A.
PRINSIP- PRINSIP EKONOMI ISLAM
“siapa yang berusaha mencari penghidupan untuk memelihara dirinya dari
meminta-minta, dia sudah berusaha berjuang dijalan Allah kalau dia berusaha
untuk mencari belanja bagi ibu bapaknya yang sudah tua atau anak cucu dan
familinya yang tidak kuat, dia berjuang di jalan Allah juga. Akan tetapi, kalau
dia berusaha hanya untuk menumpuk-numpuk kekayaan dan memegahkan dirinya, dia
bekerja di jalan setan.” (al-hadis)
Thomas Khun menyatakan bahwa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti paradigma
ekonomi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Ekonomi Islam mempunyai sifat
dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat
dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi
ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).
Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip
dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip
yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi
konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat
ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi islam
dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini
dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.Sedangkan menurut Chapra,
disebut sebagai ekonomi Tauhid. Keimanan mempunyai peranan penting dalam
ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam
membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera,dan preferensi manusia,
sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan. Saringan moral
bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas
kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas
sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk
tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan
keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.[1]
Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia
mempunyai nilai moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi
faktor terpenting dan pada pada paham monetaris menempatkan modal financial
sebagai yang terpenting. Dalam ekomoni Islam sumber daya insanilah yang
terpenting.
1. Prinsip-prinsip Pokok
1) Faktor-faktor Produksi
Menurut para ahli ekonomi, faktor produksi terdiri atas empat macam, yaitu:[2]
1. Tenaga alam: tanah, air, cahaya, dan udara.
2. Tenaga modal: uang dan barang/benda.
3. Tenaga manusia: pikiran dan jasmani.
4. Tenaga organisasi kecakapan mengatur.
Bagi seorang matrealis, pokok segala persoalan hanyalah materi, benda yang
terletak dihadapan mata dan merupakan tenaga modal, maupun benda yang berupa
tenaga manusia dan tenaga organisasi. Tidak tampak oleh mereka bahwa dibalik
materi itu, yaitu tenaga alam dan tenaga modal, ada suatu kuasa gaib yang maha
kuasa yang sewaktu-waktu dapat menahan atau mencurahkannya.
Akan tetapi bagi seseorang yang bertuhan, dia menampakkan dengan ketajaman
keyakinannya, bahwa di balik semua tenaga itu, walau pada lahirnya berupa
materi, ada kekuatan ghoib yang maha kuasa. Jika manusia dapat membanggakan
diri berkuasa atas dua faktor yang akhir, yaitu tenaga manusia dan organisasi,
manusia harus mengakui lemah bila berhadapan dengan kuasa gaib itu dalam dua
faktor yang pertama yaitu tenaga alam dan tenaga modal. Kalaupun manusia dapat
mengatakan bahwa tenaga modal adalah hasil pekerjaan mereka juga, tenaga alam tidak
dapat didiskusikan sepenuhnya oleh manusia.
Dia tidak dapat mengadakan sendiri tanah yang menjadi sumber dari segala
produksi. Begitu juga tidak dapat membuat air, cahaya, telebih pula udara. Semuanya adalah syarat mutlak bagi produksi,
menjadi tiang sendi bagi ekonomi.
2) Tiang-tiang Pembentukan Ekonomi
Berdasarkan pandangan, falsafah hidup, dan dasar hidup sebagaimana yang
sudah kita uraikan, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut. [3]
Bagaimana pun bentuk dan cara ekonomi yang dijalankan berpusat pada dua
hal, yaitu:
1. Kasab yaitu mengusahakan, menghasilkan, dan
memperoleh barang-barang.
2. infak yaitu mempergunakan, memakai, dan menghabiskan
barang-barang itu untuk keperluan, baik untuk pribadi, masyarakat, atau negara.
Dalam sebuah hadist nabi diceritakan bahwa dihadapan mahkamah tuhan pada
hari kiamat, tiap-tiap manusia menjadi pesakitan. Mereka tidak boleh
meninggalkan tempat pemeriksaan yang terbuka dan terletak dibawah panasnya sinar
matahari yang membakar, sebelum mereka dapat menjawab pertanyaan mengenai harta
benda, yang diperiksa dengan sesksama dalam dua masalah:
1. dari mana diperolehnya
2. kemana dipergunakannya.
Oleh sebab itu, untuk menjadi seorang mukmin yang saleh, tidak cukup dengan
mengusahakan harta dari jalan yang halal, tetapi memenuhi syarat mutlak
mempergunakan harta itu pada jalan yang diridhai Allah SWT.
Itulah sebabnya dalam islam, disamping ajaran islam dan iman, adalagi
ajaran yang ketiga yakni ihsan.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pokok-pokok ekonomi menurut
islam terdiri atas 5 macam:
a. kewajiban berusaha
Tidak ada suatu agamapun yang mewajibkan bekerja sbagaimana halnya islam
mewajibkan kepada semua pengikutnya. Islam tidak mengizinkan kaumnya menjauhkan
diri dari pencaharian penghidupan dan hidup hanya dari pemberian orang. Tidak
ada dalam masyarakat islam, orang-orang yang sifatnya non produktif (tidak
menghasilkan) dan hidup secara parasit yang menyandarkan nasibnya pada orang
lain.
Ada ajaran juhud dalam islam, yang diartikan salah oleh kaum tasawuf
gadungan, yaitu jijik pada dunia dan segala harta bendanya, dan mengatakan
bahwa dunia adalah bangkai dan barang siapa yang menyukai seperti anjing yang
memakan bangkai. Interpretasi ini menyesatkan kaum muslimin selama berabad-abad
lamanya di zaman kolonial, dan memberi senjata yang setajam-tajamnya ditangan
kaum imperealis untuk menidurkan umat islam dan mengorek kekayaan tanah air kita
untuk diangkut ke negri eropa.
Padahal ajara zuhud berarti menyucikan diri dari nafsu harta dan kebendaan,
tanpa mengurangi aktivitas dalam perjuangan mencari penghidupan. Berjuang untuk
hidup haruslah tertanam dalam jiwa tiap-tiap muslimin, seperti juga beramal
untuk akhirat.
Islam menambah lagi satu kewajiban bari diatas segala kewajiban lain yang
menjadi tanggungan warga negara. Disamping kewajiban belajar, kewajiban
memanggul senjata, kewajiban memilih, ada lagi kewajiban bekerja.
Ada 4 pokok untuk kewajiban beramal:[4]
1. Bahaya hidup tidak bekerja
Dalam suatu hadist Nabi SAW bersabda yang artinya “pemalas mengasarkan
hati”. Dalam hadist lain, Nabi menyatakan 3 macam bahaya yang timbul dari
hidup menganggur, “ bahaya yang paling aku takuti atas nama umatku, ialah
perut besar, banyak tidur, dan malas bekerja”.
2. Mencegah hidup meminta-minta
Nabi SAW menggambarkan nasib orang yang hidupnya meminta-minta di hadapan mahkamah
Allah SWT. Pada hari kiamat:
“tidak berhentinya orang orang yang hidup meminta-minta sampai hari kiamat
nanti dia tegak berdiri di bawah teriknya matahari, sedang pada mukanya tidak
ada sepotong daging pun (karena hebatnya penderitaan).
Hanya ada pada 3 keadaan saja orang boleh meminta-minta menurut hukum
islam, asal dilakukan dengan cara sopan dan terhormat. Menurut riwayat muslim
dari Qubishah bin Mathariqal Hilaly, Nabi pernah mengatakan, “sesungguhnya meminta
tolong dibolehkan pada tiga keadaan saja:
1) Seoarang yang banyak tanggungan yang mata pencahariannya tidak dapat
menutup ongkos sehari-hari, dibolehkan meminta tolong sehingga dia dapat
mmenuhi kewajibannya.
2) Seorang yang ditimpa bencana sehingga hartanya habis, dibolehkan meminta
tolong sampai dia mendapat mata pencaharian yang tetap.
3) Seorang yang ditimpa kemelaratan, dia boleh meminta-minta kalau dapat
membawa tiga orang saksi bahwa sesungguhnya dia benar-benar melarat. Dia boleh
meminta tolong sampai mendapat mata pencaharian.
3. Pengertian miskin bukanlah menganggur atau meminta-minta
Dalam islam memang diakui adanya orang-orang miskin, yaitu mereka yang
hidupnya susah, tidak mencukupi, dan umat islam diperintahkan untuk
membantunya, tetapi bukanlah berarti membenarkan adanya orang yang hidup
menganggur dan meminta-minta. Orang yang msikin ialah orang yang berjuang
mencari penghidupan, tetapi pendapatanya tidak mencukupi kebutuhannya. Allah
SWT menentukan bagian dari zakat baginya untuk menolong meringankan bebannya.
4. Mencegah Sifat Putus Asa
Bagimanpun pahitnya perjuangan hidup, tidaklah dibenarkan patah hati dan
berputus asa, dari berusaha. Allah AWT berfirman “ dan jangan lah kamu berputus
asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf:87).
Ada peristiwa pada zaman nabi yang baik sekali menjadi pedoman dalam soal
yang kita bicarakan. Nabi sudah memberi pengajaran yang baik sekali kepada
sahabatnya, yang baik diperhatikan oleh seluruh kaum miskin untuk menjaga
kehormatan harga dirinya.
Sahabat yang dimaksud bernama hakim bin hizam. Sebelum memeluk agama islam,
dia terkenal dermawan, ia pernah memerdekakan 100 orang budak, dan menyerahkan
100 ekor untanya untuk keperluan umum. Ia juga memerdekakan 100 orang budak dan
menyerahkan 100 ekor untanya untuk keperluan orang muslimin. Dia datang kepada
Nabi Muhammad SAW. “Apakah segala derma dan kebaikan yang aku lakukan pada
zaman jahiliyah dahulu, dari pemberian sedekah, memerdekakan budak, dan amal
kebajikan silaturrahmi, menjadi amal kebaikan yang diberi oleh Allah SWT
pahalanya kepadaku?” Nabi menjawab “ engkau memeluk islam dengan diakui
segala kebaikan yang sudah engaku perbuat”.
Datanglah saat yang celaka bagi hakim orang kaya yang berhati dermawan itu.
Segala harta bendanya habis. Dia menjadi miskin, tidak mempunyai apapun
walaupun sesuap makanan pun. Lalu dia pun datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk
meminta sesuatu dan Nabi Muhammad SAW memberi barang yang dimintainya. Dia
datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk kedua kalinya dan meminta sesuatu kepada
beliau, ia pun diberi lagi oleh Nabi. Untuk ketiga kalinya ia datang lagi
meminta kepad nabi dan ia tetap diberi, tetapi disertai dengan naihat yang
sangat berharga.[5]
“hai hakim, sesungguhnya harta dunia seperti tumbuh-tumbuhan yang hijau dan
yang sangat ,manis. Siap yang mendapatkannya dengan hati yang terhormat, ia
akan diberi berkah baginya, tetapi siapa yang mendapatkan dengan hati yang
sombong, tidaklah ada berkah baginya. Nasibnya seperti orang makan yang tidak
mau kenyang. Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah.”
Hakim berkata, “Ya Rasulallah, atas nama Allah SWT yang mengutus dengan
kebenaran, aku berjanji tidak akan menganggu seorang manusia mana pun karena
aku meminta-minta kepadanya sampai aku meninggal dari dunia yang fana ini.”
Janji itu dipenuhinya. Khalifah Abu Bakar pernah memanggil Hakim untuk
memberinnya sesuatu, tetapi hakim tidak mau menerima pemberian yang tidak diperoleh
dengan peluhnya itu. Begitu juga pada zaman Umar bin Khatthab II ini bermaksud
untuk memberi sesuatu kepadanya. Hakim tetap menolaknya. Kemudian Khalifah Umar
berkata, “saya bersaksi kepada Tuan-tuan sekalian, hai kaum muslimin yang
hadir. Saya berikan kepda Hakim hak yang mesti diambilnya dari harta rampasan
peperangan.” Akan tetapi, Hakim tetap enggan menerimanya.
Begitulah Hakim mempertahankan harga dirinya. Walaupun negara hendak
membantu penghiupnya (seperti sokongan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah bin
Khattab sebagai kepala negara) begitu juga teman sejawatnya yang hendak
menolongnya, tetapi sampai akhir hayatnya Hakim tetap tidak mau menerima
bantuan orang karena berpegangan teguh pada nasihat Nabi Muhammad SAW.
Itulah contoh baik yang telah ditinggalkan para sahabat nabi tentang self
respect dari kaum miskin yang insaf dan sadar.
b. membasmi pengangguran
kewajiban setiap individu adalah bersaha dan bekerja, sedangkan negara
diwajibkan menjalankan usaha membasmi pengangguran. Tidak boleh ada
pengangguran. Negara komunis rusia yang antimaterialistis mencantumkan dalam
undang-undang dasarnya pasar 12 akan somboyan.[6]
“siapa yang tidak bekerja dia tidak makan”
Jika ideologi kebendaan mendasarkan kewajiban bekerja pada masalah makan,
Islam dalam kitab sucinya Al-Quran mendasrkannya pada cita-cita ketuhanan yang
lebih luhur dan tinggi.
Termaktub dalam surat An-Najm ayat 39:
“dan bahwasanya seorang menusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”
Dalam surat Al-Muddatsir, ayat 38 disebutkan:
“Tiap-tiapdiri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Dalam keduan ayat itu, bukan hanya kewajiban bekerja yang dicantumkan,
tetapi juga jaminan atas segala usaha itu. Oleh sebab itu janganlah seorang
muslim duduk berpangku tangan dengan hanya berdoa kepada Allah SWT. Tanpa
dibarengi usaha mencari rezeki karena langit tidak akan pernah menghujankan
emas dan perak.
Adapun tugas-tugas pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya adalah
berikut:[7]
1. Menghindarkan ancaman kelaparan
Kewajiban yang sekecil-kecilnya atas negara Islam ialah berusaha untuk
menghilangkan kelaparan. Segala usaha harus ditujukan ke arah sana. Sehingga
berlakulah larangan Allah SWT dalam surat Al-isra ayat 31:
“ Dan janganlah kamu membnuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah
yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu, sesungguhnya membunuh
mereka adalah suatu dosa yang besar”.
2. Menjamin Pekerjaan
Dalam tingkatannya yang kedua, politik ekonomi Islam harus menjamin adanya
pekerjaan tiap-tiap orang. Dalam surat At-taubah ayat 60, ditegaskan mengenai
pembagian harta zakat untuk menjamin kehidupan delapan golongan, diantaranya
fakir miskin. Hal yang terpenting di sini apakah jaminan itu merupakan harta
sehingga pada umumnya sifatnya insidentil (bantuan sementara), ataukah
merupakan pekerjaan sehingga sifatnya sungguh-sungguh permanen (bantuan tetap).
Dengan alasan ini, kami berpendirian bahwa harta zakat boleh diwujudkan
melalui perusahaan-perusahaan yang dapat memberi pekerjaan kepada fakir miskin.
Negara berhak menetapkan Amil, mempunyai hak yang penuh untuk hal ini
walaupun caranya berbeda dengan zaman ahulu sehingga zakat lebih nyata
hasilnya.
Memberi zakat kepada delapan golongan dimaksudkan untuk menjamin
kesejahteraan golongan-golongan yang lemah dalam masyarakat. Dan jaminan dengan
pekerjaan lebih efisien dan permanen pada keuangan dan harta benda.
3. Memberantas Kefakiran
Jika kemiskinan ditujukan bagi mereka yang berjuang untuk hidup, tetapi
hasil pencahariannya tidak mencukupi kehidupannya, maka kefakiran berarti bahwa
perjuangannya tidak memberikan satu pintu dari dua bahaya, yaitu putus asa atau
pengangguran.
Negara harus berjuang memberantas kefakiran ini. Sesua sabda Nabi Muhammad:
“Hampirlah kefakiran membawa pada kekafiran”.
4. Mengadakan Organisasi-Organisasi Sosial
Selain orang-orang yang masih sanggup bekerja, dan memerlukan jaminan
pekerjaan sebagaimana kita terangkan di atas, ada juga orang-orang yang tidak
ada lagi tenaganya yang memerlukan jaminan harta.
Dalam surat At-taubah ayat 9, disebutkan bahwa memang ada orang-orang yang
lemah, orang-orang sakit, dan orang-orang cacat (cidera anggotanya) yang tidak
ada kemampuan lagi untuk mencari. Dalam ayat lain disebutkan pula anak-anak
yatim dan orang-orang fasikh (bodoh), perempuan-perempuan janda yang
hidup terlantar. Semua itu memerlukan jaminan hidup yang sewajarnya.
Negar islam haruslah mendirikan organisasi-organisasi sosial yang dapat
menjamin kehidupan mereka yang malang tersebut.
c. Menjadikan rakyat suka memberi
Jika keempat politik ekonomi di atas ditujukan untuk mengurangi bahaya
kekurangan, bagian ini, ditujukan untuk menambah kemakmuran yang sudah ada.
Rakyat harus dikerahkan mencari untuk rezeki dan berusaha mati-matian, sehingga
bukan saja dia membelanjakan untuk diri dan kelurganya, tetapi juga sanggup
mempunyai tangan di atas yang suka memberi. Bukan saja menunaikan kewajiban,
yaitu kasab (bekerja), tetapi juga sangup mengerjakan infak dari hasil
pekerjaanya. Nabi bersabda:
“ tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, maka tangan yang
di atas adalah yang memberi, seangkan tangan yang di bawah adalah yang
meminta”.
3) Mengakui Adanya Hak Milik
Pemgakuan hak milik perseorangan berdasarkan pada tenaga dan pekerjaan,
baik dari hasil ataupun yang diterimanya, sebagai harta warisan. Selain
keduannya, tidak karena perhubungan yang zakelijk (jual beli dan
lainnya), maupun karena pemberian (sedekah, hibah, dan sebagainya).
Prof. A. Wahab Khallaf menegaskan dalam bukunya As-Siyasa Asy-Syar’iyah,
bahwa dasar dari pemindahan hak milik dari seseorang kepada yang lainnya ialah
karena dasar suka dan rida.
Dian mengajukan tiga ketentuan dalam islam pengangkutan hak milik, yaitu:
1. larangan untuk memiliki barang-barang orang lain dengan jalan yang tidak
sahh
2. menghukum orang-orang yang mencuri, merampas, dan mengambil barang-barang
yang bukan miliknya, baik perbuatan itu dilakukan secara main-main apalagi kalau
benar-benar mengambilnya.
3. Larangan menipu dalam jual beli dan memperbolehkan khiyar (berfikir,
menawar untuk meneruskan, atau membatalkan jual beli) dalam masa 3 hari.
Inilah alasan-alasan yang cukup kuat tentang hak milik. Memang sukar
dipahami pendirian kaum komunis yang hendak menghapuskan adanya hak milik.
Dengan bersemboyang “membela kaum proletar yang sengsara”, merekan
merenggut segala hak milik sebagai suatu hak luhur dari tangan manusia. Bukan
saja menghapuskan privat eigendom atas alat-alat produksi, tetapi juga
atas barang-barang konsumsi yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Perbuatan ini
bertentangan dengan hukum alamiah yang sudah menjdi darah daging manusia.
Kesepuluh program yang diajukan oleh Karl Marx dalam Komunis Festo
(1884), bukan saja mengahapus hak milik atas tanah dan menyita harta
orang-orang yang dianggap lawan ideologinya, tetapi juga menghapuskan segala
hak waris. Pelanggaran atas hak alamiah ini tidak dapat dipraktikan.
Undang-Undang Dasar yang pertama (1924) dari negara komunis Rusia dalam pasal
10 terpaksa mengakui adanya hak milik manusia. Kemudian pada tahun 1936, pasal
10 diubah menjadi hak milik seseorang dan hak waris diakui serta dilindungi
oleh Undang-Undang, sebagaimana yang sudah diterangkan dalam bab sebelumnya.
Bagimanapun juga, hak milik yang sudah menjadi alamiah manusia, tidak dapat
dibatalakan. Sampai di mana batasnya hak milik tersebut, dapatlah ipahami dari
empat belas batas yang ditetapkan oleh agama islam, yaitu sebagai berikut:
1.
Ketentuan hak pribadi
atas barang-barang
a. Melarang pengambilan harta milik orang lain, kecuali denga jalan yang sah.
Dalam surat Al-baqarah ayat 88:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda yang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui”.
Dalam Surat An-Nisa ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriaman, jaganlah
kamu saling memakan harta sesama dengn jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
pernigaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”.
b. Mengharamkan riba dan perjudian
Dalam surat Al-baqarah ayat 275 dan 276, serta surat Ali Imran ayat 130,
Allah menetapkan haramnya riba. Dalam surat Al-Baqarah ayat 219, ditetapkan
tentang haramnya perjudian.
c. Melindungi harta anak-anak yatim dan orang-orang safih (orang-orang yang
tidak dapat menjaga hartanya)
Dalam surat Al-isra’ ayat
34 dan An-nisa ayat 9, Allah melarang memakan harta anak yatim yang berada di
dalam penjagaannya, dengan jalan yang tidak sah. Begitu juga dalam surat
An-nisa’ ayat 5 ditetapkan perlindungan atas harta orang-orang safih (bodoh).
2. Usaha sosialisasi secara islam
a. Membagi dua hak tanah
Ketika permulaan tahun Hijriah, nabi mempersatukan antara kaum the have
dan the have not, yaitu antara kaum
Anshar yang mempunyai harta di medinah denga kaum muhajirin yang mempunyai
harta di mekkah, yaitu sebelum berdirinya negara Islam.
Sistem muakhah (persudaraan) yang dilakukan oleh Nabi bukan saja
dilakukan dalam lapangan sosial, tetapi juga dalam lapangan perekonomian.
Semangat sosial yang berdasarkan ketuhanan tumbuh dengan subur semenjak
munculnya agama Islam. Semangat itu dipraktikkan dalam hak tanah sebgai
satu-satunya alat reproduksi di madinah pada waktu itu.
b. Mengambil sebagian harta dengan Undang-Undang sesudah berdirinya negara
islam, dengan memerintahkan wajib zakat
Jika terhadap tanah dapat disosialisasiakan, terhadap baang-barang konsumsi
pun dilakukan pemungutan zakat (zakat fitrah, zakat kekayaan zakat perdagangan,
zakat hewan ternak, dan seterusnya).
c. Mencegah peredaran harta di kalngan orang-orang kaya saja
Dalam surat Al-hasy ayat 7, Allah mengumumkan bahwa janganlah diberi kesempatan
harta benda hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Tatanan ekonomi
harus diatur sedemikian rupa sehinga seluruh umat manusia dapat mempunyai hak
milik.
d. Mewajibkan nafkah (belanja) untuk anak istri, dan seluruh keluragnya
Dalam surat An-Nisa ayat 34, ditetapkan tentang kewajiban laki-laki mencari
nafkah untuk membelanjai rumah tangganya. Namun hal ini tidak mengurangi hak
wanita untuk ikut berusaha mencari penghidupan.
e. Mengerahkan jaminan orang-orang yang terlantar
Dalam surat Al-Isra ayat 26, diperintahkan untuk menyongkong karib kerabat,
orang-orang miskin, dan orang-orang yang terlantar dalam perjalanan. Dalam
zaman modern ini, lebih praktis kalu jaminan tersebut diserahkan pada
organisasi-organisasi sosial yang mengurus soal tersebut.
f.
Membayarkan harta untuk
menebus kaffarah (segala kesalahan yang menurut hukum agama harus ditebus
dengan harta)
Dalam hal ini, termasuk kesalahan sumpah, zihar, mencampuri istri di waktu
puasa Ramadhan, dan lainnya. Harta itu harus dibayarkan untuk fakir miskin atau
membela nasib budak (buruh).
g. Memberikan sedekah
Tidak terhitung banyaknya ayat Al-Quran dan hadis-hadis yang menganjurkan
kita untuk berhati murah dan bertangan ringan mengeluarkan sedekah dan
pemberian.
3.
Kontrol atas sifat yang
baik dan buruk
1)
Mencela sifat yang royal
dan bakhil
Tidak boleh royal untuk kepentingannya sendiri, sebagaimana dilarang bakhil
untuk membela kepentingan orang lain. Dalam surat Al-A’rof ayat 31,
diperintahkan makan dan minum dengan enak, tetapi tidak royal dan berlebihan,
sedangkan dalam surat Al-Isra’ ayat 29 dilarang mengikatkan tangan ke bahu
mereka karena berat dan bakhil mengeluarkan uang untuk membantu orang lain.
2)
Membolehkan memakai
perhiasan dan memakan yang baik-baik
Dalam surat Al-A’raf ayat 31 Allah SWT mengerahkan umat islam sebagai
manusia biasa untuk berhias diri ketika akan mengunjungi masjid. Dalam surat
Al-A’raf ayat 32, ditegaskan siapakah yang berani mengharamkan barang-barang
perhiasan yang susah dijadikan Allah SWT.
3)
Memujikan sifat hemat dan
sederhana
Dalam hadis-hadis nabi, banyak disebutkan sabda yang mengajak umat islam
untuk bersikap ekonomis.
4)
Memandang utama orang
kaya yang berhati syukur daripada orang miskin yang berhati sabar
Ayat-ayat dan hadis-hadis cukup banyak mengungkap tentang hal ini dan
dikenal dikalangan kaum muslimin.[8]
Inilah batas-batas yang harus diinsafi dalam menetapkan hak milik
perseorangan. Tidak ada satu jalan bagi tumbuhnya sifat individualis apalagi
sifat egoistis.
Kesimpulan hak milik ialah:
1. Hak atas harta berarti diperbolehkannya dengan:
a. Tenaganya (langsung sebagai usaha dan tidak langsung sebagai jual beli).
b. Pemberian orang (langsung sebagai sedekah dan lainnya atau tidak langsung
sebagai waris pusaka).
2. Milik atas harta berarti berkuasa untuk:
a. Mempunyai barang-barang itu
b. Mengakui dan mengunakannya
Dengan adanya hak milik, manusia bukan saja berhak mengusahakan, tetapi
juga berkuasa untyk membelanjakan dan menggunakannya (Infak).
Tentang hak dalam lapangan mengusahakan pasti terdapat pada barang konsumsi
sebagaimna diatas.
Terhadap alat-alat produksi, hak perseorangan dibatasi oleh usaha
sosialisasi secara islam. Bukan hanya tanah saja yang dapat disosialisasikan,
tetapi juga alat-alat produksi lain, sedangkan terhadap barang-barang konsumsi
diwajibkan zakat.
Adapun dalam lapangan infak, yaitu dalam memakai dan menggunakan, islam
menetapkan tanggungan tiap-tiap individu. Selain itu, segala pembelanjaan
lainnya harus dikontrol secara benar.
Memang ada hak campur tangan masyarakat terhadap barang-barang yang
diusahakan oleh manusia. Bukan saja masyarakat, ternyata negarapun dapat
mencampurinya, tentang pengusahaannya (kasab), disamping dapat pula melakukan
kontrol terhadap pemakaian barang-barang yang sudah menjadi hak milik tersebut
(infak).
4) Tunduk di Bawah Kesejahteraan Sosial
Menunduk ekonomi di bawah hukum kepentingan masyarakat merupakan suatu
prinsip yang sangat penting di masa kini. Prinsip ini ditegakkan oleh islam
dengan suatu intruksi Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara.[9]
Pengakuan hak milik sebagai pokok pendirian ketiga yang sudah kita
terangkan, haruslah ditundukkan, atau sekurang-kurangnya disesuaikan dengan
prinsip ini, yaitu mementingkan kepentingan masyarakat. Bukan saja sebagai hak
atas kasab, tetapi juga sebagai milik atas infak (mempergunakan hasil-hasil
tersebut). Keduannya haruslah diselaraskan dengan kesejahteraan sosial dan
kemakmuran masyarakat seluruhnya.
Prinsip ini didirikan atas lima pokok berikut:
1. Masyarakat berhak menguasai produksi yang penting, yang termasuk di dalam
kasab.
Qadhi Abu Yusuf menerangkan dalam bukunya al-kharaj tentang
pemasukan uang negara. Ia membaginya menjadi tiga macam sumber keuangan negara,
yaitu:
1) Khumsul ganim
2) Kharaj (pemungut pajak)
3) Shadaqaat (pembayaran zakat dari kaum muslimin)
Dalam bagian ini negara mengambil tiap-tiap zakat, yang berlainan satu
dengan yang lainnya. Selain itu juga ada zkat fitrah yang harus ditunaikan
setiap tahun pada hari raya idul fitri.
Demikianlah pokok-pokok uang yang masuk untuk negara islam. Negara
mempunyai hak untuk menguasai serta memungut hasil dari pekerjaan manusia,
dengan jalan pemungutan pajak atau pembayaran sedekah.[10]
2. Masyarakat berhak mengatur jalannya pemakaian hasil tenaga manusia (dalam
lapangan infak).
Sebagai imbangan terhadap pengusahaannya maka terhadap pemakaiannya,
masyarakat dapat menguasai dan mengaturnya.
Jika usaha pemasukan barang bagi seseorang sudah ditetapkan dasar-dasarnya,
untuk pengeluaran barang diberikan pula batas-batasnya. Islam bukan saja
mementingkan soal kasab sebagai usaha memperbanyak ekonomi, tetapi lebih mementingkan
pula infak untuk mengatur cara mempergunakan baran-barang tersebut dengan
sebaik-baiknya. Dalam menentukan infak, kepentingan masyarakat dan keagamaan
harus diletakkan sebagai tujuan yang pertama.
3. Negara berkuasa untuk mengatur kepentingan masyarakat.
4. Kekuasaan negara atas perekonomian harus ditetapkan oleh permusyawaratan
rakyat
5) Beriman kepada Allah SWT.
Pokok pendirian yang terakhir ialah soal ketuhanan. Mengimankan ketuhanan
dalam ekonomi berarti kemakmuran yang diwujudkan tidak boleh dilepaskan dari
keyakinan ketuhanan.
Untuk menjamin terlaksananya pokok pendirian ini, haruslah dengan memenuhi
pokok-pokok sebagai berikut:
a. Urusan ekonomi janganlah melalaikan kewajiban kepada Allah SWT
b. Mengusahakan ekonomi haruslah menimbulkan cinta kepada Allah SWT
c. Menafkahkan hartanya untuk meninggikan syi’ar agama
d. Mengorbankan harta untuk berjihad di jalan Allah SWT
B. NILAI-NILAI UNIVERSAL EKONOMI ISLAM
Ekonomi islam, memiliki nilai-nilai universal yang menjadi dasar inspirasi
untuk mengembangkan teori ekonomi islam. Rincian dari nilai-nilai universal
tersebut adalah sebagai berikut:[11]
1. Tauhid (keesaan Tuhan)
Tauhid merupakan pondasi ajaran islam.muhammad (2000:19-20) bahwa tauhid
itu yang membentuk 3 asas pokok filsafat ekonomi islam, yaitu:
1. Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah SWT dan berjalan menurut
kehendak-Nya (QS. Al-Maidah:20, QS. Al-Baqoroh:6). Manusia sebagai khalifah-Nya
hanya mempunyai hak khilafat dan tidak absolut, serta harus tunduk
melaksanakan hukum-Nya, sehingga mereka yang menggangap kepimilikan secara tak
terbatas berarti ingkar kepada Allah SWT. Implikasi dari status kepemilikan
menurut islam adalah hak manusia atas barang atau jasa itu terbatas. Hal ini
jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan
oleh kaum proletar pada sistem Marxisme.
2. Allah SWT. Adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk kepada-Nya.
(QS Al-Anam: 142-145, QS. An-Nahl: 10-16, QS. Faathir: 27-29, QS. Az-Zumar: 21).
Dalam islam, kehidupan dunis hsnys dipandang sebagai ujian, yang akan diberikan
ganjaran dengan surga yang abadi. Inilah ganjaran atas usaha-usaha dunia yang
terbatas. Sebagai sesuatu yang sifatnya non moneter, yang tidak dapat dijadikan
dan diukur dengan sesuatu yang pasti,
dan ini sulit dimasukkan kedalam analisis Ekonomi konvensional. Sedangkan
ketidakmerataan karunia nikmat dan kekayaan yang diberikan Allah kepada setiap
makhluk-Nya merupakan kuasa Allah SWT semata. Tujuannya adalah agar mereka yang
diberi kelebihan sadar menegakkan persamaan masyarakat dan bersyukur
kepada-Nya.
3. Iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia
menurut horizon waktu. Seorang muslim yang melakukan aksi ekonomi
tertentu akan mempertimbangkan akibatnya pada hari kemudian. Menurut dalil
ekonomi, hal ini mengandung maksud dalam memilih kegiatan ekonomi dengan
menghitung nilai sekarang dan hal yang akan dicapai di masa yang akan datang.
Hasil kegiatan mendatang ialah semua yang diperoleh. Baik sebelum maupun
sesudah mati atau extended time horizon, (QS. Al-Qiyamah:1-10 QS.
Al-Zalzalah:1-8).
2.
Adl (keadilan)
Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah
adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah SWT di
bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk
kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat dari padanya secara adil
dan baik.[12]
Dalam banyak ayat, Allah SWT
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Implikasi ekonomi dari nilai ini
adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi,
apabila hal itumerugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia
akan terkelompok dalam berbagai golongan yang mendzolimi. Masing-masing
berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya
yang disebabkan kerusakannya (Adi Warman Karim, 2003: 8-9).
3. Nubuwwah (kenabian)
Karena rahman, rahim dan kebijakan Allah SWT manusia tidak dibiarkan
begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan, karena itu diutuslah para nabi
dan rasul untuk menyampaikan petunjuk Allah SWT kepada manusia tentang
bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk
kembali (taubah) ke asal-muasal segala sesuatu, yaitu Allah SWT.
Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani
manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,
muslim juga percaya terhadap rasul-rasul yang patut mendapatkan “penghormatan”
seperti Nuh, Ibrahim< Musa dan Isa yang sama juga dengan Nabi Muhammad.
Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya
dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya adalah:[13]
1. Siddiq (jujur) harus menjadi visi hidup setiap muslim. Dari konsep
mkejujuran ini muncullah konsep turunan, yakni efektivitas (mencapai tujuan
yang tepat dan benar) dan efesiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni
menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kebubadziran).
2. Amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas). Sifat ini akan
membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap
individu muslim. Kumpulan individu dengan kredibilitas dan sifat yang tinggi
akan melahirkan masyarakat yang kuat. Sifat amanah memainkan peranan yang
fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung
jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
3. Fathanah (kecerdasan, kebijaksanaan, intelektualitas) sifat ini dipandang
sebagai strategi hidup setiap muslim, karena untuk mencapai yang benar, kita
harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya. Potensi
paling berharga dan termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah akal (intelektualita).
Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa segala aktivitas
ekonomi harus dilakukan dengan ilmu kecerdikan, dan pengoptimalan semua potensi
akal yang ada untuk mencapai tujuan. Jujur, benar, kredibel, dan bertanggung
jawab saja tidak cukup dalam berekonomi dan berbisnis. Para bpelaku harus
pintar dan cerdik supaya usahanya efektif dan efesien, dan agar tidak menjadi
korban penipuan. Konsenpnya work hard and smart, bukan work hard vs
work smart.
4. Tablligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran). Merupakan taktik hidup
muslim, karena setiap orang mengemban tanggung jawab dakwah. Sifat tabligh ini
menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi, pemasaran, penjualan, periklanan,
dan pembentukan opini massa.
4. Khilafah (pemerintahan)
Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam islam (siapa
memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi
antar kelompok- termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan
dapat dihilangkan, atau dikurangi.
Dalam islam pemerintah memainkan peranan yang kecil, namun sangat penting
dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar
berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua itu dalam kerangka mencapai maqassid
al-syariah (tujuan-tujuan ekonomi) yang menurut imam Al-Ghazali adalah
untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai untuk melindugi
keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.
5. Ma’ad (Hasil)
Allah SWT menandakan bahwa manusia itu diciptakan di dunia itu untuk
berjauang. Dunia adalah ladang akhirat, artinya dunia adalah wahana bagi
manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal sholeh). Pejuangan ini akan
mendapatkan ganjaran, baik didunia ataupun di akhirat. Kebaikan akan dibalas
kebaikan, kejahatan akan dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu ma’ad
diartikan sebagai imbalan.[14]
Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya,
diformulasikan oleh imam Ghazali, yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku
bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu
konsep profit mendapatkan legitimasi dalam islam (adiwarman karim, 2003:11-12).
DAFTAR PUSTAKA
·
Zakiy al-kaaf, Abdullah. 2002. Ekonomi
dalam prespektif islam. Bandung:CV PUSTAKA SETIA.
·
Edwin Nasution, Mustafa. 2006. Pengenalan
eksklusif ekonomi islam. Jakarta: Kencana.
·
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi islam. Yogyakarta:
graha ilmu.
·
Soedarsono, Heri. 2004. Konsep ekonomi
islam. Yogyakarta:Ekonisia
·
Aabidin Ahmad, Zainal. 1979. Dasar-dasar
ekonomi islam. Jakarta: Bulan Bintang
·
Ahmad Abdul Karim Fatih. 1999. Sistem prinsip dan tujuan ekonomi islam. Bandung: Pustaka Setia.
·
Ahkolis, Hayudin.
1998. Epistimologi islam dalam
study islam dalam percakapan epistimologis. Yogyakarta: Siprees
·
Adiwarman, karim.
2001. Ekonomi islam satu kajian
kontemporer. Jakarta: Gema
Insani Prees
·
Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai ilmu
epistimologi metodologi dan etika. Jogja:Piara Wacana.
·
Mohammad dan Alimin, 2004. Etika
perlindungan konsumen dan ekonomi islam. Jogjakarta:BPFE
[2] Zakiy al-kaaf, Abduallah.
Ekonomi dalam prespektif islam. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA 2002) hlm.79
[5] Zakiy al-kaaf, Abduallah.
Ekonomi dalam prespektif islam. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA 2002) hlm.87
[6] Zakiy al-kaaf, Abduallah.
Ekonomi dalam prespektif islam. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA 2002) hlm.88
[8] Adiwarman,
karim. Ekonomi islam satu kajian kontemporer. (Jakarta: Gema Insani Prees . 2001)
hlm.72
[9] Ahkolis,
Hayudin. Epistimologi islam dalam study islam dalam percakapan epistimologis. (Yogyakarta: Siprees .
1998.) hlm.98
[10] Ahmad Abdul Karim Fatih. Sistem
prinsip dan tujuan ekonomi islam. (Bandung:Pustaka setia 1999) hlm.80
No comments:
Post a Comment