BAB I
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
Sebelum kita mengenal tentang konsep ekonomi Islam,
sebaiknya terlebih dahulu mengetahui pengertian ekonomi dan ilmu ekonomi dalam
pengertian umum(konvensional).Menurut Save M. Dagun merumuskan bahwa ekonomi
ialah suatu usaha mempergunakan sumberdaya secara rasional untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Definisi lain yang popular tentang ekonomi adalah segala
aktivitas yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dankonsumsi di antara
orang-orang. Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa objek darikegiatan ekonomi
ialah kekayaan material.[1]
Pada dasarnya definisi ekonomi Islam tidak terlalu
jauh berbeda dengan definisi ilmuekonomi diatas.Namun, ilmu ekonomi Islam
menetapkan tujuan kegiatan ekonomi itutidak terbatas pada kesejahteraan
(kebahagiaan) dunia yang bersifat material, tetapi jugakebahagiaan spiritual
dan kesejahteraan akhirat.Selain itu, ilmu ekonomi Islam senantiasadidasarkan
kepada Al-Qura’an dan Sunnah.Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan
beberapa paparan para pakar ekonomi Islamyang terkemuka.[2]
1. Ekonomi
islam sebenarnya telah lahir sejak islam itu dilahirkan. Ekonomi islam lahir bukanlah
sebagai suatu disiplin ilmu yang lengkap. Islam memberikan petunjuk terhadap
semua aktivitas manusia, termasuk ekonomi. Sejak abad ke-8 telah muncul
pemikiran-pemikiran ekonomi islam secara parsial. Misalnya peran Negara dalam
ekonomi kaidah berdagan, mekanisme pasar, dan lain-lain. Tetapi pemikiran
secara komprehensif terhadap sistem ekonomi islam yang sesungguhnya baru muncul
pada tertengahan abad ke-20 dan semakin marak sejak dua dasawarsa terakhir.
Istilah ekonomi berasal dari kata Latin “ecos” dan “nomos”. Kata ini tidak ada dalam Al-Qur’an, akan tetapi terdapat
dalam kamus modern Bahasa Arab yang ditulis oleh Hans Wehr[3]
dapat dijumpai kata dasar “qa-sha-da”,
yang melahirkan “qasd” (yang berarti: endeavor,
aspiration, intentions, intent; design, purpose, resolation, object, goal, aim,
end, frugality, thrift dan economy); “qasadan” (intentionally, purposely’ advisedly); “qasadii” (intentional, intended). Dari sini
lahirlah istilah “ilm al istishadi”(ilmu
ekonomi) dan aliqtishadiyah (ekonomi).[4]
Dari
istilah-istilah tersebut diperoleh akar kata “qa-sha-da” sehingga di dalam Al-Qur,an dijumpai kata yang berakar
dari qa-sha-da, dalam surat dan ayat:
1. Kata
qashid pada surat Luqman ayat 19 yang
berarti sederhana
2. Kata
qashdu pada surat Al-Nahl ayat 9 dengan
arti jalan lurus/stabil.
3. Kata
qashidan pada surat Al-Luqman ayat 32
dengan arti jalan lurus dan surat Fathir ayat 32 dengan arti pertengahan.
4. Kata
muqtashidatun pada surat Al-Maidah
ayat 66 dengan arti golongan pertengahan.
Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan
persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perorangan atau pribadi,
atau kelompok, keluarga, suku bangsa, organisasi, negara dalam memenuhi
kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber daya pemuas yang
terbatas. Secara etimologi istilah ekonomi dari bahasa
Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata “oikos” berarti
rumah tangga dan “nomos” yang berarti aturan. Kata “oikonomia” mengandung
arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam suatu rumah
tangga.Dalam bahasa Arab ekonomi sepadan dengan kata اقتصد “Iqtishad” yang artinya umat yang pertengahan, atau
bisa juga menggunakan rezeki atau sumber daya yang ada di sekitar kita (Ismail,
2009: 1).[5]
Menurut Dr. Muhammad Abdullah al-‘Arabi, ekonomi
Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari
al-Qur,an dan as-Sunah, dan merupakan bagian perekonomian yang kita dirikan di
atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa. (Mardani,
2011: 1). Ia terangkan bahwa ekonomi Islam terdiri dari dua bagian: salah satu
tetap, sedang yang lain dapat berubah-ubah.[6]
Yang
pertama adalah yang diistilahkan dengan “sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan dari Al Quran dan As-Sunah”, yang ada hubungannya
dengan urusan-urusan ekonomi, semisal firman Allah Taala:
5. الذ
ي خلق لكم ما فى الارض جميعا هو
“Dia
lah Allah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untukmu” (Al Baqarah:
29).
Ayat
ini meletakkan prinsip ekonomi yang paling penting, memutuskan bahwa segala
cara usaha asalnya adalah boleh.
6. و
ا حل ىلله البيع و حر م الربا
“Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Al Baqarah: 275).
Ayat
ini meletakkan fungsi umum, yaitu dihalalkannya berjual beli dan diharamkannya
riba.
Dan
firman-Nya
7. كى
لا يكون دولة بين الاغنياءمنكم. . . .
“Supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu
sekalian” (Al-Hasyr: 7)
Firman
ini meletakkan kaidah umum, dengan memutuskan pemimpin harus dapat
mengembalikan distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada
keseimbangan di antara mereka yang dipimpinnya.
Definisi Ekonomi
Konvensional
Para ahli ekonomi neo klasik mengajukan pengertian
bahwa inti kegiatan ekonomi itu adalah aspek pilihan dalam penggunaan sumber
daya yang langkah.[7]Dengan
demikian, sasaran ilmu ekonomi adalah bagaimana mengatasi kelangkaan ekonomi
neo klasik mendefinisikan sebagai berikut:
Ilmu ekonomi
merupakan suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih dan cara
menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki beberapa alternative
penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk menyalurkannya
denagn baik saat ini maupun dimasa depan kepada berbagai individu dan kelompok
yang ada dalam suatu masyarakat.[8]
Definisi ini mengandung arti bahwa segala perilaku
manusia mengandung konsekuensi.Ia dituntut untuk memilih satu dari berbagai
pilihan yang ia hadapi. Meskipun pada akhirnya pilihan itu bukan pilihan ynag
terbaik baginya tetapi usaha untuk memilih merupakan bagian usaha yang harus
dilakukan untuk mendapatkan hasil keuntungan yang maksimal.Oleh karena itu,
ekonomi dalam definisi ini dianggap mempengaruhi sikap manusi untuk lebih
memperhatikan kepentingan pribadi dari pada ke sesamanya.
Memilih tidak lepas dari kepentingan yang memilih,
sehingga apa yang kita pilih belum tentu pilihan terbaik bagi orang lain.
Sehingga dengan konsep ini orang bias bertahan pa anggapan individu, sampai
akhirnya orang mendifinisikan ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi
pilihan kebutuhan yang tidak terbatas dan pilihan sumber daya tertabas.
Manusia semaksimal mungkin memanfaatkan sumber daya
yang ada guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.Bila hal ini menjadi kesadaran
bersama maka manusia berbondong-bondong melakukan usaha-usaha yang lebih
sistematik, efisien dan efektif dalam rangka mengelola sumber daya yang
terbatas. Manusia yang tidak mempunyai sarana untuk mengelola sumber daya yang
ada akan kehilangan peluang untuk meningkatkan pendapatannya. Bila pendapatan
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maka ia akan mencari jalan pintas
dalam memenuhi kebutuhannya, misalnya dengan melakukan praktek ekonomi yang tidak
sesua dengan norma yang berlaku. Intinya, hal ini merupakan gambaran manusia
yang telah memahami bahwa sember daya ini terbatas dan untuk mendpatkannya
harus dengan berebut, kalau tidak akan mendapatkan bagian sumber daya yang
dianggapnya terbatas.
Definisi Ekonomi Islam
Ekonomi Islam juga didefinisikan sebagai cabang ilmu
yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan
distribusi sumber daya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa
membatasi kebebasan individu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan
ekonomi logis.[9]
Ekonomi islam(islamic economic/al-iqtishod
al-islamy)adalah ilmu untuk menggunakan sumberdaya yang telah
Allah sediakan dan amanahkan kepada manusia sebagaikhalifah di bumi dalam
menjalankan tugasnya sebagai hamba-Nya dengan berpedoman padasyariah
islamiyah. Filosofi ekonomi islam memberikan ruh pemikiran nilai-nilai islam
dan batasan-batasan syariah. Ilmu ekonomi islam membahas perilaku
masyarakat islam yang khas.
Selain itu ekonomi islam juga terdapat ekonomi syariah
yang merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dari
kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).Berbeda
dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.Selain itu, ekonomi dalam
kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki
dimensi ibadah.
Menurut bahasa, ekonomi syariah terdiri dari dua kata
yaitu ekonomi dan syariah.Kata “ekonomi”, berarti perihal pengurus dan mengatur
kemakmuran, dan sebagainya.Dan kata “syari’ah”, yaitu hukum atau undang-undang
yang ditentukan Allah swt.untuk hamba-Nya sebagaimana terkandung dalam Kitab
Suci Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah dalam bentuk sunnahnya. Jadi
ekonomi syari’ah adalah ekonomi atau perihal yang mengurus dan mengatur
kemakmuran berdasarkan agama atau aturan-aturan yang telah disyariatkan oleh
Islam, atau pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam.
Pengertian ekonomi islam
menurut beberapa tokoh Muslim:
1.
Yusuf Qardhawi bahwa
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada ketuhanan. Sistem ini
bertitiktolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana
yang tidak lepas dari syari’at Allah.
2. M
Akram Khan merumuskan pengertian ekonomi Islam sebagai berikut,
“Islamic economics aims
to the study of human falah (well-being) achieved by organizingthe resources of
the earth on the basic of cooperation and prticiption”
“Ilmu
ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidupmanusia
(human falah) yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atasdasar
gotong royong dan partisipasi.[10]”Definisi
M. Akram Khan di atas tampaknya mengarahkan secara tegas tujuan kegiatan
ekonomi manusia Islam.
3. Menurut
Syed Nawab Haider naqvi merumuskan definisi ekonomi Islam sebagai berikut,
“Islamic economics is the
representative Muslim’s behaviour in a typical Muslim society”
“Ilmu
ekonomi Islam adalah representasi perilaku umat Islam dalam masyarakat muslim.”[11]
4. Menurut
Prof. Dr. Muhammad Abdul Mannan dalam buku
Islamics Economics, Theoryand Practice mengatakan bahwa:
“Islamics Economics is
social science which studies the economics problems of a peopleimbued with the
values of Islam”[12]
“Ilmu
ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan social yang mempelajari
masalah-masalahekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”
5. Menurut
M. Nejatullah Siddiqi, bahwa:
“islamicecomics “the Muslim Thinker”response
to the ecomonic challenges of their times. In this enderavor they were aided by
the Qur’an and Sunna as well as by reason and experince”
“Ekonomi
islam alah “Pemikir Muslim” yang merespon terhadap ekonomi pada masanya.Dalam
hal ini, mereka dibimbing dengan Al-Qur’an dan Sunnah beserta akal dan
pengalaman.”[13]
6. Menurut
M.M Metwally bahwa:
“Ekonomi islam dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat
Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Hadits Nabi, Ijma’ dan Qiyas.”
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
ilmu ekonomi Islam dan ilmuekonomi konvensional memiliki beberapa kesamaan
yaitu mempelajari tentang perilakumanusia dalam hal produksi, distribusi, dan
konsumsi namun ekonomi Islam berlandaskanpada syariah Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Sunnah dengan tujuan untuk memperoleh kebahagiaan duniawi
dan ukhrawi, sedangkan ekonomi konvensional hanyabertujuan untuk memperoleh
kepuasan material saja.
2.
Ruang
Lingkup Ekonomi Islam
Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang
lingkup dari ekonomi islam adalah masyarakat muslim dan negara muslim itu
sendiri.Ruang lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi
kekurangan sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik
kesejahteraan dalam islam. Oleh karena itu, ekonomi islam tidak hanya mengenai
sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi juga mengenai hal-hal non material
yang tunduk kepada larangan islam tentang konsumsi dan produksi.[14]
Ilmu-ilmu Ekonomi islam juga ditumbuhkan dari
Al-Qur’an dan Dunnah serta Khazanah itu sendiri juga sudah tentu tanpa
membiarkan ilmu-ilmu yang lainnya tidak terpakai, karena metodologi tidak hanya
untuk ilmu ekonomi islam saja, melainkan untuk semua ilmu dan teknologi pada
umumnya.
Alasan-alasan
yang dimaksud dapat disajiakan sebagai berikut:[15]
a. Dalam
Al-Qur’an dan Sunnah banyak informasi yang mengemukakan pokok-pokok
perekonomian. Informasi inidijadikan pastulat. Jadi, jangan menggunakan postulat,
informas, dan bahan yang tersedia. Ilmu ekonomi Islam perlu disusun, walaupun
baru pada taraf asas-asas ekonomi Islam saja. Disamping itu, umat Islam memilki
tata nilai yang sangat mengatur tingkah laku umat agar mereka tidak terjerumus
ke dalam hal-hal yang nista, denagn menetapkan nilai haram atau halal, makruh
atau mubah, wajib atau sunat, fardu ain atau kifayah. Nilai ini berlaku
terhadap barang dan jasa, juga nilai yang demikian berlaku pada tindakan dan
pekerjaan sehari-hari. Disinilah diperlukan “akhlaqul karimah”.
b. Ilmu
ekonomi umum tidak dpat menjelaskan mengapa riba dilarang, mengapa warisan dan
perkawinan itu diatur sedemikian rupa sehingga membantu pemerataan pendapatan
atau kekayaan di kalangan masyarakat Islam.
c. Banyak
sekali ilmu yang timbul dari khazanah Islam sendiri, kemudian berkembang
seiring dengan zamannya. Akan tetapi, karena maslah keduniaan, tampaknya ilmu
ekonomi Islam tidak menjadi sentral pemikiran Islam. Oleh karena itu, konsep
ekonomi Islam ketinggalan zaman dan tidak pernah tersentuh serta berkembang.
Memang, di dalam Al-Qur’an dan Sunnah terdapat ayat dan dalil mengenai ekonomi,
tetapi kebanyakan berkaitan dengan pertanian dan perdagangan bukan industry.
d. Penyusunan,
pengembangan dan penerapan ekonomi Islam dimaksudkan agar umat Islam mendapat
kepastian perannya dalam pembangunan ekonomi. Umat islam juga berkepntinagn
akan adanya:
1. Manejemen;
2. Mekanisme
keuangan;
3. Perbankan;
4. Lembaga
keuangan bukan bank
5. Investasi;
6. Akuntasnsi;
7. Pertumbuhan
ekonomi;
8. Kesempatan
kerja penuh;
9. Efisiensi
ekonomi;
10. Pemantapan
tingkat harga;
11. Kebebasan
perekonomian;
12. Distribusi
pendapatn yang merata;
13. Neraca
perdagangan internasional.
Selain
itu, umat islam memperhatikan masalah-maslah antara lain:[16]
1. Kemiskinan;
2. Polusi;
3. Pengangguran;
4. Inflasi;
5. Pengawasan
harga;
6. Perpajakan;
7. Kesehatan;
8. Energy;
9. Besaran
ukuran perusahaan;
10. Proeteksi;
11. Perdagangan
bebas;
12. Utang
Negara;
Aspek-aspek
bidang ekonomi yang dijalankan dalam kehidupan umat manusia tersebut diatas
perlu dipelajari menurut pendekatan dan prespektif islam.
Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang
lingkup dari ekonomi Islam adalah masyarakat Muslim ataunegara Muslim sendiri.
Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau Negara Muslim di
mana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan. Namun, pendapat lain tidak
memberikan pembatasan seperti ini, melainkan lebih pada umumnya. Dengan kata
lain, titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah bagaimana Islam memberikan
pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi umat manusia
secara umum. Untuk memberikan pengertian
yang lebih jelas maka berikut disampaikan definisi ekonomi Islam dari beberapa
ekonom Muslim terkemuka saat ini.[17]
1. Ekonomi
Islam merupakan ilmu ekonomi yang diturunkan dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Segala bentuk pemikiran ataupun praktik ekonomi yang tidak bersumberkan
Al-Qur’an dan Sunnah tidak dapat dipandang sebagai ekonomi Islam. Untuk dapat
menjawab permasalahan kekinian yang belum dijelaskan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah, digunakan metode fiqh untuk menjelaskan apakah fenomena tersebut
bersesuaian dengan ajaran Al-Qur’an dan
Sunnah ataukah tidak. Dalam hal ini,
ekonomi Islam dianggap tidak memiliki kelemahan dan selalu dianggap benar.
Kegagalan dalam memecahkan masalah ekonomi empiris dipandang bukan sebagai kelemahan
ekonomi Islam, melainkan kegagalan ekonom dalam menafsirkan Al-Qur’an dan
Sunnah. Beberapa ekonomi Muslim yang cenderung menggunakan definisi dan
pendekatan ini adalah Hazanuz zaman (1984) dan Metwally(1950).
2. Ekonomi
Islam merupakan impelementasi sistem etika Islam dalam kegiatan ekonomi yang
ditujukan untuk pengembangan moral masyarakat. Dalam hal ini, ekonomi Islam bukanlah sekadar
memberikan justifikasi hukum terhadap fenomena ekonomi yang ada, namun lebih
menekankan pada pentingnya spirit Islam dalam setiap aktivitas ekonomi. Perbedaan
pandangan muncul dalam mengidentifikasi spirit dasar Islam yang terkait dengan
ekonomi. Spirit inilah yang kemudian menjadi dasar penurunan ilmu ekonomi.
Beberapa ekonom yang menggunakan pendekatan ini adalah Mannan (1993),
Ahmad(1992), dan Khan (1994).
3. Ekonomi
Islam merupakan representasi perilaku ekonomi umat Muslim untuk melaksanakan
ajaran Islam secara menyeluruh. Dalam hal ini, ekonomi Islam tidak lain
merupakan penafsiran dan praktik ekonomi yang dilakukan oleh umat Islam yang
tidak bebas dari kesalahan dan kelemahan. Analisis ekonomi setidaknya dilakukan
ekonomi dan status hukum, dan aplikasi dan analisis sejarah. Beberapa ekonomi
yang menggunakan pendekatan ini adalah Siddiqie (1992), dan Naqwi(1994).[18]
4. Beberapa
ekonomi Muslim mencoba mendefinisikan ekonomi Islam lebih komperhensif ataupun
menggabungkan antara definisi-definisi yang telah ada. Seperti diungkapkan oleh
Chapra (2000) dan Choudury bahwa
berbagai pendekatan dapat digunaka n untuk mewujudkan ekonomi Islam,
baik pendekatan historis, empiris ataupun teoritis. Namun demikian, pendekatan
ini dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia sebagaimana yang
dijealskan oleh Islam, yaitu falah, yang bermaknakan kelangsungan hidup,
kemandirian dan kekuatan untuk hidup.
Dari berbagai definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa ekonomi Islam bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh individu dan komunitas Muslim yang ada, namun juga
merupakan perwujudan perilaku ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam.Ia
mencakup cara memandang permasalahan ekonomi, menganalisis, dan mengajukan
alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi. Ekonomi Islam merupakan
konsekuensi logis dari implementasi ajaran Islam secara kaffah dalam aspek
ekonomi.Oleh karena itu, perekonomian Islam merupakan suatu tatanan
perekonomian yang dibangun atas nilai-nilai ajaran Islam yang diharapkan, yang
belum tentu tercermin pada perilaku masyarakat Muslim yang ada pada saat ini.[19]
Ekonomi Islam mempelajari perilaku individu
yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara
memandang dan menganalisis masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip dan nilaiyang
harus dipegang untuk mencapai tujuan tersebut. Berbeda dengan ekonomi Islam,
ekonomi konvensional lebih menekankan pada analisis terhadap masalah ekonomi
dan alternatif solusinya.Dalam pandangan ini, tujuan ekonomi dan nilai-nilai
dianggap sebagai hal yang sudah tetap (given) atau diluar bidang ilmu ekonomi.
Dengan kata lain, ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional tidak hanya
dalam aspek cara penyelesaian masalah, namun juga dalam aspek cara memandang
dan analisis terhadap masalah ekonomi. Ekonomi Islam melingkupi pembahasan atas
perilaku ekonomi manusia yang sadar dan berusaha untuk mencapai mashlahah atau
falah, yang disebut sebagai homo Islamicus atau Islamic man.Dalam hal ini,
perilaku ekonomi meliputi solusi yang diberikan atas tiga permasalahan mendasar
tersebut diatas dan masalah-masalah keturunannya.
Maka definisi Ekonomi Islam adalah ilmu yang
mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengelola sumber daya untuk
mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan
Sunnah.
Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok
bahasan ilmu mikroekonomi yang telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu
ekonomi Islam, diantaranya adalah:[20]
1.
Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami
a.
Perluasan konsep Rasionalitas melalui
persyaratan transitivitas dan pengaruh infak (sedekah) terhadap utilitas.
b.
Perluasan spektrum utilitas oleh nilai Islam
tentang halal dan haram
c.
Pelonggaran persyaratan kontinuitas, misal
permintaan barang haram ketika keadaan darurat.
d.
Perluasan horison waktu (kebalikan konsep time
value of money)
2.
Teori Permintaan Islami
a.
Peningkatan Utilitas antara barang halal dan
haram.
b.
Corner Solution untuk pilihan halal-haram.
c.
Permintaan barang haram dalam keadaan darurat
(tidak optimal)
3.
Teori Produksi Islami
a.
Perbandingan pengaruh sistem bunga dan bagi
hasil terhadap biaya produksi,
b.
Pendapatan, dan efisiensi produksi.
4.
Teori Penawaran Islami
a.
Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat
perniagaan terhadap surplus produsen.
b.
Internalisasi Biaya Eksternal.
c.
Penerapan Biaya Kompensasi, batas ukuran, atau
daur ulang.
5.
Mekanisme Pasar Islami
a.
Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly,
Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.
b.
Mekanisme pasar Islami dan intervensi harga
Islami.
c.
Intervensi harga yang adil dan zalim.
6.
Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan
a.
Infak dan maksimalisasi utilitas.
b.
Superioritas sistem ekonomi Islam
Diskursus ilmu mikro
ekonomi ini masih memiliki kekurangan mendasar karena seringkali diadopsi dari
model yang dipergunakan dalam ekonomi konvensional sehingga tidak selalu sesuai
dengan asumsi paradigmatiknya. Lebih-lebih lagi, pengujian empiris terhadap
model-model ini tidak mungkin dilakukan sekarang karena tidak adanya sebuah
perekonomian yang benar-benar islami atau yang mendekatinya, dan juga tidak
tersedianya data yang diperlukan untuk pengujian tersebut. Sangat sedikit
kajian yang memperlihatkan bagaimana aktivitas perekonomian muslim beroperasi
pada zaman dahulu. Bahkan kajian empiris terhadap masyarakat muslim modern di
negara-negara muslim maupun nonmuslim dari perspektif Islam juga amat jarang.
Namun demikian, ini tidak berarti mengurangi
minat dan semangat kita mengembangkan ilmu Ekonomi Islam. Kerangka hipotesis
yang telah terintis dapat berfungsi sebagai tujuan yang berguna dalam
menyediakan bangunan teoritis bagi ilmu Ekonomi Islam dan mengidentifikasi
keunggulan dan kelemahan suatu perekonomian islam, ketika kelak hal itu telah
dipraktekkan di suatu negara. Hanya dengan mengembangkan mikroekonomi yang
sesuai dengan paradigma Islamlah yang akan meneguhkan identitas unik Ekonomi
Islam. Oleh karena itu, “Konstruksi teori mikroekonomi di bawah batasan-batasan
Islam merupakan tugas yang paling menantang di depan ilmu Ekonomi Islam”.
3. Eksistensi Ekonomi Islam
Keterkaitan konsep
ekonomi islam dengan
pembentukan reksa dana syariah
Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman
hidup bagi seluruh umat manusia.Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang
dilakukan dalam bidang ekonomi Islam mengutamakan metode pendekatan sistem
nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumber-sumber hukum Islam yang berupaAl
Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.[21]
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu
sistem ekonomi Islam yang mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman
pertarungan serta timbulnya perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan
yang menyebabkan keserakahan sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi
kapitalis individualistik dan marxis sosialistik.[22]Islam
menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral.Segala
kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung
jawab.[23]
Karakteristik utama dari sistem ekonomi Islam adalah
digunakannya konsep segitiga (triangle concept) yang memiliki tiga elemen
dasar.Adapun ketiga elemen dasar tersebut adalah Allah SWT, manusia dan alam.
Dalam melaksanakan segala aktivitas ekonomi, maka manusia akan selalu
berhubungan dengan manusia lainnya (hablum minannaas). Sedangkan elemen alam
pada konsep segitiga dimaksudkan sebagai wahana atau tempat yang mampu
memberikan dan mencukupi kebutuhan seluruh mahluk hidup, khususnya umat
manusia.Namun demikian, manusia yang telah ditakdirkan sebagai mahluk hidup
yang diberikan akal memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian dan
kelangsungan hidup dari alam tersebut.Pada akhirnya, keseluruhan hubungan
horisontal antara kedua elemen tersebut harus mengacu pada sebuah garis lurus
vertikal, yaitu Allah SWT (hablum minnallah).Hal tersebut merupakan salah satu
bentuk filsafat ekonomi Islam.
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa dalam filsafat ekonomi Islam terdapat tiga asas pokok
yaitu sebagai berikut :[24]
1. Asas
yang menjelaskan bahwa dunia dan seluruh isinya, termasuk alam semesta, adalah
milik Allah SWT dan berjalan menurut kehendak-Nya.
2. Asas
yang menjelaskan bahwa Allah SWT merupakan pencipta semua mahluk hidup yang ada
di alam semesta ini. Konsekuensi yang timbul dari hal tersebut adalah bahwa
seluruh mahluk hidup tersebut harus tunduk kepada-Nya.
3. Asas
yang menjelaskan bahwa iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi pola pikir dan
tingkah laku ekonomi manusia menurut horison waktu.
Kekuasaan Allah SWT terhadap dunia beserta isinya
bersifat menyeluruh termasuk terhadap harta benda yang dimiliki oleh seorang
manusia.Dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan maka manusia yang
merupakan khalifatullah harus mampu mengelola harta benda miliknya sesuai
dengan ajaran Allah SWT.Pengeloaan tersebut dapat berupa melakukan investasi
yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Hal tersebut sebagimana yang
dikemukakan dalam Al Quran yang menjelaskan sebagai berikut :[25]
Sesungguhnya
Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi (QS. 2 : 29-30).
Hai
orang-orang beriman makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang telah Kami
berikan padamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah (QS. 2 : 172)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu (QS. 4 : 29)
Konsep pengelolaan harta sesuai dengan nilai-nilai
syariah tersebut juga dipertegas dalam Hadits Riwayat (HR) Ibn Majah yang
menjelaskan bahwa “Bertakwalah kepada Allah dan sederhanakanlah dalam mencari
rezeki.Ambillah apa yang halal, dan tinggalkan apa yang haram”. Manajemen
pengelolaan harta tersebut juga dijelaskan dalam Hadits Riwayat (HR) Bukhari,
yang menjelaskan “Sesungguhnya Allah tidak menyukai kalian menyiakan harta”
(Iggi H. Achsien, 2000 : 25 dan 28). Oleh karena itu, pembentukan reksa dana
syariah sebagai lembaga investasi syariah juga memiliki keterkaitan yang erat dengan
implementasi konsep ekonomi Islam yang mengacu pada sistem nilai dan asas-asas
pokok filsafat ekonomi Islam yang berpedoman pada Al Quran serta sumber-sumber
hukum Islam lainnya.
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP
HUKUM EKONOMI ISLAM DALAM PENGELOLAAN REKSA DANA SYARIAH.
Secara historis, eksistensi reksa dana syariah tidak
dikenal dalam sejarah kelahiran dan penyebaran agama Islam. Namun demikian, hal
tersebut bukan berarti bahwa Islam tidak memiliki konsep-konsep yang dijadikan
sebagai dasar pembentukan dan operasionalisasi reksa dana syariah. Dalam hukum
ekonomi Islam terdapat beberapa prinsip muamallah mubah atau jaiz yang
menjelaskan bahwa segala sesuatu diperbolehkan selama tidak dilarang oleh Al
Quran dan Sunnah.[26]
Dasar transaksi yang mendasari pembentukan reksa dana
syariah pertama kali adalah adanya kontrak. Dalam hal reksa dana syariah
tersebut berbentuk perseroan maka terdapat kontrak antara pihak direksi dengan
manajer investasi sebagai pihak pengelola dan bank kustodian sebagai pihak
penyimpan kekayaan milik reksa dana syariah. Lain halnya dengan reksa dana
syariah berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) yang pembentukannya hanya
didasarkan pada adanya kontrak antara manajer investasi dengan bank kustodian.
Pada dasarnya, hukum ekonomi Islam juga mengatur
tentang urgensi kontrak sebagai dasar dari transaksi bisnis khususnya dalam hal
pembentukan reksa dana syariah. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Al
Quran menjelaskan bahwa “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”
(QS.5 : 1). Untuk memperjelaskan urgensi kontrak sebagai pedoman dalam
melakukan transaksi atau akad maka dalam HR Abud Dawud, Ibn Majah dan Tirmizy
dari Amru bin ‘Auf dijelaskan bahwa “Orang-orang Islam wajib memenuhi
syarat-syarat yang mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram”.[27]
Sebagai suatu lembaga trust maka hubungan yang
terdapat dalam reksa dana syariah merupakan hubungan kepercayaan (fiduciary
relation) dan hubungan kehati-hatian (prudential relation). Unsur utama dari
reksa dana syariah sebagai lembaga trust adalah adanya pelimpahan kepercayaan
dari investor kepada pihak manajer investasi dan bank kustodian. Bentuk dari
pelimpahan kepercayaan tersebut adalah dengan adanya pemberian kuasa untuk mengelola
dan menyimpan dana milik investor dengan didasarkan pada itikad baik. Terkait
dengan kapasitasnya sebagai wakil dari investor maka manajer investasi dituntut
untuk dapat melaksanakan kegiatan pengelolaannya secara optimal dan tidak
menyimpang dari nilai-nilai syariah serta harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian
(prudential principle).[28]Dalam
hukum ekonomi Islam, konsep perwakilan yang terdapat dalam reksa dana syariah
tersebut dikenal dengan prinsip al wakalah.
Pada dasarnya al wakalah memiliki makna yang berupa
penyerahan sesuatu pekerjaan, pendelegasian atau pemberian mandat dari
seseorang kepada orang lain untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud. Selain
itu, konsep al wakalah juga dapat didefinisikan sebagai suatu permohonan
seseorang kepada orang lain untuk menggantikan dirinya dalam suatu urusan atau
perbuatan seperti menjual, membeli dan lain-lain.[29]
Oleh karena itu, sebagai wakil dari para investor reksa dana syariah maka
segala perbuatan yang dilakukan oleh manajer investasi dan bank kustodian
terbatas hanya pada hal-hal yang dikuasakan saja.
Dalam perspektif hukum ekonomi Islam maka eksistensi
reksa dana syariah dalam kapasitasnya sebagai lembaga maka dapat dipersamakan
dengan prinsip mudharabah. Secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai
suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak, dalam hal mana satu pihak akan
menyediakan dana sebagai modal dan pihak lain akan melakukan pengelolaan atas
dana tersebut.
Reksa dana syariah akan bertindak sebagai pengelola
(mudharib) yang berkewajiban untuk
melakukan pengelolaan atas dana milik para investor. Pengelolaan tersebut
dilakukan dalam bentuk menempatkan kembali dana (reinvestment) milik para
investor dalam berbagai instrumen investasi yang sesuai dengan nilai-nilai
syariah, yaitu yang tidak mengandung unsur riba, unsur haram, unsur perjudian
(masyir) dan unsur spekulatif atau unsur risiko (gharar). Dengan didasarkan
pada pola hubungan yang demikian tersebut, maka prinsip mudharabah yang
aplikasikan dalam reksa dana syariah sering disebut dengan mudharabah
bertingkat. Hal ini dikarenakan pada alasan bahwa reksa dana syariah bukan
merupakan mudharib murni yang hanya melakukan investasi kembali dana milik para
investor dalam sektor riil saja.
PENGAWASAN
REKSA DANA SYARIAH.
Sama halnya dengan eksistensi reksa dana konvensional,
maka reksa dana syariah juga memerlukan pengawasan dari Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) selaku institusi yang memiliki otoritas di pasar modal.
Pengawasan yang diberikan oleh Bapepam tersebut dilakukan dalam kerangka fungsi
ajudikator (adjudicatory).Oleh karena itu, Bapepam dapat melakukan segala
tindakan yang bersifat judisial (judicial power) seperti mencabut ijin usaha
atau melarang pihak-pihak tertentu yang melakukan pelanggaran di bidang pasar
modal untuk melakukan kegiatan usahanya.[30]
Selain pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam maka
terhadap reksa dana syariah juga memerlukan pengawasan dari lembaga yang
memiliki pemahaman tentang kaidah-kaidah investasi syariah. Adapun lembaga pengawas
tersebut dikenal dengan nama Dewan Syariah Nasional.
Pada dasarnya, eksistensi dari Dewan Syariah Nasional
tersebut, tidak hanya dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap reksa dana
syariah saja, tetapi juga untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan
syariah lainnya, seperti perbankan syariah. Pengawasan yang dilakukan oleh
Dewan Syariah Nasional adalah bersifat substantif, dalam arti bahwa Dewan
Syariah Nasional hanya mengawasi terhadap seluruh tindakan dan kegiatan yang
dilakukan oleh reksa dana syariah tersebut telah sesuai dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syariah atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan bahwa reksa
dana syariah memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan reksa dana
konvensional. Oleh karena itu, pengawasan terhadap reksa dana syariah dilakukan
oleh 2 (dua) institusi, yaitu Bapepam dan Dewan Syariah Nasional[31].
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional
mempunyai tujuan yang positif. Hal ini sebagaimana didukung oleh pendapat dari
seorang ekonom yang notabene adalah konsultan pada Islamic Development Bank
(IDB), yaitu Prof M.A. Manan yang berpendapat bahwa apabila eksistensi dari
suatu lembaga keuangan syariah hanya akan membawa kemudharatan, maka sebaiknya
lembaga keuangan tersebut tidak perlu menggunakan label syariah. Masyarakat
dapat melakukan penilaian tersendiri terhadap suatu lembaga keuangan yang
memang berdasarkan prinsip syariah atau tidak.
Pemikiran untuk dibentuknya Dewan Syariah Nasional,
diajukan pertama kali pada Lokakarya Alim Ulama yang diselenggarakan pada
tanggal 29 – 31 Juli 1997 di Jakarta. Alasan pembentukan Dewan Syariah Nasional
pada lokakarya tersebut, adalah selain untuk membentuk suatu lembaga yang dapat
mengintegrasikan dan mengkoordinir setiap dewan pengawas syariah yang terdapat
di setiap lembaga keuangan syariah, juga untuk mengawasi seluruh kegiatan
lembaga keuangan syariah, termasuk reksa dana syariah, agar tidak menyimpang
dari ketentuan syariah. Selain itu,
pembentukan Dewan Syariah Nasional juga diharapkan untuk dapat menjawab
berbagai permasalahan keuangan dan perekonomian dimana dalam operasionalisasi
dan penyelesaiannya memerlukan keterlibatan hukum syariah.[32]
Terkait dengan fungsinya sebagai institusi pengawas
lembaga investasi syariah, maka Dewan Syariah Nasional memiliki tugas pokok dan
kewenangan. Adapun yang menjadi tugas pokok dari Dewan Syariah Nasional adalah
:
1. Mengembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan
investasi atau keuangan pada khususnya.
2. Mengeluarkan
fatwa atau jenis-jenis kegiatan investasi dan keuangan.
3. Mengeluarkan
fatwa atas produk investasi dan keuangan syariah.
4. Mengawasi
penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Selain
itu, kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Syariah Nasional, adalah sebagai
berikut :[33]
1. Mengeluarkan
fatwa yang bersifat mengikat Dewan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan dan
lembaga investasi syariah yang menjadi dasar tindakan hukum terkait.
2. Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal
dan Bank Indonesia ;
3. Memberikan
rekomendasi dan / atau mencabut rekomendasi tentang nama-nama yang akan duduk
sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan dan lembaga
investasi syariah.
4. Mengundang
para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter atau lembaga investasi dan keuangan
baik dalam maupun luar negeri.
5. Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan dan lembaga investasi syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional.
6. Mengusulkan
kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan yang
telah diberikan tersebut tidak diindahkan.
Dalam struktur organisasi, maka Dewan Syariah Nasional
juga memiliki Badan Pelaksana Harian dan Dewan Pengawas Syariah.Tugas utama
dari Badan Pelaksana Harian adalah untuk melaksanakan tugas pokok Dewan Syariah
Nasional.Sedangkan tugas dari Dewan Pengawas Syariah adalah untuk mengawasi
pelaksanaan dari keputusan Dewan Syariah Nasional di setiap lembaga keuangan
syariah. Dengan demikian, maka setiap pembentukan reksa dana syariah pasti akan
memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai organ representatif dari Dewan Syariah
Nasional.
Untuk dapat menjaga kredibilitas dan independensi dari
Dewan Syariah Nasional, maka diharapkan agar keanggotaan dari Dewan Syariah
Nasional dapat berasal dari orang yang memenuhi kriteria tertentu, seperti
independen, memiliki ilmu pengetahuan yang cukup khususnya yang terkait dengan
masalah ekonomi Islam, berpengalaman dan juga memiliki integritas.[34]
Eksistensi dan peranan dari Dewan Syariah Nasional
semakin terlihat dengan dibentuknya Jakarta Islamic Index (JII) pada akhir
April tahun 2000.Indeks tersebut menyediakan informasi tentang daftar saham
halal dari para emiten.Namun, sebelum saham emiten dapat masuk dalam indeks
syariah, maka harus terlebih dahulu diseleksi dan dinilai oleh Dewan Syariah
Nasional. Pelaksanaan seleksi tersebut dilakukan dengan cara menetapkan
sejumlah persyaratan. Adapun persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :[35]
Hasil
usaha emiten tidak mengandung unsur riba ;
1. Produk
atau jasa yang dihasilkan oleh emiten
tidak dikategorikan Haram.
2. Memberikan
informasi yang transparan.
3. Rasio
utang terhadap modal
yang dimiliki emiten
memenuhi kebutuhan.
4. Rasio piutang
terhadap pendapatan juga
harus memenuhi ketentuan.
BAB II
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ekonomi adalah segala
aktivitas yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dankonsumsi di antara
orang-orang. Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa objek darikegiatan ekonomi
ialah kekayaan material. Dan islam adalah hukum
atau undang-undang yang ditentukan Allah swt. untuk hamba-Nya sebagaimana
terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan diterangkan oleh Rasulullah dalam
bentuk sunnahnya.
Jadi Ekonomi islam (islamic economic/al-iqtishod
al-islamy)adalah ilmu untuk menggunakan sumberdaya yang telah
Allah sediakan dan amanahkan kepada manusia sebagaikhalifah di bumi dalam
menjalankan tugasnya sebagai hamba-Nya dengan berpedoman pada syariah
islamiyah. Filosofi ekonomi islam memberikan ruh
pemikiran nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah. Ilmu ekonomi islam
membahas perilaku masyarakat islam yang khas.
Ruang Lingkup
ekonomi islam yaitu masyarakat muslim dan negara muslim itu sendiri.Ruang
lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan
sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik kesejahteraan dalam
islam. Oleh karena itu, ekonomi islam tidak hanya
mengenai sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi juga mengenai hal-hal non
material yang tunduk kepada larangan islam tentang konsumsi dan produksi.
Dan eksistensi ekonomi islam saat ini sangatlah
berkembang pesat dengan banyaknya bank-bank yang berbasis syariah, bahkan
ekonomi islam tidak juga digunakan untuk kaum muslim saja tetapi juga untuk
kaum non muslim juga bisa menggunakan ekonomi syariah seperti bank muamalt dan
bank yang berbasis syariah. Dalam eksistensi ekonomi islam reksa dana syariah
termasuk dalam suatu sistem dalam
ekonomi syariah yang sangat menunjang eksistensi ekonomi islam.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Muhammad.
2008. Metodologi Penelitian Ekonomi
Islam. Jakarta; RajaGrafindo pustaka.
2. Abidin,
Ahmad Abidin. 1979. Dasar-dasar Ekonomi
Islam. Jakarta; Bulan Bintang.
3. Ahmad
Abdul Karim Fatih. 1999. System Prinsip
dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung; Pustaka Setia.
4. Hayyuddin,
Akhkolis. 1998. Epistimologi Islam dalam
Stadi Islam dalam Percakapan Epistimologis. Yogyakarta; Sipress
5. Kunto
Wijoyo. 2006. Islam Sebagai Epistimologi
Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana.
6. Karim
Adi Warman. 2001. Ekonomi Islam satu
Kajian Kontemporer. Jakarta; gema Insani Press.
7. Al-Jawi,
Shiddiq Muhammad. Asas-Asas Sistem
Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2005.
8. Mannan,
Muhammad Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi
Islam. Yogyakarta: PT.Dana Bakhti Prima Yasa,1997.
9. Nasution,
Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2006.
10. Achsien,
Iggi H. Investasi Syariah Di Pasar Modal :
Menggagas Konsep Dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta :
Gramedia, 2000.
[3]Hans Wehr (1994) dalam Muhammad.Mikro
Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPEE UGM), hlm. 10
[7]Dawan Raharjo (1999), Islam dan Tranformasi
Sosial-Ekonomi, Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, hal.8-7
[8]Paul Samuelson and William Noardhau, (2001), Economic,
Irwin McGraw-Hill, New York, p. 4
[10]Umer Chapra (2001), Ibid, 121
[11]Baqir Sadr (1979), Istisadunna, Bairut
Darut Ta arufi dalam Adiwarman A Karim (2001), Islamic Microeconomic, Muamalat
Institute, Jakarta, h. 60
[12]Muhammad Abdul Mannan (1993), Ibid, h. 19
[13]Umer Chapra (2001), Ibid, 121. Bandingkan
dengan Syed Nawab Haider Naqvi (1981), op Cit. P.45-56
[15] Goenawan Moehammad, Metodologi
Ilmu Ekonomi Islam, Edisi (Yogyakarta: UII Press bekerja sama denagn P3EI
FE UII, 2000).
[19]Karim Adi Warman. 2001. Ekonomi Islam satu Kajian Kontemporer.Jakarta;
gema Insani Press. Hlm. 10
[21]Achsien, Iggi H.
Investasi Syariah Di Pasar Modal :
Menggagas Konsep Dan Praktek Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta :
Gramedia, 2000. 40
[22]Mannan, Muhammad Abdul.Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT.Dana Bakhti Prima Yasa,1997 hlm. 14
[26]Kunto Wijoyo. 2006. Islam Sebagai Epistimologi Metodologi dan
Etika. Yogyakarta; Piara Wacana. Hlm.33
[28]Hayyuddin, Akhkolis. 1998. Epistimologi
Islam dalam Stadi Islam dalam Percakapan Epistimologis.Yogyakarta; Sipress. Hlm. 29-30
[30]Kunto Wijoyo. 2006. Islam
Sebagai Epistimologi Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana. Hlm.117
[33]Hayyuddin, Akhkolis. 1998. Epistimologi
Islam dalam Stadi Islam dalam Percakapan Epistimologis.Yogyakarta; Sipress. Hlm. 32
[34]Kunto Wijoyo. 2006. Islam
Sebagai Epistimologi Metodologi dan Etika. Yogyakarta; Piara Wacana.hlm.104
No comments:
Post a Comment