BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bait al-Mal
berasal dari dua kata, yaitu bait dan al-mal. Kata bait berarti
“rumah”, sedangkan al-mal berarti “harta”. Dengan demikian, secara etimologi
Bait al-Mal berarti “rumah tempat mengumpulkan atau menyimpan harta”. Adapun
secara terminologi, Bait al-Mal adalah suatu lembaga atau pihak yang mempunyai
tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun
pengeluaran negara. Di samping itu, Bait al-Mal juga dapat diartikan secara fisik,
yaitu tempat menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan
negara.bayt
al-mâl artinya rumah harta, yaitu rumah tempat untuk menyimpan harta berupa
semua jenis benda berharga yang dikumpulkan dan dimiliki.
Berbicara tentang
konsep bait al-maal sebenarnya ini sudahdikenal
pada zaman Rasulullah Saw. Yang dikenal dengan nama bait al-maal dan berfungsi sebagai
pengelola dan amanah dan harta rampasan perang (ghnimah) pada masa awal islam,
yang diberikan kepada yang berhak dengan pertimbangan kemaslahatan umat. Namun secara
konkrit pelembagaan Baitul Maal baru dilakukan pada masa Umar Bin Khatab,
ketika kebijakan pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan.
Lembaga Baitul Maal itu berpusat di ibu kota Madinah dan memiliki cabang diprovinsi-provinsi
wilayah Islam.Sedangkan di Indonesia sejarah bait
al-maal dimulai tahun 1984 yang
dikembangkan mahasiswa ITB di masjid Salman yang mencoba menggulirkan
lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian bait
al maal lebih diberdayakan oleh
ICMI sebagai sebuah gerakan yang yang secara operasional ditindak lanjuti oleh Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Sedangkan bait
al-maal secara resmi sebagai lembaga
keuangan syari’ah dimulai dengan disahkannya UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan
yang mencatumkan kebebasan penentuan imbalan dan system keuangan bagi hasil,
juga dengan terbitnya peraturan pemerintah No. 72 tahun 1992 yang memberikan batasan
tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip
bagi hasil.Perkembangan bait al-maal di Indonesia pun terbilang cepat dan sudah cukup dikenal sebagai
salah satu lembaga keuangan alternatif dalam melakukan kegiatan ekonomi masyarakat,
terutama di pedesaan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian bait al-maal ?
2.
Apa pengertian bea cukai barang impor ?
3.
Bagaimana fungsi dari bait al-maal ?
4.
Bagaimana fungsi dari bea cukai barang
impor ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian bait al-maal.
2.
Untuk mengetahui pengerti bea cukai bea
cukai.
3.
Untuk memahami fungsi dari bait al-maal.
4.
Untuk memahami fungsi dari bea cukai.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bait Al-Maal
Bayt
al-Maal dibentuk dengan meng-idhafah-kan kata bayt artinya rumah, kepada
al-Maal artinya harta. Kata al-maal ini mencakup semua jenis harta. Menurut
jamaah, al-maal adalah benda berharga seperti emas dan perak. Lalu digunakan
untuk menyebut segala yang dimiliki. Yang sudah diketahui menurut perkataan
orang arab, setiap apa saja yang dikumpulkan dan dimiliki adalah maal (harta). Menurut
Ibn al-Atsir, maal asalnya adalah emas dan perak yang dimiliki, lalu
dimutlakkan untuk menyebut semua benda berharga yang dikumpulkan dan dimiliki.
Dengan demikian, secara harfiah bayt al-maal artinya rumah harta, yaitu rumah
tempat untuk menyimpan harta berupa semua jenis benda berharga yang dikumpulkan
dan dimiliki.
Istilah
bayt al-maal tidak terdapat dalam nash-nash syariah. Namun, syariah telah
memberikan ketentuan tentang harta negara, pos sumber pendapatan negara, dan pos
pembelanjaan harta negara itu. Syariah telah menetapkan harta-harta yang
menjadi hak kaum Muslim sekaligus menetapkan pembelanjaan yang menjadi
kewajiban negara dan hak bagi kaum Muslim. Syariah juga memberikan ketentuan
tentang zakat, harta yang harus dikeluarkan zakatnya, besaran yang harus
dikeluarkan, dan penyaluran harta zakat itu. Syariah memberikan wewenang
pengelolaan dan pengaturan semua ketentuan tentang harta itu kepada penguasa
(Khalifah).
The collection of kharaj and zukah
taxes in accordance with the laws of the shari’ah and the interpretation of the
jurist, without rsorting to extortion.The apportionment of allowances and
stipends from the state treasury (bait al-maal) to those who are entitled to
them. This money should notbe expended either extravagantly or stingily, and
must not be either repaid of delayed.The appoinment of homest and sincere men
to to the principal offices ofsatate and to the treasury to secure sound and
effective administration and to safegaurd the finances of the state.The imam
should personally look into and apprise him self of the affairs of his
domimions so that he may himself direct the national policy and protect to
interests of the people. He should not entrust his responsibility to other or
indulge himself in luxury or religious devotion.[1]
Yang dimaksud diatas
adalah pengumpulan dari kharaj dan zukah pajak disini sesuai dengan hukum
syariah dan interperstasi para ahli hukum tanpa adanya pemerasan. Dan
pembagiannya secara adil dan mendapatkan upah yang tetap dari negara bagian
atau bait al-maal, yang mempunyai
prinsip yang aman, dapat dipercayai dalam urusan-urusan negara.
Semua
harta itu tidak lain adalah harta kaum Muslim, kemudian disebut sebagai harta
Baitul Mal. Pada sisi ini Baitul Mal itu merupakan ungkapan tentang pos-pos
pemasukan dan pengeluaran harta-harta kaum Muslim.
Imam
al-Mawardi berkata, “Setiap harta yang menjadi hak kaum Muslim dan tidak
ditentukan pemiliknya dari mereka, maka harta itu termasuk hak Baitul Mal. Jika
harta itu telah didapatkan, harta itu dimasukkan sebagai bagian dari hak
(milik) Baitul Mal, baik sudah dimasukkan dalam penyimpanan Baitul Mal ataupun
belum, karena Baitul Mal merupakan ungkapan tentang pos, bukan tentang tempat.
Setiap harta yang wajib dikeluarkan dalam kaitannya dengan kemaslahatan kaum
Muslim merupakan hak Baitul Mal. Jika telah dikeluarkan pada posnya, maka harta
itu ditambahkan dalam pembukuan Baitul Mal, baik secara langsung dikeluarkan
dari kas Baitul Mal maupun tidak. Sebab, setiap harta yang berada dalam kekuasaan,
atau diserahkan kepada para penguasa kaum Muslim dan para pembantu mereka, atau
yang dikeluarkan melalui tangan mereka, maka hukum Baitul Mal berlaku atas
harta itu, baik terkait pemasukan maupun pengeluarannya.
Inilah
makna Baitul Mal sebagai pos harta. Oleh karena itu, Qadhi an-Nabhani
menyimpulkan dari sisi ini, bahwa Baitul Mal adalah pos yang dikhususkan bagi
pemasukan dan pengeluaran harta yang menjadi hak seluruh kaum Muslim.
Pengelolaan
pos-pos harta tersebut pada masa Rasul langsung beliau tangani sendiri, juga
oleh para wali dan amil beliau. Beliau juga menunjuk sekretaris untuk mencatat
jenis harta tertentu seperti Muaiqib bin Abi Fathimah untuk ghanîmah, Zubair
bin Awam untuk zakat, Hudzaifah bin Yaman untuk produksi hijaz, Abdullah bin Rawahah
untuk produksi Khaibar, dan sebagainya. Setiap ada harta yang masuk, segera
beliau bagikan atau belanjakan untuk kepentingan kaum Muslim sesuai dengan pos
yang ditentukan syariah. Hasan bin Muhammad menuturkan:
Bahwa
Nabi saw., jika datang kepada beliau harta fai, ghanimah, atau kharaj, beliau
tidak menyimpannya pada siang hari dan tidak juga menginapkannya.
Hal
yang sama dituturkan Jubair bin Muhammad, sebagaimana diriwayatkan Abdur Razaq.
Kondisi demikian terus berlangsung sampai tahun pertama masa Khilafah Abu
Bakar. Pada tahun kedua, Abu Bakar menetapkan satu tempat (kamar) dari rumahnya
secara khusus untuk menyimpan harta yang masuk dari berbagai daerah. Ini adalah
cikal bakal Baitul Mal sebagai tempat menyimpan harta. Semua harta itu ia
belanjakan untuk kepentingan kaum Muslim.
Ketika
Abu Bakar wafat, Umar menjabat khalifah, ia mengumpulkan para sahabat dan
bersama-sama masuk ke rumah Abu Bakar dan membuka kamar tempat menyimpan harta.
Ternyata harta yang ada hanya tersisa satu dinar dan itu pun karena kelalaian
pencatatnya. Semua harta habis dibelanjakan untuk kepentingan kaum Muslim.
Tatkala futûhât semakin meluas, harta yang masuk ke kas Negara pun berlimpah,
maka Umar mengkhususkan satu rumah untuk menyimpan harta itu. Ia membentuk
diwan yang mengurus dan mencatatnya. Ia juga menunjuk pencatatnya, memberi
santunan kepada rakyat, serta membentuk administrasi pasukan. Peristiwa ini
menurut sebagian ahli sejarah terjadi pada tahun ke-20 H.7
Sejak saat itu, Baitul Mal dengan makna pos-pos pendapatan dan pengeluaran harta itu diurus administrasinya oleh diwan, dan harta yang ada disimpan di satu rumah (tempat) khusus yang juga disebut Baitul Mal. Sejak saat itu pula, Baitul Maal sebagai pos dan tempat menyimpan harta dengan struktur diwannya jadi melembaga, bagian dari lembaga negara.
Akhirnya, masyarakat mengenal Baitul Mal dari dua sisi ini: (1) sebagai pos pendapatan dan pengeluaran; (2) rumah yang khusus untuk menyimpan harta negara atau harta kaum Muslim. Rumah ini menjadi semacam kantor kas negara. Di sinilah disimpan harta negara dan dari sinilah harta itu dibelanjakan untuk kepentingan negara dan kaum Muslim. Pos-pos dan rumah itu administrasinya dijalankan oleh sebuah diwan. Gambaran inilah yang menjadi gambaran Baitul Maal. Gambaran ini mirip (meski ada perbedaan) dengan departemen keuangan.[2]
Sejak saat itu, Baitul Mal dengan makna pos-pos pendapatan dan pengeluaran harta itu diurus administrasinya oleh diwan, dan harta yang ada disimpan di satu rumah (tempat) khusus yang juga disebut Baitul Mal. Sejak saat itu pula, Baitul Maal sebagai pos dan tempat menyimpan harta dengan struktur diwannya jadi melembaga, bagian dari lembaga negara.
Akhirnya, masyarakat mengenal Baitul Mal dari dua sisi ini: (1) sebagai pos pendapatan dan pengeluaran; (2) rumah yang khusus untuk menyimpan harta negara atau harta kaum Muslim. Rumah ini menjadi semacam kantor kas negara. Di sinilah disimpan harta negara dan dari sinilah harta itu dibelanjakan untuk kepentingan negara dan kaum Muslim. Pos-pos dan rumah itu administrasinya dijalankan oleh sebuah diwan. Gambaran inilah yang menjadi gambaran Baitul Maal. Gambaran ini mirip (meski ada perbedaan) dengan departemen keuangan.[2]
Dasar hukum didirikannya BMT adalah Al-Qur’an surat
At-Taubah ayat 60 dan103 yang berbunyi:
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksan.”
(Q.S. At-Taubah: 60).
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103).
Dimana ayat tersebut menerangkan tentang kewajiban
zakat terhadap umat Islam, pada masa Rasulullah SAW pemengutan Zakat belum
tertata dengan rapi serta belum ada lembaga yang menampung hasil zakat tersebut
oleh karena itu Rasulullah membuat kebijakan untuk membangun lembaga khusus
untuk menaruh uang dari hasil zakat tersebut yang diberi nama Baitul Maal.
Visi dan Misi Serta Tujuan Mendirikannya Bait Al-Maal[3]
Visi Bait Al-maal adalah mewujudkan kualitas
masyarakat di sekitar Bait Al-Maal yang selamat, damai dan sejahtera dengan
mengembangkan lembaga dan usaha Bait Al-Maal dan POKUSMA yang maju berkembang,
terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian.
Misi Bait Al-Maal adalah mengembangkan POKUSMA dan
Bait Al-Maal yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan
berkehati-hatian sehingga terwujud kualitas masyarakat di sekitar Bait Al-Maal
yang selamat, damai dan sejahtera.
Bait Al-Maal bertujuan mewujudkan kehidupan keluarga
dan masyarakat di sekitar Bait Al-Maal yang selamat, damai dan sejahtera.Untuk
mencapai visi dan pelaksanaan misi dan tujuan Bait Al-Maal, maka Bait Al-Maal
melakukan usaha-usaha yaitu mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan prinsip
bagi hasil/syariah dan mengembangkan lembaga dan bisnis Kelompok Usaha Muamalah
yaitu kelompok simpan pinjam yang khas binaan Bait Al-Maal.
Jika Bait Al-Maal telah berkembang cukup mapan,
memprakarsai pengembangan Badan Usaha Sektor Riil (BUSRIL) dari Pokusma
–pokusma sebagai badan usaha pendamping menggerakkan ekonomi riil rakyat kecil
di wilayah kerja Bait Al-Maal tersebut yang manajemennya terpisah sama sekali
dari Bait Al-Maal. Mengembangkan jaringan kerja dan jaringan bisnis Baot
Al-Maal dan sektor riil (BUSRIL) mitranya sehingga menjadi barisan semut yang
tangguh sehingga mampu mendongkrak kekuatan ekonomi bangsa Indonesia.
B.
Fungsi Bait
Al-Maal
Fungsi Bait Al-Maal bagi masyarakat :
1.
Sebagai motor pengerak ekonomi dan social masyarakat
banyak.
2.
Sebagai ujung tombak pelaksanaan system ekonomi
syariah.
3.
Untuk
mengembangkan kesempatan kerja.
4.
Untuk mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha dan
pasar produ-produk anggota.
5.
Untuk mendorong sikap hemat dan gemar menabung.
6.
Untuk menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non
syariah.
7.
Untuk melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
8.
Untuk melepaskan jeratan para renternir.
9.
Untuk membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan
modal
fungsi Bait Al-Maal bagi pemerintah:
1.
Membantu permerataan pertumbuhan ekonomi
2.
Membantu pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan.
3.
Menjadi lembaga keuangan alternative yang dapat
menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
C. Pengertian Bea Cukai
Istilah bea cukai beasal dari
2 yaitu bea dan cukai. Meski secara harfiah mirip, secara istilah keduanya
memiliki arti masing-masing. Kita mulai dari bea. Berasal dari bahasa
Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang
keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea keluar. Instansi
pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut kepabeanan.
secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang terkait dengan
pengawasan atas lalu lintas barang antar negara. Secara filosofis dan historis
memang demikian.
Bea
cukai juga dikenal dengan ‘Usyur Al-Tijarah yang diberlakukan pada masa Umar
Bin Khattab. Usyur Al-Tijarah merupakan salah satu dari harta Fay’. Harta Fay’
adalah segalah sesuatu yang dikuasai orang muslim dari kafir tanpa melalui
perorangan termasuk kharaj, jizyah perorangan dan usyur. Usyur adalah hak kaum
muslim yang diambil dari harta perdagangan Ahl-Immah dan penduduk darul harbi
yang melewatii perbatasan negara Islam.[4]
Tarif
usyur ditetapkan sesuai dengan status perdagangan, jika ia muslim maka
dikenakan zakat perdagangan sebesar 25% dari total barang yang dibawahnya,
sedangkan Ahl-Immah dikenakan tarif 5%, dan kafir harbi dikenakan tarif 10%
sesuai tarif yang dikenakan mereka terhadap pedagang muslim yang melintasi
daerah mereka.
رسوم
جمركية - الإعفاء منها
- المادتان 61 و 119 من
الدستور الدائم - القانون رقم 33 لسنة 1977 بتقرير بعض الإعفاءات الجمركية معدلا
بالقانون رقم 1 لسنة 1980
- اشترط المشرع لإعفاء أعضاء
البعثات العامة من الجمارك و غيرها من الضرائب و الرسوم عن الأمتعة الشخصية عدة
شروط:
1 - أن يكون المستفيد من
أعضاء البعثات أو الإجازات الدراسية أو الدارسين تحت الإشراف العلمى
سواء كان الإيفاد على نفقة الدولة أو على منح أجنبية أوعلى
نفقته الخاصة
2
- أن يكون قد انتهى من دراسته و حصل على درجة الدكتوراه
أو ما يعادلها
3 - أن تكون عودته نهائية بعد
الانتهاء من الدارسة و الحصول على الدرجة العلمية - يستفاد من صريح عبارة النص أن
يكون الحصول على الدرجة العلمية من الخارج - أساس ذلك : - ما ورد بالمذكرة
الإيضاحية للنص من أن الغرض من الإعفاء هو تشجيع أبناء الوطن على العودة للإسهام فى التقدم العلمي للبلاد - مؤدى ذلك : أنه لا إعفاء لمن حصل
على شهادته العلمية من الداخل - لا وجه للقياس أو الاستحسان فى
مثل هذه الحالات . [5]
Yang menjelaskan tentang sejarah bea cukai dan syarat-syarat
dalam keuangan negara seperti jizyah, usyur al-tijarah dan sumber pendapatan
Islam yang yang lain yang menyangkut kemaslahatan umat Islam.
Filosofi adanya pabean memang
pengawasan. Naluri pertahanan suatu negara atau entitas kekuasaan tentu akan
melakukan pengawasan terhadap apapun yang masuk ke dalam wilayahnya. Tentu sang
penguasa tidak ingin di wilayah kekuasaannya dimasuki barang-barang yang dapat
mengancam kekuasaannya. Senjata atau mesiu misalnya. Atau barang yang dapat
meracuni masyarakatnya, seperti alkohol atau candu. Dalam pada itu, sang
penguasa juga ingin menciptakan stabilitas ekonomi, dengan kontrol pasar,
sekaligus meraup pendapatan. Di sinilah bea dipungut. Kesemuanya, tentu, demi
melindungi kepentingan nasional masing-masing.
Fungsi filosofis historis tadi
tetap dipakai hingga kini di seluruh dunia. Dengan tetap bertujuan melindungi
kepentingan nasional masing-masing, ada negara yang lebih menggunakan pabean
sebagai alat pertahanan, ada yang cenderung ke finansial. Oleh karenanya,
banyak negara yang menjadikan pabean sebagai institusi militer atau keamanan,
tak sedikit pula yang menjadikannya di bawah departemen yang mengurusi
keuangan. Di AS, pabean di bawah Homeland Security Department. Di Hongaria,
pabean adalah bagian dari militer. Yang di bawah keuangan contohnya di negara
kita sendiri. Namun mayoritas, termasuk yang beraliran keuangan, pabean selalu
dibekali kemampuan pertahanan negara atau penegakan hukum. Mungkin terkecuali
pabean Singapura.
Karena dilahirkan dari rahim pertahanan
yang bernafaskan pengawasan, pabean (Indonesia) semestinya memang tidak melului
dibebani target-target pemasukan keuangan negara. Pabean harus lebih
dikonsentrasikan untuk menjaga pintu negara dari barang-barang yang mengancam
kepentingan nasional.
Sedangkan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang kena cukai. Dan barang yang kenai cukai adalah barang-barang tertentu
yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Cukai. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, BKC terdiri dari :
1. etil
alkohol (EA) atau etanol
2. minuman
yang mengandung etil alkohol (MMEA)
3. hasil
tembakau
Dan bea cukai Membidangi
berbagai hal yang menyangkut urusan bea dan cukai, yang intinya adalah
mengurusi pendapatan negara. Dan . Undang - undang yang mengatur mengenai Bea
cukai adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1995 tentang Cukai. Dalam UU tersebut komplit tertera berbagai hal
mengenai bea cukai yang berlaku di Indonesia.
Bea cukai mulai dikenal atas
keputusan khalifah Umar bin Khathab setelah musyawarah denagn
sahabat-sahabatnya yang menjadi anggota dewan syuronya, keputusan umar ini
bertitik tolak dari datangnya surat dari Gubernur Bashrah Abu Musa Al-Asy’ari
yang mengatakan bahwa saudagar-saudagar muslim yang membawa barang dagangnya
kenegara-negara yang tidak termasuk wilayah Islam dipungut bea masuk oleh
pemerintah setempat sebesar 10 %. Dengna demikian, dasar dari bea impor ini
adalah ijtihad, diriwayatkan dari Muhammad dari Ziyat:
Umar bin
Khathab telah mengambil memungut Usyur dan memberikan keputusan bagiku, yaitu
untuk mengambil dari orang-orang muslim dimana mereka berada pendapat tentang
Usyur tadi untuk pedagangan mereka diambil seperempat puluh, untuk perdagangan
ahli dzimi, seperduapuluh dan untuk ahli harby seperpuluh.
Diriwayatkan pula oleh Abu Yusuf dari Sulaeman
bin Hasan ujarnya :[6]
Abu Musa
mengirim surat kepada Umar bin Khathab, bahwa pedagang muslimin dari pihak kami
mendatangi negeri harby, dan mereka mengambil sepersepuluh dari
pedagang-pedagang muslim. Umar mengirim suarat kepada Abu Musa, “Ambillah
olehmu dari mereka (ahlul harby) seperti mereka mengambil dari harta
orang-orang muslim, dan ambillah dari ahli dzimi seperduapuluh dari muslim
setiap empat puluh dirham diambil beanya satu dirham. Dan yang kurang dari dua
ratus dirham tidak ada bea. Apabila jumlahnya dua ratus dirham beanya lima
dirham dan selebihnya diperhitungkan.
Hukum-hukum yang mengenai masalah ini berdasarkan
kepada tiga prinsip:
1. usyur
ini dapat dipandang zakat atau berdiri di tempat zakat. Karena itu para ulama
mensyaratkan nisab dari harta yang dapat berkembang yang lebih dari keperluan
perdangangan dan telah bebas pula dari
hutang.
2. prinsip
memberi perlindungan, oleh karena itu ulama berkata, “kalau para penguasa tidak
mampu memberi perlindungan lagi, maka tidak boleh mengambil Usyur ini.”
3. Prinsip
keseimbangan/balasan dalam muamalah sebagaimana dilakukan orang nonmuslim
terhadap kita, seperti kata Umar bin Khathab:
Jadi, kita tidak mengambil bea impor, apabila mereka tidak mengambilnya
dari pedagang-pedagang muslim.
Dari uraian yang singkat ini jelas bahwa tentang
bea impor dan sudah barang tentu juga ekspor adalah aturan siyasah syar’iyah yang diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah
demi kemaslahatan umat. Minimal daerah-daerah Islam harus ada kesatuan pendapat
dalam hal ini.
Beberapa peraturan dalam bea cukai mengatur
hal-hal diantaranya sebagai berikut:
Pada dasarnya, diperbolehkan untuk membawa binatang dan tumbuhan masuk
ke wilayah Indonesia, selama Saudara mendapatkan ijin dari instansi terkait
seperti Karantina dan Kementerian Pertanian.
Semua orang yang datang dari luar negeri diharapkan mengisi Customs
Declaration (biasanya dibagikan diatas pesawat). Jika anda membawa barang dan
atau uang dalam jumlah tertentu, diharapkan memberitahukannya.
Barang Barang Penumpang dibebaskan dari Kewajiban Pabean serta Pajak
Dalam Rangka Impor Lainnya, jika nilai barang yang dibawa kurang dari FOB USD
250 untuk setiap orang atau nilainya kurang dari FOB USD 1.000 untuk setiap
keluarga. Jika nilai barang tersebut melebihi jumlah yang telah disebutkan
sebelumnya, penumpang tersebut di wajibkan membayar Kewajiban Pabean dan
Pungutan Pajak lainnya dari selisihnya. Barang Penumpang Asing seperti
kamera,Video kamera, Radio kaset, Teropong,laptop atau telepon genggam yang
akan dipergunakan selama mereka tinggal di Indonesia dan akan dibawa kembali
pada saat mereka meninggalkan Indonesia juga mendapat fasilitas pembebasan.
Kewajiban memberitahukan jumlah uang kepada Petugas Pabean Indonesia
hanya ditekankan bagi individu ketika mereka membawa masuk atau uang rupiah senilai
Rp.100.000.000 atau lebih , atau mata uang asing lainnya bernilai sama.
Setiap orang diperbolehkan membawa rokok dan minuman beralkohol ke
Indonesia dalam jumlah terbatas sebagai berikut : Maksimum 200 batang rokok
atau 50 batang cerutu atau 200 gram tembakau iris; Maksimum 1 liter minuman
beralkohol dan parfum dalam jumlah yang wajar atau batasan jumlah yang telah
disebutkan sebelumnya tidak diwajibkan untuk membayar Kewajiban Pabean dan
Cukai dan Pungutan Pajak lainnya.
Istilah lain dalam bea cukai adalah
a.
Bea masuk adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang impor,
b.
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke
dalam Daerah Pabean,
c.
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang
dari Daerah Pabean,
d.
Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen yang
didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
e.
Kawasan pabean adalah kawasan dengan
batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara atau tempat lain yang
ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
f.
Fasilitas
Kepabeanan adalah pemberian insentif oleh pemerintah/DJBC
berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor yang akan memberikan manfaat bagi
perekonomian nasional.
g.
Tempat
Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau
tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor
Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara,
dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
h.
Tempat
Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang
memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah,
memamerkan dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan
penangguhan Bea Masuk.
i.
Tempat
Penimbunan Sementara adalah bangunan dan atau lapangan atau
tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang
sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
j.
Manfaat yang diperoleh bisa dalam bentuk,
kecepatan waktu pemrosesan barang, kemudahan prosedur pemrosesan barang,
pengurangan biaya.
Proses impor dan pabean dalam
Direktorat Jendral Bea Cukai
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa
antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia.
Adapun tahapan impor adalah :- Hal yang penting dalam setiap
transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter
of credit
yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
- Selanjutnya penjual diluar
negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent
bank)
setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
- Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet
bank
dikirim ke issuing bank yang ada
diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
- Dokumen yang kini telah
dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang
dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena
importir belum mendapatkan barangnya.
- barang impor tersebut diangkut
oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo)
internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi
pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana
sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses
yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo)
dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
- Istilah
"pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka
setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti
kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar
isi dari kontainer itu jika
memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
- Setelah barang impor tersebut
dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container
yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan
sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
- Setelah bank menerima
dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka
importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang
telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut
karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat
menyerahkan dokumen tersebut.
- Setelah selesai urusan dokumen
tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan
dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
- Untuk mengambil barangnya maka
importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau
disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean
sedangkan invoice, B/L, COO (certificate
of origin),
disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor
tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
- PIB dibuat setelah importir
memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil
dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank
devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat
dilakukan di bank tersebut.
- Prinsip perpajakan di
Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB
ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer
DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir
tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan
kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut
berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat
Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
- Setelah importir menyelesaikan PIB dan
membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor
di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai
pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini
DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses,
penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk
importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan
sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic
data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat
interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC.
·
Tugas
dan fungsi dalam Direktorat Jendaral Bea Cukai
Tugas dan fungsi DJBC adalah
berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara
lain memungut bea
masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai.
Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan)
ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan
termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi
DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor,
mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol
atau etil
alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau
lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai
fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan
pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fungsi Bait Al-Maal bagi masyarakat :
10. Sebagai
motor pengerak ekonomi dan social masyarakat banyak.
11. Sebagai
ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah.
12. Untuk mengembangkan kesempatan kerja.
13. Untuk
mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produ-produk anggota.
14. Untuk
mendorong sikap hemat dan gemar menabung.
15. Untuk
menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah.
16. Untuk
melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
17. Untuk
melepaskan jeratan para renternir.
18. Untuk
membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal
fungsi Bait Al-Maal bagi pemerintah:
4.
Membantu permerataan pertumbuhan ekonomi
5.
Membantu pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan.
Menjadi lembaga keuangan
alternative yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional
TUGAS DAN FUNGSI BEA CUKAI
Tugas dan fungsi DJBC adalah
berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara
lain memungut bea
masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai.
Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan)
ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan
termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi
DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi
peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil
alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau
lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai
fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan
pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
·
Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2003
·
Pegiat padaCentre for Islamic Law and
Political Studies [CILAPS]. Post Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD
·
Khaliq,
farid abdul. Pikir politik islam. Jakarta:Amzah. 2005
·
Mulyati,
sri dkk,islam and developmen :apolitica religious response. Yogyakarta:Titian
ilahi press. 1997
·
Pulungan,
MA. Dr.S. suyuti, fiqih siyasah:asaran sejarah dan pemikiran. Jakarta: PT. Raja
Grafindo persada.2002
·
Kurdi,
abdulrahman abdulkadir, Tatanan sosial islam. Yogyakarta: pustaka pelajar. 2000
[1]
Pegiat padaCentre for Islamic Law and Political Studies [CILAPS]. Post
Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD, hlm 29
[2]
. Ibid. Afzalurrahman,Doktrin Ekonomi Islam, hlm. 324
[3] Hartanto Dicki, MM. 2012. Bank dan
Lembaga Keuangan Lain Konsep Umum dan Syariah. Penerbit Aswaja Pressindo,
Yogyakarta. Hlm 89
[4]
Adiawarman Azwar karim. Sejarah pemikiran
Ekonomi Islam,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2006.)hlm. 233
No comments:
Post a Comment