A.
Peran Ekonomi
Islam dalam Masyarakat
Islam memandang bahwa bumi dan segala
isinya merupakan “amanah dari Allah” kepada manusia sebagai khalifah dimuka
bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia.[1]
Untuk mencapai tujuan yang suci, Allah
tidak meninggalkan manusia sendiri tetapi diberikan-Nya petunjuk melalui para
rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan
manusia, baik akidah, akhlak maupun syariat.
Dua komponen yang pertama akidah dan
akhlak sifatnya konstan dan tak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan
tempat. Adapun komponen yang terakhir adalah “syariat” senantiasa diubah sesuai
kebutuhan dan taraf peradapan umat, dimana seorang Rasul diutus. Kenyataan ini
diungkapkan oleh Rasullulah saw dalam suatu hadits yang maknanya : “Saya dan
Rasul-rasul yang lain tak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syariat mereka
banyak tetapi agama (akidah) nya satu (yaitu mentauhidkan
Allah)”.
Melihat kenyataan ini syariat Islam
sebagai suatu syariat yang dibawah oleh Rasul terakhir mempunyai keunikan
tersendiri, ia bukan saja comprehensinve tetapi juga universal. Sifat-sifat
istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak akan ada syariat lain yang datang
untuk menyempurnakannya.
Comprehensinve berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadat) maupun
sosial (muamalah). Ibadah diperlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan
harmonisnya hubungan antara manusia dengan khaliknya, serta untuk mengingatkan
secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah-Nya dimuka bumi.
Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game
dalam keberadaan manusia sebagai makhluk sosial.
Universal berarti ia dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir
nanti. Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam bidang
muamalah, dimana ia bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak memberikan spesial
treatment bagi muslim dan membedakannya dari nonmuslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang
diriwayatkan oleh Sayyidina Ali “lahum maa lana wa alaihim maa alaina”
yang berarti dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan
hak mereka adalah hak kita (sayangnya merupakan sifat sebagian kecil umat).[2]
Sifat eternal muamalah ini dimungkinkan
karena adanya apa yang dinamakan thawabit wa mutagoyyirat (prinsip dan
variabel) dalam Islam.
Di ambil dari sektor ekonomi sebagai
contoh prinsip dapat dicontohkan dengan ketentuan-ketentuan dasar ekonomi
seperti larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip pengambilan
keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Variable merupakan
instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tadi seperti mudarabah,
murabahah, bai bithaman ajil dan sebagainya.
Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%. Namun, catatan angka diatas kertas tersebut
berbanding jauh terhadap realita di lapangan. Dengan jumlah penduduk sebanyak
259.940.857 jiwa, Indonesia masih memiliki warga yang menganggur sebanyak 12,8
juta jiwa dengan pendapatan
perkapita sebesar US$3.542,9 yang masih tergolong rendah. Hal itu tentunya
menjadi sebuah fenomena yang cukup miris mengingat Indonesia adalah negara yang
kaya akan SDA yang melimpah dan SDM yang cukup berkualitas. Ekonomi islam yang
mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1992 diharapkan dapat berperan
penting guna memecahkan permasalahan yang hingga sampai saat ini belum bisa
diselesaikan. Berikut merupakan peran-peran ekonomi islam yang dapat dijadikan
potensi agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju.
1. Instrumen
zakat, infaq, sodaqoh dan sebagainya merupakan icon
instrument yang
dapat mensejahterakan “wong cilik”. Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 100
triliun. Dari dana tersebut, bangsa ini dapat membangun ratusan sekolah dan
puluhan rumah sakit. Selain itu, instrumen ini guna menjawab amanat Pancasila
dan UUD 1945, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur (redistribution
with growth). Bukan makmur baru adil (redistribution from growth)
seperti kapitalisme liberal.
2. Penerapan
konsep jujur, adil, dan bertanggungjawab. Konsep ini merupakan syarat yang
harus terpenuhi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. Instrumen ekonomi seperti
gadai, sewa-menyewa dan perdagangan harus menonjolkan konsep ini. Penerapan
konsep ini ditujukan agar tidak ada yang dirugikan dalam kegiatan ekonomi dan
menguntungkan semua pihak yang terlibat sehingga tidak akan terjadi berbagai
macam kecurangan-kecurangan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
3. Pelarangan
riba dengan menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan
instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit berikut instrumen
bunganya
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya: “orang-orang
yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175].
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(QS Al-Baqarah : 275)
[174] Riba itu ada dua macam :
nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh
orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang
yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi,
dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya : orang yang
mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] Riba yang sudah diambil
(dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Bunga
bank memiliki efek negatif tehadap aktivitas ekonomi dan sosial. Secara
ekonomi, bunga bank akan mengakibatkan petumbuhan ekonomi yang semu dan akan
menurunkan kinerja perekonomian secara menyeluruh serta dampak-dampak lainnya.
Dalam segi sosial pun akan membuat masyarakat terbebani akan bunga yang dirasa
begitu berat (chaos). Dengan pelarangan riba
ini, diyakini bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat.
Peran ekonomi islam
juga diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasal karena perlunya pemerintah
untuk berperan dalam perekonomian. Pasal gagal dalam menyelesaikan beberapa
permasalahan ekonomi karena dua hal, yaitu:
a.
Ketidak sempurnaan mekanisme kerja pasar
b.
Tidak berjalannya mekanisme kerja pasar dengan efisien.[3]
Sebagai sebuah cara hidup yang serba cukup. Islam yang
menyediakan segala aspek eksistensi manusia. Ia mengupayakan sebuah tatanan
yang didasarkan pada seperangkat konsep yang saling berkait tentang Tuhan,
manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, kedudukan dan peranan manusia di alam
semesta, dan hubungannya dengan sesama manusia.
Ekonomi islam menempati kedudukan yang istimewa. Islam
yakin bahwa stabilitas keseluruhan bergantung pada kesejahteraan material dan
sepritual masyarakat.[4]
Setiap agama pasti bebicara masalah ekomomi, meskipun
semua agama berbicara tentang masalah-masalah ekonomik, agama itu berbeda-beda
dalam pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tentu
melihat kegitan-kegiatan ekonomi manusia hanya sebgai kebutuhan hidup yang
seharusnya dilakukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya
semata-mata, sembari beranggapan bahwa kegiatan ekonomi yang melampaui batas
tersebut merupakan orientasi yang keliru terhadap sumber-sumber manusiawi atau
merupakan sejenis kejahatan. Dengan demikian agama-agama seperti itu beranngapan
bahwa orang-orang yang tidak terlalu terlihat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi
lebih dekat dengan Tuhan.[5]
Peran ekonomi islam dalam
masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis yang terjadi, karena dalam
ekonomi islam tidak mengenal sistem riba dan segala sesuatunya bersumber dari
Allah maka setiap perbuatan ekonomi harus dilakukan dengan adil dan jujur
karena setiap perbuatan akan dipertanggung jawabkan kepada Allah langsung.
B.
Tujuan Ekonomi
Islam
Ekonomi islam berbeda dengan ekonomi
konversional. Dalam ekonomi islam “kebutuhan (need) terbatas dengan
sumber daya yang tidak terbatas, yang tidak terbatas bukan kebutuhan tetapi
keinginan (want). Sedangkan pengertian ekonomi menurut konvensional
menyatakan bahwa ekonomi sebagai ilmu yang memepelajari “kebutuhan manusia yang
tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas”. Perbedaan dalam pendefisian
ini yang menjadikan perbedaan yang mendasar dari ekonomi islam dengan ekonomi
konvensional. [6]
Ekonomi islam menganggap kebutuhan
terbatas dan sumber daya yang tidak terbatas karena, islam menggap sumber daya itu
dari Allah yang maha segalanya jadi tidak akan mengalami keterbatasan sumber
daya yang diberikan oleh-Nya begitu melimpah. Ekonomi islam juga dapat berperan
untuk masyarakat agar bersifat adil dan jujur dalam hal apapun termasuk ekonomi
sesuai dengan syariat agama Islam dan berusaha tidak membuat kerusakan di bumi
ini dengan perbuatan-perbuatan tercela, seperti pada firman Allah dalam surat
Al-Qashash : 77
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Artinya : “Dan usahakanlah pada segala
benda yang dianugerahkan kepadamu akan kesenangan kampung akhirat, dan
janganlah kamu lupakan kebahagiaan nasibmu di dunia, dan berbuatlah kebajikan
kepada sesama manusia sebagaimana Tuhan berbuat kebajikan kepadamu, dan
janganlah mencari-cari kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Tuhan tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kebinasaan”. (QS. Al-Qashash : 77)
Ayat ini menurut asalnya, merupakan
nasihat terhadap kapitalis materialistis Qarun yang hidup di zaman Nabi Musa
a.s. di dalamnya juga terkandung tujuan ekonomi Islam.
Pada ayat 76 yang sebelumnya diceritakan
bahwa dia menimbun kekayaan yang bergudang-gudang, sehingga untuk mengangkat
anak kunci gudangnya saja diperlukan orang yang bertugas kuat. Berulang kali
kaumnya memberi ancaman yang keras dan tajam supaya dia jangan menyombongkan
diri.
Pada ayat 78 disebutkan, segala ancaman
itu dijawabnya dengan cengkok dengan berkata bahwa segala kekayaannya itu diperoleh dengan ilmu
pengetahuannya. Dia lupa bahwa dahulu Allah menghukum kaum dan orang-orang
berkuasa yang menimbun kekayaannya.
Pada ayat 79 diceritakan pula Qarun
memakai segala pakaian kemegahannya sehingga menilaukan orang-orang yang tipis
imannya dan mudah dipengaruhi oleh hidup mewah duniawi. Dengan menarik panjang
mereka mengeluhkan akan nasibnya, alangkah senangnya kehidupan sebagai Qarun
yang mengalami sukses besar dalam hidupnya. Pada ayat 80 disebutkan pendirian
orang-orang yang masih sehat pandangannya dan berpengetahuan luas, yang lebih
menghormati budi pekerti daripada keganasan dan material, lebih mengutamakan
ketuhanan daripada tipuan duniawi.
Pada ayat 81, disebutkan tentang hukuman
kepada Qarun, yaitu dia menggali kuburannya dan ditenggelamkan segala harta
benda nya yang bertumpuk itu tanpa ada seorang pun yang kasihan padanya. Dia
dan segala hartanya ditelan bumi, hancur musnah, porak poranda dan tak seorang
pun membelanya.
Pada ayat 82 digambarkan penyesalan
orang-orang yang tadinya ingin menjadi seperti Qarun, menyadarkan diri bahwa
utungnya Allah SWT tetap Rahman dan Rahim, sehingga mereka tidak
menemui nasib yang sama seperti Qarun.
Pada penutup ayat 83 disebutkan suatu
kesimpulan bahwa kampung akhirat yang menjadi tujuan akhirnya dari ekonomi
Islam, hanyalah menjadi milik orang-orang dan bangsa yang tidak menghendaki
kesombongan di atas dunia dan tidak berbuat kebinasaan. Bagaimanapun juga
kemewahan yang berlebihan dikalangan kaum kapitalis materialistis adalah
kesenangan sementara. Kemakmuran yang abadi adalah miliknya orang dan bangsa
yang bertakwa, bangsa yang mendasarkan ekonominya pada ketuhanan.
Rentetan ayat-ayat suci dalam Al-Qur’an tentang
tujuan ekonomi dalam islam. Walaupun digambarkan dalam kisah seorang kapitalis
bernama Qarun dimasa Nabi Musa berpuluh-puluh abad yang lalu apa yang
dideritanya cukuplah menjadi gambaran bagi tiap-tiap kapitalis materialis dalam
segala zaman. Semakin modern alat-alat pembunuh yang diperoleh ilmu pengetahuan
manusia, semakin ngeri dan celakahlah akibat yang diderita oleh tiap-tiap
kapitalis materialis. Qarun di zaman modern, baik berupa manusia sebagai
individu atau berupa organisasi maupun berupa negara, pasti akan membunuh
dirinya sendiri dengan senjata-senjata modern yang lebih dahsyat dan kejam.
Tujuan system
ekonomi islam antara lain:
1)
Pencapian falah
Tujuan pertama dan paling utama islam adala falah atau kebahagian umat
manusia di dunia ini maupun diakhirat. Dalam lapangan ekonomi semata, konsep
falah merujuk kepada kesejahteraan materiil semua warga Negara. Oleh karena
itu, sistem ekonomi islam bertujuan mencapai kesejahteraan ekonomi dan kebaikan
masyarakat melalui distribusi sumber-sumber materil yang merata dan melalui
penegakan keadilan social.
2)
Distribusi yang adil dan merata
Tujuan paling penting yang kedua adalah membuat distribusi sumber-sumber
ekonom, kekayaan dan pendapatan berlangsung secara adil dan merata. Islam
mencegah konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang dan menghendaki agar ia
berputar dan beredar diantara seluruh bagian di dalam masyarakat.
Menurut QS al-hasyr ayat 7 menunjukkan bahwa kekayaan idak boleh
terkonsentrasi ditangan sedikit orang kaya saja melainkan harus dengan bebas
beredar diantara semua orang. Demikianlah, tujuan primer system ekonomi islam
adalah menjebatani celah antara si kaya dan si miskin dengan merekayasa
distribusi kekayaan maupun suber-sumber ekonomi demi kebaikan mereka yang
kurang beruntung.
3)
Tersedianya kebutuhan dasar
Yang juga merupakan tujuan penting system ekonomi adalah tersedianya
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal bagi seluruh warga.
Mendapatkan kebutuhan hidup dasar minimal merupakan salah satu hak mendasar
setiap manusia. Merupakan kewajiban dari Negara untuk menyediakan kebutuhan
dasar tersebut bagi mereka yang tidak dapat memperolehnya karene
ketidakmampuan, pengangguran, ataupun sebab lain.
4)
Tegaknya kedilan social
Salah satu tujuan system ekonomi islam adalah menegakkan keadilan social
ekonomi diantara seluruh anggota masyarakat. Allah telah menempatkan makanan
dan karunia di atas bumi bagi semua orang untuk memenhi kbutuhan mereka. Namun
karena satu dan lain hal ditribusinya tidak selalu adil diantara semua umat
manusia, sehingga orang-orang yang beruntung menjadi amat kaya dan memiliki
kekayaan lebih dari apa yang mereka perlukan. Sementara sebagian yang kurang
beruntung menjadi amat miskin dan tidak atau sedikit memiliki kekayan untuk memnuhi kebutuhannya. Islam menjawab
tantangan berupa ketidakmerataan pembagian kekayaan tersebut dengan mewajibkan
sikaya untuk menyerahkan sebagian dari kkayaan mereka guna menolong si miskin
dan mereka yang kurang beruntung.
5)
Mengutamakan persaudaraan dan persatuan
Tujuan lain ekonomi islam adalah menegakkan persaudaraan persatuan
diantara kaum muslimin. Untuk menegakkan persaudaraan dan persatuan yaitu
menyuruh kaum kaya dan berharta menunaikan zakat dan memberikannya pada kaum miskin,
kerabat, anak yatim, dan mereka yang memerlukan. Islam meletakkan fondasi
persaudaraan, persahabatan, dan cinta diantara sluruh umat muslim
6)
Pengembangan moral dan materiel
System ekonomi diarahkan kepada pengembangan materil maupun moral masyarakat
muslim. Ia mencapai tujuan tersebut melalui system pajak dan fiskalnya terutama
zakat. Zakat mencegah penimbunan
kekayaan dan mendorang peredaran atau sirkulasinya. Membayar zakat dan sedekah
membersihkan jiwa manusia dari keburukan seerti rakus, kikir, mementingkan diri
sendiri, dan sebagainya.
7)
Sirkulasi harta
Tujuan penting lainnya dari system ekonomi islam adalah mencegah
penimbunan dan menjamin sirkulasi harta secara terus-menerus. System ekonomi
islam mencapai tujuan tersebut melalui zakat. Zakat adalah musuh besar
penimbunan. Tujuan sirkulasi harta dapat juga dicapai melalui sedekah, baik
yang bersifat wajib atau tidak, melalui hokum pewarisan dan wasiat.
8)
Terhapusnya eksploitasi
Tujuan yang terakhir system ekonomi islam adalah menghapus eksploitasi
seseorang terhdap orang lain. Untuk mencapai
tujuan ini islam mengambil beberapa cara. Dan yang pertama adalah mengahapus
dan melarang bunga yang barang kali merupakan alat eksploitasi yang paling
jahat. Cara lain yang ditempuh islam untuk menghapus eksploitasi manusia adalah
berhubungan denga perbudakan. Budak adalah yang paling tertindas dalam sejarah
kemanusiaan. Untuk mengeksploitasi buruh
oleh majikannya Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar upah buruh dibayar segera.
[7]
Adapun tujuan ekonomi Islam ialah :
1.
Mencari kesenangan akhirat yang diridai
Allah SWT dengan segala kapitalis yang diberikan Allah SWT kepada kita.
2.
Janganlah melalaikan perjuangan nasib
dunia, yaitu mencari rezeki dan hak milik.
3.
Berbuat baik kepada masyarakat,
sebagaimana Allah SWT memberikan kepada kita yang terbaik dan terkira.
4.
Janganlah mencari kebinasaan dimuka bumi.[8]
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk
memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata
hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi.
Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi
Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial,
budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena
masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori
ekonomi Islam, bisa berubah.
Ekonomi islam memiliki tujuan yang
berbeda dengan ekonomi konvensional. Tujuan aktivitas ekonomi yang sempurnah
menurut islam dapat di ringkas sebagai berikut :
Segala aturan yang diturunkan
Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan,
keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada
seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu
manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir
bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang
menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia,
yaitu:
1.
Penyucian jiwa agar setiap
muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.
Tegaknya keadilan dalam
masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan
muamalah.
3.
Tercapainya maslahah (merupakan
puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di
atas mencakup lima jaminan dasar:
· keselamatan keyakinan agama ( al din)
· kesalamatan jiwa (al nafs)
· keselamatan akal (al aql)
· keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
· keselamatan harta benda (al mal)
Tujuan ekonomi Islam membawa
kepada konsep al-fallah (kejayaan) di dunia dan di akhirat. Ekonomi Islam
meletakkan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini di mana segala bahan-bahan
yang ada di bumi diperuntukkan untuk manusia. Kesemuannya bertujuan untuk
beribadah kepada Allah SWT. Manusia merupakan makhluk sosial (zone politicon)
karena itu soal pemilikan harta terdapat hak milik individu dan juga terdapat
hak masyarakat umum. Implikasinya, aktifitas ekonomi yang dilakukan senantiasa
dapat dipertanggung jawabkan, baik pertanggung jawaban sosial maupun
pertanggungjawaban terhadap pemilik alam raya ini, Allah SWT.
Konsep tujuan ini yang sangat mendukung
terciptanya keseimbangan alam semesta meskipun aktifitas ekonomi berupa
pemanfaat kekayaan alam terus dilakukan. Sistem ekonomi Islam melihat ektifitas
ekonomi sebagai sebuah ibadah karena itu, aktifitas ekonomi yang dilakukan
senantiasa membawa kemashlahatan, baik bagi masyarakat maupun bagi eksistensi
agama. Tujuan sistem ekonomi konvensional hanya berorientasi duniawi tanpa
melihat dimensi eskatologisnya.
Sesungguhnya dasar-dasar dari sistem Islam bukanlah buatan manusia,
bukan pula ciptaan sekelompok dari manusia, tetapi ia merupakan ketentuan Allah
yang Maha Mengetahui, yang menginginkan bagi hamba-Nya kemudahan dan bukan
kesulitan.
Allah SWT adalah Rabb bagi segala makhluq. Dia-lah yang mengatur
segala sesuatu tanpa penyimpangan dan tanpa pemihakan. Dia adalah Rabbnya
aghniya’ dan fuqara’, Rabbnya para buruh dan para pemilik profesi, Rabbnya para
pemilik dan Rabbnya para penyewa, mereka semua adalah hamba dan keluarga-Nya.
Dia mengasihi mereka jauh lebih besar daripada kasih seorang ibu terhadap
anaknya. Maka apabila Allah SWT membuat suatu sistem hidup untuk mereka,
niscaya tidak ada yang lebih adil, lebih sempurna dan lebih ideal dari
rancangan Allah SWT. Berbeda dengan sistem-sistem lainnya, yang semuanya adalah
buatan manusia yang penuh dengan kekurangan dan dikuasai oleh hawa nafsu.
Sistem-sistem itu bersifat materi murni yang menjadikan ekonomi
sebagai orientasi hidupnya, menjadikan harta sebagai sesembahannya dan dunia
seluruhnya menjadi pusat perhatiannya (tumpuan harapannya). Sesungguhnya
kemewahan materi itulah tujuan akhir dan menjadi Firdaus yang diinginkan.
Adapun Islam, dia telah menjadikan ekonomi sebagai sarana untuk
mencapai tujuan besar, yaitu hendaknya manusia tidak disibukkan dengan
kesusahan hidup dan perang roti yang melalaikan dari ma’rifah kepada Allah dan
hubungan baik dengan-Nya serta kehidupan lain yang lebih baik dan abadi. Karena
sesungguhnya manusia itu apabila terpenuhi kebutuhannya dan keamanannya maka
mereka merasa tenteram dan berkonsentrasi untuk beribadah kepada Allah SWT dengan
khusyu’. Allah SWT berfirman, “Yang telah memberi makanan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dan ketakutan”. (Quraisy
4). Sehingga mereka merasa terikat dengan ikatan persaudaraan yang kuat antara
satu dengan yang lainnya dari hamba-hamba Allah SWT.
Ekonomi dalam sistem-sistem Materialis yang ada itu terpisah dari
akhlaq dan nilai-nilai kemuliaan, karena penekanan utamanya adalah meningkatkan
produktivitas, dan penumpukan kekayaan pribadi atau kelompok dengan cara apa
pun.
Islam adalah aturan yang
adil dan seimbang, yang membuat perimbangan antara hak-hak dan kewajiban,
antara individu dan masyarakat, antara ruhani dan jasmani, dan antara dunia dan
akhirat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Sebagaimana dijelaskan oleh
firman Allah SWT :
wr& (#öqtóôÜs? Îû Èb#uÏJø9$# ÇÑÈ (#qßJÏ%r&ur cøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ wur (#rçÅ£øéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ
“Supaya
kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu
dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”. (Ar-Rahman: 8-9)
Islam memiliki seperangkat tujuan dan nilai
yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya urusan
sosial, politik dan ekonomi. Dalam hal ini tujuan Islam (Maqasid al-Syar’i)
pada dasarnya ingin mewujudkan kebaikan
hidup di dunia dan akhirat. Dalam pada itu, permasalahan ekonomi yang merupakan
bagian dari permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran Islam, tentu
memiliki tujan yang sama yakni tercapainya maslahah di dunia dan akhirat.
Beberapa pemikiran tokoh Islam mengenai tujuan
dari ekonomi Islam dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut. Dr. Muhammad
Rawasi Qal’aji dalam bukunya yang berjudul Mabahis Fil Iqtishad Al-Islamiyah
menyatakan bahwa tujuan ekonomi Islam pada dasarnya dapat dijabarkan dalam 3
hal, yakni :
1.
Mewujudkan
pertumbuhan ekonomi dalam Negara Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang
bersifat fundamental, sebab dengan pertumbuhan ekonomi negara dapat melakukan
pembangunan
Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam
rangka menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara adalah dengan jalan
mendatangkan investasi. Berbicara tentang pembangunan, Islam memiliki konsep
pembangunan tersendiri yang di ilhami dari nilai-nilai dalam ajaran Islam.
Dalam hal ini konsep pembangunan ekonomi yang ditawarkan oleh Islam adalah
konsep pembangunan yang didasarkan pada landasan filosofis yang terdiri atas
tauhid, rububiyah, khilafah dan tazkiyah.
Kekayaan materi merupakan bagian penting dalam
Falah. Bahaya kelaparan, sulitnya mendapat kebutuhan hidup dan faktor-faktor
lain yang mengganggu pikiran dan tubuh tentu tidak akan memungkinkan suasana
yang menyenangkan untuk mencapai tujuan
hidup dunia. Islam tidak mencela kebutuhan akan materi dalam aktivitas
kehidupan manusia.
2.
Mewujudkan
kesejahteraan manusi
Terpenuhinya
kebutuhan pokok manusia dalam pandangan Islam sama pentingnya dengan
kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan spiritual. Oleh sebab itu,
konsep kesejahteraan dalam Islam bukan hanya berorientasi pada terpenuhinya
kebutuhan material-duniawi, melainkan juga berorientasi pada terpenuhinya kesejahteraan
spiritual-ukhrowi. Menurut Umer Chapra, keselarasan kesejahteraan individu dan
kesejahteran masyarakat yang senantiasa menjadi konsensus ekonomi Islam dapat
terealisasi jika 2 hal pokok terjamin keberadaannya dalam kehidupan setiap
manusia. 2 hal pokok tersebut antara lain :
Ø
Pelaksanaan
nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu maupun
masyarakat.
Ø
Pemenuhan
kebutuhan pokok material manusia dengan cukup.
Bagi Islam,
kesejahteraan manusia hanya akan dapat terwujud manakala sendi-sendi kehidupan
ditegakkan di atas nilai-nilai keadilan. Dalam hal ini, konsep keadilan dalam
ekonomi Islam bermakna 2 hal yakni :
Ø
Bentuk
keseimbangan dan porsi yang harus dipertahankan di antara masyarakat dengan
mengindahkan hak-hak setiap manusia.
Ø
Bagian yang
menjadi hak setiap manusia dengan penuh kesadaran harus diberikan kepadanya.
Dalam hal ini,
yang di tuntut ekonomi Islam adalah keseimbangan dan porsi yang tepat bukan
persamaan. Oleh karena itu, konsep kesejahteraan dalam Islam yang di atas dikatakan
sebagai upaya untuk menselaraskan kepentingan dunia dan akhirat merupakan ciri
pokok tujuan ekonomi Islam yang sekaligus di sisi lain membedakan konsep
kesejahteraan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain seperti kapitalisme yang
berorientasi pada materialisme individual dan sosialisme yang berorientasi pada
materialisme kolektif.
3.
Mewujudkan
sistem distribusi kekayaan yang adil
Dalam
pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi ketentuan bahwa setiap
manusia memiliki kemampuan dan kecakapan yang berbeda-beda. Namun demikian
perbedaan tersebut tidaklah dibenarkan menjadi sebuah alat untuk
mengekspliotasi kelompok lain. Dalam hal ini kehadiran ekonomi Islam bertujuan
membangun mekanisme distribusi kekayaan yang adil ditengah-tengah kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, Islam sangat melarang praktek penimbunan
(ikhtikar) dan monopoli sumber daya alam di sekolompok masyarakat. Konsep
distribusi kekayaan yang ditawarkan oleh ekonomi Islam dalam hal ini antara
lain dengan cara : Menciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Keseimbangan
ekonomi hanya akan dapat terwujud manakala kekayaan tidak berputar di
sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan keseimbangan
ekonomi, Islam memerintahkan sirkulasi kekayaan haruslah merata tidak boleh
hanya berputar di sekelompok kecil masyarakat saja. Kondisi demikian dijelaskan
dalam al-Qur’an S. al-Hasyr: 7 :
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya : ” apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
Larangan
Penimbunan Harta Sistem ekonomi Islam, melarang individu mengumpulkan harta
secara berlebihan. Sebab, dengan adanya pengumpulan harta secara berlebihan
berakibat pada mandegnya roda perekonomian. Oleh karena itu, penimbunan
merupakan prilaku yang dilarang dalam ajaran Islam. Hal ini ditegaskan oleh
Allah SWT dalam al-Qur’an S. at-Taubah 34 :
* $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZÏW2 ÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ crÝÁtur `tã È@Î6y «!$# 3 úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
Sedangkan dalam
rangka mencegah praktek monopolistik, ekonomi Islam menawarkan langkah
prioritas yang perlu dilakukan oleh otoritas yang berwenang yang dalam hal ini
adalah pemerintah. Langkah-langkah tersebut meliputi : Zakat sebagai mekanisme
pendistribusian harta dari golongan kaya kepada golongan miskin. Negara harus
mengamati dan mengatur pemerataan distribusi sumber daya alam. Kekayaan
masyarakat harus di kelolah negara dalam rangka optimalisasi hasil yang
maksimal. Jasa layanan masyarakat yang menghasilkan keuntungan seperti kereta
api, pos dan telegraf, listrik, air dan gas harus dikelola negara dalam rangka
untuk menjamin pengelolaan yang efisien dan hasil yang terbaik. Jasa layanan
masyarakat yang bersifat non profitables seperti jalan, sumur umum, tempat parkir
dan yang lain harus di subsidi negara .
Islam bukanlah
agama yang mengajarkan kerahiban. Islam tidak hadir untuk menjauhkan manusia
dari berbagai anugerah dan kenikmatan yang telah Allah Tuhan semesta alam
berikan.
Islam tidak
melihat manusia sebagai makhluk terhina karena dosa yang ia bawa sejak lahir,
namun dalam pandangan Islam manusia adalah makhluk yang terhormat sebagai
khalifah atau wakil Allah ta’ala dimuka bumi ini.
Sehingga dalam
ajaran Islam, kebaikan atau keberhasilan seorang manusia tidak dilihat dari
bagaimana ia menutup dirinya terhadap anugerah yang telah disediakan oleh Allah
ta’ala, namun pada kemampuan untuk menikmati dan memanfaatkannya dalam kerangka
nilai-nilai kehidupan yang benar. Melalui nilai-nilai kebenaran yang terkandung
di dalamnya, Islam bertujuan memajukan kesejahteraan manusia.
Nilai-nilai
kehidupan yang benar yang diajarkan dalam Islam mencakup semua aktivitas
kehidupan manusia. Dalam Islam, tidak ada aktivitas kehidupan yang secara total
hanya bersifat duniawi. Semua tindakan dalam aktivitas apapun, termasuk
aktivitas ekonomi, dapat memiliki nilai spiritual selama tindakan tersebut
selaras dengan tujuan dan nilai-nilai Islam. Dalam masalah ekonomi, tujuan dan
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam inilah yang menentukan sifat
serta bentuk sistem ekonomi Islam.
Oleh karena
itu, pemahaman yang baik terhadap tujuan dan nilai-nilai dasar dari ajaran
Islam sangat penting untuk dapat memahami sistem ekonomi Islam. Tujuan dan
nilai-nilai tersebut diantaranya adalah
4.
Kebebasan
Individu dalam konteks kesejakteraan sosial
Tujuan dan
nilai-nilai Islam tidaklah terbatas pada hal-hal yang disebutkan diatas. Namun
hal-hal diatas diharapkan cukup untuk menjadi acuan dalam usaha memahami lebih
jauh tentang sistem ekonomi Islam. Hal-hal diatas juga diharapkan mencukupi
untuk dapat melihat karakteristik pembeda antara sistem ekonomi Islam dengan
dua sistem lain yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.
Tujuan
aktivitas ekonomi yang sempurna menurut islam dapat diringkas sebagai berikut :[9]
1.
Memenuhi
kebutuhan hidup seseorang secara sederhana
Beberapa sunah
yang dipetik diatas memberikan dua prinsip yang berhubungan dengan tujuan ini.
a.
Merupakan
tanggung jawab agama untuk memenuhi kebutuhan utama yang demikian, yaitu sama
pentingnya untuk menjamin kehidupan.
b.
Bahwa semua
usaha yang dilakukan untuk mencari rezeki merupakan usaha menuju jalan Allah.
Aspek yang
tercakup dalam kategori ini termasuk usaha untuk mendapatkan makanan, minuman,
pakaian, tempat perlindungan, perawatan dan pendidikan. Bagaimanapun juga,
sehubungan dengan rasa puas diri terhadap pemilikan keperluan-keperluan ini dan
juga sampai sejauh mana ia diinginkan dan dihabiskan, hakikat yang demikian
sangat tergantung pda pendekatan islam dan juga cara hidup seseorang.
2.
Memenuhi
kebutuhan keluarga.
Sesungguhnya
tanggung jawab seseorang untuk membantu dan menanggung istri dan anak-anaknya
merupakan tindakan yang lumrah dalam kehiidupan. Tanggung jawab ini mungkin
juga dilakukan kepada orang tua yang memerlukan bantuan. Selanjutnya dalam
keadaan tertentu, kerabat keluarga yang terdekat mungkin berhak mendapat
bantuan. Tanggung jawab yang demikian saah secara hukum, dan pihak-pihak yang
merupakan tanggungan, dapat menuntut hak mereka melalui proses hukum.
3.
Memenuhi
kebutuhan jangka panjang.
Islam juga mengakui perlunya manusia menyimpan barang kebutuhan untuk
digunakan pada saat-saat tertentu. Seperti yang diterangankan dalam QS. Al-
Israa’ : 29.
wur ö@yèøgrB x8yt »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã wur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ
29. dan janganlah kamu jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya[852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
[852] Maksudnya : jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu
Pemurah.
Nabi muhammad SAW sering memperingat sahabat-sahabatnya agar bersifat
hemat dan menasehati agar jangan menghabiskan semua harta yang ada walauupun
harta tersebut digunakan dijalan Allah, karena hatrta tersebut diperlukan untuk
keperluan hidup sehari-hari dan untuk masa depan.
Jika
kita meembuat kesimpulan, maka suatu hal yang perlu bagi kita untuk menyimpan
kebutuhan demi masa depan, dan tindakan yang demikian mencegah terciptanya pola
hidup yang mengikuti gaya kapitalis.
4.
Menyediakan
kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
Satu lagi
sifat kemanusiaan yang tulen ialah meninggalkan sejumlah harta untuk kebutuhan
hidup orang-orang yang berada dibawah tanggungan setelah salah seorang
meninggal dunia.
Rasulullah
membenarkan bahwa beliau hanya mewariskan 1/3 dari hartanya. Sehingga hakikat
yang demikian menunjukkan bahwa islam tidak menuntut agar umatnya memberikan
atau mewarisi harta yang terlalu banyak terhadap keluarga. Sikap kesederhanaan
harus dipatuhi dengan jujur dan bantuan kepada anggota masyarakat yang
membutuhkan pertolongan harus dipenuhi dan merupakan tindakan yang utama yang
harus dilakukan dengan adil.
5.
Memberikan
bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah.
Setelah
seseorang dapat memuaskan kebutuhan hidupnya dan juga kebutuhan orang lain yang
berada dibawah pengawasannya, juga setelah dia menyimpan beberapa bagian
hartanya untuk kebutuhan dimasa yang akan datang dan untuk keturunannya,
seseorang tidak pantas untuk berdiam diri saja tanpa melakukan aktivitas
ekonomi. Masih banyak peluang yang terbuka untuk manusia yang gigih berusaha.
Sehubungan
dengan hal ini, memberikan bantuan sosial dan sumbangan sosial berdasarkan
jalan Allah merupakan aktivitas yang dituntut dari setiap orang islam untuk
berusaha dengan sebaik-baiknya dan memberikan bantuan sebanyak mungkin.
Berjuang
karena Allah merupakan tanggu jawab setiap orang islam. Dan kekayaanlah yang
menjadi alat untuk melaksanakan tujuan ini.
Setelah dapat
memenuhi kebutuhan jasmani manusia juga membutuhkan kebutuhan spiritual untuk
menghendaki membangunan moral, pemuasan kebutuhan materi menghendaki
pembangunan umat manusia dan sumber-sumber daya materi dalam suatu pola yang
merata sehingga semua kebutuhan umat manusia dapat dipenuhi secara utuh dan
terwujud suatu distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil.[10]
Kesimpulan
Peran ekonomi islam
alam masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis yang terjadi, karena
dalam ekonomi islam tidak mengenal sistem riba dan segala sesuatunya bersumber
dari Allah maka setiap perbuatan ekonomi harus dilakukan dengan adil dan jujur karena
setiap perbuatan akan dipertanggung jawabkan kepada Allah langsung.
Peran ekonomi islam
juga diperlukan untuk mengatasi kegagalan pasal karena perlunya pemerintah
untuk berperan dalam perekonomian. Pasal gagal dalam menyelesaikan beberapa
permasalahan ekonomi karena dua hal, yaitu:
a.
Ketidak sempurnaan mekanisme kerja pasar
b.
Tidak berjalannya mekanisme kerja pasar dengan efisien.
Sebagai sebuah cara hidup yang serba cukup. Islam yang
menyediakan segala aspek eksistensi manusia. Ia mengupayakan sebuah tatanan
yang didasarkan pada seperangkat konsep yang saling berkait tentang Tuhan,
manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, kedudukan dan peranan manusia di alam
semesta, dan hubungannya dengan sesama manusia.
Tujuan Ekonomi Islam adalah :
1. Pencapaian falah
2. Distribusi yang adil dan merata
3. Tersedianya kebutuhan dasar
4. Tegaknya keadilan social
5. Mengutakan persaudaraan dan persatuan
6. Penegmbangan moral dan materiel
7. Sirkulasi harta
8. Terhapusnya eksploitasi
Daftar pustaka
Ahmad, Izzan & Syahri, Tanjung. 2006. Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-ayat
Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Kamal, Mustafa. 1997. Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Pusat Perkembangan dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta :
PT
Raja Grafindo Persada.
M. Rusli Karim. 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya.
Monzer Kahf.1995. Ekonomi Islam Telaan Analitik terhadap
Fungsi Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Heri Sudarsono. 2004. Konsep
Ekonomi islam :
Suatu Pengantar.
Yogyakarta :
Ekosiana.
Muhammad Sharif
Chaudhry. 2012. Sistem Ekonomi Islam
Prinsip Dasar. Jakarta : Prenada media grup.
Zaky Al kaaf, Abdullah. 2002. Ekonomi
dalam perspektif islam. Bandung : CV Pustaka Setia.
M.
Umer Chapra. 2000. Islam
and Economic Development.
Jakarta : Gema Insani Press.
Muhammad
Nejatullah Siddiq. 1991.
Kegiatan
Ekonomi dalam Islam.
Jakarta : Bumi Aksara.
[1]
Ahmad, Izzan & Syahri, Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah: Ayat-ayat
Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006)
hlm.38
[2]
Kamal, Mustafa, Wawasan Islam dan Ekonomi, (Jakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1997) hlm. 180
[3]
Pusat Perkembangan dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam,
(Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.448
[4]
M. Rusli Karim, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya, 1992) hlm.18
[5]
Monzer Kahf, Ekonomi Islam (Telaan Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) hlm.5
[6]
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta:
Ekosiana, 2004) hlm.11
[7]
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar.
(Jakarta: Prenada media grup, 2012) hlm 40
[8]
Zaky Al kaaf, Abdullah, Ekonomi dalam perspektif islam. (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2002) hlm. 98.
[9]
Muhammad Nejatullah Siddiq, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991) hlm.15
[10]
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, (jakarta: Gema Insani
Press, 2000) hlm.8
No comments:
Post a Comment