- Epistimologi
Ilmu Ekonomi Islam
"Epistemologi"
atau "teori pengetahuan" (theory of knowledge), secara etimologis,
berasal dari kata Yunani "episteme" yang berarti
"pengetahuan" (knowledge), dan "logos" yang berarti
"teori tentang" atau "studi tentang". Jadi secara
terminologis, epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari asal mula
atau sumber, struktur, metode dan validitas (keabsahan) suatu pengetahuan.
Dengan cara mengetahui unsur-unsur itulah kemudian suatu pengetahuan itu dapat
diketahui validitasnya sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Lawan
katanya adalah "doxa" yang berarti percaya, yakni percaya begitu saja
tanpa menggunakan bukti.[1]
Beberapa persoalan
pokok yang terkandung dalam epistemologi adalah :
1. Hakekat
(essensi), eksistensi dan ruang lingkup pengetahuan
2. Sumber-sumber
pengetahuan
3. Metodologi
ilmu tentang cara mengetahui suatu pengetahuan
4. Sarana
yang digunakan dalam rangka kerja metodologis tersebut
5. Uji
validitas pengetahuan.
Epistemologi
sebagai sikap skeptis-kritis terhadap pengetahuan ini pertama kali dicetuskan oleh
Plato (428-347 SM). Namun dalam sejarahnya epistemologi memiliki corak
sendiri-sendiri karena perbedaan dalam menentukan standar validitas dan
unsur-unsur di atas.[2]
Menurut Suharto, Epistemologi Islam
mengajarkan bahwa akal manusia terikat dan terbatas oleh tiga hukum akal, yaitu
:
1. Apa
yang wajib bagi akal, artinya bahwa akal harus mengakui suatu proposisi
tertentu tanpa harus mencari dalil atau bukti-bukti kebenarannya.
2. Apa
yang mustahil bagi akal, artinya bahwa akal pasti akan menolak proposisi
tertentu dan sama sekali tidak dapat menerimanya.
3. Apa
yang mungkin bagi akal, artinya apa yang mungkin bagi akal untuk menerima
maupun menolaknya. Dalam hal ini rasionalisme akal tidak banyak membantu untuk
mencapai hakikat atau kepastian dalam hal-hal tertentu. Akal hanya bisa
menerima kemungkinan kebenarannya berdasarkan fakta-fakta empiris.
Epistemologi
adalah cabang filsafat yang membahas secara mendalam segenap proses untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Jika ontologi itu merupakan pengkajian mengenai
teori yang sudah ada, epistemologi merupakan upaya untuk menyusun teori yang
baru, dan jika seseorang masih ingin mengislamkan ilmu pengetahuan, proses
ontologilah yang membantunya atau kita memperbaiki ilmu yang sudah ada dari
awal.
Akan tetapi jika
kita ingin mengislamkan ilmu pengetahuan, terhadap ilmu yang sudah ada kita
cukup menerapkan ijtihad dan amar ma’ruf nahyi’anil mungkar. Jika kita perlu
menyusun teori baru, teori baru ini mau tidak mau harus beranjak dari rukhul
Islam dan postulat Alqur’an maupun hadis, melalui proses keilmuan.[3]
Untuk itu
diperlukannya sikap ilmiah seperti kutipan dibawah ini :
“Islam
di dalam ajaran-ajaran memang mengajarkan bahkan memerintahkan agar manusia
dapat bersikap dan bertindak secara ilmiah karena menurut Islam : orang yang
berilmu akan dapat mempertebal imannya. Kalau ajaran-ajarannya sudah positif,
hanya tergantung kepada manusia-manusianya untuk mengamalkan apa yang tersirat
dalam ayat-ayat Al-qur’an. Maka dari itu memang perlu adanya
penelitian-penelitian, studi-studi yang lebih mendalam mengenai tafsir
ayat-ayat Al-qur’an yang disesuaikan dengan penemuan-penemuan ilmiah yang
baru.”[4]
Menurut
Faruqi, Epistemologi di dalam Islam sangat berkaitan dengan struktur metafisika
yang telah terformulasikan di dalam wahyu, hadits, akal, pengalaman empiris dan
intuisi. Ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Islam, ilmu merupakan produk
dari fiqh atau pemahaman.
Epistimologi
adalah teori tentang pengetahuan. Dalam bahasa inggris dikenal dengan “Theory
of knowladge”. Secara terminologi epistimologi adalah cabang ilmu filsafat yang
menyelidiki tentang keaslian pengertian, metode struktur, dan validitas
pengetahuan. Secara garis besar epistimologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan dan dipelajari
secara substantive,[5]oleh
karena itu epistimologi berkaitan dengan :
a.
Filsafat yaitu sebagai cabang yang mencari hakikat dan
kebenaran pengetahuan.
b.
Metode, memiliki tujuan mengantarkan manusia mencapai
tujuan.
c.
Sistem, bertujuan memperoleh realitas kebenaran
pengetahuan.
Dengan
adanya epistimologi akal manusia bisa mengalami kemajuan dari bentuk akal
hayulani (materi) atau potensi menjadi akal bi alkamah (intelectus in habitu).
Dan bila dikembangkan lagi bisa menjadi akal mustafad (acquired intelect)
sehingga dapat menggambarkan apa yang ada di depannya.[6]
Dalam satu
sisi ilmu ekonomi Islam menunjuk pada pengertian yang sempit, yakni hanya
mengenai orang-orang yang beriman kepada ke-Esaan Allah dan ajaran moral-Nya,
sebagaimana tercemin dalam al-Qur'an dan Sunnah, tetapi di sisi lain juga
mencakup dimensi yang luas karena ilmu ekonomi ini mengambil pengetahuan dari
faktor-faktor non-ekonomi, seperti faktor politik, sosial, etika dan moral yang
semuanya merupakan sekumpulan unsur integratif yang fungsionalisasinya
diorientasikan kepada kesejahteraan umat secara umum.
Tetapi
pada kenyataanya teori ekonomi Islam di bangun dari masalah faktual, sehingga
terjadi kedekatan antara teori dengan teori lain dalam satu bidang dengan
bidang lain, ataupun kedekatan teori dengan praktek satu bidang dengan bidang
lain, saling berkaitan dalam ekonomi Islam. Ekonomi Islam konsisten terhadap
sistem ekonomi yang ada di suatu masyarakat dan mampu mempengaruhi pemahaman
ekonomi yang berjalan. Epistemologi ekonomi Islam dibangun bukan berdasarkan
pandangan manusia sebagai mahluk ekonomi tetapi berdasarkan pandangan manusia
yang diciptakan Tuhan dengan berbekalkan fitrah dan didasarkan atas empat
aksioma yaitu ; equilbrium, free-will, unity, dan responbility[7].
Metodologi ekonomi
Islam mengungkapkan permasalahan manusia yang bisa dilihat dari sisi manapun ia
berada, maka hal ini digunakan untuk menjaga obyektivitas dalam mengungkapkan
kebenaran dalam suatu fenomena. Unsur kemanusiaan akan secara alami menguji
bahwa segala fenomena berujung pada keselarasan yang tidak berakhir.
Sikap ini
melahirkan sikap dinamis dan progresif untuk menemukan ujung dari kebenaran
yang memang disadari kebenaran dunia yang tidak berujung. Jika berujung,
kebenaran itu pada akhirnya menjadikan manusia tidak bisa bersikap progresif
dalam menemukan kebenaran. Mereka akan kehilangan dirinya sebagai makhluk
mencari kebenaran. Pada dasarnya Akhir kebenaran itu sampai pada kebenaran
Allah, tempat dimana semua kebenaran yang ada berujung pada-Nya.[8]
Epistimologi ilmu
ekonomi islam ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1.
Observasi
Observasi ini
merupakan upaya awal memasuki dunia nyata untuk melihat, mengamati, mengevaluasi
kenyataan yang ada dan mendapatkan data yang diperlukan dengan cara menanyai
secara intensif sumber data. Observasi ini diikuti pengumpulan data,
pengelompokkan, perumusan masalah, tata susunan. Kemudian menetapkan asumsi,
klasifikasi, abstraksi, hakikat, tipe ideal, dengan menunjukkan generalisasi.
Generalisasi ini kemudian dipakai sebagai dasar ramalan.[9]
Observasi
merupakan proses yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi selengkap
mungkin mengenai suatu obyek. Dimana fungsi observasi diperlukan sebagai bukti
akan keberadaan suatu fenomena yang berhubungan erat dengan aktivitas manusia
dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi.
2.
Deduksi
Deduksi merupakan
langkah kedua dari epistimologi, deduksi dapat dikatakan berpikir dengan metode
rasional untuk mendapatkan kebenaran, atau pengertian lain dari deduksi adalah suatu
proses guna menarik kesimpulan yang bersifat individual dari peryataan yang
bersifat umum. Sebenarnya gagasan tentang kebenaran sudah ada tanpa lewat
pengalaman dan telah dipergunakan sebagai dasar untuk pembahasan sesuatu.
Kebenaran ini merupakan produk berpikir rasional. Terlepas dari sifat skeptis ilmuwan,
kebenaran ini cenderung dapat begitu saja diterima dan dipercaya orang-orang,
apalagi kalau yang menyampaikannya orang yang disegani, misalnya para filosof.
Akan tetapi ada suatu peringatan dari Al-Hadis agar kita mencermati apa yang
dikatakan dan jangan memeriksa siapa yang berkata, meskipun ia profesor.
Kebenaran demikian bersifat subjektif karena belum diuji. Dengan kata lain, benar itu
hanya menurut anggapan
masing-masing orang.
(hal
ini disebut solipsisme,
paham yang mengatakan bahwa diri sendiri itu hanya mengetahui pengalamannya
sendiri dan keadaannya sendiri).[10]
Untuk itu berpikir deduktif dapat dirumuskan, “ Jika A
benar dan B benar maka akan terjadi C”. Jika semua mahasiswa belajar di Perguruan
Tinggi A dan Ali mahasiswa, maka pasti Ali belajar di Perguruan Tinggi A.
Deduktif merupakan proses berpikir dengan rasional (meliputi khazanah islam,
perumusan masalah, penyusunan hipotesis, deduksi dari hipotesis, logika dan matematika, ramalan dan sikap skeptis) untuk mendapatkan kebenaran atau suatu proses untuk
menarik kesimpulan yang bersifat individual dari yang bersifat umum.
3. Induksi
Dunia empirik adalah ruang lingkup kemampuan panca indera
dan peralatan pembantunya untuk mengetahui dan mengenali fakta yakni sesuatu
yang ada. Dunia empirik ini juga merupakan kerangka untuk menguji kebenaran
hipotesis dengan kenyataan guna memastikan kebenaran.
Dunia empirik sebagai proses terdiri dari pengujian dengan metode
penelitian keilmuan yang menggeluti fakta dan metode induksi dengan bantuan
statistika. Didahului dengan pemikiran sampai di mana kekuasaan Tuhan, Allah
bertanya sambil menyindir apakah kita melihat bagaimana Allah menitahkan seekor
unta. Ini adalah sebuah dunia empirik
atau berpikir induktif, pengelihatan kita pada fakta kemudian diolah oleh
pikiran kita. Induksi ini merupakan suatu proses guna menarik kesimpulan yang
bersifat umum dari pernyataan-peryataan yang bersifat khusus.[11]
Dunia nyata ini menjadi tempat menguji hasil pemikiran
deduksi sampai seberapa jauh kebenaran yang dicapai sesuai kenyataan.
Untuk itu kita bisa memulainya dengan pertama pengujian melalui penelitian,
penelitian ini mungkin saja merupakan penelitian murni (dilakukan untuk
mempelajari masalah yang belum pernah diselidiki sebelumnya dan dalam ijtihad
sama sekali tidak ada nasnya, misalnya pembayaran ganda : pajak penghasilan dan
zakat profesi) atau penelitian terapan (dipergunakan untuk mempelajari akibat
praktis dari pengetahuan yang pernah dimiliki, misalnya sistem pendayagunaan
zakat yang efisien untuk mengentaskan para fakir miskin).
Kedua, kita lakukan induksi dan statistika yaitu
setelah data terkumpul dan dianalisis perlu digambar hubungan
antara faktor-faktor
yang terdapat dalam fakta agar kita dapat menarik kesimpulan dari kasus-kasus
individual dari fakta yang banyak itu sebagai kesimpulan umum.
Pentingnya statistik
diperlukan karena kejadian yang satu dengan yang lainnya terikat oleh suatu
pola yang teratur dan tidak bersifat kebetulan. Statistika membantu kita menarik kesimpulan umum yang
dapat diandalkan.[12]
Namun, dalam rangka infiltrasi nilai-nilai etika Islam
tersebut diperlukan metodologi khusus untuk menghasilkan kemasan yang tentunya
juga berbeda dengan ketika mempropagandakan sistem tersebut di kalangan umat
Islam sendiri yang sama-sama se ideologi. Di sinilah kajian ekonomi Islam
dengan pendekatan holistik, Nili-nilai moral-ethics
inilah yang
kemudian akan menjadi unsur pembeda dengan sistem ekonomi yang lain, seperti
kapitalisme dan sosialisme, meskipun pada dasarnya dalam kerangka
operasionalnya semua sistem ekonomi itu menerapkan ilmu-ilmu bantu (dasar)
ekonomi yang sama, sebagaimana disebutkan di atas. Kemudian dalam wujud
konkretnya, sistem nilai etika ini dijadikan ruh bagi semua instrumennya yang
pada akhirnya akan membentuk karakter tipikal yang membedakan dengan
sistem-sistem ekonomi lainnya. Meskipun kajian etika ekonomi ini masuk dalam
wilayah aksiologis namun penting diikutsertakan dalam kajian epistemologi
sebagai faktor pendukung dalam pencarian keabsahan eksistensi disiplin ilmu
ekonomi Islam.
Ilmu pengetahuan secara epistimologi hanya mengenal
benar atau tidak benar. Yang mempunyai keputusan baik atau buruk bagi
kehidupan ini adalah manusia dengan sistem nilai dan akhlaknya. Jika ilmu
dimiliki sebagai kekuasaan maka pembangunan atau malah penghancuran yang ia
dapat sebab hal itu tergantung sampai dimana keimanan dan ketakwaan seseorang
terhadap sang khaliknya yaitu Allah SWT. Untuk itu perlunya para muslim untuk
waspada dalam menentukan hal yang baik dan buruk, serta peristiwa yang melawan hukum islam.
- Metodologi
ilmu Ekonomi Islam
Sebelum beranjak
kepada pemaparan tentang metodologi ilmu ekonomi Islam, perlu ditegaskan bahwa
semua ilmu tidak lahir dalam kondisi vakum, yakni tidak lahir secara tiba-tiba.
Sebagaimana telah disinggung di atas, pondasi bagi lahirnya suatu disiplin ilmu
adalah worldview yang terkait dengan keilmuan itu. Bersama-sama dengan
realitas, worldview ini kemudian menghasilkan tradisi ilmiah dalam
masyarakat yang kemudian melahirkan disiplin ilmu. [13]
Lahirnya disiplin
ilmu ini, menurut Alparslan membutuhkan tiga tahapan :
1.
Problematic stage, yaitu tahap pendalaman
berbagai persoalan (subyek kajian) secara acak, tanpa sekat-sekat bidang kajian
tertentu.
2.
Disciplinary stage, yaitu terbentuknya
disiplin-disiplin keilmuan yang masing-masing memiliki metode pembahasan
tersendiri.
3. Naming
stage, yaitu tahap pengkhususan dengan penamaan bidang-bidang keilmuan.
Dengan demikian,
dapat dipahami bila worldview[14]memiliki
peran yang sangat vital dalam menentukan arah sistem keilmuan dan sistem
sosial.
Perkembangan
metodologi penelitian Islam telah tumbuh sejak lama. Sejak awal perkembangan
pengetahuan Islam, keberadaan metodologi penelitian membantu ilmuwan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi sehingga metodologi penelitian dalam ekonomi
mempunyai sejarah panjang dalam perkembangan pengetahuan Islam. Tokoh-tokoh
dalam metodologi penelitian antara lain sebagai berikut :
1. Ibnu
hayyam (721 – 776 H)
2. Al
– Farabi (950 H)
3. Ibnu
Zuhr (1091 – 1162 H)
4. Ibnu
Khaldun (732 – 807 H / 1332- 1406 M)
5. Ibnu
Sina (980 – 1037 H )
6. Ibnu
Rusyd (520 – 595 H/ 1126 – 1198 M
7. Ar
– Razi (554-606 H/1150 – 1210 M)
8. Al
– Khuwarizmi (w. 775 H/1373 M)[15]
Maka
untuk menjadikan ekonomi Islam sebagai ilmu, ekonomi Islam harus memenuhi
syarat-syarat yang diterima sebagai ilmu. Dengan susunan yang harus ditempuh melalui
metodologi ilmu ekonomi islam. Dimana para ahli ekonomi islam juga bertugas dan bertanggung jawab untuk
merumuskan asas-asas ekonomi guna menyusun kebijakan yang memang dirancang
untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang biasanya sangat komplek dan
menyangkut dari segi agama.
Sesuatu
yang bermula dari fenomena kemasyarakatan yang disimpulkan dalam suatu narasi
yang mudah dipahami yaitu metodologi penelitian. Maka didapat pengertian Metodologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari metode yang digunakan dalam suatu kegiatan ilmiah
tertentu guna mencapai sesuatu asas dan kebijakan. Cara untuk melakukan
penelitian dengan Metodologi yang terdiri dari usaha
mengumpulkan data, mengklasifikasikannya, mengolah dan menganalisa data dari
suatu masalah untuk mendapatkan hakikat suatu masalah, serta cara-cara
penyelesaiannya yang tepat.
Menurut Ali abdul Halim Mahmud mengatakan bahwa
metodologi penelitian Islam adalah “Suatu metodologi yang Islami untuk meneliti
gejala-gejala dan masalah serta mengetahui faktor-faktor penyebab menganalisis
secara teliti dan membuat satu atau lebih pemecahannya.”
Sekilas tujuan dari metodologi penelitian itu sendiri
adalah pertama, untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan (description of
existing reality). Hubungan antara satu hal dengan yang lain, khususnya
hubungan sebab akibat (causality). Penilaian mengenai hubungan antara
beberapa hal (relation of variabel) yang akan menghasilkan kesimpulan
umum (generalitation) atau kecenderungan umum (general tendency)
dan apabila mendekati kepastian akan menimbulkan ketetapan suatu hukum. Kedua,
metodologi penelitian diperlukan untuk menemukan bukti dari suatu kejadian.
Metodologi penelitian
berlaku secara umum untuk mendapatkan pengakuan sebagai sebuah ilmu. Oleh
karena itu metodologi penelitian ekonomi Islam mempunyai peran penting dalam
membuktikan kebenaran teori ekonomi Islam. Islam menganjurkan manusia untuk
menghindari prasangka yang belum pasti kebenarannya.[16]
Sebagaimana dalam firman Allah di dalam surat An-Najm
ayat ke 28. Yang artinya :
“Dan mereka
tidak mempunyai suatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah
sedikit pun terhadap kebenaran”.
Metodologi
ilmu yaitu cara bagaimana suatu ilmu itu disusun, sesuatu yang sangat penting
bagi ilmu pengetahuan, sebab hal inilah yang membedakan pengetahuan yang
disebut ilmu. Perbedaan metodologi akan menghasilkan perbedaan ilmu pengetahuan
itu sendiri. Tujuan seluruh ilmu pengetahuan adalah mencari sebuah kebenaran,
meskipun kebenaran itu sendiri sifatnya relatif. Kebenaran absolut hanyalah
milik sang pencipta alam semesta ini, yaitu Allah SWT. Oleh karenanya,
keberadaan manusia harus bersumber pada informasi dari Allah seandainya manusia
mengiginkan suatu kebenaran yang sesengguhnya.
.
Sedangkan kebenaran ilmiah dapat diuji dan ditemukan melalui :
1. Koheren
merupakan suatu pernyataan yang dianggap benar apabila konsisten dan memiliki
koherensi dengan pernyataan yang sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren
menggunakan logika deduktif.
2.
Koresponden yaitu, pernyataan yang dianggap
benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau
memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori
ini menggunakan logika induktif.
3.
Pragmatis, suatu yang dianggap benar
apabila memiliki kegunaan atau manfaat yang bersifat fungsional dalam kehidupan
sehari-hari.
Berbeda dengan konvensional, ilmu ekonomi Islam telah
lebih dahulu berusaha membangun metodologinya sebelum ilmu tersebut mencapai
kemapanan. Ilmu pengetahuan (‘ilm atau fiqh) pertama kali
digunakan umat Islam dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang wahyu, data,
tradisi dan maknanya. Dengan cara ini ‘ilm mulai memperoleh makna teknis
ketika akan diterapkan ke dalam pengetahuan tentang hukum Tuhan. Dalam hal ini ‘ilm
diartikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui istidlal (memerlukan
bukti). Istidlal menyiratkan pengamatan data melalui eksperimentasi,
pengukuran, dan pengamatan lebih lanjut. Dalam perkembangannya terjadi
pembedaan antara istiqra (investigasi terhadap data mentah) dengan istinbath
(menyimpulkan isi data). Yang pertama identik dengan metode empiris
induktif, sedangkan yang kedua identik dengan metode analisis.
Hal inilah yang membedakan metodologi penelitian
ekonomi Islam dan konvesional, dimana aspek kualitatif dan kuantitatif dalam
eknomi islam dipertimbangkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses
mencari kebenaran. Oleh karena itu, metodologi ekonomi islam lebih merupakan
representasi dari kehidupan manusia yang mana kita sebagai umat islam wajib merujuknya
kembali ke asasnya yakni Al-Qur’an dan Hadis. Sebab Al-Qur’an dan Hadis
merupakan sumber kebenaran dalam melakukan proses penelitian. Penelitian
ekonomi islam tidak mengenal akhir dalam suatu
penelitian dan tidak akan mengenal akhir dalam mencari kebenaran,
karena manusia akan sadar atas
ketidaktahuan dirinya sebagai manusia. Dari rasa tidak tahu ini akan
menimbulkan motivasi untuk terbuka terhadap berbagai gejala-gejala ekonomi yang
ada di sekitarnya. Sehingga kita dapat mengambil hikmah dari berbagai
gejala-gejala tadi dengan menyakini sepenuh kesungguhan bahwa segala sesuatu
yang ada dalam kehidupan telah ditentukan oleh Allah.
Sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam
menurut Umer Chapra adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna
bahwa segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta dengan sengaja
oleh Allah SWT, bukan kebetulan dan semuanya pasti memiliki tujuan. Tujuan
inilah yang memberikan signifikansi dan makna pada eksistensi jagat raya,
termasuk manusia yang menjadi salah satu penghuni di dalamnya.
2.
Prinsip
khilafah
Manusia adalah khalifah Allah SWT di muka bumi. Ia dibekali dengan
perangkat baik jasmaniah maupun rohaniah untuk dapat berperan secara efektif
sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini adalah :
a.
Persaudaraan universal
b.
Sumber daya adalah amanah
c.
Gaya hidup sederhana
d.
Kebebasan manusia.
3.
Prinsip
keadilan
Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran Islam. Implikasi dari prinsip
ini adalah :
a.
Pemenuhan kebutuhan pokok manusia,
b.
Sumber-sumber pendapatan yang halal,
c.
Distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata,
d.
Pertumbuhan dan stabilitas.[17]
Ide
ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini
nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun
kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of
value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi
yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas (kegunaan) dalam Islam. Terakhir, yang disebut
dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan
tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam
kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka
ekonomi Islam mudah untuk dibangun.
Urgensi
Metodologi Penelitian Ekonomi Islami
- Masalah
Implementasi
Untuk meningkatkan
pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat maka ekonomi Islam mengemukakan
metodologi penelitian yang dapat diterima masyarakat, dan mampu secara rill
mengungkap segala masalah yang terjadi, serta memperkirakan segala
ketidakpastian di masa depan. Keberadaan metodologi penelitian di tengah
perkembangan masyarakat tidak dapat dipisahkan, bahkan perkembangan metodologi
penelitian menjadi indikator perkembangan keberadaan masyarakat. Tetapi,
keberadaan metodologi penelitian berhubungan dengan teori yang mendominasi
keberadaan metodologi tersebut, sehingga metodologi penelitian ekonomi Islam
kurang dikenal masyarakat sebagaimana masyarakat kurang mengenal konsep ekomoni
Islam. sejumlah masalah yang berhubungan dengan keberadaan metodologi
penelitian ekonomi Islam yang berkembang akhir-akhir ini antara lain :[18]
1)
Apakah ilmu ekonomi Islam adalah
suatu ilmu pengetahuan yang normatif, positif atau bersifat kedua-duanya ?
Ilmu ekonomi Islam
berakar dari tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits dimana kedua sumber ini merupakan
hukum integratif yang berisi seluruh aspek hidup manusia baik normatif maupun
positif. Mustahil bila Al-Qur’an, wahyu Allah pencipta seluruh alam raya, memberikan
tuntunan yangg tidak mengakomodasi kepentingan manusia, demikian juga dengan
al-Hadits. Al-Hadits merupakan perilaku dan ucapan Rasulullah SAW sebagai
representasi manusia biasa yang mempunyai potensi multidimensional yang
bersentuhan dengan seluruh aspek kehidupan.
Keberadaan ilmu
ekonomi Islam yang normatif dan positif menunjukkan perwujudan kebebasan untuk
tidak terkekang oleh salah satu unsur yang ada. Pemihakan terhadap salah satu
unsur tidak akan menimbulkan proses keilmuwan yang integratif, karena sadar
atau tidak sadar lingkungan yang menbentuk kehidupan manusia-budaya, adat
istiadat, perilaku ini melibatkan kedua unsur diatas.
2) Apakah
teori ekonomi Islam diperlukan mengingat tidak ada suatu ekonomi Islam aktual ?
Sebagai konsep
yang integratif, ekonomi Islam mampu menangkap gejala-gejala sosial
kemasyarakatan ekonomi Islam juga mampu mendorong masyarakat untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan guna menyelesaikan masalah yang ada. Hal ini
tidak akan terjadi bila ekonomi Islam tidak mempunyai konsep yang mampu
mengambil hikmah dari masalah masyarakat tersebut.
Berdiri sejumlah
Bank Syariah yang terdiri dari Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPRS). Selain itu ada lembaga non bank, semacam Baitul Mal
wa Tanwil (BMT), asuransi syariah, pasar modal syariah termasuk reksadana syariah,
juga beberapa praktek bisnis yang menggunakan prinsip syariah, misalnya multi
level marketing syariah (MLMS) dan sebagainya. Keberadaan bank, lembaga
keuangan dan bisnis syariah menunjukkan ekonomi Islam mampu menangkap peluang
ekonomi dan akomodatif terhadap permasalahan kemasyarakatan. Keadaan ini
menunjukkan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi aktual.
3) Apakah
ekonomi Islam itu suatu sistem atau ilmu pengetahuan ?
Bila masing-
masing individu sadar akan kebenaran konsep ekonomi Islam maka akan menimbulkan
suatu rangkaian dimana yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dengan
tingkat intensitas tertentu. Hal ini akan membentuk sistem ekonomi Islami, yang
menumbuhkan daya kreatif masyarakat untuk bekerja memenuhi kebutuhan lahir dan
batin.
Sistem yang baik
membutuhkan ilmu pengetahuan untuk melihat keefektifan dari sistem yang sedang
berjalan. Apakah sistem yang berlaku sudah efektif dalam mengingkatkan
kesejahteraan masyarakat atau belum, meningkatkan gairah kerja masyarakat atau
belum dan sebagainya. Hal ini tidak dapat diketahui tanpa ilmu pengetahuan, dan
ilmu pengetahuan pula yang meberikan solusi alternatif dari masalah yang
berkembang.
Ketiga masalah
ekonomi Islam di atas, mengarah pada beberapa pertanyaan :
1. Apakah
ekonomi Islam memiliki metodologi penelitian khusus yang berbeda dengan ekonomi
konvensional.
2. Bila
metodologi penelitian ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional berbeda pasti
ada bukti yang menunjukkan hasil dari proses metodologi penelitian Islam
tersebut.
3. Apakah
dengan menggunakan metodologi penelitian konvensional akan menimbulkan ketidak sejahteraan
bagi masyarakat.
Dari ketiga
pertayaan di atas tadi dapat kita tanggapi bahwasannya jelas bahwa metodologi
ekonomi islam itu berbeda dengan ekonomi konvensional. Hal ini dapat kita lihat
dari konsep yang diterapkan ekonomi islam dalam membentuk suatu produk maupun
sistem, mereka pasti mengarah pada tuntunan yang mereka yakini yaitu Al-Qur’an
dan Hadist yang telah diteliti sebagai pedoman yang paling benar. Menjadikan kesejahteraan
di masyarakat dan kesejahteraan di akhirat kelak. Namun, banyak orang yang
masih menyepelekannya, mereka beranggapan bahwa dengan ekonomi islam keuntungan
maupun bonus yang mereka dapatkan hanya sedikit, itulah yang merupakan PR bagi
kita semua umat muslim. Kita harus merubah mind set mereka, karena sebenarnya keberadaan
ilmu ekonomi Islam yang normatif dan positif menunjukkan perwujudan kebebasan
untuk tidak terkekang oleh salah satu unsur yang ada. Keberadaan bank, lembaga
keuangan dan bisnis syariah menunjukkan ekonomi Islam mampu menangkap peluang
ekonomi dan akomodatif terhadap permasalahan kemasyarakatan. Bila masing-
masing individu sadar akan kebenaran konsep ekonomi Islam maka akan menimbulkan
suatu rangkaian dimana yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dengan
tingkat intensitas tertentu. Dimana sistem ekonomi Islami akan menumbuhkan daya
kreatif masyarakat untuk bekerja memenuhi kebutuhan lahir dan batin dan hal ini
juga tidak terlepas tanpa ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan pula yang memberikan
solusi alternatif dari masalah yang berkembang.
Sistematika
Metodologi Penelitian
Pada umumnya metodologi pengetahuan mengandung
unsur-unsur yang berhubungan secara berkesinambungan, yang membentuk suatu
sistematika ilmu, sehingga menyebabkan ilmu pengetahuan bisa diterima di dalam
kehidupan. Ada tiga masalah yang membedakan satu pengetahuan dengan lainnya,
seperti perbedaan antara pengetahuan ilmiah dan pengetahuan agama, yaitu
ontologi, epistimologi dan aksiologi.[19]
a. Ontologi
Ontologi adalahbagian dari filsafat ilmu yang membahas
pandangan terhadap hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Sesuatu hal yang
termasuk dalam pandangan terhadap hakikat ilmu itu sendiri. Ontologi merupakan
teori tentang ada dan realitas, yang merupakan apa atau sesuatu hal yang ingin
kita ketahui dan sampai berapa jauh untuk mendapatkan kebenaran. Pembahasan
ontologi dalam metodologi penelitian islam dibagi tiga :
1.
Motivasi melakukan aktivitas ilmiah
2.
Pandangan tentang penjelasan ilmiah
3.
Gejala ekonomi
b.
Epistimologi
Epistimologi adalah cabang filsafat yang membahas
secara mendalam segenap proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Epistimologi
menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan.
c.
Aksiologi
Aksiologi
ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai. Sebuah ilmu atau teori
yang value free itu akan diberlakukan dalam masyarakat yang sudah tentu tidak
bebas nilai. Jika manusia itu bebas nilai tak ubahnya ia seperti kera atau
robot. Oleh karena kenyataannya tidak demikian, nilai diperlukan untuk
menunjukkan teori pada kenyataan yang berlaku dan untuk membina masyarakat agar
sampai pada tujuan yang diinginkan terutama sesuai dengan ajaran agama islam.
Adapun jawaban tentang hakikat nilai yang
dibedakan dengan tiga macam cara, orang dapat mengatakan bahwa :
1.
Nilai sepenuhnya berhakikat subyektif. Nilai-nilai merupakan
reaksi-reaksi yang diberikan manusia sebagi pelaku dan keberadaannya tergantung
pada pengalaman mereka.
2.
Nilai-nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak
terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut nilai logis dan dapat
diketahuii melalui akal.
Dengan aksiologi yang merupakan teori mengenai ilmu, apa gunanya
ilmu itu bagi kita, lalu manfaat seperti apakah ilmu itu dikehidupan kita, dan
lain sebagainya. Maka perbaikan kehidupan di dunia yang fana ini adalah berkat
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan justru karena itu kita wajib
menempatkan ilmu pada proporsinya yang terhormat.
Tujuan Metodologi Penelitian Ekonomi Islam
Metodologi ekonomi Islam sebagai alat untuk mencari
kebenaran dari konsep ekonomi yang tertuang dalam al-Qur’an dan al-Hadid. Untuk
itu usaha menentukan metodologi ekonomi islam yang mampu mempresentasikan
kenyataan terus dilakukan. Usaha ini dilakukan dalam rangka menemukan cara
untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, metodologi ekonomi islam akan menghasilkan
beberapa hal, yaitu[21] :
1.
Kesejahteraan masyarakat
Selama ini metodologi konvensional telah mempengaruhi
masyarakat disegala aspek kehidupan. Maka dari itu perilaku ekonomi yang
berorientasikan motif mencari keuntungan merupakan fenomen yang cukup familier
dikalangan masyarakat. Dimana kekayaan dan kemiskinan dianggap fenomena biasa
yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan.
Dalam metodologi islam, kesejahteraan akan terjadi
apabila seluruh unsur di dalam masyarakat bisa menikmati hasil ekonomi secara
adil. Dengan berpedoman pada al-Qur’an dan Hadist.
2.
Mengungkapkan masalah dengan
obyektif
Dengan menggunakan metodologi ekonomi islam, umat
islam akan mampu membuktikan bagaimana konsep ekonomi islam. Obyektivitas lebih
diyakini sebagai representasi realitas, realitas diyakini sebagai representasi
kebenaran. Obyektifitas ini yang menjadikan landasan bagi ekonomi islam untuk
diterima masyarakat sebagai sebuah konsep yang memberikan jaminan untuk selamat
didunia dan akhirat. Dengan penjelasan bahwaa metodologi ekonomi islam mendorong
manusia untu sejahterah didunia yaitu zakat, infaq dan shodaqah akan menjadikan
keadilan ekonomi bisa dirasakan bersama.
3.
Meningkatkan motivasi untuk
menggalin ilmu
Penemuan baru akan mendorong masyarakat untuk lebih
jauh menyibak kebenaran konsep ekonomi islam. Masalah perkembangan ekonomi
islam selama ini lebih banyak dipengaruhi oleh kurang adanya bukti rill dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebenaran ekonomi islam yang didasarkan
atas pembuktian secara ilmiah akan memupus keyakinan dan keraguan
masyarakatterhadap teori ekonomi islam. Oleh karenanya dengan adanya bukti
ilmiah bahwa meminum khamar dan berjudi akan membuat masyarakat tidak beruntung
atau sengsara. Dan telah dijelaskan dalam surat aal-maidah (5) ayat 9, yang
berbunyi :
“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, menyembah berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah
(perbuatan) kej termasuk perbutan setan. Maka jahuilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.”[22]
Kesimpulan
Dasar ilmu
pengetahuan Islam adalah pandangan hidup Islam itu sendiri. Ilmu tidak muncul
dari “hampa budaya” atau dari budaya yang tidak memiliki latar belakang
epistemologi dan atau tanpa worldview (Pandangan Hidup). Oleh karena
itu, kita memang tidak bisa dengan serta merta menggunakan ekonomi
konvensional, karena kita telah memiliki identitas kita sendiri, yaitu pandangan
hidup Islam. Di sisi lain, kita juga tidak bisa bersembunyi dan menolak
mentah-mentah begitu saja ekonomi konvensional, karena kita tidak bisa lepas
dari sistem yang telah hidup dan berkembang di tengah-tengah kita.
Semua peradaban
dan bahkan semua agama mengalami proses meminjam dan memberi dalam
persinggungan mereka sepanjang sejarah. Oleh karena itu, hampir tidak mungkin
kita bersikap eksklusif. Agar persinggungan dengan budaya asing itu tidak
merusak dan menghilangkan identitas budaya kita, atau lebih tepatnya tidak
membelokkan kita dari pandangan hidup kita sendiri, maka diperlukan
proses epistemologis untuk menyesuaikannya dengan Islam.
Sedangkan Metodologi
ilmu ini sebagai cara bagaimana suatu ilmu itu disusun, sesuatu yang sangat
penting bagi ilmu pengetahuan, sebab hal inilah yang membedakan pengetahuan
yang disebut ilmu. Perbedaan metodologi akan menghasilkan perbedaan ilmu pengetahuan
itu sendiri. Tujuan seluruh ilmu pengetahuan adalah mencari sebuah kebenaran,
meskipun kebenaran itu sendiri sifatnya relatif. Kebenaran absolut hanyalah
milik sang pencipta alam semesta ini, yaitu Allah SWT. Oleh karenanya,
keberadaan manusia harus bersumber pada informasi dari Allah, seandaiya manusia
menginginkan suatu kebenaran yang sesengguhnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Ahmad Zainal. 1979. Dasar-dasar
Ekonomi Islam. Jakarta : Bulan Bintang
Anshari, Endang S. 1982. ilmu filsafat
dan Agama . Surabaya : Bina ilmu
Chapra, Umer. 1995. Islam dan Tantangan
Ekonomi (terj). Yogyakarta : UII Press
Manan, Muhammad Abdul. 1993. Teori Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf
Moehammad, Goenawan. 2000.Metodologi Ilmu Ekonomi Islam.Yogyakarta : UII Press
Karin, Ahmad Abdul. 1999. Sistem
Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia
Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu
Epistimologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta : Piara Wacana
Sudarsono, Heri. 2004. Konsep Ekonomi
Islam. Yogyakarta : Ekonisia
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta
: Graha Ilmu
Suriasumantri, Jujun S. 1982. Ilmu dalam Prespektif : Jakarta : Gramedia
Watloly, Aholiab. 2001. Tanggung Jawab
Pengetahuan, Mempertimbangkan Epistemologi secara Kultural. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius
[1]Muhammad Abdul Manan, Teori
Praktek Ekonomi Islam (terj), Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1993. hlm 12
[2] Aholiab Watloly, Tanggung Jawab
Pengetahuan, Mempertimbangkan Epistemologi secara Kultural, Yogyakarta :
Penerbit Kanisius, 2001, hlm. 114
[3] Goenawan Moehammad, Metodologi
Ilmu Ekonomi Islam. Yogyakarta : UII Press, 2000, hlm. 24
[4]Endang Saifuddin Anshari. Ilmu
Filsafat dan Agama. Surabaya : Bina Ilmu, 1982, hlm 56
[5] Substantive merupakan pokok, penting.
[6]Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu
Epistimologi, Metodelogi dan Etika, Yogyakarta : Piara Wacana, 2006, hlm.
54
[7]Equilbrium artinya keseimbangan,
free-will artinya kebebasan, unity artinya kesatuan dan responbility artinya
tanggap.
Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu dalam Prespektif. Jakarta :
Gramedia, 1982, hlm.
32
[8]Heri sudarsono, Konsep Ekonomi
Islam, yogyakarta : EKONISIA, 2004, hlm. 69
[13] Eko Suprayitno, 2005, Ekonomi
Islam, Yogyakarta : Graha Ilmu, hlm. 7
[14]Worldview artinya pandagan hidup atau
prinsip hidup, yang terbentuk dari adanya akumulasi pengetahuan dalam pikiran
seseorang baik itu berupa konsep maupun sikap mental yang ada pada dirinya.
[15]Heri
sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, yogyakarta : EKONISIA, 2004, hlm. 54
[16]Ahmad Abdul karin.Sistem Prinsip
dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia.1999. hlm. 76
[17]Umer,Chapra, Islam dan Tantangan
Ekonomi (terj). Yogyakarta : UII Press, 1995. Hlm. 37
[18]Heri
sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, yogyakarta : EKONISIA, 2004, hlm. 61
[19]Endang,
Anshari,
ilmu filsafat dan Agama . Surabaya : Bina ilmu, 1982. Hlm. 59
[20]Heri
sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, yogyakarta : EKONISIA, 2004, hlm. 69
[21]Ahmad Abdul karin.Sistem Prinsip
dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia.1999. hlm. 73
[22]Heri
sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, yogyakarta : EKONISIA, 2004, hlm. 75
No comments:
Post a Comment