Monday, June 20, 2016

Kasus Pidana Penganiayaan



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yangberlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang diamatkan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentunya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan jaman yang sudah mendunia. Dimana perkembangan yang terjadi sudah mulai merambah banyak aspek kehidupan. Perkembangan jaman sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh besar pada Negara Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya mengalami krisis ekonomi saja namun juga berdampak pada krisis moral. Terjadinya peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung dengan angka kemiskinan yang tinggi mengakibatkan seseorang dapat berbuat kejahatan. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas terutama di daerah urban yang padat penduduk.



Pengertian Hukum pidana ada bermacam macam menurut ahli tapi disini kami hanya memakai pendapat seorang ahli bernama Moeljatno : menurut moeljatno bahwa: Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1.      Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,  dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;
2.      Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan
3.      Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan  apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP.

B.            RUMUSAN MASALAH

1.    Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dan Penganiaayaan Ringan.
2.    Terkadang penyidik sering kali bermain-main dan melakukan jual beli pasal dalam sebuah perkara pidana,



C. TUJUAN
1.   Agar kita dapat memahami sebuah proses hukum dalam kasus pidana penganiyayaan tersebut diatas.
2.   Untuk para penyidik agar tidak bermain main atau jual beli pasal dalam menangani sebuah perkara pidana (tidak memihak pada siapa pun).

 





BAB II
PEMBAHASAN
 
A.    Tindak pidana penganiyayaan
Dalam kasus tindak pidana penganiyayaan dapat di bagi menjadi 2 yaitu:(Penganiayaan Biasa Dan Penganiayaan Ringan) –misalnya Peristiwa Penganiayaan dengan korban Cici Paramida yang dilakukan oleh suaminya dan juga salah satu anggota DPR RI dari partai demokrat yang kepalanya dilempar buku oleh George Adicondro dalam sebuah diskusi.
Atas dua peristiwa tersebut jika kita merujuk pada KUHP setidaknya peristiwa tersebut masuk dalam unsur-unsur penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) (Penganiayaan biasa) Jo. 352 ayat (1) KUHP (penganiayaan Ringan).

Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dengan Penganiaayaan Ringan. Hal ini nampaknya perlu kita kaji lebih dalam, menginggat dalam beberapa perkara terkadang Penyidik (Kepolisian) tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh korban. Khususnya berkaitan dengan ditahan atau tidaknya seorang pelaku Penganiayaan, mengingat jika si pelaku dikenakan pasal 351 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsur penganiayaan biasa dimana pelaku harus ditahan, jika pelaku dikenakan pasal 352 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsure penganiayaan ringan sehingga pelaku tidak bisa ditahan. (Lihat ketetuan pasal 21 Ayat (4) KUHAP).

Contoh:
Pada tanggal 7 Maret 2010, pukul 03.30 WIB ada seseorang perempuan dianiaya oleh mantan suaminya, akibat penganiayaan tersebut si korban mengalami luka dan rasa sakit pada bagian bibir dan mulutnya. Bahwa setelah peristiwa tersebut terjadi Korban pada waktu yang sama melaporkannya kepada pihak kepolisian. Setelah sampai dan melaporkan peristiwa tersebut Si Korban di mintai keterangan (BAP) tentang bagaimana peristiwa tersebut terjadi dan siapa pelakunya, hingga pada akhirnya munculah pertanyaan terakhir dari penyidik , dan si Korban ditanya oleh Penyidik : Apakah setelah peristiwa penganiayaan tersebut terjadi Saksi Korban masih bisa bekerja ? Jawab Korban “ Iya, saya masih bisa bekerja dengan baik. Bahwa denganalasan si korban masih bisa bekerja dengan baik, akhirnya Penyidik berkesimpulanbahwa Pelaku dikenakan pasal 352 ayat (2) KUHP yakni penganiayaan ringan walaupun jika kita lihat secara kasat mata demikian rupa parahnya luka tersebut. Akibat dari penggunaan pasal tersebut akhirnya Pelaku tidak ditahan.

Bahwa selanjutnya setelah proses Pelaporan dan pemeriksaan selesai, ternyata keesokan harinya akibat dari pemukulan tersebut Korban merasakan sakit nyeri yang luar biasa pada bagian mulutnya, sehingga menyebabkan si Korban tidak bisa berfikir dan berkonsentrasi, dan pada hari selanjutnya tanggal 8 Maret 2010 korban tidak bisa masuk kerja. Bahwa selanjutnya Korban kembali mendatangi Penyidik dan meminta supaya pelaku ditahan, mengingat rasa sakit yang dialami oleh Korban luar biasa sakitnya, khususnya dibagian mulut. Atas pernmintaan tersebut Penyidik menolak untuk melakukan penahanan dengan alasan si korban bukan lah penyanyi , sehingga walaupun mulutnya sakit dianggap masih bisa melakukan aktifitas. Namun sebaliknya jikapun luka kecil dijari seorang pemain biola yang hal tersebut menyebabkan si pemain biola tidak bisa bermain biola maka kejahatan tersebut adalan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP dan sipelaku bisa ditahan.

Bahwa pandangan tersebut sangatlah konservatif, diskirminatif dan sangat jauh dari rasa keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat konstruksi hukum yang dibangun oleh penyidik terlalu simplikatif dalam mengartikan sakit yang dapat mengahalangi seseorang untuk bekerja. Bagaimana jika si Korban adalan seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja / pengangguran, ketika dirinya teraniaya dan menimbulkan luka dijarinya sehingga akibat luka dijarinya dia tidak bisa memotong bawang atau cabai apakah sipelaku bisa dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dan ditahan. Pertanyaan ini sangat penting untuk kita ajukan, mengingat terkadangpenyidik sering kali bermain-main dan melakukan jual beli pasal dalam sebuah perkara, dimana kepada korban dia mengatakan pasal yang dikenakan adalah pasal 352 sehingga pelaku tidak ditahan, sedangkan pada pelaku selalu diancam akan dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP sehingga harus ditahan. Hasilnya tentu saja si pelaku akan mengeluarkan uang bagaimana caranya supaya sipelaku tidak ditahan, sedangkan tanggung jawab Penydidik kepada Korban tidak perlu susah-susah mengingat dari awal penyidik sudah mengelabui korban dengan penggunaan pasal 352 ayat (2) KUHP dimana Pelaku tidak bisa ditahan.



Bahwa jika kita melihat akibat dari pemukulan tersebut tenyata sikorban mengalami sakit nyeri dan tidak bisa bekerja dengan baik, maka secara otomatis unsur-unsur penganiayaan ringan tidak bisa lagi dipertahankan oleh Penyidik dalam perkara tersebut, melainkan masuk dalam peristiwa penganiayaan biasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP, sehingga sudah seharusnya pelaku penganiayaan tersebut ditahan.

Jalan terbaik atas perkara tersebut adalah Korban dapat meminta BAP tambahan yang mana hal tersebut dibenarkan menurut KUHAP. Dalam BAP tambahan Korban bisa kembali menerangkan bahwa selang beberapa hari ternyata luka yang dialami telah mengakibatkan sakit yang luar biasa sehingga Korban tidak bisa bekerja dan harus meliburkan dirinya 2 hari untuk beristirahat.

Jika Pihak penyidik menolak untuk BAP tambahan, maka jalan terbaik adalah mencabut berkas laporan dan memindahkannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi dengan alasan penyidik ditempat laporan semula tidak professional. Dalam hal ini, jika pelaporan dilakukan di Polsek maka si pelapor bisa memindahkan laporannya ke Polres,dan kejenjang yang lebih tinggi yaitu Polda dan Mabes Polri, mengingat menurut KUHAP hal tersebut dibenarkan.

B.     Proses Hukum Kasus Pidana Penganiayaan

1.      Pelaporan
Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.Siapa yang bisa melapor ?
a.       Korban (Terutama untuk delik aduan)
b.      SaksiSiapa saja yang mengetahui bahwa ada tindak kejahatan

2.      Penyidikan
Setelah menerima laporan, Polisi melakukan penyidikan. Penyidikanadalah: serangkaian tindakan penyidik untuk mencari sertamengumpulkan bukti untuk membuat jelas tindak pidana yang terjadi danguna menemukan tersangkanya. Dalam penyidikan, diperlukan kerjasama dari anggota masyarakat yangdiminta sebagai saksi. Seringkali karena tidak terbiasa berhubungandengan aparat penegak hukum, warga yang diminta menjadi saksimemerlukan pendampingan dari paralegal selama proses penyidikanberlangsung.

3.      Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkarake pengadilan negeri yang berwenang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akanmeminta Hakim Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskanperkara.Lalu Jaksa akan membaca dengan tekun dan telitiuntuk merumuskan dokumen tuntutan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri yang berwenang.

4.      Persidangan

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujurdan tidak memihak. Hakim mengadili kasus di depan sidang pengadilan.Dalam persidangan diperlukan pemantauan dari warga bersama paralegalbaik bila warga masyarakat menjadi korban maupun bila dituduh sebagaitersangka.

5.    Eksekusi Putusan Pengadilan

Bila semua pihak setuju dengan putusan pengadilan, maka putusan akanmemiliki kekuatan hukum tetap, dan disusul dengan pelaksanaaneksekusi.Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memilikikekuatan hukum tetap. Eksekusi akan dilakukan oleh Jaksa PenuntutUmum.Tapi bila salah satu pihak keberatan dengan putusan tingkat pertama,maka bisa mengajukan banding.Untuk meminta banding/kasasi, diperlukan dasar hukum dan alasan yangkuat. Untuk itu sebaiknya minta nasihat dari pengacara bila inginmengajukan banding atau kasasi.Semua putusan hakim wajib ditulis dan bisa diaksesoleh para pihak dan masyarakat umum



C.    Upaya Hukum Setelah Keluar Putusan Pengadilan Negeri:

1.      Banding
Banding ke Pengadilan Tinggi (di tingkat Propinsi): bila jaksa atau terdakwa ataukedua-duanya keberatan dengan putusan majelis hakim di pengadilan negeri,maka mereka bisa mengajukan banding atas putusan tersebut ke pengadilantinggi.
2.      Kasasi
Kasasi: bila jaksa atau terdakwa atau kedua-duanya tetap keberatan denganputusan Pengadilan Tinggi, maka bisa dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung(di tingkat Nasional)


D.    YANG HARUS DIPERHATIKAN BILA KITA MENJADI TERSANGKA SEBUAH TINDAKDANA BILA TERJADI PENANGKAPAN:

A.     Pertama, periksa prosedur penangkapan, tanyakan apa kesalahan yang dituduhkan. zanyakan surat perintah penangkapan, dan bacalah surat itudengan teliti. Surat penangkapan dikeluarkan oleh kantor polisi atau jaksauntuk kasus pidana khusus.
B.      Hubungi pengacara/lembaga bantuan hukum. Sekalipun kita memang melakukan apa yang dituduhkan, kita tetap berhak atas bantuan/pendampingan hukum. (daftar LBH/pengacara masyarakat bisa dilihat di kantor LBH atau posko bantuan hukum terdekat).
C.      Proses pemeriksaan: kita boleh menolak memberi kesaksian selama proses pemeriksaan bila belum didampingi oleh pengacara hukum. Surat Perintah Penangkapan, minimal isinya memuat:
1. Identitas lengkap si tersangka
2. Pelanggaran pasal/peraturan yang disangkakan
D.      Lamanya masa penahanan untuk penyidikan dan persidangan Penyidikan/Kepolisian 20 hari dapat ditambah 40 hari Penuntut Umum/Jaksa 20 hari dapat ditambah 40 hari lagi Persidangan tingkat pertama 30 hari dapat ditambah 60 hari lagi Persidangan tingkat banding 30 hari dapat ditambah 60 hari lagi Persidangan tingkat kasasi 50 hari dapat ditambah 60 hari lagi




a.       Hak tersangka:
1.       Persidangan yang adil
2.       Didampingi oleh penasehat hukum
3.      Memperoleh berkas perkara dalam setiap tingkat pemeriksaan
4.      Tidak mengalami kekerasan atau tekanan.

b.      Bagaimana Bila Anda Mengalami Kekerasan Fisik Selama Proses Penyidikan
1.      Segera Hubungi Keluarga Atau
2.      Pengacara Untuk Minta Visum Dokter

c.       Kalau Masa Penahanan Yang Benar Tidak Dipatuhi
Apa yang bisa dilakukan oleh korban atau keluarga dan teman korban?Yang bisa dilakukan adalah mengajukan gugatan praperadilan... Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tersangka ditahan. Yang jadi tergugat adalah Polisi tempat ia ditahan

Asas Praduga Tidak Bersalah Selama Proses Pidana Berlangsung, Seseorang Dianggap Tidak Bersalah Sampai Pengadilan Dapat Membuktikan SebaliknyaDefinisi:

1.      SAKSI:Orang yang dianggap mengetahui terjadinya tindak pidana atau kasus perdata. Dia diminta oleh polisi untuk menceritakan apa yang dia ketahui tentang kasus tersebut.
2.      TERSANGKA:Orang yang diduga melakukan tindakk pidana namun sesuai asas praduga tak bersalah, sebelum ada keputusan pengadilan maka dia belum dianggap bersalah.
3.      TERDAKWA:Tersangka disebut terdakwa pada saat dia mulai disidangkan dipengadilan.
4.      TERPIDANA:Setelah ada putusan pengadilan maka terdakwa menjadi terpidana, terpidana adalah orang yang telah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman.




Apa Yang Perlu Dilakukan Jika Kita Adalah Korban Tindak Kejahatan ?
a.       melaporkan: bisa dilakukan oleh anda sendiri atau orang yang anda percayai (paralegal/pengacara/LBH/Kepala Desa dan lain-lain). Lapor kepada Kepolisian setempat. Untuk pidana korupsi, anda bisa laporkan langsung ke Kantor Kejaksaan Negeri setempat.
b.      Memantau perkembangan kasus yang sudah anda laporkan. Bagaimana bila terjadi kemandegan dalam penanganan sebuah kasus ? Datangi kantor aparat hukum untuk menanyakan perkembangan kasus dan catat keterangan yang diberikan. Beritahukan kepada paralegal, bila kita menganggap proses hukum berjalan tidak transparan.
c.       Melakukan tindakan tekanan penyelesaian kasus; bekerja sama dengan LSMadvokasi, pengacara masyarakat atau rekan-rekan media massa untuk bersama-sama melakukan pemantauan dan penyebarluasan hasil pemantauan tersebut ke media massa atau cara penyebaran informasi yang lain








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari kasus pidana penganiayaan tersebut diatas maka disimpulkan sebagai berikut:
1.Bahwa pandangan tersebut sangatlah konservatif, diskirminatif dan sangat jauh dari rasakeadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat konstruksi hukum yang dibangun oleh penyidik terlalu simplikatif dalam mengartikan sakit yang dapat mengahalangi seseorang untuk bekerja. Bagaimana jika si Korban adalan seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja / pengangguran, ketika dirinya teraniaya dan menimbulkan luka dijarinya sehingga akibat luka dijarinya dia tidak bisa memotong bawang atau cabai apakah sipelaku bisa dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dan ditahan.
2.  Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dengan Penganiaayaan Ringan. Hal ini nampaknya perlu kita kaji lebih dalam, menginggat dalam beberapa perkara terkadang Penyidik (Kepolisian) tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh korban. Khususnya berkaitan dengan ditahan atau tidaknya seorang pelaku Penganiayaan, mengingat jika si pelaku dikenakan pasal 351 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsur penganiayaan biasa dimana pelaku harus ditahan, jika pelaku dikenakan pasal 352 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsure penganiayaan ringan sehingga pelaku tidak bisa ditahan. (Lihat ketetuan pasal 21 Ayat (4) KUHAP).
DAFTAR PUSTAKA

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1988. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung : PT Alumni.
Lilik Mulyadi, 2004. Kapita Selekta Hukum Pidana, Kriminologi dan Victimologi, Jakarta : PT. Jambatan.
Lilik Mulyadi, 2004. Kapita Selekta Hukum Pidana, Kriminologi dan Victimologi, Jakarta : PT. Jambatan.
Barda Nawawi Arief, 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti

No comments:

Post a Comment