tuhan serta menimbulkan efek negatif secara biologis dan hukum.
3.Hadis
Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud:
‘Allah
mengutuk wanita yang membuat tahi lalat palsu dan yang minta dibuatkan, dan mencukur
rambut wajahnya, dan yang mengikir giginya (pangur) untuk kecantikan yang
mengubah ciptaan Allah.’(HR Bukhari Muslim)[9]
Hadis di
atas menunjukkan, bahwa seorang laki-laki atau perempuan yang normal jenis
kelaminnya dilarang oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena termasuk dalam
wilayah mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang sah menurut Islam. Begitu pula
laki-laki atau perempuan yang lahir normal jenis kelaminnya, tetapi karena
lingkungan ia menderita kelainan semacam kecenderungan seksnya yang
mendorongnya lahiriah sebagai “banci” atau waria dengan berpakaian dan
bertingkah laku berlawanan dengan jenis kelaminnya yang sebenarnya. Maka dalam
hal ini ia juga diharamkan oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, sekalipun ia
menderita kelainan seksual. Sebab pada hakekatnya organ kelaminnya normal,
tetapi psikisnyalah yang tidak normal. Karena itu untuk memulihkan kesehatan
mentalnya harus ditempuh melalui pendekatan keagamaan dan kejiwaan, dan bukan
melalui operasi perubahan jenis kelamin.
Demikian
pula Fatwa MUI yang membolehkan operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin
(tashih atau tamil) bagi khunsa, sejalan dengan pendapat
ulama klasik dan kontemporer. Alasannya, bahwa jika alat kelamin seseorang
tidak berlubang yang menghalangi keluarnya air seni dan mani, baik penis maupun
vagina, maka operasi penyempurnaan atau perbaikan kelamin tersebut dibolehkan,
bahkan dianjurkan sehingga kelamin yang normal karena kelainan seperti ini
merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Jelasnya, orang yang lahir tidak
normal jenis kelaminnya, hukum melakukan operasi kelaminnya tergantung kepada
organ kelamin luar dan dalam, yang dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu:
1.
Apabila seseorang memiliki organ
kelamin ganda, penis dan vagina maka untuk memperjelas identitas jenis
kelaminnya, ia boleh melakukan operasi kelamin untuk mematikan organ kelamin
yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang lain sesuai dengan organ kelamin
bagian dalam.
2.
Apabila seseorang memiliki satu
organ kelamin yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia memiliki vagina yang
tidak berlubang tetapi ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh bahkan
dianjurkan oleh Islam melakukan operasi kelamin untuk menyempurnakan organ
kelaminnya. Begitu pula orang yang memiliki penis dan testis tetapi lubang
penisnya berada di bagian bawah penisnya, maka iapun dibolehkan melakukan
operasi kelamin untuk menormalkan penisnya.
Selaras
dengan uraian di atas menurut Yusuf Qardawi, bahwa terkadang ditemukan susunan
tubuh laki-laki pada diri seorang wanita seperti terdapat alat kejantanan yang
tersembunyi (buah zakar/serupanya), maka dibolehkan wanita itu melakukan
operasi kelamin untuk menjadi laki-laki. Bahkan operasi ini menurut hukum Islam
malah dianjurkan, karena hal ini pada hakekatnya adalah mengembalikan sesuatu
pada asalnya serta meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan bukan mengubah
ciptaan Allah. Demikian juga orang yang tampak gejala kejantanannya, namun
hakekat susunan tubuhnya adalah susunan tubuh wanita. Tetapi organ reproduksi
wanita itu seperti sel telur, rahim, vagina dan lain-lainnya tersembunyi, maka
operasi kelamin yang dilakukannya dibolehkan, malah dianjurkan hukum Islam agar
ia stabil dan dalam kondisi yang benar tanpa adanya gangguan kesehatan.
4.Berdasarkan
kaidah fiqh:
li jalbi al-maslahah wa daf’i al-mafsadah (mendapatkan
kemaslahatan dan menghilangkan kemudaratan).[10]
Orang
yang lahir tidak normal jenis/organ kelaminnya terutama yang “banci alami,”
biasanya mudah mengalami kelainan psikologis dan sosial, akibat masyarakat yang
tidak memperlakukannya secara wajar, yang pada gilirannya bisa menjerumuskannya
ke dalam dunia pelacuran dan menjadi sasaran kaum homo yang sangat berbahaya
bagi dirinya dan masyarakat. Sebab perbuatan anal sex (hubungan seks
melalui anus) dan oral sex (hubungan seks melalui mulut) yang biasa
dilakukan kaum homo bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit AIDS yang sangat
ganas yang hingga kini belum ditemukan obatnya itu.
Karena
itu jika kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan fisik
dan psikis atau mental khunsa atau banci tersebut melalui operasi
kelamin, maka Islam membolehkan bahkan menganjurkannya, karena akan memberikan
kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan dengan bahaya (mafsadat)nya.
Ketentuan ini berlaku bagi orang yang memiliki organ kelamin ganda atau tidak
normal. Karena itu jika seseorang memiliki alat kelamin ganda, penis dan
vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif
salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk “mematikan” dan
menghilangkan salah satu alat kelaminnya
Untuk
menghilangkan mudarat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut,
menurut Makhluf dan Mahmud Syaltut, syariat Islam membolehkan dan bahkan
menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan bagian dalam alat
kelaminnya. Sebab itu operasi kelaminnya harus sejalan dengan bagian dalam alat
kelaminnya. Karena itu jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada
bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang
vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang
memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan
fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga
penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas.
Dibolehkannya
operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin sesuai dengan keadaan anatomi
bagian dalam kelamin orang yang memiliki kelainan kelamin atau kelamin ganda,
juga merupakan keputusan Nahdlatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan
Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin,” pada tanggal 26-28 Desember 1989
di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Dengan
demikian, operasi perubahan kelamin haram hukumnya, sedangkan operasi perbaikan
atau penyempurnaan kelamin boleh, bahkan dianjurkan atas dasar kemaslahatan
bagi yang menjalani operasi kelamin maupun masyarakat yang berinteraksi
dengannya.
BAB
III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Operasi perubahan kelamin haram hukumnya, sedangkan operasi perbaikan
atau penyempurnaan kelamin boleh, bahkan dianjurkan atas dasar kemaslahatan
bagi yang menjalani operasi kelamin maupun masyarakat yang berinteraksi
dengannya.
Karena
itu jika kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan fisik
dan psikis atau mental khunsa atau banci tersebut melalui operasi
kelamin, maka Islam membolehkan bahkan menganjurkannya, karena akan memberikan
kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan dengan bahaya (mafsadat)nya.
Ketentuan ini berlaku bagi orang yang memiliki organ kelamin ganda atau tidak
normal. Karena itu jika seseorang memiliki alat kelamin ganda, penis dan
vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif
salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk “mematikan” dan
menghilangkan salah satu alat kelaminnya
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan
Terjemahannya, Kementerian Agama RepublikIndonesia
al-Qardawi,Yusuf Hady
al-Islam Fatawi Mu’asirah, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press.1995
Baqi, Muhammad Fu’ad
Abdul. al-Lu’lu’ wa al-Marjan, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’
wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih Disepakati oleh Bukhari dan Muslim,
Jilid 2 Cet. II. Surabaya: PT Bina Ilmu. 1982
Dahlan, Abdul Azis. et
al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Cet. V. Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve. 2001
Fatwa MUI, adalah
keputusan Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama Indonesia (KFHMUI) yang
menyangkut masalah agama Islam yang perlu dilaksanakan baik oleh pemerintah
maupun masyarakat demi kepentingan pembangunan bangsa.
Shihab,
M.Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Volume 2 Cet. III. Jakarta: Lentera Hati. 2005
Utomo,Setiawan Budi.
Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer Cet. I; Jakarta: Gema
Insani Press.2003
Zuhdi,Masjfuk. Masail
Fiqhiyah Cet. X. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1997
[1] Abdul Azis Dahlan, et
al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4 (Cet. V; Jakarta: PT
Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), h. 1359
[3] Setiawan Budi
Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer (Cet. I; Jakarta:
Gema Insani Press, 2003), h. 172.
[4] Fatwa MUI, adalah
keputusan Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama Indonesia (KFHMUI) yang
menyangkut masalah agama Islam yang perlu dilaksanakan baik oleh pemerintah
maupun masyarakat demi kepentingan pembangunan bangsa.
[5] QS. Al-Hujurat: 13
[6] QS. An-Nisa’: 119
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, Volume 2 (Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 591.
[8] Yusuf al-Qardawi,
Hady al-Islam Fatawi Mu’asirah, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani,
dkk, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 (Cet. I; Jakarta: Gema Insani
Press, 1995), h. 465.
[9] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-Lu’lu’ wa
al-Marjan, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy, Al-Lu’lu’ wal Marjan:
Himpunan Hadits Shahih Disepakati oleh Bukhari dan Muslim, Jilid 2 (Cet.
II; Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), h. 809.
No comments:
Post a Comment