Monday, December 3, 2018

Bait al-Mal dalam Bea Cukai Barang Impor Hukum Tata Negara Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bait al-Mal berasal dari dua kata, yaitu bait dan al-mal. Kata bait berarti “rumah”, sedangkan al-mal berarti “harta”. Dengan demikian, secara etimologi Bait al-Mal berarti “rumah tempat mengumpulkan atau menyimpan harta”. Adapun secara terminologi, Bait al-Mal adalah suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Di samping itu, Bait al-Mal juga dapat diartikan secara fisik, yaitu tempat menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.bayt al-mâl artinya rumah harta, yaitu rumah tempat untuk menyimpan harta berupa semua jenis benda berharga yang dikumpulkan dan dimiliki.
Berbicara tentang konsep bait al-maal sebenarnya ini sudahdikenal pada zaman Rasulullah Saw. Yang dikenal dengan nama bait al-maal dan berfungsi sebagai pengelola dan amanah dan harta rampasan perang (ghnimah) pada masa awal islam, yang diberikan kepada yang berhak dengan pertimbangan kemaslahatan umat. Namun secara konkrit pelembagaan Baitul Maal baru dilakukan pada masa Umar Bin Khatab, ketika kebijakan pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan. Lembaga Baitul Maal itu berpusat di ibu kota Madinah dan memiliki cabang diprovinsi-provinsi wilayah Islam.Sedangkan di Indonesia sejarah bait al-maal dimulai tahun 1984 yang dikembangkan mahasiswa ITB di masjid Salman yang mencoba menggulirkan  lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian bait al maal lebih diberdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang yang secara operasional ditindak lanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Sedangkan bait al-maal secara resmi sebagai lembaga keuangan syari’ah dimulai dengan disahkannya UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang mencatumkan kebebasan penentuan imbalan dan system keuangan bagi hasil, juga dengan terbitnya peraturan pemerintah No. 72 tahun 1992 yang memberikan batasan tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip bagi hasil.Perkembangan bait al-maal di Indonesia pun  terbilang cepat dan sudah cukup dikenal sebagai salah satu lembaga keuangan alternatif dalam melakukan kegiatan ekonomi masyarakat, terutama di pedesaan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian bait al-maal ?
2.      Apa pengertian bea cukai barang impor ?
3.      Bagaimana fungsi dari bait al-maal ?
4.      Bagaimana fungsi dari bea cukai barang impor ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian bait al-maal.
2.      Untuk mengetahui pengerti bea cukai bea cukai.
3.      Untuk memahami fungsi dari bait al-maal.
4.      Untuk memahami fungsi dari bea cukai.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bait Al-Maal
Bayt al-Maal dibentuk dengan meng-idhafah-kan kata bayt artinya rumah, kepada al-Maal artinya harta. Kata al-maal ini mencakup semua jenis harta. Menurut jamaah, al-maal adalah benda berharga seperti emas dan perak. Lalu digunakan untuk menyebut segala yang dimiliki. Yang sudah diketahui menurut perkataan orang arab, setiap apa saja yang dikumpulkan dan dimiliki adalah maal (harta). Menurut Ibn al-Atsir, maal asalnya adalah emas dan perak yang dimiliki, lalu dimutlakkan untuk menyebut semua benda berharga yang dikumpulkan dan dimiliki. Dengan demikian, secara harfiah bayt al-maal artinya rumah harta, yaitu rumah tempat untuk menyimpan harta berupa semua jenis benda berharga yang dikumpulkan dan dimiliki.
Istilah bayt al-maal tidak terdapat dalam nash-nash syariah. Namun, syariah telah memberikan ketentuan tentang harta negara, pos sumber pendapatan negara, dan pos pembelanjaan harta negara itu. Syariah telah menetapkan harta-harta yang menjadi hak kaum Muslim sekaligus menetapkan pembelanjaan yang menjadi kewajiban negara dan hak bagi kaum Muslim. Syariah juga memberikan ketentuan tentang zakat, harta yang harus dikeluarkan zakatnya, besaran yang harus dikeluarkan, dan penyaluran harta zakat itu. Syariah memberikan wewenang pengelolaan dan pengaturan semua ketentuan tentang harta itu kepada penguasa (Khalifah).
The collection of kharaj and zukah taxes in accordance with the laws of the shari’ah and the interpretation of the jurist, without rsorting to extortion.The apportionment of allowances and stipends from the state treasury (bait al-maal) to those who are entitled to them. This money should notbe expended either extravagantly or stingily, and must not be either repaid of delayed.The appoinment of homest and sincere men to to the principal offices ofsatate and to the treasury to secure sound and effective administration and to safegaurd the finances of the state.The imam should personally look into and apprise him self of the affairs of his domimions so that he may himself direct the national policy and protect to interests of the people. He should not entrust his responsibility to other or indulge himself in luxury or religious devotion.[1]
Yang dimaksud diatas adalah pengumpulan dari kharaj dan zukah pajak disini sesuai dengan hukum syariah dan interperstasi para ahli hukum tanpa adanya pemerasan. Dan pembagiannya secara adil dan mendapatkan upah yang tetap dari negara bagian atau bait al-maal, yang mempunyai prinsip yang aman, dapat dipercayai dalam urusan-urusan negara.
Semua harta itu tidak lain adalah harta kaum Muslim, kemudian disebut sebagai harta Baitul Mal. Pada sisi ini Baitul Mal itu merupakan ungkapan tentang pos-pos pemasukan dan pengeluaran harta-harta kaum Muslim.
Imam al-Mawardi berkata, “Setiap harta yang menjadi hak kaum Muslim dan tidak ditentukan pemiliknya dari mereka, maka harta itu termasuk hak Baitul Mal. Jika harta itu telah didapatkan, harta itu dimasukkan sebagai bagian dari hak (milik) Baitul Mal, baik sudah dimasukkan dalam penyimpanan Baitul Mal ataupun belum, karena Baitul Mal merupakan ungkapan tentang pos, bukan tentang tempat. Setiap harta yang wajib dikeluarkan dalam kaitannya dengan kemaslahatan kaum Muslim merupakan hak Baitul Mal. Jika telah dikeluarkan pada posnya, maka harta itu ditambahkan dalam pembukuan Baitul Mal, baik secara langsung dikeluarkan dari kas Baitul Mal maupun tidak. Sebab, setiap harta yang berada dalam kekuasaan, atau diserahkan kepada para penguasa kaum Muslim dan para pembantu mereka, atau yang dikeluarkan melalui tangan mereka, maka hukum Baitul Mal berlaku atas harta itu, baik terkait pemasukan maupun pengeluarannya.
Inilah makna Baitul Mal sebagai pos harta. Oleh karena itu, Qadhi an-Nabhani menyimpulkan dari sisi ini, bahwa Baitul Mal adalah pos yang dikhususkan bagi pemasukan dan pengeluaran harta yang menjadi hak seluruh kaum Muslim.
Pengelolaan pos-pos harta tersebut pada masa Rasul langsung beliau tangani sendiri, juga oleh para wali dan amil beliau. Beliau juga menunjuk sekretaris untuk mencatat jenis harta tertentu seperti Muaiqib bin Abi Fathimah untuk ghanîmah, Zubair bin Awam untuk zakat, Hudzaifah bin Yaman untuk produksi hijaz, Abdullah bin Rawahah untuk produksi Khaibar, dan sebagainya. Setiap ada harta yang masuk, segera beliau bagikan atau belanjakan untuk kepentingan kaum Muslim sesuai dengan pos yang ditentukan syariah. Hasan bin Muhammad menuturkan:
Bahwa Nabi saw., jika datang kepada beliau harta fai, ghanimah, atau kharaj, beliau tidak menyimpannya pada siang hari dan tidak juga menginapkannya.
Hal yang sama dituturkan Jubair bin Muhammad, sebagaimana diriwayatkan Abdur Razaq. Kondisi demikian terus berlangsung sampai tahun pertama masa Khilafah Abu Bakar. Pada tahun kedua, Abu Bakar menetapkan satu tempat (kamar) dari rumahnya secara khusus untuk menyimpan harta yang masuk dari berbagai daerah. Ini adalah cikal bakal Baitul Mal sebagai tempat menyimpan harta. Semua harta itu ia belanjakan untuk kepentingan kaum Muslim.
Ketika Abu Bakar wafat, Umar menjabat khalifah, ia mengumpulkan para sahabat dan bersama-sama masuk ke rumah Abu Bakar dan membuka kamar tempat menyimpan harta. Ternyata harta yang ada hanya tersisa satu dinar dan itu pun karena kelalaian pencatatnya. Semua harta habis dibelanjakan untuk kepentingan kaum Muslim. Tatkala futûhât semakin meluas, harta yang masuk ke kas Negara pun berlimpah, maka Umar mengkhususkan satu rumah untuk menyimpan harta itu. Ia membentuk diwan yang mengurus dan mencatatnya. Ia juga menunjuk pencatatnya, memberi santunan kepada rakyat, serta membentuk administrasi pasukan. Peristiwa ini menurut sebagian ahli sejarah terjadi pada tahun ke-20 H.7
Sejak saat itu, Baitul Mal dengan makna pos-pos pendapatan dan pengeluaran harta itu diurus administrasinya oleh diwan, dan harta yang ada disimpan di satu rumah (tempat) khusus yang juga disebut Baitul Mal. Sejak saat itu pula, Baitul Maal sebagai pos dan tempat menyimpan harta dengan struktur diwannya jadi melembaga, bagian dari lembaga negara.
Akhirnya, masyarakat mengenal Baitul Mal dari dua sisi ini: (1) sebagai pos pendapatan dan pengeluaran; (2) rumah yang khusus untuk menyimpan harta negara atau harta kaum Muslim. Rumah ini menjadi semacam kantor kas negara. Di sinilah disimpan harta negara dan dari sinilah harta itu dibelanjakan untuk kepentingan negara dan kaum Muslim. Pos-pos dan rumah itu administrasinya dijalankan oleh sebuah diwan. Gambaran inilah yang menjadi gambaran Baitul Maal. Gambaran ini mirip (meski ada perbedaan) dengan departemen keuangan.[2]
Dasar hukum didirikannya BMT adalah Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 dan103 yang berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksan.” (Q.S. At-Taubah: 60).
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103).
Dimana ayat tersebut menerangkan tentang kewajiban zakat terhadap umat Islam, pada masa Rasulullah SAW pemengutan Zakat belum tertata dengan rapi serta belum ada lembaga yang menampung hasil zakat tersebut oleh karena itu Rasulullah membuat kebijakan untuk membangun lembaga khusus untuk menaruh uang dari hasil zakat tersebut yang diberi nama Baitul Maal.

Visi dan Misi Serta Tujuan Mendirikannya Bait Al-Maal[3]
Visi Bait Al-maal adalah mewujudkan kualitas masyarakat di sekitar Bait Al-Maal yang selamat, damai dan sejahtera dengan mengembangkan lembaga dan usaha Bait Al-Maal dan POKUSMA yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian.
Misi Bait Al-Maal adalah mengembangkan POKUSMA dan Bait Al-Maal yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian sehingga terwujud kualitas masyarakat di sekitar Bait Al-Maal yang selamat, damai dan sejahtera.
Bait Al-Maal bertujuan mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di sekitar Bait Al-Maal yang selamat, damai dan sejahtera.Untuk mencapai visi dan pelaksanaan misi dan tujuan Bait Al-Maal, maka Bait Al-Maal melakukan usaha-usaha yaitu mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan prinsip bagi hasil/syariah dan mengembangkan lembaga dan bisnis Kelompok Usaha Muamalah yaitu kelompok simpan pinjam yang khas binaan Bait Al-Maal.
Jika Bait Al-Maal telah berkembang cukup mapan, memprakarsai pengembangan Badan Usaha Sektor Riil (BUSRIL) dari Pokusma –pokusma sebagai badan usaha pendamping menggerakkan ekonomi riil rakyat kecil di wilayah kerja Bait Al-Maal tersebut yang manajemennya terpisah sama sekali dari Bait Al-Maal. Mengembangkan jaringan kerja dan jaringan bisnis Baot Al-Maal dan sektor riil (BUSRIL) mitranya sehingga menjadi barisan semut yang tangguh sehingga mampu mendongkrak kekuatan ekonomi bangsa Indonesia.
B.     Fungsi Bait Al-Maal
Fungsi Bait Al-Maal bagi masyarakat :
1.      Sebagai motor pengerak ekonomi dan social masyarakat banyak.
2.      Sebagai ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah.
3.      Untuk  mengembangkan kesempatan kerja.
4.      Untuk mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produ-produk anggota.
5.      Untuk mendorong sikap hemat dan gemar menabung.
6.      Untuk menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah.
7.      Untuk melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
8.      Untuk melepaskan jeratan para renternir.
9.      Untuk membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal
fungsi Bait Al-Maal bagi pemerintah:
1.      Membantu permerataan pertumbuhan ekonomi
2.      Membantu pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan.
3.      Menjadi lembaga keuangan alternative yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
C.    Pengertian Bea Cukai
Istilah bea cukai beasal dari 2 yaitu bea dan cukai. Meski secara harfiah mirip, secara istilah keduanya memiliki arti masing-masing. Kita mulai dari bea. Berasal dari bahasa Sansekerta, bea berarti ongkos. Bea dipakai sebagai istilah ongkos barang yang keluar atau masuk suatu negara, yakni bea masuk dan bea keluar. Instansi pemungutnya disebut pabean. Hal-hal yang terkait dengannya disebut kepabeanan. secara istilah, kepabeanan berarti segala sesuatu yang terkait dengan pengawasan atas lalu lintas barang antar negara. Secara filosofis dan historis memang demikian.
            Bea cukai juga dikenal dengan ‘Usyur Al-Tijarah yang diberlakukan pada masa Umar Bin Khattab. Usyur Al-Tijarah merupakan salah satu dari harta Fay’. Harta Fay’ adalah segalah sesuatu yang dikuasai orang muslim dari kafir tanpa melalui perorangan termasuk kharaj, jizyah perorangan dan usyur. Usyur adalah hak kaum muslim yang diambil dari harta perdagangan Ahl-Immah dan penduduk darul harbi yang melewatii perbatasan negara Islam.[4]
            Tarif usyur ditetapkan sesuai dengan status perdagangan, jika ia muslim maka dikenakan zakat perdagangan sebesar 25% dari total barang yang dibawahnya, sedangkan Ahl-Immah dikenakan tarif 5%, dan kafir harbi dikenakan tarif 10% sesuai tarif yang dikenakan mereka terhadap pedagang muslim yang melintasi daerah mereka.
   رسوم جمركية  - الإعفاء منها

-   المادتان 61 و 119 من الدستور الدائم - القانون رقم 33 لسنة 1977 بتقرير بعض الإعفاءات الجمركية معدلا بالقانون رقم 1 لسنة 1980
-   اشترط المشرع لإعفاء أعضاء البعثات العامة من الجمارك و غيرها من الضرائب و الرسوم عن الأمتعة الشخصية عدة شروط:
   1 - أن يكون المستفيد من أعضاء البعثات أو الإجازات الدراسية أو الدارسين تحت الإشراف العلمى سواء كان الإيفاد على نفقة الدولة أو على منح أجنبية أوعلى نفقته الخاصة
2 - أن يكون قد انتهى من دراسته و حصل على درجة الدكتوراه أو ما يعادلها
  3 - أن تكون عودته نهائية بعد الانتهاء من الدارسة و الحصول على الدرجة العلمية - يستفاد من صريح عبارة النص أن يكون الحصول على الدرجة العلمية من الخارج - أساس ذلك : - ما ورد بالمذكرة الإيضاحية للنص من أن الغرض من الإعفاء هو تشجيع أبناء الوطن على العودة للإسهام فى التقدم العلمي للبلاد - مؤدى ذلك : أنه لا إعفاء لمن حصل على شهادته العلمية من الداخل - لا وجه للقياس أو الاستحسان فى مثل هذه الحالات . [5]
Yang menjelaskan tentang sejarah bea cukai dan syarat-syarat dalam keuangan negara seperti jizyah, usyur al-tijarah dan sumber pendapatan Islam yang yang lain yang menyangkut kemaslahatan umat Islam. 
Filosofi adanya pabean memang pengawasan. Naluri pertahanan suatu negara atau entitas kekuasaan tentu akan melakukan pengawasan terhadap apapun yang masuk ke dalam wilayahnya. Tentu sang penguasa tidak ingin di wilayah kekuasaannya dimasuki barang-barang yang dapat mengancam kekuasaannya. Senjata atau mesiu misalnya. Atau barang yang dapat meracuni masyarakatnya, seperti alkohol atau candu. Dalam pada itu, sang penguasa juga ingin menciptakan stabilitas ekonomi, dengan kontrol pasar, sekaligus meraup pendapatan. Di sinilah bea dipungut. Kesemuanya, tentu, demi melindungi kepentingan nasional masing-masing.
Fungsi filosofis historis tadi tetap dipakai hingga kini di seluruh dunia. Dengan tetap bertujuan melindungi kepentingan nasional masing-masing, ada negara yang lebih menggunakan pabean sebagai alat pertahanan, ada yang cenderung ke finansial. Oleh karenanya, banyak negara yang menjadikan pabean sebagai institusi militer atau keamanan, tak sedikit pula yang menjadikannya di bawah departemen yang mengurusi keuangan. Di AS, pabean di bawah Homeland Security Department. Di Hongaria, pabean adalah bagian dari militer. Yang di bawah keuangan contohnya di negara kita sendiri. Namun mayoritas, termasuk yang beraliran keuangan, pabean selalu dibekali kemampuan pertahanan negara atau penegakan hukum. Mungkin terkecuali pabean Singapura.
Karena dilahirkan dari rahim pertahanan yang bernafaskan pengawasan, pabean (Indonesia) semestinya memang tidak melului dibebani target-target pemasukan keuangan negara. Pabean harus lebih dikonsentrasikan untuk menjaga pintu negara dari barang-barang yang mengancam kepentingan nasional.
Sedangkan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang kena cukai. Dan barang yang kenai cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, BKC terdiri dari :
1.      etil alkohol (EA) atau etanol
2.      minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA)
3.      hasil tembakau
Dan bea cukai Membidangi berbagai hal yang menyangkut urusan bea dan cukai, yang intinya adalah mengurusi pendapatan negara. Dan . Undang - undang yang mengatur mengenai Bea cukai adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Dalam UU tersebut komplit tertera berbagai hal mengenai bea cukai yang berlaku di Indonesia.
Bea cukai mulai dikenal atas keputusan khalifah Umar bin Khathab setelah musyawarah denagn sahabat-sahabatnya yang menjadi anggota dewan syuronya, keputusan umar ini bertitik tolak dari datangnya surat dari Gubernur Bashrah Abu Musa Al-Asy’ari yang mengatakan bahwa saudagar-saudagar muslim yang membawa barang dagangnya kenegara-negara yang tidak termasuk wilayah Islam dipungut bea masuk oleh pemerintah setempat sebesar 10 %. Dengna demikian, dasar dari bea impor ini adalah ijtihad, diriwayatkan dari Muhammad dari Ziyat:
Umar bin Khathab telah mengambil memungut Usyur dan memberikan keputusan bagiku, yaitu untuk mengambil dari orang-orang muslim dimana mereka berada pendapat tentang Usyur tadi untuk pedagangan mereka diambil seperempat puluh, untuk perdagangan ahli dzimi, seperduapuluh dan untuk ahli harby seperpuluh.
Diriwayatkan pula oleh Abu Yusuf dari Sulaeman bin Hasan ujarnya :[6]
Abu Musa mengirim surat kepada Umar bin Khathab, bahwa pedagang muslimin dari pihak kami mendatangi negeri harby, dan mereka mengambil sepersepuluh dari pedagang-pedagang muslim. Umar mengirim suarat kepada Abu Musa, “Ambillah olehmu dari mereka (ahlul harby) seperti mereka mengambil dari harta orang-orang muslim, dan ambillah dari ahli dzimi seperduapuluh dari muslim setiap empat puluh dirham diambil beanya satu dirham. Dan yang kurang dari dua ratus dirham tidak ada bea. Apabila jumlahnya dua ratus dirham beanya lima dirham dan selebihnya diperhitungkan.
Hukum-hukum yang mengenai masalah ini berdasarkan kepada tiga prinsip:
1.      usyur ini dapat dipandang zakat atau berdiri di tempat zakat. Karena itu para ulama mensyaratkan nisab dari harta yang dapat berkembang yang lebih dari keperluan perdangangan dan telah bebas  pula dari hutang.
2.      prinsip memberi perlindungan, oleh karena itu ulama berkata, “kalau para penguasa tidak mampu memberi perlindungan lagi, maka tidak boleh mengambil Usyur ini.”
3.      Prinsip keseimbangan/balasan dalam muamalah sebagaimana dilakukan orang nonmuslim terhadap kita, seperti kata Umar bin Khathab:
Jadi, kita tidak mengambil bea impor, apabila mereka tidak mengambilnya dari pedagang-pedagang muslim.
Dari uraian yang singkat ini jelas bahwa tentang bea impor dan sudah barang tentu juga ekspor adalah aturan siyasah syar’iyah yang diserahkan kepada kebijaksanaan pemerintah demi kemaslahatan umat. Minimal daerah-daerah Islam harus ada kesatuan pendapat dalam hal ini.
Beberapa peraturan dalam bea cukai mengatur hal-hal diantaranya sebagai berikut:
Pada dasarnya, diperbolehkan untuk membawa binatang dan tumbuhan masuk ke wilayah Indonesia, selama Saudara mendapatkan ijin dari instansi terkait seperti Karantina dan Kementerian Pertanian.
Semua orang yang datang dari luar negeri diharapkan mengisi Customs Declaration (biasanya dibagikan diatas pesawat). Jika anda membawa barang dan atau uang dalam jumlah tertentu, diharapkan memberitahukannya.
Barang Barang Penumpang dibebaskan dari Kewajiban Pabean serta Pajak Dalam Rangka Impor Lainnya, jika nilai barang yang dibawa kurang dari FOB USD 250 untuk setiap orang atau nilainya kurang dari FOB USD 1.000 untuk setiap keluarga. Jika nilai barang tersebut melebihi jumlah yang telah disebutkan sebelumnya, penumpang tersebut di wajibkan membayar Kewajiban Pabean dan Pungutan Pajak lainnya dari selisihnya. Barang Penumpang Asing seperti kamera,Video kamera, Radio kaset, Teropong,laptop atau telepon genggam yang akan dipergunakan selama mereka tinggal di Indonesia dan akan dibawa kembali pada saat mereka meninggalkan Indonesia juga mendapat fasilitas pembebasan.
Kewajiban memberitahukan jumlah uang kepada Petugas Pabean Indonesia hanya ditekankan bagi individu ketika mereka membawa masuk atau uang rupiah senilai Rp.100.000.000 atau lebih , atau mata uang asing lainnya bernilai sama.
Setiap orang diperbolehkan membawa rokok dan minuman beralkohol ke Indonesia dalam jumlah terbatas sebagai berikut : Maksimum 200 batang rokok atau 50 batang cerutu atau 200 gram tembakau iris; Maksimum 1 liter minuman beralkohol dan parfum dalam jumlah yang wajar atau batasan jumlah yang telah disebutkan sebelumnya tidak diwajibkan untuk membayar Kewajiban Pabean dan Cukai dan Pungutan Pajak lainnya.
Istilah lain dalam bea cukai adalah
a.       Bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang impor,
b.      Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean,
c.       Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean,
d.      Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
e.       Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
f.        Fasilitas Kepabeanan adalah pemberian insentif oleh pemerintah/DJBC berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor yang akan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.
g.      Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
h.      Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
i.        Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
j.        Manfaat yang diperoleh bisa dalam bentuk, kecepatan waktu pemrosesan barang, kemudahan prosedur pemrosesan barang, pengurangan biaya.

Proses impor dan pabean dalam Direktorat Jendral Bea Cukai

Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
  • Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
  • Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
  • Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
  • Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
  • barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
  • Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
  • Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
  • Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
  • Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
  • Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
  • PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
  • Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
  • Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC.
·          

Tugas dan fungsi dalam Direktorat Jendaral Bea Cukai

Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.








BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Fungsi Bait Al-Maal bagi masyarakat :
10.  Sebagai motor pengerak ekonomi dan social masyarakat banyak.
11.  Sebagai ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah.
12.  Untuk  mengembangkan kesempatan kerja.
13.  Untuk mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produ-produk anggota.
14.  Untuk mendorong sikap hemat dan gemar menabung.
15.  Untuk menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah.
16.  Untuk melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
17.  Untuk melepaskan jeratan para renternir.
18.  Untuk membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal
fungsi Bait Al-Maal bagi pemerintah:
4.      Membantu permerataan pertumbuhan ekonomi
5.      Membantu pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan.
Menjadi lembaga keuangan alternative yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional
TUGAS DAN FUNGSI BEA CUKAI
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.





DAFTAR PUSTAKA

·         Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2003
·         Pegiat padaCentre for Islamic Law and Political Studies [CILAPS]. Post Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD
·         Khaliq, farid abdul. Pikir politik islam. Jakarta:Amzah. 2005
·         Mulyati, sri dkk,islam and developmen :apolitica religious response. Yogyakarta:Titian ilahi press. 1997
·         Pulungan, MA. Dr.S. suyuti, fiqih siyasah:asaran sejarah dan pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.2002
·         Kurdi, abdulrahman abdulkadir, Tatanan sosial islam. Yogyakarta: pustaka pelajar. 2000




[1] Pegiat padaCentre for Islamic Law and Political Studies [CILAPS]. Post Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD, hlm 29
[2] . Ibid. Afzalurrahman,Doktrin Ekonomi Islam, hlm. 324
[3]   Hartanto Dicki, MM. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Lain Konsep Umum dan Syariah. Penerbit Aswaja Pressindo, Yogyakarta. Hlm 89
[4] Adiawarman Azwar karim. Sejarah pemikiran Ekonomi Islam,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2006.)hlm. 233
[5] <سنة المكتب الفنى "     "  ص - الجزء الثانى - 32 القاعدة رقم -1241 
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. , (Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1994), hal. 36

No comments:

Post a Comment