Tuesday, December 11, 2018

Prinsip dan Nilai-Nilai Universal Ekonomi Islam




A.    PRINSIP- PRINSIP EKONOMI ISLAM
“siapa yang berusaha mencari penghidupan untuk memelihara dirinya dari meminta-minta, dia sudah berusaha berjuang dijalan Allah kalau dia berusaha untuk mencari belanja bagi ibu bapaknya yang sudah tua atau anak cucu dan familinya yang tidak kuat, dia berjuang di jalan Allah juga. Akan tetapi, kalau dia berusaha hanya untuk menumpuk-numpuk kekayaan dan memegahkan dirinya, dia bekerja di jalan setan.” (al-hadis)
Thomas Khun menyatakan bahwa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti paradigma ekonomi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).
Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.Sedangkan menurut Chapra, disebut sebagai ekonomi Tauhid. Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera,dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan. Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.[1]
Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting. Dalam ekomoni Islam sumber daya insanilah yang terpenting.
1.      Prinsip-prinsip Pokok
1)      Faktor-faktor Produksi
Menurut para ahli ekonomi, faktor produksi terdiri atas empat macam, yaitu:[2]
1.      Tenaga alam: tanah, air, cahaya, dan udara.
2.      Tenaga modal: uang dan barang/benda.
3.      Tenaga manusia: pikiran dan jasmani.
4.      Tenaga organisasi kecakapan mengatur.
Bagi seorang matrealis, pokok segala persoalan hanyalah materi, benda yang terletak dihadapan mata dan merupakan tenaga modal, maupun benda yang berupa tenaga manusia dan tenaga organisasi. Tidak tampak oleh mereka bahwa dibalik materi itu, yaitu tenaga alam dan tenaga modal, ada suatu kuasa gaib yang maha kuasa yang sewaktu-waktu dapat menahan atau mencurahkannya.
Akan tetapi bagi seseorang yang bertuhan, dia menampakkan dengan ketajaman keyakinannya, bahwa di balik semua tenaga itu, walau pada lahirnya berupa materi, ada kekuatan ghoib yang maha kuasa. Jika manusia dapat membanggakan diri berkuasa atas dua faktor yang akhir, yaitu tenaga manusia dan organisasi, manusia harus mengakui lemah bila berhadapan dengan kuasa gaib itu dalam dua faktor yang pertama yaitu tenaga alam dan tenaga modal. Kalaupun manusia dapat mengatakan bahwa tenaga modal adalah hasil pekerjaan mereka juga, tenaga alam tidak dapat didiskusikan sepenuhnya oleh manusia.
Dia tidak dapat mengadakan sendiri tanah yang menjadi sumber dari segala produksi. Begitu juga tidak dapat membuat air, cahaya, telebih pula udara.  Semuanya adalah syarat mutlak bagi produksi, menjadi tiang sendi bagi ekonomi.
2)      Tiang-tiang Pembentukan Ekonomi
Berdasarkan pandangan, falsafah hidup, dan dasar hidup sebagaimana yang sudah kita uraikan, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut. [3]
Bagaimana pun bentuk dan cara ekonomi yang dijalankan berpusat pada dua hal, yaitu:
1.      Kasab yaitu mengusahakan, menghasilkan, dan memperoleh barang-barang.
2.      infak yaitu mempergunakan, memakai, dan menghabiskan barang-barang itu untuk keperluan, baik untuk pribadi, masyarakat, atau negara.
Dalam sebuah hadist nabi diceritakan bahwa dihadapan mahkamah tuhan pada hari kiamat, tiap-tiap manusia menjadi pesakitan. Mereka tidak boleh meninggalkan tempat pemeriksaan yang terbuka dan terletak dibawah panasnya sinar matahari yang membakar, sebelum mereka dapat menjawab pertanyaan mengenai harta benda, yang diperiksa dengan sesksama dalam dua masalah:
1.      dari mana diperolehnya
2.      kemana dipergunakannya.
Oleh sebab itu, untuk menjadi seorang mukmin yang saleh, tidak cukup dengan mengusahakan harta dari jalan yang halal, tetapi memenuhi syarat mutlak mempergunakan harta itu pada jalan yang diridhai Allah SWT.
Itulah sebabnya dalam islam, disamping ajaran islam dan iman, adalagi ajaran yang ketiga yakni ihsan.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa pokok-pokok ekonomi menurut islam terdiri atas 5 macam:
a.      kewajiban berusaha
Tidak ada suatu agamapun yang mewajibkan bekerja sbagaimana halnya islam mewajibkan kepada semua pengikutnya. Islam tidak mengizinkan kaumnya menjauhkan diri dari pencaharian penghidupan dan hidup hanya dari pemberian orang. Tidak ada dalam masyarakat islam, orang-orang yang sifatnya non produktif (tidak menghasilkan) dan hidup secara parasit yang menyandarkan nasibnya pada orang lain.
Ada ajaran juhud dalam islam, yang diartikan salah oleh kaum tasawuf gadungan, yaitu jijik pada dunia dan segala harta bendanya, dan mengatakan bahwa dunia adalah bangkai dan barang siapa yang menyukai seperti anjing yang memakan bangkai. Interpretasi ini menyesatkan kaum muslimin selama berabad-abad lamanya di zaman kolonial, dan memberi senjata yang setajam-tajamnya ditangan kaum imperealis untuk menidurkan umat islam dan mengorek kekayaan tanah air kita untuk diangkut ke negri eropa.
Padahal ajara zuhud berarti menyucikan diri dari nafsu harta dan kebendaan, tanpa mengurangi aktivitas dalam perjuangan mencari penghidupan. Berjuang untuk hidup haruslah tertanam dalam jiwa tiap-tiap muslimin, seperti juga beramal untuk akhirat.
Islam menambah lagi satu kewajiban bari diatas segala kewajiban lain yang menjadi tanggungan warga negara. Disamping kewajiban belajar, kewajiban memanggul senjata, kewajiban memilih, ada lagi kewajiban bekerja.
Ada 4 pokok untuk kewajiban beramal:[4]
1.      Bahaya hidup tidak bekerja
Dalam suatu hadist Nabi SAW bersabda yang artinya “pemalas mengasarkan hati”. Dalam hadist lain, Nabi menyatakan 3 macam bahaya yang timbul dari hidup menganggur, “ bahaya yang paling aku takuti atas nama umatku, ialah perut besar, banyak tidur, dan malas bekerja”.
2.      Mencegah hidup meminta-minta
Nabi SAW menggambarkan nasib orang yang hidupnya meminta-minta di hadapan mahkamah Allah SWT. Pada hari kiamat:
“tidak berhentinya orang orang yang hidup meminta-minta sampai hari kiamat nanti dia tegak berdiri di bawah teriknya matahari, sedang pada mukanya tidak ada sepotong daging pun (karena hebatnya penderitaan).
Hanya ada pada 3 keadaan saja orang boleh meminta-minta menurut hukum islam, asal dilakukan dengan cara sopan dan terhormat. Menurut riwayat muslim dari Qubishah bin Mathariqal Hilaly, Nabi pernah mengatakan, “sesungguhnya meminta tolong dibolehkan pada tiga keadaan saja:
1)      Seoarang yang banyak tanggungan yang mata pencahariannya tidak dapat menutup ongkos sehari-hari, dibolehkan meminta tolong sehingga dia dapat mmenuhi kewajibannya.
2)      Seorang yang ditimpa bencana sehingga hartanya habis, dibolehkan meminta tolong sampai dia mendapat mata pencaharian yang tetap.
3)      Seorang yang ditimpa kemelaratan, dia boleh meminta-minta kalau dapat membawa tiga orang saksi bahwa sesungguhnya dia benar-benar melarat. Dia boleh meminta tolong sampai mendapat mata pencaharian.
3.      Pengertian miskin bukanlah menganggur atau meminta-minta
Dalam islam memang diakui adanya orang-orang miskin, yaitu mereka yang hidupnya susah, tidak mencukupi, dan umat islam diperintahkan untuk membantunya, tetapi bukanlah berarti membenarkan adanya orang yang hidup menganggur dan meminta-minta. Orang yang msikin ialah orang yang berjuang mencari penghidupan, tetapi pendapatanya tidak mencukupi kebutuhannya. Allah SWT menentukan bagian dari zakat baginya untuk menolong meringankan bebannya.
4.      Mencegah Sifat Putus Asa
Bagimanpun pahitnya perjuangan hidup, tidaklah dibenarkan patah hati dan berputus asa, dari berusaha. Allah AWT berfirman “ dan jangan lah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf:87).
Ada peristiwa pada zaman nabi yang baik sekali menjadi pedoman dalam soal yang kita bicarakan. Nabi sudah memberi pengajaran yang baik sekali kepada sahabatnya, yang baik diperhatikan oleh seluruh kaum miskin untuk menjaga kehormatan harga dirinya.
Sahabat yang dimaksud bernama hakim bin hizam. Sebelum memeluk agama islam, dia terkenal dermawan, ia pernah memerdekakan 100 orang budak, dan menyerahkan 100 ekor untanya untuk keperluan umum. Ia juga memerdekakan 100 orang budak dan menyerahkan 100 ekor untanya untuk keperluan orang muslimin. Dia datang kepada Nabi Muhammad SAW. “Apakah segala derma dan kebaikan yang aku lakukan pada zaman jahiliyah dahulu, dari pemberian sedekah, memerdekakan budak, dan amal kebajikan silaturrahmi, menjadi amal kebaikan yang diberi oleh Allah SWT pahalanya kepadaku?” Nabi menjawab “ engkau memeluk islam dengan diakui segala kebaikan yang sudah engaku perbuat”.
Datanglah saat yang celaka bagi hakim orang kaya yang berhati dermawan itu. Segala harta bendanya habis. Dia menjadi miskin, tidak mempunyai apapun walaupun sesuap makanan pun. Lalu dia pun datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk meminta sesuatu dan Nabi Muhammad SAW memberi barang yang dimintainya. Dia datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk kedua kalinya dan meminta sesuatu kepada beliau, ia pun diberi lagi oleh Nabi. Untuk ketiga kalinya ia datang lagi meminta kepad nabi dan ia tetap diberi, tetapi disertai dengan naihat yang sangat berharga.[5]
“hai hakim, sesungguhnya harta dunia seperti tumbuh-tumbuhan yang hijau dan yang sangat ,manis. Siap yang mendapatkannya dengan hati yang terhormat, ia akan diberi berkah baginya, tetapi siapa yang mendapatkan dengan hati yang sombong, tidaklah ada berkah baginya. Nasibnya seperti orang makan yang tidak mau kenyang. Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah.”
Hakim berkata, “Ya Rasulallah, atas nama Allah SWT yang mengutus dengan kebenaran, aku berjanji tidak akan menganggu seorang manusia mana pun karena aku meminta-minta kepadanya sampai aku meninggal dari dunia yang fana ini.”
Janji itu dipenuhinya. Khalifah Abu Bakar pernah memanggil Hakim untuk memberinnya sesuatu, tetapi hakim tidak mau menerima pemberian yang tidak diperoleh dengan peluhnya itu. Begitu juga pada zaman Umar bin Khatthab II ini bermaksud untuk memberi sesuatu kepadanya. Hakim tetap menolaknya. Kemudian Khalifah Umar berkata, “saya bersaksi kepada Tuan-tuan sekalian, hai kaum muslimin yang hadir. Saya berikan kepda Hakim hak yang mesti diambilnya dari harta rampasan peperangan.” Akan tetapi, Hakim tetap enggan menerimanya.
Begitulah Hakim mempertahankan harga dirinya. Walaupun negara hendak membantu penghiupnya (seperti sokongan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah bin Khattab sebagai kepala negara) begitu juga teman sejawatnya yang hendak menolongnya, tetapi sampai akhir hayatnya Hakim tetap tidak mau menerima bantuan orang karena berpegangan teguh pada nasihat Nabi Muhammad SAW.
Itulah contoh baik yang telah ditinggalkan para sahabat nabi tentang self respect dari kaum miskin yang insaf dan sadar.
b.      membasmi pengangguran
kewajiban setiap individu adalah bersaha dan bekerja, sedangkan negara diwajibkan menjalankan usaha membasmi pengangguran. Tidak boleh ada pengangguran. Negara komunis rusia yang antimaterialistis mencantumkan dalam undang-undang dasarnya pasar 12 akan somboyan.[6]
siapa yang tidak bekerja dia tidak makan”
Jika ideologi kebendaan mendasarkan kewajiban bekerja pada masalah makan, Islam dalam kitab sucinya Al-Quran mendasrkannya pada cita-cita ketuhanan yang lebih luhur dan tinggi.
Termaktub dalam surat An-Najm ayat 39:
dan bahwasanya seorang menusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Dalam surat Al-Muddatsir, ayat 38 disebutkan:
Tiap-tiapdiri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Dalam keduan ayat itu, bukan hanya kewajiban bekerja yang dicantumkan, tetapi juga jaminan atas segala usaha itu. Oleh sebab itu janganlah seorang muslim duduk berpangku tangan dengan hanya berdoa kepada Allah SWT. Tanpa dibarengi usaha mencari rezeki karena langit tidak akan pernah menghujankan emas dan perak.
Adapun tugas-tugas pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya adalah berikut:[7]
1.      Menghindarkan ancaman kelaparan
Kewajiban yang sekecil-kecilnya atas negara Islam ialah berusaha untuk menghilangkan kelaparan. Segala usaha harus ditujukan ke arah sana. Sehingga berlakulah larangan Allah SWT dalam surat Al-isra ayat 31:
“ Dan janganlah kamu membnuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu, sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.
2.      Menjamin Pekerjaan
Dalam tingkatannya yang kedua, politik ekonomi Islam harus menjamin adanya pekerjaan tiap-tiap orang. Dalam surat At-taubah ayat 60, ditegaskan mengenai pembagian harta zakat untuk menjamin kehidupan delapan golongan, diantaranya fakir miskin. Hal yang terpenting di sini apakah jaminan itu merupakan harta sehingga pada umumnya sifatnya insidentil (bantuan sementara), ataukah merupakan pekerjaan sehingga sifatnya sungguh-sungguh permanen (bantuan tetap).
Dengan alasan ini, kami berpendirian bahwa harta zakat boleh diwujudkan melalui perusahaan-perusahaan yang dapat memberi pekerjaan kepada fakir miskin. Negara berhak menetapkan Amil, mempunyai hak yang penuh untuk hal ini walaupun caranya berbeda dengan zaman ahulu sehingga zakat lebih nyata hasilnya.
Memberi zakat kepada delapan golongan dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan golongan-golongan yang lemah dalam masyarakat. Dan jaminan dengan pekerjaan lebih efisien dan permanen pada keuangan dan harta benda.
3.      Memberantas Kefakiran
Jika kemiskinan ditujukan bagi mereka yang berjuang untuk hidup, tetapi hasil pencahariannya tidak mencukupi kehidupannya, maka kefakiran berarti bahwa perjuangannya tidak memberikan satu pintu dari dua bahaya, yaitu putus asa atau pengangguran.
Negara harus berjuang memberantas kefakiran ini. Sesua sabda Nabi Muhammad:
“Hampirlah kefakiran membawa pada kekafiran”.
4.      Mengadakan Organisasi-Organisasi Sosial 
Selain orang-orang yang masih sanggup bekerja, dan memerlukan jaminan pekerjaan sebagaimana kita terangkan di atas, ada juga orang-orang yang tidak ada lagi tenaganya yang memerlukan jaminan harta.
Dalam surat At-taubah ayat 9, disebutkan bahwa memang ada orang-orang yang lemah, orang-orang sakit, dan orang-orang cacat (cidera anggotanya) yang tidak ada kemampuan lagi untuk mencari. Dalam ayat lain disebutkan pula anak-anak yatim dan orang-orang fasikh (bodoh), perempuan-perempuan janda yang hidup terlantar. Semua itu memerlukan jaminan hidup yang sewajarnya.
Negar islam haruslah mendirikan organisasi-organisasi sosial yang dapat menjamin kehidupan mereka yang malang tersebut.
c.       Menjadikan rakyat suka memberi
Jika keempat politik ekonomi di atas ditujukan untuk mengurangi bahaya kekurangan, bagian ini, ditujukan untuk menambah kemakmuran yang sudah ada. Rakyat harus dikerahkan mencari untuk rezeki dan berusaha mati-matian, sehingga bukan saja dia membelanjakan untuk diri dan kelurganya, tetapi juga sanggup mempunyai tangan di atas yang suka memberi. Bukan saja menunaikan kewajiban, yaitu kasab (bekerja), tetapi juga sangup mengerjakan infak dari hasil pekerjaanya. Nabi bersabda:
tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, maka tangan yang di atas adalah yang memberi, seangkan tangan yang di bawah adalah yang meminta”.
3)      Mengakui Adanya Hak Milik
Pemgakuan hak milik perseorangan berdasarkan pada tenaga dan pekerjaan, baik dari hasil ataupun yang diterimanya, sebagai harta warisan. Selain keduannya, tidak karena perhubungan yang zakelijk (jual beli dan lainnya), maupun karena pemberian (sedekah, hibah, dan sebagainya).
Prof. A. Wahab Khallaf menegaskan dalam bukunya As-Siyasa Asy-Syar’iyah, bahwa dasar dari pemindahan hak milik dari seseorang kepada yang lainnya ialah karena dasar suka dan rida.
Dian mengajukan tiga ketentuan dalam islam pengangkutan hak milik, yaitu:
1.      larangan untuk memiliki barang-barang orang lain dengan jalan yang tidak sahh
2.      menghukum orang-orang yang mencuri, merampas, dan mengambil barang-barang yang bukan miliknya, baik perbuatan itu dilakukan secara main-main apalagi kalau benar-benar mengambilnya.
3.      Larangan menipu dalam jual beli dan memperbolehkan khiyar (berfikir, menawar untuk meneruskan, atau membatalkan jual beli) dalam masa 3 hari.
Inilah alasan-alasan yang cukup kuat tentang hak milik. Memang sukar dipahami pendirian kaum komunis yang hendak menghapuskan adanya hak milik. Dengan bersemboyang “membela kaum proletar yang sengsara”, merekan merenggut segala hak milik sebagai suatu hak luhur dari tangan manusia. Bukan saja menghapuskan privat eigendom atas alat-alat produksi, tetapi juga atas barang-barang konsumsi yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Perbuatan ini bertentangan dengan hukum alamiah yang sudah menjdi darah daging manusia.
Kesepuluh program yang diajukan oleh Karl Marx dalam Komunis Festo (1884), bukan saja mengahapus hak milik atas tanah dan menyita harta orang-orang yang dianggap lawan ideologinya, tetapi juga menghapuskan segala hak waris. Pelanggaran atas hak alamiah ini tidak dapat dipraktikan. Undang-Undang Dasar yang pertama (1924) dari negara komunis Rusia dalam pasal 10 terpaksa mengakui adanya hak milik manusia. Kemudian pada tahun 1936, pasal 10 diubah menjadi hak milik seseorang dan hak waris diakui serta dilindungi oleh Undang-Undang, sebagaimana yang sudah diterangkan dalam bab sebelumnya.
Bagimanapun juga, hak milik yang sudah menjadi alamiah manusia, tidak dapat dibatalakan. Sampai di mana batasnya hak milik tersebut, dapatlah ipahami dari empat belas batas yang ditetapkan oleh agama islam, yaitu sebagai berikut:
1.      Ketentuan hak pribadi atas barang-barang
a.      Melarang pengambilan harta milik orang lain, kecuali denga jalan yang sah.
Dalam surat Al-baqarah ayat 88:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda yang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
Dalam Surat An-Nisa ayat 29:
Hai orang-orang yang beriaman, jaganlah kamu saling memakan harta sesama dengn jalan yang bathil, kecuali dengan jalan pernigaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu”.
b.      Mengharamkan riba dan perjudian
Dalam surat Al-baqarah ayat 275 dan 276, serta surat Ali Imran ayat 130, Allah menetapkan haramnya riba. Dalam surat Al-Baqarah ayat 219, ditetapkan tentang haramnya perjudian.
c.       Melindungi harta anak-anak yatim dan orang-orang safih (orang-orang yang tidak dapat menjaga hartanya)
Dalam surat Al-isra’ ayat 34 dan An-nisa ayat 9, Allah melarang memakan harta anak yatim yang berada di dalam penjagaannya, dengan jalan yang tidak sah. Begitu juga dalam surat An-nisa’ ayat 5 ditetapkan perlindungan atas harta orang-orang safih (bodoh).
2.      Usaha sosialisasi secara islam
a.      Membagi dua hak tanah
Ketika permulaan tahun Hijriah, nabi mempersatukan antara kaum the have dan the have not,  yaitu antara kaum Anshar yang mempunyai harta di medinah denga kaum muhajirin yang mempunyai harta di mekkah, yaitu sebelum berdirinya negara Islam.
Sistem muakhah (persudaraan) yang dilakukan oleh Nabi bukan saja dilakukan dalam lapangan sosial, tetapi juga dalam lapangan perekonomian. Semangat sosial yang berdasarkan ketuhanan tumbuh dengan subur semenjak munculnya agama Islam. Semangat itu dipraktikkan dalam hak tanah sebgai satu-satunya alat reproduksi di madinah pada waktu itu.
b.      Mengambil sebagian harta dengan Undang-Undang sesudah berdirinya negara islam, dengan memerintahkan wajib zakat
Jika terhadap tanah dapat disosialisasiakan, terhadap baang-barang konsumsi pun dilakukan pemungutan zakat (zakat fitrah, zakat kekayaan zakat perdagangan, zakat hewan ternak, dan seterusnya).
c.       Mencegah peredaran harta di kalngan orang-orang kaya saja
Dalam surat Al-hasy ayat 7, Allah mengumumkan bahwa janganlah diberi kesempatan harta benda hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Tatanan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehinga seluruh umat manusia dapat mempunyai hak milik.
d.      Mewajibkan nafkah (belanja) untuk anak istri, dan seluruh  keluragnya
Dalam surat An-Nisa ayat 34, ditetapkan tentang kewajiban laki-laki mencari nafkah untuk membelanjai rumah tangganya. Namun hal ini tidak mengurangi hak wanita untuk ikut berusaha mencari penghidupan.
e.       Mengerahkan jaminan orang-orang yang terlantar
Dalam surat Al-Isra ayat 26, diperintahkan untuk menyongkong karib kerabat, orang-orang miskin, dan orang-orang yang terlantar dalam perjalanan. Dalam zaman modern ini, lebih praktis kalu jaminan tersebut diserahkan pada organisasi-organisasi sosial yang mengurus soal tersebut.
f.        Membayarkan harta untuk menebus kaffarah (segala kesalahan yang menurut hukum agama harus ditebus dengan harta)
Dalam hal ini, termasuk kesalahan sumpah, zihar, mencampuri istri di waktu puasa Ramadhan, dan lainnya. Harta itu harus dibayarkan untuk fakir miskin atau membela nasib budak (buruh).
g.      Memberikan sedekah
Tidak terhitung banyaknya ayat Al-Quran dan hadis-hadis yang menganjurkan kita untuk berhati murah dan bertangan ringan mengeluarkan sedekah dan pemberian.
3.      Kontrol atas sifat yang baik dan buruk
1)      Mencela sifat yang royal dan bakhil
Tidak boleh royal untuk kepentingannya sendiri, sebagaimana dilarang bakhil untuk membela kepentingan orang lain. Dalam surat Al-A’rof ayat 31, diperintahkan makan dan minum dengan enak, tetapi tidak royal dan berlebihan, sedangkan dalam surat Al-Isra’ ayat 29 dilarang mengikatkan tangan ke bahu mereka karena berat dan bakhil mengeluarkan uang untuk membantu orang lain.
2)      Membolehkan memakai perhiasan dan memakan yang baik-baik
Dalam surat Al-A’raf ayat 31 Allah SWT mengerahkan umat islam sebagai manusia biasa untuk berhias diri ketika akan mengunjungi masjid. Dalam surat Al-A’raf ayat 32, ditegaskan siapakah yang berani mengharamkan barang-barang perhiasan yang susah dijadikan Allah SWT.
3)      Memujikan sifat hemat dan sederhana
Dalam hadis-hadis nabi, banyak disebutkan sabda yang mengajak umat islam untuk bersikap ekonomis.
4)      Memandang utama orang kaya yang berhati syukur daripada orang miskin yang berhati sabar
Ayat-ayat dan hadis-hadis cukup banyak mengungkap tentang hal ini dan dikenal dikalangan kaum muslimin.[8]
Inilah batas-batas yang harus diinsafi dalam menetapkan hak milik perseorangan. Tidak ada satu jalan bagi tumbuhnya sifat individualis apalagi sifat egoistis.
Kesimpulan hak milik ialah:
1.      Hak atas harta berarti diperbolehkannya dengan:
a.       Tenaganya (langsung sebagai usaha dan tidak langsung sebagai jual beli).
b.      Pemberian orang (langsung sebagai sedekah dan lainnya atau tidak langsung sebagai waris pusaka).
2.      Milik atas harta berarti berkuasa untuk:
a.       Mempunyai barang-barang itu
b.      Mengakui dan mengunakannya
Dengan adanya hak milik, manusia bukan saja berhak mengusahakan, tetapi juga berkuasa untyk membelanjakan dan menggunakannya (Infak).
Tentang hak dalam lapangan mengusahakan pasti terdapat pada barang konsumsi sebagaimna diatas.
Terhadap alat-alat produksi, hak perseorangan dibatasi oleh usaha sosialisasi secara islam. Bukan hanya tanah saja yang dapat disosialisasikan, tetapi juga alat-alat produksi lain, sedangkan terhadap barang-barang konsumsi diwajibkan zakat.
Adapun dalam lapangan infak, yaitu dalam memakai dan menggunakan, islam menetapkan tanggungan tiap-tiap individu. Selain itu, segala pembelanjaan lainnya harus dikontrol secara benar.
Memang ada hak campur tangan masyarakat terhadap barang-barang yang diusahakan oleh manusia. Bukan saja masyarakat, ternyata negarapun dapat mencampurinya, tentang pengusahaannya (kasab), disamping dapat pula melakukan kontrol terhadap pemakaian barang-barang yang sudah menjadi hak milik tersebut (infak).
4)      Tunduk di Bawah Kesejahteraan Sosial
Menunduk ekonomi di bawah hukum kepentingan masyarakat merupakan suatu prinsip yang sangat penting di masa kini. Prinsip ini ditegakkan oleh islam dengan suatu intruksi Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara.[9]
Pengakuan hak milik sebagai pokok pendirian ketiga yang sudah kita terangkan, haruslah ditundukkan, atau sekurang-kurangnya disesuaikan dengan prinsip ini, yaitu mementingkan kepentingan masyarakat. Bukan saja sebagai hak atas kasab, tetapi juga sebagai milik atas infak (mempergunakan hasil-hasil tersebut). Keduannya haruslah diselaraskan dengan kesejahteraan sosial dan kemakmuran masyarakat seluruhnya.
Prinsip ini didirikan atas lima pokok berikut:
1.      Masyarakat berhak menguasai produksi yang penting, yang termasuk di dalam kasab.
Qadhi Abu Yusuf menerangkan dalam bukunya al-kharaj tentang pemasukan uang negara. Ia membaginya menjadi tiga macam sumber keuangan negara, yaitu:
1)      Khumsul ganim
2)      Kharaj (pemungut pajak)
3)      Shadaqaat (pembayaran zakat dari kaum muslimin)
Dalam bagian ini negara mengambil tiap-tiap zakat, yang berlainan satu dengan yang lainnya. Selain itu juga ada zkat fitrah yang harus ditunaikan setiap tahun pada hari raya idul fitri.
Demikianlah pokok-pokok uang yang masuk untuk negara islam. Negara mempunyai hak untuk menguasai serta memungut hasil dari pekerjaan manusia, dengan jalan pemungutan pajak atau pembayaran sedekah.[10]
2.      Masyarakat berhak mengatur jalannya pemakaian hasil tenaga manusia (dalam lapangan infak).
Sebagai imbangan terhadap pengusahaannya maka terhadap pemakaiannya, masyarakat dapat menguasai dan mengaturnya.
Jika usaha pemasukan barang bagi seseorang sudah ditetapkan dasar-dasarnya, untuk pengeluaran barang diberikan pula batas-batasnya. Islam bukan saja mementingkan soal kasab sebagai usaha memperbanyak ekonomi, tetapi lebih mementingkan pula infak untuk mengatur cara mempergunakan baran-barang tersebut dengan sebaik-baiknya. Dalam menentukan infak, kepentingan masyarakat dan keagamaan harus diletakkan sebagai tujuan yang pertama.
3.      Negara berkuasa untuk mengatur kepentingan masyarakat.
4.      Kekuasaan negara atas perekonomian harus ditetapkan oleh permusyawaratan rakyat
5)      Beriman kepada Allah SWT.
Pokok pendirian yang terakhir ialah soal ketuhanan. Mengimankan ketuhanan dalam ekonomi berarti kemakmuran yang diwujudkan tidak boleh dilepaskan dari keyakinan ketuhanan.
Untuk menjamin terlaksananya pokok pendirian ini, haruslah dengan memenuhi pokok-pokok sebagai berikut:
a.       Urusan ekonomi janganlah melalaikan kewajiban kepada Allah SWT
b.      Mengusahakan ekonomi haruslah menimbulkan cinta kepada Allah SWT
c.       Menafkahkan hartanya untuk meninggikan syi’ar agama
d.      Mengorbankan harta untuk berjihad di jalan Allah SWT

B.     NILAI-NILAI UNIVERSAL EKONOMI ISLAM
Ekonomi islam, memiliki nilai-nilai universal yang menjadi dasar inspirasi untuk mengembangkan teori ekonomi islam. Rincian dari nilai-nilai universal tersebut adalah sebagai berikut:[11]
1.      Tauhid (keesaan Tuhan)
Tauhid merupakan pondasi ajaran islam.muhammad (2000:19-20) bahwa tauhid itu yang membentuk 3 asas pokok filsafat ekonomi islam, yaitu:
1.      Dunia dengan segala isinya adalah milik Allah SWT dan berjalan menurut kehendak-Nya (QS. Al-Maidah:20, QS. Al-Baqoroh:6). Manusia sebagai khalifah-Nya hanya mempunyai hak khilafat dan tidak absolut, serta harus tunduk melaksanakan hukum-Nya, sehingga mereka yang menggangap kepimilikan secara tak terbatas berarti ingkar kepada Allah SWT. Implikasi dari status kepemilikan menurut islam adalah hak manusia atas barang atau jasa itu terbatas. Hal ini jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan oleh kaum proletar pada sistem Marxisme.
2.      Allah SWT. Adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk tunduk kepada-Nya. (QS Al-Anam: 142-145, QS. An-Nahl: 10-16, QS. Faathir: 27-29, QS. Az-Zumar: 21). Dalam islam, kehidupan dunis hsnys dipandang sebagai ujian, yang akan diberikan ganjaran dengan surga yang abadi. Inilah ganjaran atas usaha-usaha dunia yang terbatas. Sebagai sesuatu yang sifatnya non moneter, yang tidak dapat dijadikan dan diukur dengan sesuatu  yang pasti, dan ini sulit dimasukkan kedalam analisis Ekonomi konvensional. Sedangkan ketidakmerataan karunia nikmat dan kekayaan yang diberikan Allah kepada setiap makhluk-Nya merupakan kuasa Allah SWT semata. Tujuannya adalah agar mereka yang diberi kelebihan sadar menegakkan persamaan masyarakat dan bersyukur kepada-Nya.
3.      Iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku ekonomi manusia menurut horizon waktu. Seorang muslim yang melakukan aksi ekonomi tertentu akan mempertimbangkan akibatnya pada hari kemudian. Menurut dalil ekonomi, hal ini mengandung maksud dalam memilih kegiatan ekonomi dengan menghitung nilai sekarang dan hal yang akan dicapai di masa yang akan datang. Hasil kegiatan mendatang ialah semua yang diperoleh. Baik sebelum maupun sesudah mati atau extended time horizon, (QS. Al-Qiyamah:1-10 QS. Al-Zalzalah:1-8).
2.      Adl (keadilan)
Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus memelihara hukum Allah SWT di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat dari padanya secara adil dan baik.[12]
Dalam banyak  ayat, Allah SWT memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi, apabila hal itumerugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok dalam berbagai golongan yang mendzolimi. Masing-masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya yang disebabkan kerusakannya (Adi Warman Karim, 2003: 8-9).
3.      Nubuwwah (kenabian)
Karena rahman, rahim dan kebijakan Allah SWT manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan, karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk Allah SWT kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal-muasal segala sesuatu, yaitu Allah SWT.
Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, muslim juga percaya terhadap rasul-rasul yang patut mendapatkan “penghormatan” seperti Nuh, Ibrahim< Musa dan Isa yang sama juga dengan Nabi Muhammad. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya adalah:[13]
1.      Siddiq (jujur) harus menjadi visi hidup setiap muslim. Dari konsep mkejujuran ini muncullah konsep turunan, yakni efektivitas (mencapai tujuan yang tepat dan benar) dan efesiensi (melakukan kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang tidak menyebabkan kebubadziran).
2.      Amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas). Sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu muslim. Kumpulan individu dengan kredibilitas dan sifat yang tinggi akan melahirkan masyarakat yang kuat. Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
3.      Fathanah (kecerdasan, kebijaksanaan, intelektualitas) sifat ini dipandang sebagai strategi hidup setiap muslim, karena untuk mencapai yang benar, kita harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya. Potensi paling berharga dan termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah akal (intelektualita). Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa segala aktivitas ekonomi harus dilakukan dengan ilmu kecerdikan, dan pengoptimalan semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan. Jujur, benar, kredibel, dan bertanggung jawab saja tidak cukup dalam berekonomi dan berbisnis. Para bpelaku harus pintar dan cerdik supaya usahanya efektif dan efesien, dan agar tidak menjadi korban penipuan. Konsenpnya work hard and smart, bukan work hard vs work smart.
4.      Tablligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran). Merupakan taktik hidup muslim, karena setiap orang mengemban tanggung jawab dakwah. Sifat tabligh ini menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi, pemasaran, penjualan, periklanan, dan pembentukan opini massa.


4.      Khilafah (pemerintahan)
Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi antar kelompok- termasuk dalam bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi.
Dalam islam pemerintah memainkan peranan yang kecil, namun sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua itu dalam kerangka mencapai maqassid al-syariah (tujuan-tujuan ekonomi) yang menurut imam Al-Ghazali adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai untuk melindugi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.
5.      Ma’ad (Hasil)
Allah SWT menandakan bahwa manusia itu diciptakan di dunia itu untuk berjauang. Dunia adalah ladang akhirat, artinya dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal sholeh). Pejuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik didunia ataupun di akhirat. Kebaikan akan dibalas kebaikan, kejahatan akan dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu ma’ad diartikan sebagai imbalan.[14]
Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh imam Ghazali, yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu konsep profit mendapatkan legitimasi dalam islam (adiwarman karim, 2003:11-12).



DAFTAR PUSTAKA
·         Zakiy al-kaaf, Abdullah. 2002. Ekonomi dalam prespektif islam. Bandung:CV PUSTAKA SETIA.
·         Edwin Nasution, Mustafa. 2006. Pengenalan eksklusif ekonomi islam. Jakarta: Kencana.
·         Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi islam. Yogyakarta: graha ilmu.
·         Soedarsono, Heri. 2004. Konsep ekonomi islam. Yogyakarta:Ekonisia
·         Aabidin Ahmad, Zainal. 1979. Dasar-dasar ekonomi islam. Jakarta: Bulan Bintang
·         Ahmad Abdul Karim Fatih. 1999. Sistem prinsip dan tujuan ekonomi islam. Bandung: Pustaka Setia.
·         Ahkolis, Hayudin. 1998. Epistimologi islam dalam study islam dalam percakapan epistimologis. Yogyakarta: Siprees
·         Adiwarman, karim. 2001. Ekonomi islam satu kajian kontemporer. Jakarta: Gema Insani Prees
·         Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai ilmu epistimologi metodologi dan etika. Jogja:Piara Wacana.
·         Mohammad dan Alimin, 2004. Etika perlindungan konsumen dan ekonomi islam. Jogjakarta:BPFE




[1] Edwin Nasution, Mustafa. Pengenalan ekslusif ekonomi islam. (Jakarta:Kencana 2006) hlm.109
[2] Zakiy al-kaaf, Abduallah. Ekonomi dalam prespektif islam. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA 2002) hlm.79
[3] Ibid. Hlm 82
[4] Ibid. Hlm 84
[5] Zakiy al-kaaf, Abduallah. Ekonomi dalam prespektif islam. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA 2002) hlm.87
[6] Zakiy al-kaaf, Abduallah. Ekonomi dalam prespektif islam. (Bandung:CV PUSTAKA SETIA 2002) hlm.88
[7] Ibid hlm.88
[8] Adiwarman, karim. Ekonomi islam satu kajian kontemporer. (Jakarta: Gema Insani Prees . 2001) hlm.72
[9] Ahkolis, Hayudin. Epistimologi islam dalam study islam dalam percakapan epistimologis. (Yogyakarta: Siprees . 1998.) hlm.98
[10] Ahmad Abdul Karim Fatih. Sistem prinsip dan tujuan ekonomi islam. (Bandung:Pustaka setia 1999)  hlm.80
[11] Shubaih, Muhammad, op.cit., hlm 90-96
[12] Soedarsono, Heri. Konsep ekonomi islam. (Yogyakarta:Ekonisia 2004) hlm.125
[13] Suprayitno, Eko.ekonomi Islam. (Yogyakarta:Graha ilmu 2005) hlm.5
[14] Abidin Ahmad, Zainal. Dasar-dasar Ekonomi Islam. (Jakarta:Bulan Bintang 1979) hlm. 205


No comments:

Post a Comment