Monday, December 10, 2018

Pengertian, Ruang Lingkup, dan Eksistensi Ekonomi Islam

BAB I
PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN
Sebelum kita mengenal tentang konsep ekonomi Islam, sebaiknya terlebih dahulu mengetahui pengertian ekonomi dan ilmu ekonomi dalam pengertian umum(konvensional).Menurut Save M. Dagun merumuskan bahwa ekonomi ialah suatu usaha mempergunakan sumberdaya secara rasional untuk memenuhi kebutuhan manusia. Definisi lain yang popular tentang ekonomi adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dankonsumsi di antara orang-orang. Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa objek darikegiatan ekonomi ialah kekayaan material.[1]
Pada dasarnya definisi ekonomi Islam tidak terlalu jauh berbeda dengan definisi ilmuekonomi diatas.Namun, ilmu ekonomi Islam menetapkan tujuan kegiatan ekonomi itutidak terbatas pada kesejahteraan (kebahagiaan) dunia yang bersifat material, tetapi jugakebahagiaan spiritual dan kesejahteraan akhirat.Selain itu, ilmu ekonomi Islam senantiasadidasarkan kepada Al-Qura’an dan Sunnah.Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan beberapa paparan para pakar ekonomi Islamyang terkemuka.[2]
1.      Ekonomi islam sebenarnya telah lahir sejak islam itu dilahirkan. Ekonomi islam lahir bukanlah sebagai suatu disiplin ilmu yang lengkap. Islam memberikan petunjuk terhadap semua aktivitas manusia, termasuk ekonomi. Sejak abad ke-8 telah muncul pemikiran-pemikiran ekonomi islam secara parsial. Misalnya peran Negara dalam ekonomi kaidah berdagan, mekanisme pasar, dan lain-lain. Tetapi pemikiran secara komprehensif terhadap sistem ekonomi islam yang sesungguhnya baru muncul pada tertengahan abad ke-20 dan semakin marak sejak dua dasawarsa terakhir.
Istilah ekonomi berasal dari kata Latin “ecos” dan “nomos”. Kata ini tidak ada dalam Al-Qur’an, akan tetapi terdapat dalam kamus modern Bahasa Arab yang ditulis oleh Hans Wehr[3] dapat dijumpai kata dasar “qa-sha-da”, yang melahirkan “qasd” (yang berarti: endeavor, aspiration, intentions, intent; design, purpose, resolation, object, goal, aim, end, frugality, thrift dan economy); “qasadan” (intentionally, purposely’ advisedly); “qasadii” (intentional, intended). Dari sini lahirlah istilah “ilm al istishadi”(ilmu ekonomi) dan aliqtishadiyah (ekonomi).[4]
Dari istilah-istilah tersebut diperoleh akar kata “qa-sha-da” sehingga di dalam Al-Qur,an dijumpai kata yang berakar dari qa-sha-da, dalam surat dan ayat:
1.      Kata qashid pada surat Luqman ayat 19 yang berarti sederhana
2.      Kata qashdu pada surat Al-Nahl ayat 9 dengan arti jalan lurus/stabil.
3.      Kata qashidan pada surat Al-Luqman ayat 32 dengan arti jalan lurus dan surat Fathir ayat 32 dengan arti pertengahan.
4.      Kata muqtashidatun pada surat Al-Maidah ayat 66 dengan arti golongan pertengahan.
Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perorangan atau pribadi, atau kelompok, keluarga, suku bangsa, organisasi, negara dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber daya pemuas yang terbatas. Secara etimologi istilah ekonomi dari bahasa Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata “oikos” berarti rumah tangga dan “nomos” yang berarti aturan. Kata “oikonomia” mengandung arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam suatu rumah tangga.Dalam bahasa Arab ekonomi sepadan dengan kata اقتصد “Iqtishad” yang artinya umat yang pertengahan, atau bisa juga menggunakan rezeki atau sumber daya yang ada di sekitar kita (Ismail, 2009: 1).[5]
Menurut Dr. Muhammad Abdullah al-‘Arabi, ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari al-Qur,an dan as-Sunah, dan merupakan bagian perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa. (Mardani, 2011: 1). Ia terangkan bahwa ekonomi Islam terdiri dari dua bagian: salah satu tetap, sedang yang lain dapat berubah-ubah.[6]
Yang pertama adalah yang diistilahkan dengan “sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al Quran dan As-Sunah”, yang ada hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi, semisal firman Allah Taala:
5.      الذ ي خلق لكم ما فى الارض جميعا هو
“Dia lah Allah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untukmu” (Al Baqarah: 29).
Ayat ini meletakkan prinsip ekonomi yang paling penting, memutuskan bahwa segala cara usaha asalnya adalah boleh.
6.      و ا حل ىلله البيع و حر م الربا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Al Baqarah: 275).
Ayat ini meletakkan fungsi umum, yaitu dihalalkannya berjual beli dan diharamkannya riba.
Dan firman-Nya
7.      كى لا يكون دولة بين الاغنياءمنكم. . . .
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu sekalian” (Al-Hasyr: 7)
Firman ini meletakkan kaidah umum, dengan memutuskan pemimpin harus dapat mengembalikan distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada keseimbangan di antara mereka yang dipimpinnya.
Definisi Ekonomi Konvensional
Para ahli ekonomi neo klasik mengajukan pengertian bahwa inti kegiatan ekonomi itu adalah aspek pilihan dalam penggunaan sumber daya yang langkah.[7]Dengan demikian, sasaran ilmu ekonomi adalah bagaimana mengatasi kelangkaan ekonomi neo klasik mendefinisikan sebagai berikut:
Ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih dan cara menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki beberapa alternative penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk menyalurkannya denagn baik saat ini maupun dimasa depan kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.[8]
Definisi ini mengandung arti bahwa segala perilaku manusia mengandung konsekuensi.Ia dituntut untuk memilih satu dari berbagai pilihan yang ia hadapi. Meskipun pada akhirnya pilihan itu bukan pilihan ynag terbaik baginya tetapi usaha untuk memilih merupakan bagian usaha yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil keuntungan yang maksimal.Oleh karena itu, ekonomi dalam definisi ini dianggap mempengaruhi sikap manusi untuk lebih memperhatikan kepentingan pribadi dari pada ke sesamanya.
Memilih tidak lepas dari kepentingan yang memilih, sehingga apa yang kita pilih belum tentu pilihan terbaik bagi orang lain. Sehingga dengan konsep ini orang bias bertahan pa anggapan individu, sampai akhirnya orang mendifinisikan ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi pilihan kebutuhan yang tidak terbatas dan pilihan sumber daya tertabas.
Manusia semaksimal mungkin memanfaatkan sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.Bila hal ini menjadi kesadaran bersama maka manusia berbondong-bondong melakukan usaha-usaha yang lebih sistematik, efisien dan efektif dalam rangka mengelola sumber daya yang terbatas. Manusia yang tidak mempunyai sarana untuk mengelola sumber daya yang ada akan kehilangan peluang untuk meningkatkan pendapatannya. Bila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maka ia akan mencari jalan pintas dalam memenuhi kebutuhannya, misalnya dengan melakukan praktek ekonomi yang tidak sesua dengan norma yang berlaku. Intinya, hal ini merupakan gambaran manusia yang telah memahami bahwa sember daya ini terbatas dan untuk mendpatkannya harus dengan berebut, kalau tidak akan mendapatkan bagian sumber daya yang dianggapnya terbatas.
Definisi Ekonomi Islam
Ekonomi Islam juga didefinisikan sebagai cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekonomi logis.[9]
Ekonomi islam(islamic economic/al-iqtishod al-islamy)adalah ilmu untuk menggunakan sumberdaya yang telah Allah sediakan dan amanahkan kepada manusia sebagaikhalifah di bumi dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba-Nya dengan berpedoman padasyariah islamiyah. Filosofi ekonomi islam memberikan ruh pemikiran nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah. Ilmu ekonomi islam membahas perilaku masyarakat islam yang khas.
Selain itu ekonomi islam juga terdapat ekonomi syariah yang merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Menurut bahasa, ekonomi syariah terdiri dari dua kata yaitu ekonomi dan syariah.Kata “ekonomi”, berarti perihal pengurus dan mengatur kemakmuran, dan sebagainya.Dan kata “syari’ah”, yaitu hukum atau undang-undang yang ditentukan Allah swt.untuk hamba-Nya sebagaimana terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah dalam bentuk sunnahnya. Jadi ekonomi syari’ah adalah ekonomi atau perihal yang mengurus dan mengatur kemakmuran berdasarkan agama atau aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh Islam, atau pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam.
Pengertian ekonomi islam menurut beberapa tokoh Muslim:
1.      Yusuf Qardhawi bahwa Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada ketuhanan. Sistem ini bertitiktolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syari’at Allah.
2.      M Akram Khan merumuskan pengertian ekonomi Islam sebagai berikut,
“Islamic economics aims to the study of human falah (well-being) achieved by organizingthe resources of the earth on the basic of cooperation and prticiption”
“Ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidupmanusia (human falah) yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atasdasar gotong royong dan partisipasi.[10]”Definisi M. Akram Khan di atas tampaknya mengarahkan secara tegas tujuan kegiatan ekonomi manusia Islam.
3.      Menurut Syed Nawab Haider naqvi merumuskan definisi ekonomi Islam sebagai berikut,
“Islamic economics is the representative Muslim’s behaviour in a typical Muslim society”
“Ilmu ekonomi Islam adalah representasi perilaku umat Islam dalam masyarakat muslim.”[11]
4.      Menurut Prof. Dr. Muhammad Abdul Mannan dalam buku Islamics Economics, Theoryand Practice mengatakan bahwa:
“Islamics Economics is social science which studies the economics problems of a peopleimbued with the values of Islam”[12]
“Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalahekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”
5.      Menurut M. Nejatullah Siddiqi, bahwa:
islamicecomics “the Muslim Thinker”response to the ecomonic challenges of their times. In this enderavor they were aided by the Qur’an and Sunna as well as by reason and experince
“Ekonomi islam alah “Pemikir Muslim” yang merespon terhadap ekonomi pada masanya.Dalam hal ini, mereka dibimbing dengan Al-Qur’an dan Sunnah beserta akal dan pengalaman.”[13]
6.      Menurut M.M Metwally bahwa:
Ekonomi islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Hadits Nabi, Ijma’ dan Qiyas.”
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu ekonomi Islam dan ilmuekonomi konvensional memiliki beberapa kesamaan yaitu mempelajari tentang perilakumanusia dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi namun ekonomi Islam berlandaskanpada syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan tujuan untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, sedangkan ekonomi konvensional hanyabertujuan untuk memperoleh kepuasan material saja.
2.      Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi islam adalah masyarakat muslim dan negara muslim itu sendiri.Ruang lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik kesejahteraan dalam islam. Oleh karena itu, ekonomi islam tidak hanya mengenai sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi juga mengenai hal-hal non material yang tunduk kepada larangan islam tentang konsumsi dan produksi.[14]
Ilmu-ilmu Ekonomi islam juga ditumbuhkan dari Al-Qur’an dan Dunnah serta Khazanah itu sendiri juga sudah tentu tanpa membiarkan ilmu-ilmu yang lainnya tidak terpakai, karena metodologi tidak hanya untuk ilmu ekonomi islam saja, melainkan untuk semua ilmu dan teknologi pada umumnya.

Alasan-alasan yang dimaksud dapat disajiakan sebagai berikut:[15]
a.       Dalam Al-Qur’an dan Sunnah banyak informasi yang mengemukakan pokok-pokok perekonomian. Informasi inidijadikan pastulat. Jadi, jangan menggunakan postulat, informas, dan bahan yang tersedia. Ilmu ekonomi Islam perlu disusun, walaupun baru pada taraf asas-asas ekonomi Islam saja. Disamping itu, umat Islam memilki tata nilai yang sangat mengatur tingkah laku umat agar mereka tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang nista, denagn menetapkan nilai haram atau halal, makruh atau mubah, wajib atau sunat, fardu ain atau kifayah. Nilai ini berlaku terhadap barang dan jasa, juga nilai yang demikian berlaku pada tindakan dan pekerjaan sehari-hari. Disinilah diperlukan “akhlaqul karimah”.
b.      Ilmu ekonomi umum tidak dpat menjelaskan mengapa riba dilarang, mengapa warisan dan perkawinan itu diatur sedemikian rupa sehingga membantu pemerataan pendapatan atau kekayaan di kalangan masyarakat Islam.
c.       Banyak sekali ilmu yang timbul dari khazanah Islam sendiri, kemudian berkembang seiring dengan zamannya. Akan tetapi, karena maslah keduniaan, tampaknya ilmu ekonomi Islam tidak menjadi sentral pemikiran Islam. Oleh karena itu, konsep ekonomi Islam ketinggalan zaman dan tidak pernah tersentuh serta berkembang. Memang, di dalam Al-Qur’an dan Sunnah terdapat ayat dan dalil mengenai ekonomi, tetapi kebanyakan berkaitan dengan pertanian dan perdagangan bukan industry.
d.      Penyusunan, pengembangan dan penerapan ekonomi Islam dimaksudkan agar umat Islam mendapat kepastian perannya dalam pembangunan ekonomi. Umat islam juga berkepntinagn akan adanya:
1.      Manejemen;
2.      Mekanisme keuangan;
3.      Perbankan;
4.      Lembaga keuangan bukan bank
5.      Investasi;
6.      Akuntasnsi;
7.      Pertumbuhan ekonomi;
8.      Kesempatan kerja penuh;
9.      Efisiensi ekonomi;
10.  Pemantapan tingkat harga;
11.  Kebebasan perekonomian;
12.  Distribusi pendapatn yang merata;
13.  Neraca perdagangan internasional.
Selain itu, umat islam memperhatikan masalah-maslah antara lain:[16]
1.      Kemiskinan;
2.      Polusi;
3.      Pengangguran;
4.      Inflasi;
5.      Pengawasan harga;
6.      Perpajakan;
7.      Kesehatan;
8.      Energy;
9.      Besaran ukuran perusahaan;
10.  Proeteksi;
11.  Perdagangan bebas;
12.  Utang Negara;
Aspek-aspek bidang ekonomi yang dijalankan dalam kehidupan umat manusia tersebut diatas perlu dipelajari menurut pendekatan dan prespektif islam.
Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi Islam adalah masyarakat Muslim ataunegara Muslim sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau Negara Muslim di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan. Namun, pendapat lain tidak memberikan pembatasan seperti ini, melainkan lebih pada umumnya. Dengan kata lain, titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah bagaimana Islam memberikan pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi umat manusia secara  umum. Untuk memberikan pengertian yang lebih jelas maka berikut disampaikan definisi ekonomi Islam dari beberapa ekonom Muslim terkemuka saat ini.[17]
1.      Ekonomi Islam merupakan ilmu ekonomi yang diturunkan dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Segala bentuk pemikiran ataupun praktik ekonomi yang tidak bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah tidak dapat dipandang sebagai ekonomi Islam. Untuk dapat menjawab permasalahan kekinian yang belum dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, digunakan metode fiqh untuk menjelaskan apakah fenomena tersebut bersesuaian  dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah  ataukah tidak. Dalam hal ini, ekonomi Islam dianggap tidak memiliki kelemahan dan selalu dianggap benar. Kegagalan dalam memecahkan masalah ekonomi empiris dipandang bukan sebagai kelemahan ekonomi Islam, melainkan kegagalan ekonom dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Sunnah. Beberapa ekonomi Muslim yang cenderung menggunakan definisi dan pendekatan ini adalah Hazanuz zaman (1984) dan Metwally(1950).
2.      Ekonomi Islam merupakan impelementasi sistem etika Islam dalam kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk pengembangan moral masyarakat. Dalam  hal ini, ekonomi Islam bukanlah sekadar memberikan justifikasi hukum terhadap fenomena ekonomi yang ada, namun lebih menekankan pada pentingnya spirit Islam dalam setiap aktivitas ekonomi. Perbedaan pandangan muncul dalam mengidentifikasi spirit dasar Islam yang terkait dengan ekonomi. Spirit inilah yang kemudian menjadi dasar penurunan ilmu ekonomi. Beberapa ekonom yang menggunakan pendekatan ini adalah Mannan (1993), Ahmad(1992), dan Khan (1994).
3.      Ekonomi Islam merupakan representasi perilaku ekonomi umat Muslim untuk melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh. Dalam hal ini, ekonomi Islam tidak lain merupakan penafsiran dan praktik ekonomi yang dilakukan oleh umat Islam yang tidak bebas dari kesalahan dan kelemahan. Analisis ekonomi setidaknya dilakukan ekonomi dan status hukum, dan aplikasi dan analisis sejarah. Beberapa ekonomi yang menggunakan pendekatan ini adalah Siddiqie (1992), dan Naqwi(1994).[18]
4.      Beberapa ekonomi Muslim mencoba mendefinisikan ekonomi Islam lebih komperhensif ataupun menggabungkan antara definisi-definisi yang telah ada. Seperti diungkapkan oleh Chapra (2000) dan Choudury bahwa  berbagai pendekatan dapat digunaka n untuk mewujudkan ekonomi Islam, baik pendekatan historis, empiris ataupun teoritis. Namun demikian, pendekatan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia sebagaimana yang dijealskan oleh Islam, yaitu falah, yang bermaknakan kelangsungan hidup, kemandirian dan kekuatan untuk hidup.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu dan komunitas Muslim yang ada, namun juga merupakan perwujudan perilaku ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam.Ia mencakup cara memandang permasalahan ekonomi, menganalisis, dan mengajukan alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi. Ekonomi Islam merupakan konsekuensi logis dari implementasi ajaran Islam secara kaffah dalam aspek ekonomi.Oleh karena itu, perekonomian Islam merupakan suatu tatanan perekonomian yang dibangun atas nilai-nilai ajaran Islam yang diharapkan, yang belum tentu tercermin pada perilaku masyarakat Muslim yang ada pada saat ini.[19]
Ekonomi Islam mempelajari perilaku individu yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip dan nilaiyang harus dipegang untuk mencapai tujuan tersebut. Berbeda dengan ekonomi Islam, ekonomi konvensional lebih menekankan pada analisis terhadap masalah ekonomi dan alternatif solusinya.Dalam pandangan ini, tujuan ekonomi dan nilai-nilai dianggap sebagai hal yang sudah tetap (given) atau diluar bidang ilmu ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional tidak hanya dalam aspek cara penyelesaian masalah, namun juga dalam aspek cara memandang dan analisis terhadap masalah ekonomi. Ekonomi Islam melingkupi pembahasan atas perilaku ekonomi manusia yang sadar dan berusaha untuk mencapai mashlahah atau falah, yang disebut sebagai homo Islamicus atau Islamic man.Dalam hal ini, perilaku ekonomi meliputi solusi yang diberikan atas tiga permasalahan mendasar tersebut diatas dan masalah-masalah keturunannya.
Maka definisi Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengelola sumber daya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok bahasan ilmu mikroekonomi yang telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu ekonomi Islam, diantaranya adalah:[20]
1.      Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami
a.       Perluasan konsep Rasionalitas melalui persyaratan transitivitas dan pengaruh infak (sedekah) terhadap utilitas.
b.      Perluasan spektrum utilitas oleh nilai Islam tentang halal dan haram
c.       Pelonggaran persyaratan kontinuitas, misal permintaan barang haram ketika keadaan darurat.
d.      Perluasan horison waktu (kebalikan konsep time value of money)
2.      Teori Permintaan Islami
a.       Peningkatan Utilitas antara barang halal dan haram.
b.      Corner Solution untuk pilihan halal-haram.
c.       Permintaan barang haram dalam keadaan darurat (tidak optimal)
3.      Teori Produksi Islami
a.       Perbandingan pengaruh sistem bunga dan bagi hasil terhadap biaya produksi,
b.      Pendapatan, dan efisiensi produksi.
4.      Teori Penawaran Islami
a.       Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat perniagaan terhadap surplus produsen.
b.      Internalisasi Biaya Eksternal.
c.       Penerapan Biaya Kompensasi, batas ukuran, atau daur ulang.
5.      Mekanisme Pasar Islami
a.       Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.
b.      Mekanisme pasar Islami dan intervensi harga Islami.
c.       Intervensi harga yang adil dan zalim.
6.      Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan
a.       Infak dan maksimalisasi utilitas.
b.      Superioritas sistem ekonomi Islam
Diskursus ilmu mikro ekonomi ini masih memiliki kekurangan mendasar karena seringkali diadopsi dari model yang dipergunakan dalam ekonomi konvensional sehingga tidak selalu sesuai dengan asumsi paradigmatiknya. Lebih-lebih lagi, pengujian empiris terhadap model-model ini tidak mungkin dilakukan sekarang karena tidak adanya sebuah perekonomian yang benar-benar islami atau yang mendekatinya, dan juga tidak tersedianya data yang diperlukan untuk pengujian tersebut. Sangat sedikit kajian yang memperlihatkan bagaimana aktivitas perekonomian muslim beroperasi pada zaman dahulu. Bahkan kajian empiris terhadap masyarakat muslim modern di negara-negara muslim maupun nonmuslim dari perspektif Islam juga amat jarang.
Namun demikian, ini tidak berarti mengurangi minat dan semangat kita mengembangkan ilmu Ekonomi Islam. Kerangka hipotesis yang telah terintis dapat berfungsi sebagai tujuan yang berguna dalam menyediakan bangunan teoritis bagi ilmu Ekonomi Islam dan mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan suatu perekonomian islam, ketika kelak hal itu telah dipraktekkan di suatu negara. Hanya dengan mengembangkan mikroekonomi yang sesuai dengan paradigma Islamlah yang akan meneguhkan identitas unik Ekonomi Islam. Oleh karena itu, “Konstruksi teori mikroekonomi di bawah batasan-batasan Islam merupakan tugas yang paling menantang di depan ilmu Ekonomi Islam”.
3.      Eksistensi Ekonomi Islam
Keterkaitan konsep ekonomi islam dengan pembentukan reksa dana syariah
Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman hidup bagi seluruh umat manusia.Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang ekonomi Islam mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumber-sumber hukum Islam yang berupaAl Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.[21]
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu sistem ekonomi Islam yang mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan serta timbulnya perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan yang menyebabkan keserakahan sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi kapitalis individualistik dan marxis sosialistik.[22]Islam menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral.Segala kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung jawab.[23]
Karakteristik utama dari sistem ekonomi Islam adalah digunakannya konsep segitiga (triangle concept) yang memiliki tiga elemen dasar.Adapun ketiga elemen dasar tersebut adalah Allah SWT, manusia dan alam. Dalam melaksanakan segala aktivitas ekonomi, maka manusia akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya (hablum minannaas). Sedangkan elemen alam pada konsep segitiga dimaksudkan sebagai wahana atau tempat yang mampu memberikan dan mencukupi kebutuhan seluruh mahluk hidup, khususnya umat manusia.Namun demikian, manusia yang telah ditakdirkan sebagai mahluk hidup yang diberikan akal memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup dari alam tersebut.Pada akhirnya, keseluruhan hubungan horisontal antara kedua elemen tersebut harus mengacu pada sebuah garis lurus vertikal, yaitu Allah SWT (hablum minnallah).Hal tersebut merupakan salah satu bentuk filsafat ekonomi Islam.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam filsafat ekonomi Islam terdapat tiga asas pokok yaitu sebagai berikut :[24]
1.      Asas yang menjelaskan bahwa dunia dan seluruh isinya, termasuk alam semesta, adalah milik Allah SWT dan berjalan menurut kehendak-Nya.
2.      Asas yang menjelaskan bahwa Allah SWT merupakan pencipta semua mahluk hidup yang ada di alam semesta ini. Konsekuensi yang timbul dari hal tersebut adalah bahwa seluruh mahluk hidup tersebut harus tunduk kepada-Nya.
3.      Asas yang menjelaskan bahwa iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku ekonomi manusia menurut horison waktu. 
Kekuasaan Allah SWT terhadap dunia beserta isinya bersifat menyeluruh termasuk terhadap harta benda yang dimiliki oleh seorang manusia.Dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan maka manusia yang merupakan khalifatullah harus mampu mengelola harta benda miliknya sesuai dengan ajaran Allah SWT.Pengeloaan tersebut dapat berupa melakukan investasi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Hal tersebut sebagimana yang dikemukakan dalam Al Quran yang menjelaskan sebagai berikut :[25]
Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi (QS. 2 : 29-30).
Hai orang-orang beriman makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan padamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah (QS. 2 : 172)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (QS. 4 : 29)
Konsep pengelolaan harta sesuai dengan nilai-nilai syariah tersebut juga dipertegas dalam Hadits Riwayat (HR) Ibn Majah yang menjelaskan bahwa “Bertakwalah kepada Allah dan sederhanakanlah dalam mencari rezeki.Ambillah apa yang halal, dan tinggalkan apa yang haram”. Manajemen pengelolaan harta tersebut juga dijelaskan dalam Hadits Riwayat (HR) Bukhari, yang menjelaskan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai kalian menyiakan harta” (Iggi H. Achsien, 2000 : 25 dan 28). Oleh karena itu, pembentukan reksa dana syariah sebagai lembaga investasi syariah juga memiliki keterkaitan yang erat dengan implementasi konsep ekonomi Islam yang mengacu pada sistem nilai dan asas-asas pokok filsafat ekonomi Islam yang berpedoman pada Al Quran serta sumber-sumber hukum Islam lainnya.
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM EKONOMI ISLAM DALAM PENGELOLAAN REKSA DANA SYARIAH.
Secara historis, eksistensi reksa dana syariah tidak dikenal dalam sejarah kelahiran dan penyebaran agama Islam. Namun demikian, hal tersebut bukan berarti bahwa Islam tidak memiliki konsep-konsep yang dijadikan sebagai dasar pembentukan dan operasionalisasi reksa dana syariah. Dalam hukum ekonomi Islam terdapat beberapa prinsip muamallah mubah atau jaiz yang menjelaskan bahwa segala sesuatu diperbolehkan selama tidak dilarang oleh Al Quran dan Sunnah.[26]
Dasar transaksi yang mendasari pembentukan reksa dana syariah pertama kali adalah adanya kontrak. Dalam hal reksa dana syariah tersebut berbentuk perseroan maka terdapat kontrak antara pihak direksi dengan manajer investasi sebagai pihak pengelola dan bank kustodian sebagai pihak penyimpan kekayaan milik reksa dana syariah. Lain halnya dengan reksa dana syariah berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) yang pembentukannya hanya didasarkan pada adanya kontrak antara manajer investasi dengan bank kustodian.
Pada dasarnya, hukum ekonomi Islam juga mengatur tentang urgensi kontrak sebagai dasar dari transaksi bisnis khususnya dalam hal pembentukan reksa dana syariah. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Al Quran menjelaskan bahwa “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (QS.5 : 1). Untuk memperjelaskan urgensi kontrak sebagai pedoman dalam melakukan transaksi atau akad maka dalam HR Abud Dawud, Ibn Majah dan Tirmizy dari Amru bin ‘Auf dijelaskan bahwa “Orang-orang Islam wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.[27]
Sebagai suatu lembaga trust maka hubungan yang terdapat dalam reksa dana syariah merupakan hubungan kepercayaan (fiduciary relation) dan hubungan kehati-hatian (prudential relation). Unsur utama dari reksa dana syariah sebagai lembaga trust adalah adanya pelimpahan kepercayaan dari investor kepada pihak manajer investasi dan bank kustodian. Bentuk dari pelimpahan kepercayaan tersebut adalah dengan adanya pemberian kuasa untuk mengelola dan menyimpan dana milik investor dengan didasarkan pada itikad baik. Terkait dengan kapasitasnya sebagai wakil dari investor maka manajer investasi dituntut untuk dapat melaksanakan kegiatan pengelolaannya secara optimal dan tidak menyimpang dari nilai-nilai syariah serta harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian (prudential principle).[28]Dalam hukum ekonomi Islam, konsep perwakilan yang terdapat dalam reksa dana syariah tersebut dikenal dengan prinsip al wakalah.
Pada dasarnya al wakalah memiliki makna yang berupa penyerahan sesuatu pekerjaan, pendelegasian atau pemberian mandat dari seseorang kepada orang lain untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud. Selain itu, konsep al wakalah juga dapat didefinisikan sebagai suatu permohonan seseorang kepada orang lain untuk menggantikan dirinya dalam suatu urusan atau perbuatan seperti menjual, membeli dan lain-lain.[29] Oleh karena itu, sebagai wakil dari para investor reksa dana syariah maka segala perbuatan yang dilakukan oleh manajer investasi dan bank kustodian terbatas hanya pada hal-hal yang dikuasakan saja.
Dalam perspektif hukum ekonomi Islam maka eksistensi reksa dana syariah dalam kapasitasnya sebagai lembaga maka dapat dipersamakan dengan prinsip mudharabah. Secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak, dalam hal mana satu pihak akan menyediakan dana sebagai modal dan pihak lain akan melakukan pengelolaan atas dana tersebut.
Reksa dana syariah akan bertindak sebagai pengelola (mudharib) yang  berkewajiban untuk melakukan pengelolaan atas dana milik para investor. Pengelolaan tersebut dilakukan dalam bentuk menempatkan kembali dana (reinvestment) milik para investor dalam berbagai instrumen investasi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah, yaitu yang tidak mengandung unsur riba, unsur haram, unsur perjudian (masyir) dan unsur spekulatif atau unsur risiko (gharar). Dengan didasarkan pada pola hubungan yang demikian tersebut, maka prinsip mudharabah yang aplikasikan dalam reksa dana syariah sering disebut dengan mudharabah bertingkat. Hal ini dikarenakan pada alasan bahwa reksa dana syariah bukan merupakan mudharib murni yang hanya melakukan investasi kembali dana milik para investor dalam sektor riil saja.
PENGAWASAN REKSA DANA SYARIAH.
Sama halnya dengan eksistensi reksa dana konvensional, maka reksa dana syariah juga memerlukan pengawasan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) selaku institusi yang memiliki otoritas di pasar modal. Pengawasan yang diberikan oleh Bapepam tersebut dilakukan dalam kerangka fungsi ajudikator (adjudicatory).Oleh karena itu, Bapepam dapat melakukan segala tindakan yang bersifat judisial (judicial power) seperti mencabut ijin usaha atau melarang pihak-pihak tertentu yang melakukan pelanggaran di bidang pasar modal untuk melakukan kegiatan usahanya.[30]
Selain pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam maka terhadap reksa dana syariah juga memerlukan pengawasan dari lembaga yang memiliki pemahaman tentang kaidah-kaidah investasi syariah. Adapun lembaga pengawas tersebut dikenal dengan nama Dewan Syariah Nasional.
Pada dasarnya, eksistensi dari Dewan Syariah Nasional tersebut, tidak hanya dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap reksa dana syariah saja, tetapi juga untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah lainnya, seperti perbankan syariah. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional adalah bersifat substantif, dalam arti bahwa Dewan Syariah Nasional hanya mengawasi terhadap seluruh tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh reksa dana syariah tersebut telah sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan bahwa reksa dana syariah memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan reksa dana konvensional. Oleh karena itu, pengawasan terhadap reksa dana syariah dilakukan oleh 2 (dua) institusi, yaitu Bapepam dan Dewan Syariah Nasional[31].
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional mempunyai tujuan yang positif. Hal ini sebagaimana didukung oleh pendapat dari seorang ekonom yang notabene adalah konsultan pada Islamic Development Bank (IDB), yaitu Prof M.A. Manan yang berpendapat bahwa apabila eksistensi dari suatu lembaga keuangan syariah hanya akan membawa kemudharatan, maka sebaiknya lembaga keuangan tersebut tidak perlu menggunakan label syariah. Masyarakat dapat melakukan penilaian tersendiri terhadap suatu lembaga keuangan yang memang berdasarkan prinsip syariah atau tidak.
Pemikiran untuk dibentuknya Dewan Syariah Nasional, diajukan pertama kali pada Lokakarya Alim Ulama yang diselenggarakan pada tanggal 29 – 31 Juli 1997 di Jakarta. Alasan pembentukan Dewan Syariah Nasional pada lokakarya tersebut, adalah selain untuk membentuk suatu lembaga yang dapat mengintegrasikan dan mengkoordinir setiap dewan pengawas syariah yang terdapat di setiap lembaga keuangan syariah, juga untuk mengawasi seluruh kegiatan lembaga keuangan syariah, termasuk reksa dana syariah, agar tidak menyimpang dari ketentuan syariah.  Selain itu, pembentukan Dewan Syariah Nasional juga diharapkan untuk dapat menjawab berbagai permasalahan keuangan dan perekonomian dimana dalam operasionalisasi dan penyelesaiannya memerlukan keterlibatan hukum syariah.[32]
Terkait dengan fungsinya sebagai institusi pengawas lembaga investasi syariah, maka Dewan Syariah Nasional memiliki tugas pokok dan kewenangan. Adapun yang menjadi tugas pokok dari Dewan Syariah Nasional adalah :
1.      Mengembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan investasi atau keuangan pada khususnya.
2.      Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan investasi dan keuangan.
3.      Mengeluarkan fatwa atas produk investasi dan keuangan syariah.
4.      Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Selain itu, kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Syariah Nasional, adalah sebagai berikut :[33]
1.      Mengeluarkan fatwa yang bersifat mengikat Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan dan lembaga investasi syariah yang menjadi dasar tindakan hukum terkait.
2.      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Bank Indonesia ;
3.      Memberikan rekomendasi dan / atau mencabut rekomendasi tentang nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan dan lembaga investasi syariah.
4.      Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter atau lembaga investasi dan keuangan baik dalam maupun luar negeri.
5.      Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan dan lembaga investasi syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
6.      Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan yang telah diberikan tersebut tidak diindahkan.
Dalam struktur organisasi, maka Dewan Syariah Nasional juga memiliki Badan Pelaksana Harian dan Dewan Pengawas Syariah.Tugas utama dari Badan Pelaksana Harian adalah untuk melaksanakan tugas pokok Dewan Syariah Nasional.Sedangkan tugas dari Dewan Pengawas Syariah adalah untuk mengawasi pelaksanaan dari keputusan Dewan Syariah Nasional di setiap lembaga keuangan syariah. Dengan demikian, maka setiap pembentukan reksa dana syariah pasti akan memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai organ representatif dari Dewan Syariah Nasional.
Untuk dapat menjaga kredibilitas dan independensi dari Dewan Syariah Nasional, maka diharapkan agar keanggotaan dari Dewan Syariah Nasional dapat berasal dari orang yang memenuhi kriteria tertentu, seperti independen, memiliki ilmu pengetahuan yang cukup khususnya yang terkait dengan masalah ekonomi Islam, berpengalaman dan juga memiliki integritas.[34]
Eksistensi dan peranan dari Dewan Syariah Nasional semakin terlihat dengan dibentuknya Jakarta Islamic Index (JII) pada akhir April tahun 2000.Indeks tersebut menyediakan informasi tentang daftar saham halal dari para emiten.Namun, sebelum saham emiten dapat masuk dalam indeks syariah, maka harus terlebih dahulu diseleksi dan dinilai oleh Dewan Syariah Nasional. Pelaksanaan seleksi tersebut dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah persyaratan. Adapun persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :[35]
Hasil usaha emiten tidak mengandung unsur riba ;
1.      Produk atau jasa  yang dihasilkan oleh emiten tidak  dikategorikan     Haram.
2.      Memberikan informasi yang transparan.
3.      Rasio utang  terhadap   modal  yang  dimiliki  emiten    memenuhi kebutuhan.
4.      Rasio   piutang    terhadap    pendapatan   juga   harus   memenuhi ketentuan.

BAB II
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Ekonomi adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dankonsumsi di antara orang-orang. Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa objek darikegiatan ekonomi ialah kekayaan material. Dan islam adalah hukum atau undang-undang yang ditentukan Allah swt. untuk hamba-Nya sebagaimana terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah dalam bentuk sunnahnya.
Jadi Ekonomi islam (islamic economic/al-iqtishod al-islamy)adalah ilmu untuk menggunakan sumberdaya yang telah Allah sediakan dan amanahkan kepada manusia sebagaikhalifah di bumi dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba-Nya dengan berpedoman pada syariah islamiyah. Filosofi ekonomi islam memberikan ruh pemikiran nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah. Ilmu ekonomi islam membahas perilaku masyarakat islam yang khas.
 Ruang Lingkup ekonomi islam yaitu masyarakat muslim dan negara muslim itu sendiri.Ruang lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik kesejahteraan dalam islam. Oleh karena itu, ekonomi islam tidak hanya mengenai sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi juga mengenai hal-hal non material yang tunduk kepada larangan islam tentang konsumsi dan produksi.
Dan eksistensi ekonomi islam saat ini sangatlah berkembang pesat dengan banyaknya bank-bank yang berbasis syariah, bahkan ekonomi islam tidak juga digunakan untuk kaum muslim saja tetapi juga untuk kaum non muslim juga bisa menggunakan ekonomi syariah seperti bank muamalt dan bank yang berbasis syariah. Dalam eksistensi ekonomi islam reksa dana syariah termasuk dalam  suatu sistem dalam ekonomi syariah yang sangat menunjang eksistensi ekonomi islam.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Muhammad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta; RajaGrafindo pustaka.
2.      Abidin, Ahmad Abidin. 1979. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Jakarta; Bulan Bintang.
3.      Ahmad Abdul Karim Fatih. 1999. System Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung; Pustaka Setia.
4.      Hayyuddin, Akhkolis. 1998. Epistimologi Islam dalam Stadi Islam dalam Percakapan Epistimologis. Yogyakarta; Sipress
5.      Kunto Wijoyo. 2006. Islam Sebagai Epistimologi Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana.
6.      Karim Adi Warman. 2001. Ekonomi Islam satu Kajian Kontemporer. Jakarta; gema Insani Press.
7.      Al-Jawi, Shiddiq Muhammad. Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2005.
8.      Mannan, Muhammad Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT.Dana Bakhti Prima Yasa,1997.
9.      Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2006.
10.  Achsien, Iggi H. Investasi Syariah Di Pasar Modal : Menggagas Konsep Dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta : Gramedia, 2000.


[1]Al-Jawi, Shiddiq Muhammad.Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2005. Hlm. 4
[2]Abidin, Ahmad Abidin. 1979. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Jakarta; Bulan Bintang. Hlm. 3

[3]Hans Wehr (1994) dalam Muhammad.Mikro Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPEE UGM), hlm. 10
[4]Muhammad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.Jakarta; RajaGrafindo pustaka. Hlm. 6

[5]Muhammad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.Jakarta; RajaGrafindo pustaka. Hlm. 6
[6]Ibid., hlm. 6
[7]Dawan Raharjo (1999), Islam dan Tranformasi Sosial-Ekonomi, Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, hal.8-7
[8]Paul Samuelson and William Noardhau, (2001), Economic, Irwin McGraw-Hill, New York, p. 4
[9]M. Sholahuddin. Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2007), hlm. 5
[10]Umer Chapra (2001), Ibid, 121
[11]Baqir Sadr (1979), Istisadunna, Bairut Darut Ta arufi dalam Adiwarman A Karim (2001), Islamic Microeconomic, Muamalat Institute, Jakarta, h. 60
[12]Muhammad Abdul Mannan (1993), Ibid, h. 19
[13]Umer Chapra (2001), Ibid, 121. Bandingkan dengan Syed Nawab Haider Naqvi (1981), op Cit. P.45-56
[14]Muhammad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.Jakarta; RajaGrafindo pustaka. Hlm. 5
[15] Goenawan Moehammad, Metodologi Ilmu Ekonomi Islam, Edisi (Yogyakarta: UII Press bekerja sama denagn P3EI FE UII, 2000).
[16]Muhammad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.Jakarta; RajaGrafindo pustaka. Hlm. 8
[17]Abidin, Ahmad Abidin. 1979. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Jakarta; Bulan Bintang. Hlm. 7
[18]Ibid., hlm. 8
[19]Karim Adi Warman. 2001. Ekonomi Islam satu Kajian Kontemporer.Jakarta; gema Insani Press. Hlm. 10
[20]Ibid., hlm. 11
[21]Achsien, Iggi H. Investasi Syariah Di Pasar Modal : Menggagas Konsep Dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta : Gramedia, 2000. 40
[22]Mannan, Muhammad Abdul.Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT.Dana Bakhti Prima Yasa,1997 hlm. 14

[24]Ibid., hlm. 21
[25]Ibid., hlm. 22
[26]Kunto Wijoyo. 2006. Islam Sebagai Epistimologi Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana. Hlm.33
[27]Nasution, Mustafa Edwin.Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2006. Hlm. 96

[28]Hayyuddin, Akhkolis. 1998. Epistimologi Islam dalam Stadi Islam dalam Percakapan Epistimologis.Yogyakarta; Sipress. Hlm. 29-30
[29]Ibid., hlm. 34
[30]Kunto Wijoyo. 2006. Islam Sebagai Epistimologi Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana. Hlm.117
[31]Ibid., hlm. 119
[32]Ibid., hlm. 119
[33]Hayyuddin, Akhkolis. 1998. Epistimologi Islam dalam Stadi Islam dalam Percakapan Epistimologis.Yogyakarta; Sipress. Hlm. 32

[34]Kunto Wijoyo. 2006. Islam Sebagai Epistimologi Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana.hlm.104
[35]Ibid., hlm. 105

No comments:

Post a Comment