Saturday, December 29, 2018

Peran dan Tujuan Ekonomi Islam



A.    Peran Ekonomi Islam dalam Masyarakat
Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan “amanah dari Allah” kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia.[1]
Untuk mencapai tujuan yang suci, Allah tidak meninggalkan manusia sendiri tetapi diberikan-Nya petunjuk melalui para rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak maupun syariat.
Dua komponen yang pertama akidah dan akhlak sifatnya konstan dan tak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhir adalah “syariat” senantiasa diubah sesuai kebutuhan dan taraf peradapan umat, dimana seorang Rasul diutus. Kenyataan ini diungkapkan oleh Rasullulah saw dalam suatu hadits yang maknanya : “Saya dan Rasul-rasul yang lain tak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syariat mereka banyak tetapi agama (akidah) nya satu (yaitu mentauhidkan Allah)”.
Melihat kenyataan ini syariat Islam sebagai suatu syariat yang dibawah oleh Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri, ia bukan saja comprehensinve tetapi juga universal. Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak akan ada syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya.
Comprehensinve berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadat) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan harmonisnya hubungan antara manusia dengan khaliknya, serta untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah-Nya dimuka bumi. Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game dalam keberadaan manusia sebagai makhluk sosial.
Universal berarti ia dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir nanti. Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam bidang muamalah, dimana ia bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak memberikan spesial treatment bagi muslim dan membedakannya dari nonmuslim. Kenyataan  ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali “lahum maa lana wa alaihim maa alaina” yang berarti dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita (sayangnya merupakan sifat sebagian kecil umat).[2]
Sifat eternal muamalah ini dimungkinkan karena adanya apa yang dinamakan thawabit wa mutagoyyirat (prinsip dan variabel) dalam Islam.
Di ambil dari sektor ekonomi sebagai contoh prinsip dapat dicontohkan dengan ketentuan-ketentuan dasar ekonomi seperti larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Variable merupakan instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tadi seperti mudarabah, murabahah, bai bithaman ajil dan sebagainya.
Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%. Namun, catatan angka diatas kertas tersebut berbanding jauh terhadap realita di lapangan. Dengan jumlah penduduk sebanyak 259.940.857 jiwa, Indonesia masih memiliki warga yang menganggur sebanyak 12,8 juta jiwa dengan pendapatan perkapita sebesar US$3.542,9 yang masih tergolong rendah. Hal itu tentunya menjadi sebuah fenomena yang cukup miris mengingat Indonesia adalah negara yang kaya akan SDA yang melimpah dan SDM yang cukup berkualitas. Ekonomi islam yang mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1992 diharapkan dapat berperan penting guna memecahkan permasalahan yang hingga sampai saat ini belum bisa diselesaikan. Berikut merupakan peran-peran ekonomi islam yang dapat dijadikan potensi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju.
1.      Instrumen zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya merupakan icon instrument yang dapat mensejahterakan “wong cilik”. Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 100 triliun. Dari dana tersebut, bangsa ini dapat membangun ratusan sekolah dan puluhan rumah sakit. Selain itu, instrumen ini guna menjawab amanat Pancasila dan UUD 1945, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur (redistribution with growth). Bukan makmur baru adil (redistribution from growth) seperti kapitalisme liberal.
2.      Penerapan konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab. Konsep ini merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Instrumen ekonomi seperti gadai, sewa-menyewa dan perdagangan harus menonjolkan konsep ini. Penerapan konsep ini ditujukan agar tidak ada yang dirugikan dalam kegiatan ekonomi dan menguntungkan semua pihak yang terlibat sehingga tidak akan terjadi berbagai macam kecurangan-kecurangan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
3.      Pelarangan riba dengan menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit berikut instrumen bunganya
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ  
Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah : 275)
[174] Riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya : orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Bunga bank memiliki efek negatif tehadap aktivitas ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, bunga bank akan mengakibatkan petumbuhan ekonomi yang semu dan akan menurunkan kinerja perekonomian secara menyeluruh serta dampak-dampak lainnya. Dalam segi sosial pun akan membuat masyarakat terbebani akan bunga yang dirasa begitu berat (chaos). Dengan pelarangan riba ini, diyakini bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat.
Peran ekonomi islam juga diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasal karena perlunya pemerintah untuk berperan dalam perekonomian. Pasal gagal dalam menyelesaikan beberapa permasalahan ekonomi karena dua hal, yaitu:
a.       Ketidak sempurnaan mekanisme kerja pasar
b.      Tidak berjalannya mekanisme kerja pasar dengan efisien.[3]
Sebagai sebuah cara hidup yang serba cukup. Islam yang menyediakan segala aspek eksistensi manusia. Ia mengupayakan sebuah tatanan yang didasarkan pada seperangkat konsep yang saling berkait tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, kedudukan dan peranan manusia di alam semesta, dan hubungannya dengan sesama manusia.
Ekonomi islam menempati kedudukan yang istimewa. Islam yakin bahwa stabilitas keseluruhan bergantung pada kesejahteraan material dan sepritual masyarakat.[4]
Setiap agama pasti bebicara masalah ekomomi, meskipun semua agama berbicara tentang masalah-masalah ekonomik, agama itu berbeda-beda dalam pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tentu melihat kegitan-kegiatan ekonomi manusia hanya sebgai kebutuhan hidup yang seharusnya dilakukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata, sembari beranggapan bahwa kegiatan ekonomi yang melampaui batas tersebut merupakan orientasi yang keliru terhadap sumber-sumber manusiawi atau merupakan sejenis kejahatan. Dengan demikian agama-agama seperti itu beranngapan bahwa orang-orang yang tidak terlalu terlihat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi lebih dekat dengan Tuhan.[5]
Peran ekonomi islam dalam masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis yang terjadi, karena dalam ekonomi islam tidak mengenal sistem riba dan segala sesuatunya bersumber dari Allah maka setiap perbuatan ekonomi harus dilakukan dengan adil dan jujur karena setiap perbuatan akan dipertanggung jawabkan kepada Allah langsung.
B.     Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi islam berbeda dengan ekonomi konversional. Dalam ekonomi islam “kebutuhan (need) terbatas dengan sumber daya yang tidak terbatas, yang tidak terbatas bukan kebutuhan tetapi keinginan (want). Sedangkan pengertian ekonomi menurut konvensional menyatakan bahwa ekonomi sebagai ilmu yang memepelajari “kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas”. Perbedaan dalam pendefisian ini yang menjadikan perbedaan yang mendasar dari ekonomi islam dengan ekonomi konvensional. [6]
Ekonomi islam menganggap kebutuhan terbatas dan sumber daya yang tidak terbatas karena, islam menggap sumber daya itu dari Allah yang maha segalanya jadi tidak akan mengalami keterbatasan sumber daya yang diberikan oleh-Nya begitu melimpah. Ekonomi islam juga dapat berperan untuk masyarakat agar bersifat adil dan jujur dalam hal apapun termasuk ekonomi sesuai dengan syariat agama Islam dan berusaha tidak membuat kerusakan di bumi ini dengan perbuatan-perbuatan tercela, seperti pada firman Allah dalam surat Al-Qashash : 77
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Artinya : “Dan usahakanlah pada segala benda yang dianugerahkan kepadamu akan kesenangan kampung akhirat, dan janganlah kamu lupakan kebahagiaan nasibmu di dunia, dan berbuatlah kebajikan kepada sesama manusia sebagaimana Tuhan berbuat kebajikan kepadamu, dan janganlah mencari-cari kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang yang berbuat kebinasaan”. (QS. Al-Qashash : 77)
Ayat ini menurut asalnya, merupakan nasihat terhadap kapitalis materialistis Qarun yang hidup di zaman Nabi Musa a.s. di dalamnya juga terkandung tujuan ekonomi Islam.
Pada ayat 76 yang sebelumnya diceritakan bahwa dia menimbun kekayaan yang bergudang-gudang, sehingga untuk mengangkat anak kunci gudangnya saja diperlukan orang yang bertugas kuat. Berulang kali kaumnya memberi ancaman yang keras dan tajam supaya dia jangan menyombongkan diri.
Pada ayat 78 disebutkan, segala ancaman itu dijawabnya dengan cengkok dengan berkata bahwa  segala kekayaannya itu diperoleh dengan ilmu pengetahuannya. Dia lupa bahwa dahulu Allah menghukum kaum dan orang-orang berkuasa yang menimbun kekayaannya.
Pada ayat 79 diceritakan pula Qarun memakai segala pakaian kemegahannya sehingga menilaukan orang-orang yang tipis imannya dan mudah dipengaruhi oleh hidup mewah duniawi. Dengan menarik panjang mereka mengeluhkan akan nasibnya, alangkah senangnya kehidupan sebagai Qarun yang mengalami sukses besar dalam hidupnya. Pada ayat 80 disebutkan pendirian orang-orang yang masih sehat pandangannya dan berpengetahuan luas, yang lebih menghormati budi pekerti daripada keganasan dan material, lebih mengutamakan ketuhanan daripada tipuan duniawi.
Pada ayat 81, disebutkan tentang hukuman kepada Qarun, yaitu dia menggali kuburannya dan ditenggelamkan segala harta benda nya yang bertumpuk itu tanpa ada seorang pun yang kasihan padanya. Dia dan segala hartanya ditelan bumi, hancur musnah, porak poranda dan tak seorang pun membelanya.
Pada ayat 82 digambarkan penyesalan orang-orang yang tadinya ingin menjadi seperti Qarun, menyadarkan diri bahwa utungnya Allah SWT tetap Rahman dan Rahim, sehingga mereka tidak menemui nasib yang sama seperti Qarun.
Pada penutup ayat 83 disebutkan suatu kesimpulan bahwa kampung akhirat yang menjadi tujuan akhirnya dari ekonomi Islam, hanyalah menjadi milik orang-orang dan bangsa yang tidak menghendaki kesombongan di atas dunia dan tidak berbuat kebinasaan. Bagaimanapun juga kemewahan yang berlebihan dikalangan kaum kapitalis materialistis adalah kesenangan sementara. Kemakmuran yang abadi adalah miliknya orang dan bangsa yang bertakwa, bangsa yang mendasarkan ekonominya pada ketuhanan.
Rentetan ayat-ayat suci dalam Al-Qur’an tentang tujuan ekonomi dalam islam. Walaupun digambarkan dalam kisah seorang kapitalis bernama Qarun dimasa Nabi Musa berpuluh-puluh abad yang lalu apa yang dideritanya cukuplah menjadi gambaran bagi tiap-tiap kapitalis materialis dalam segala zaman. Semakin modern alat-alat pembunuh yang diperoleh ilmu pengetahuan manusia, semakin ngeri dan celakahlah akibat yang diderita oleh tiap-tiap kapitalis materialis. Qarun di zaman modern, baik berupa manusia sebagai individu atau berupa organisasi maupun berupa negara, pasti akan membunuh dirinya sendiri dengan senjata-senjata modern yang lebih dahsyat dan kejam.
Tujuan system ekonomi islam antara lain:
1)      Pencapian falah
Tujuan pertama dan paling utama islam adala falah atau kebahagian umat manusia di dunia ini maupun diakhirat. Dalam lapangan ekonomi semata, konsep falah merujuk kepada kesejahteraan materiil semua warga Negara. Oleh karena itu, sistem ekonomi islam bertujuan mencapai kesejahteraan ekonomi dan kebaikan masyarakat melalui distribusi sumber-sumber materil yang merata dan melalui penegakan keadilan social.
2)      Distribusi yang adil dan merata
Tujuan paling penting yang kedua adalah membuat distribusi sumber-sumber ekonom, kekayaan dan pendapatan berlangsung secara adil dan merata. Islam mencegah konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang dan menghendaki agar ia berputar dan beredar diantara seluruh bagian di dalam masyarakat.
Menurut QS al-hasyr ayat 7 menunjukkan bahwa kekayaan idak boleh terkonsentrasi ditangan sedikit orang kaya saja melainkan harus dengan bebas beredar diantara semua orang. Demikianlah, tujuan primer system ekonomi islam adalah menjebatani celah antara si kaya dan si miskin dengan merekayasa distribusi kekayaan maupun suber-sumber ekonomi demi kebaikan mereka yang kurang beruntung.
3)      Tersedianya kebutuhan dasar
Yang juga merupakan tujuan penting system ekonomi adalah tersedianya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal bagi seluruh warga. Mendapatkan kebutuhan hidup dasar minimal merupakan salah satu hak mendasar setiap manusia. Merupakan kewajiban dari Negara untuk menyediakan kebutuhan dasar tersebut bagi mereka yang tidak dapat memperolehnya karene ketidakmampuan, pengangguran, ataupun sebab lain.
4)      Tegaknya kedilan social
Salah satu tujuan system ekonomi islam adalah menegakkan keadilan social ekonomi diantara seluruh anggota masyarakat. Allah telah menempatkan makanan dan karunia di atas bumi bagi semua orang untuk memenhi kbutuhan mereka. Namun karena satu dan lain hal ditribusinya tidak selalu adil diantara semua umat manusia, sehingga orang-orang yang beruntung menjadi amat kaya dan memiliki kekayaan lebih dari apa yang mereka perlukan. Sementara sebagian yang kurang beruntung menjadi amat miskin dan tidak atau sedikit memiliki kekayan  untuk memnuhi kebutuhannya. Islam menjawab tantangan berupa ketidakmerataan pembagian kekayaan tersebut dengan mewajibkan sikaya untuk menyerahkan sebagian dari kkayaan mereka guna menolong si miskin dan mereka yang kurang beruntung.
5)      Mengutamakan persaudaraan dan persatuan
Tujuan lain ekonomi islam adalah menegakkan persaudaraan persatuan diantara kaum muslimin. Untuk menegakkan persaudaraan dan persatuan yaitu menyuruh kaum kaya dan berharta menunaikan zakat dan memberikannya pada kaum miskin, kerabat, anak yatim, dan mereka yang memerlukan. Islam meletakkan fondasi persaudaraan, persahabatan, dan cinta diantara sluruh umat muslim
6)      Pengembangan moral dan materiel
System ekonomi diarahkan kepada pengembangan materil maupun moral masyarakat muslim. Ia mencapai tujuan tersebut melalui system pajak dan fiskalnya terutama zakat.  Zakat mencegah penimbunan kekayaan dan mendorang peredaran atau sirkulasinya. Membayar zakat dan sedekah membersihkan jiwa manusia dari keburukan seerti rakus, kikir, mementingkan diri sendiri, dan sebagainya.
7)      Sirkulasi harta
Tujuan penting lainnya dari system ekonomi islam adalah mencegah penimbunan dan menjamin sirkulasi harta secara terus-menerus. System ekonomi islam mencapai tujuan tersebut melalui zakat. Zakat adalah musuh besar penimbunan. Tujuan sirkulasi harta dapat juga dicapai melalui sedekah, baik yang bersifat wajib atau tidak, melalui hokum pewarisan dan wasiat.
8)      Terhapusnya eksploitasi
Tujuan yang terakhir system ekonomi islam adalah menghapus eksploitasi seseorang terhdap orang lain. Untuk mencapai  tujuan ini islam mengambil beberapa cara. Dan yang pertama adalah mengahapus dan melarang bunga yang barang kali merupakan alat eksploitasi yang paling jahat. Cara lain yang ditempuh islam untuk menghapus eksploitasi manusia adalah berhubungan denga perbudakan. Budak adalah yang paling tertindas dalam sejarah kemanusiaan. Untuk  mengeksploitasi buruh oleh majikannya Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar upah buruh dibayar segera. [7]
Adapun tujuan ekonomi Islam ialah :
1.         Mencari kesenangan akhirat yang diridai Allah SWT dengan segala kapitalis yang diberikan Allah SWT kepada kita.
2.         Janganlah melalaikan perjuangan nasib dunia, yaitu mencari rezeki dan hak milik.
3.         Berbuat baik kepada masyarakat, sebagaimana Allah SWT memberikan kepada kita yang terbaik dan terkira.
4.         Janganlah mencari kebinasaan dimuka bumi.[8]
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
Ekonomi islam memiliki tujuan yang berbeda dengan ekonomi konvensional. Tujuan aktivitas ekonomi yang sempurnah menurut islam dapat di ringkas sebagai berikut :
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1.         Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.         Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.         Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
·  keselamatan keyakinan agama ( al din)
·  kesalamatan jiwa (al nafs)
·  keselamatan akal (al aql)
·  keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
·  keselamatan harta benda (al mal)
Tujuan ekonomi Islam membawa kepada konsep al-fallah (kejayaan) di dunia dan di akhirat. Ekonomi Islam meletakkan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini di mana segala bahan-bahan yang ada di bumi diperuntukkan untuk manusia. Kesemuannya bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Manusia merupakan makhluk sosial (zone politicon) karena itu soal pemilikan harta terdapat hak milik individu dan juga terdapat hak masyarakat umum. Implikasinya, aktifitas ekonomi yang dilakukan senantiasa dapat dipertanggung jawabkan, baik pertanggung jawaban sosial maupun pertanggungjawaban terhadap pemilik alam raya ini, Allah SWT.
 Konsep tujuan ini yang sangat mendukung terciptanya keseimbangan alam semesta meskipun aktifitas ekonomi berupa pemanfaat kekayaan alam terus dilakukan. Sistem ekonomi Islam melihat ektifitas ekonomi sebagai sebuah ibadah karena itu, aktifitas ekonomi yang dilakukan senantiasa membawa kemashlahatan, baik bagi masyarakat maupun bagi eksistensi agama. Tujuan sistem ekonomi konvensional hanya berorientasi duniawi tanpa melihat dimensi eskatologisnya.
Sesungguhnya dasar-dasar dari sistem Islam bukanlah buatan manusia, bukan pula ciptaan sekelompok dari manusia, tetapi ia merupakan ketentuan Allah yang Maha Mengetahui, yang menginginkan bagi hamba-Nya kemudahan dan bukan kesulitan.
Allah SWT adalah Rabb bagi segala makhluq. Dia-lah yang mengatur segala sesuatu tanpa penyimpangan dan tanpa pemihakan. Dia adalah Rabbnya aghniya’ dan fuqara’, Rabbnya para buruh dan para pemilik profesi, Rabbnya para pemilik dan Rabbnya para penyewa, mereka semua adalah hamba dan keluarga-Nya. Dia mengasihi mereka jauh lebih besar daripada kasih seorang ibu terhadap anaknya. Maka apabila Allah SWT membuat suatu sistem hidup untuk mereka, niscaya tidak ada yang lebih adil, lebih sempurna dan lebih ideal dari rancangan Allah SWT. Berbeda dengan sistem-sistem lainnya, yang semuanya adalah buatan manusia yang penuh dengan kekurangan dan dikuasai oleh hawa nafsu.
Sistem-sistem itu bersifat materi murni yang menjadikan ekonomi sebagai orientasi hidupnya, menjadikan harta sebagai sesembahannya dan dunia seluruhnya menjadi pusat perhatiannya (tumpuan harapannya). Sesungguhnya kemewahan materi itulah tujuan akhir dan menjadi Firdaus yang diinginkan.
Adapun Islam, dia telah menjadikan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai tujuan besar, yaitu hendaknya manusia tidak disibukkan dengan kesusahan hidup dan perang roti yang melalaikan dari ma’rifah kepada Allah dan hubungan baik dengan-Nya serta kehidupan lain yang lebih baik dan abadi. Karena sesungguhnya manusia itu apabila terpenuhi kebutuhannya dan keamanannya maka mereka merasa tenteram dan berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah SWT dengan khusyu’. Allah SWT berfirman, “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dan ketakutan”. (Quraisy 4). Sehingga mereka merasa terikat dengan ikatan persaudaraan yang kuat antara satu dengan yang lainnya dari hamba-hamba Allah SWT.
Ekonomi dalam sistem-sistem Materialis yang ada itu terpisah dari akhlaq dan nilai-nilai kemuliaan, karena penekanan utamanya adalah meningkatkan produktivitas, dan penumpukan kekayaan pribadi atau kelompok dengan cara apa pun.
Islam adalah  aturan yang adil dan seimbang, yang membuat perimbangan antara hak-hak dan kewajiban, antara individu dan masyarakat, antara ruhani dan jasmani, dan antara dunia dan akhirat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah SWT :
žwr& (#öqtóôÜs? Îû Èb#uÏJø9$# ÇÑÈ   (#qßJŠÏ%r&ur šcøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ Ÿwur (#rçŽÅ£øƒéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ  
 Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”. (Ar-Rahman: 8-9)
Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya urusan sosial, politik dan ekonomi. Dalam hal ini tujuan Islam (Maqasid al-Syar’i) pada dasarnya ingin mewujudkan  kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Dalam pada itu, permasalahan ekonomi yang merupakan bagian dari permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam, tentu memiliki tujan yang sama yakni tercapainya maslahah di dunia dan akhirat.
Beberapa pemikiran tokoh Islam mengenai tujuan dari ekonomi Islam dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut. Dr. Muhammad Rawasi Qal’aji dalam bukunya yang berjudul Mabahis Fil Iqtishad Al-Islamiyah menyatakan bahwa tujuan ekonomi Islam pada dasarnya dapat dijabarkan dalam 3 hal, yakni :
1.         Mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat fundamental, sebab dengan pertumbuhan ekonomi negara dapat melakukan pembangunan
Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam rangka menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara adalah dengan jalan mendatangkan investasi. Berbicara tentang pembangunan, Islam memiliki konsep pembangunan tersendiri yang di ilhami dari nilai-nilai dalam ajaran Islam. Dalam hal ini konsep pembangunan ekonomi yang ditawarkan oleh Islam adalah konsep pembangunan yang didasarkan pada landasan filosofis yang terdiri atas tauhid, rububiyah, khilafah dan tazkiyah.
Kekayaan materi merupakan bagian penting dalam Falah. Bahaya kelaparan, sulitnya mendapat kebutuhan hidup dan faktor-faktor lain yang mengganggu pikiran dan tubuh tentu tidak akan memungkinkan suasana yang  menyenangkan untuk mencapai tujuan hidup dunia. Islam tidak mencela kebutuhan akan materi dalam aktivitas kehidupan manusia.
2.      Mewujudkan kesejahteraan manusi
Terpenuhinya kebutuhan pokok manusia dalam pandangan Islam sama pentingnya dengan kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan spiritual. Oleh sebab itu, konsep kesejahteraan dalam Islam bukan hanya berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan material-duniawi, melainkan juga berorientasi pada terpenuhinya kesejahteraan spiritual-ukhrowi. Menurut Umer Chapra, keselarasan kesejahteraan individu dan kesejahteran masyarakat yang senantiasa menjadi konsensus ekonomi Islam dapat terealisasi jika 2 hal pokok terjamin keberadaannya dalam kehidupan setiap manusia. 2 hal pokok tersebut antara lain :
Ø  Pelaksanaan nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu maupun masyarakat.
Ø  Pemenuhan kebutuhan pokok material manusia dengan cukup.
Bagi Islam, kesejahteraan manusia hanya akan dapat terwujud manakala sendi-sendi kehidupan ditegakkan di atas nilai-nilai keadilan. Dalam hal ini, konsep keadilan dalam ekonomi Islam bermakna 2 hal yakni :
Ø  Bentuk keseimbangan dan porsi yang harus dipertahankan di antara masyarakat dengan mengindahkan hak-hak setiap manusia.
Ø  Bagian yang menjadi hak setiap manusia dengan penuh kesadaran harus diberikan kepadanya.
Dalam hal ini, yang di tuntut ekonomi Islam adalah keseimbangan dan porsi yang tepat bukan persamaan. Oleh karena itu, konsep kesejahteraan dalam Islam yang di atas dikatakan sebagai upaya untuk menselaraskan kepentingan dunia dan akhirat merupakan ciri pokok tujuan ekonomi Islam yang sekaligus di sisi lain membedakan konsep kesejahteraan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain seperti kapitalisme yang berorientasi pada materialisme individual dan sosialisme yang berorientasi pada materialisme kolektif.
3.      Mewujudkan sistem distribusi kekayaan yang adil
Dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi ketentuan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan kecakapan yang berbeda-beda. Namun demikian perbedaan tersebut tidaklah dibenarkan menjadi sebuah alat untuk mengekspliotasi kelompok lain. Dalam hal ini kehadiran ekonomi Islam bertujuan membangun mekanisme distribusi kekayaan yang adil ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Islam sangat melarang praktek penimbunan (ikhtikar) dan monopoli sumber daya alam di sekolompok masyarakat. Konsep distribusi kekayaan yang ditawarkan oleh ekonomi Islam dalam hal ini antara lain dengan cara : Menciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Keseimbangan ekonomi hanya akan dapat terwujud manakala kekayaan tidak berputar di sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan keseimbangan ekonomi, Islam memerintahkan sirkulasi kekayaan haruslah merata tidak boleh hanya berputar di sekelompok kecil masyarakat saja. Kondisi demikian dijelaskan dalam al-Qur’an S. al-Hasyr: 7 :
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ 

Artinya : ” apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
Larangan Penimbunan Harta Sistem ekonomi Islam, melarang individu mengumpulkan harta secara berlebihan. Sebab, dengan adanya pengumpulan harta secara berlebihan berakibat pada mandegnya roda perekonomian. Oleh karena itu, penimbunan merupakan prilaku yang dilarang dalam ajaran Islam. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an S. at-Taubah 34 :
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
Sedangkan dalam rangka mencegah praktek monopolistik, ekonomi Islam menawarkan langkah prioritas yang perlu dilakukan oleh otoritas yang berwenang yang dalam hal ini adalah pemerintah. Langkah-langkah tersebut meliputi : Zakat sebagai mekanisme pendistribusian harta dari golongan kaya kepada golongan miskin. Negara harus mengamati dan mengatur pemerataan distribusi sumber daya alam. Kekayaan masyarakat harus di kelolah negara dalam rangka optimalisasi hasil yang maksimal. Jasa layanan masyarakat yang menghasilkan keuntungan seperti kereta api, pos dan telegraf, listrik, air dan gas harus dikelola negara dalam rangka untuk menjamin pengelolaan yang efisien dan hasil yang terbaik. Jasa layanan masyarakat yang bersifat non profitables seperti jalan, sumur umum, tempat parkir dan yang lain harus di subsidi negara .
Islam bukanlah agama yang mengajarkan kerahiban. Islam tidak hadir untuk menjauhkan manusia dari berbagai anugerah dan kenikmatan yang telah Allah Tuhan semesta alam berikan.
Islam tidak melihat manusia sebagai makhluk terhina karena dosa yang ia bawa sejak lahir, namun dalam pandangan Islam manusia adalah makhluk yang terhormat sebagai khalifah atau wakil Allah ta’ala dimuka bumi ini.
Sehingga dalam ajaran Islam, kebaikan atau keberhasilan seorang manusia tidak dilihat dari bagaimana ia menutup dirinya terhadap anugerah yang telah disediakan oleh Allah ta’ala, namun pada kemampuan untuk menikmati dan memanfaatkannya dalam kerangka nilai-nilai kehidupan yang benar. Melalui nilai-nilai kebenaran yang terkandung di dalamnya, Islam bertujuan memajukan kesejahteraan manusia.
Nilai-nilai kehidupan yang benar yang diajarkan dalam Islam mencakup semua aktivitas kehidupan manusia. Dalam Islam, tidak ada aktivitas kehidupan yang secara total hanya bersifat duniawi. Semua tindakan dalam aktivitas apapun, termasuk aktivitas ekonomi, dapat memiliki nilai spiritual selama tindakan tersebut selaras dengan tujuan dan nilai-nilai Islam. Dalam masalah ekonomi, tujuan dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam inilah yang menentukan sifat serta bentuk sistem ekonomi Islam.
Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap tujuan dan nilai-nilai dasar dari ajaran Islam sangat penting untuk dapat memahami sistem ekonomi Islam. Tujuan dan nilai-nilai tersebut diantaranya adalah
4.         Kebebasan Individu dalam konteks kesejakteraan sosial
Tujuan dan nilai-nilai Islam tidaklah terbatas pada hal-hal yang disebutkan diatas. Namun hal-hal diatas diharapkan cukup untuk menjadi acuan dalam usaha memahami lebih jauh tentang sistem ekonomi Islam. Hal-hal diatas juga diharapkan mencukupi untuk dapat melihat karakteristik pembeda antara sistem ekonomi Islam dengan dua sistem lain yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.
Tujuan aktivitas ekonomi yang sempurna menurut islam dapat diringkas sebagai berikut :[9]
1.         Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana
Beberapa sunah yang dipetik diatas memberikan dua prinsip yang berhubungan dengan tujuan ini.
a.          Merupakan tanggung jawab agama untuk memenuhi kebutuhan utama yang demikian, yaitu sama pentingnya untuk menjamin kehidupan.
b.         Bahwa semua usaha yang dilakukan untuk mencari rezeki merupakan usaha menuju jalan Allah.
Aspek yang tercakup dalam kategori ini termasuk usaha untuk mendapatkan makanan, minuman, pakaian, tempat perlindungan, perawatan dan pendidikan. Bagaimanapun juga, sehubungan dengan rasa puas diri terhadap pemilikan keperluan-keperluan ini dan juga sampai sejauh mana ia diinginkan dan dihabiskan, hakikat yang demikian sangat tergantung pda pendekatan islam dan juga cara hidup seseorang.
2.         Memenuhi kebutuhan keluarga.
Sesungguhnya tanggung jawab seseorang untuk membantu dan menanggung istri dan anak-anaknya merupakan tindakan yang lumrah dalam kehiidupan. Tanggung jawab ini mungkin juga dilakukan kepada orang tua yang memerlukan bantuan. Selanjutnya dalam keadaan tertentu, kerabat keluarga yang terdekat mungkin berhak mendapat bantuan. Tanggung jawab yang demikian saah secara hukum, dan pihak-pihak yang merupakan tanggungan, dapat menuntut hak mereka melalui proses hukum.
3.         Memenuhi kebutuhan jangka panjang.
Islam juga mengakui perlunya manusia menyimpan barang kebutuhan untuk digunakan pada saat-saat tertentu. Seperti yang diterangankan dalam QS. Al- Israa’ : 29.
Ÿwur ö@yèøgrB x8ytƒ »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã Ÿwur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ  
29. dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
[852] Maksudnya : jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
Nabi muhammad SAW sering memperingat sahabat-sahabatnya agar bersifat hemat dan menasehati agar jangan menghabiskan semua harta yang ada walauupun harta tersebut digunakan dijalan Allah, karena hatrta tersebut diperlukan untuk keperluan hidup sehari-hari dan untuk masa depan.
Jika kita meembuat kesimpulan, maka suatu hal yang perlu bagi kita untuk menyimpan kebutuhan demi masa depan, dan tindakan yang demikian mencegah terciptanya pola hidup yang mengikuti gaya kapitalis.
4.         Menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
Satu lagi sifat kemanusiaan yang tulen ialah meninggalkan sejumlah harta untuk kebutuhan hidup orang-orang yang berada dibawah tanggungan setelah salah seorang meninggal dunia.
Rasulullah membenarkan bahwa beliau hanya mewariskan 1/3 dari hartanya. Sehingga hakikat yang demikian menunjukkan bahwa islam tidak menuntut agar umatnya memberikan atau mewarisi harta yang terlalu banyak terhadap keluarga. Sikap kesederhanaan harus dipatuhi dengan jujur dan bantuan kepada anggota masyarakat yang membutuhkan pertolongan harus dipenuhi dan merupakan tindakan yang utama yang harus dilakukan dengan adil.
5.         Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah.
Setelah seseorang dapat memuaskan kebutuhan hidupnya dan juga kebutuhan orang lain yang berada dibawah pengawasannya, juga setelah dia menyimpan beberapa bagian hartanya untuk kebutuhan dimasa yang akan datang dan untuk keturunannya, seseorang tidak pantas untuk berdiam diri saja tanpa melakukan aktivitas ekonomi. Masih banyak peluang yang terbuka untuk manusia yang gigih berusaha.
Sehubungan dengan hal ini, memberikan bantuan sosial dan sumbangan sosial berdasarkan jalan Allah merupakan aktivitas yang dituntut dari setiap orang islam untuk berusaha dengan sebaik-baiknya dan memberikan bantuan sebanyak mungkin.
Berjuang karena Allah merupakan tanggu jawab setiap orang islam. Dan kekayaanlah yang menjadi alat untuk melaksanakan tujuan ini.
Setelah dapat memenuhi kebutuhan jasmani manusia juga membutuhkan kebutuhan spiritual untuk menghendaki membangunan moral, pemuasan kebutuhan materi menghendaki pembangunan umat manusia dan sumber-sumber daya materi dalam suatu pola yang merata sehingga semua kebutuhan umat manusia dapat dipenuhi secara utuh dan terwujud suatu distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil.[10]



Kesimpulan
Peran ekonomi islam alam masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis yang terjadi, karena dalam ekonomi islam tidak mengenal sistem riba dan segala sesuatunya bersumber dari Allah maka setiap perbuatan ekonomi harus dilakukan dengan adil dan jujur karena setiap perbuatan akan dipertanggung jawabkan kepada Allah langsung.
Peran ekonomi islam juga diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasal karena perlunya pemerintah untuk berperan dalam perekonomian. Pasal gagal dalam menyelesaikan beberapa permasalahan ekonomi karena dua hal, yaitu:
a.       Ketidak sempurnaan mekanisme kerja pasar
b.      Tidak berjalannya mekanisme kerja pasar dengan efisien.
Sebagai sebuah cara hidup yang serba cukup. Islam yang menyediakan segala aspek eksistensi manusia. Ia mengupayakan sebuah tatanan yang didasarkan pada seperangkat konsep yang saling berkait tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, kedudukan dan peranan manusia di alam semesta, dan hubungannya dengan sesama manusia.

Tujuan Ekonomi Islam adalah :
1.      Pencapaian falah
2.      Distribusi yang adil dan merata
3.      Tersedianya kebutuhan dasar
4.      Tegaknya keadilan social
5.      Mengutakan persaudaraan dan persatuan
6.      Penegmbangan moral dan materiel
7.      Sirkulasi harta
8.      Terhapusnya eksploitasi



Daftar pustaka

Ahmad, Izzan & Syahri, Tanjung. 2006. Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Kamal, Mustafa. 1997. Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Pusat Perkembangan dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
M. Rusli Karim. 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya. 
Monzer Kahf.1995. Ekonomi Islam Telaan Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Heri Sudarsono. 2004. Konsep Ekonomi islam : Suatu Pengantar. Yogyakarta : Ekosiana.
Muhammad Sharif Chaudhry. 2012. Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar. Jakarta : Prenada media grup.
Zaky Al kaaf, Abdullah. 2002. Ekonomi dalam perspektif islam. Bandung : CV Pustaka Setia.
M. Umer Chapra. 2000. Islam and Economic Development. Jakarta : Gema Insani Press.
Muhammad Nejatullah Siddiq. 1991. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. Jakarta : Bumi Aksara.


[1] Ahmad, Izzan & Syahri, Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) hlm.38
[2] Kamal, Mustafa, Wawasan Islam dan Ekonomi, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997) hlm. 180
[3] Pusat Perkembangan dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.448
[4] M. Rusli Karim, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1992) hlm.18
[5] Monzer Kahf, Ekonomi Islam (Telaan Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) hlm.5
[6] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekosiana, 2004) hlm.11
[7] Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar. (Jakarta: Prenada media grup, 2012) hlm 40
[8] Zaky Al kaaf, Abdullah, Ekonomi dalam perspektif islam. (Bandung: CV Pustaka Setia,  2002)  hlm. 98.
[9] Muhammad Nejatullah Siddiq, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) hlm.15
[10] M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, (jakarta: Gema Insani Press, 2000) hlm.8

No comments:

Post a Comment