Monday, August 17, 2015

Studi Kasus Kewarisan Islam: Aul dan Radd dalam Masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kasus I (Aul)
Ibu Mutia dan Bapak Aris menikah pada tahun 2007. Ibu mutia yang berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah SMP dan Bapak Aris yang berprofesi sebagai anggota TNI di Kodim. Selama menikah keduanya tidak dikaruniai seorang anak pun. Pada tahun 2012 bu Mutia menderita sakit kanker kandungan sehingga ia pun meninggal pada tahun 2013
Bu Mutia meninggalkan beberapa harta mulai dari tanah, tabungan, dan warisan dari almarhumah bapaknya yang jika dikalkulasikan sebesar Rp. 900.000.000,- . Ibu Mutia meninggalkan seorang suami, dua orang sdri kandung yang bernama Ani dan Farida ,  dan seorang ibu yang sudah tua. Bagaimanakah pembagian harta waris masing-masing sesuai hukum kewarisan islam yang memiliki keadilan secara prosedural dan secara substansial.[1]

1.        Kedudukan dan posisi ahli waris
a.         Ashabul furudh
·           Dzawil furudh nasabiyah:
1.        Dua sdri kandung (bagian 2/3 tanpa anak)
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 176.[2]
4 uqèdur !$ygèO̍tƒ bÎ) öN©9 `ä3tƒ $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts?
Artinya: jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
Berdasarkan dalil Aqli disini jelas bahwa jika si mati tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai saudara laki-laki sekandung, bagian dua orang sdr perempuannya adalah 2/3 yang ketika dibagi masing-masing mendapat 1/3. Karena pada dasarnya saudara sekandung adalah ahli waris pengganti disaat pengganti utama tidak ada.
2.        Ibu (bagian 1/3 karena pewaris tidak punya anak)[3]
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11.[4]
bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4
Artinya: jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga;
Berdasarkan dalil aqli tampak bahwa jumlah warisan yang diterima ibu lebih besar karena pewaris tidak mempunyai anak. Anak disini adalah ahli waris utama yang telah tergantikan oleh Ibu
·           Dzawil furudh sababiyah:
1.        Suami (bagian ½ pewaris tidak mempunyai anak)[5]
Dalil naqli QS. An-Nisa’ ayat 12.[6]
öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur 4
Artinya: dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Berdasarkan dalil aqli suami mendapatkan bagian waris sebesar ½ karena pewaris tak mempunyai anak. Dimana suami memiliki hubungan terdekat dengan si mati melalui sebab perkawinan.

2.        Diagram Pohon Ahli Waris
 






                                                                 Tidak Mempunyai Anak
 Ket:                                                         
      : sdri sekandung (2 orang: 2/3 bagian)                 : Suami (1/2 bagian)
      : Bapak (mati)                                                       : Ibu (1/3 bagian)
      : Istri (mati)

3.        Penyelesaian kasus Melalui Aul
Ahli Waris
Fard
Asal Masalah: 6 Sahamnya
Penerimaan
Suami
½
½ x 6 = 3
3/9x Rp. 900.000.000,-= Rp. 300.000.000,-
Ibu
1/3
1/3x 6 = 2
2/9 x Rp 900.000.000,-= Rp. 200.000.000,-
2 sdri kandung
2/3
2/3 x 6 – 4
4/9xRp. 900.000.000,-= Rp. 400.000.000,-

Berdasarkan tabel diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris hanya sebesar Rp. 900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan.
Secara istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa hal ini dapat terjad apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh warisan sehingga menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang belum mendapat bagian.[7]
Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan dengan prosedur hukum yang berlaku dan secara keadilan substansial telah memenuhi syarat juga karena masing-masing ahli waris mendapat bagian yang semestinya.

B.       Kasus II (Radd)
Pak Joyo adalah seorang pemborong sawah. Ia mempunyai  seorang istri dan seorang anak perempuan. Istri pak Joyo meninggal sebulan yang lalu karena terkena serangan jantung. Sehingga Pak Joyo kehilangan istri yang dicintainya.
Akhir-akhir ini kesehatan pak Joyo mengalami penurunan akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Rokok yang merupakan sesuatu yang digandrungi pak Joyo telah merenggut nyawanya tahun ini. Pak joyo meninggalkan, seorang anak perempuan, dan empat orang cucu perempuan dari anak perempuan.
Pak Joyo tergolong Pengusaha yang sukses karena ketika dikalkulasikan hartanya sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Bagaimanakah pembagian harta waris yang sesuai dengan perspektif konsep hukum waris islam yang berkeadilan prosedural dan berkeadilan substansial.[8]

1.        Kedudukan dan Posisi Ahli Waris
a.         Ashabul Furudh
·           Dzawil Furudh Nasabiyah
1.        Seorang anak perempuan (bagian 1/2 harta waris)[9]
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11.
bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$#
Artinya: jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
Berdasarkan dalil aqli jika seorang suami istri hanya memiliki seorang anak perempuan secara otomatis harta tersebut akan jatuh di tangan perempuan anak perempauan tersebut. Akan tetapi islam memberikan bagian bagi anak perempuan tunggal sebesar ½ bagian.
2.        Empat orang cucu perempuan (bagian 1/6 harta waris)[10]
Berdasarkan dalil aqli jelas bahwa cucu perempuan berhak mendapatkan 1/6 bagian harta waris karena mereka termasuk dzawil furudh nasabiyah.


2.        Diagram Pohon Ahli Waris




Ket:                                                                                       
      : Istri (mati)                                        : Menantu laki-laki
      : Suami (mati)                                    : Cucu Perempuan (4 orang: 1/6 bagian)
      : Anak Perempun (1/2 bagian)

3.        Penyelesaian kasus Melalui Aul
Ahli Waris
Fard
Asal Masalah: 6, sahamnya
Penerimaannya
Anak Pr
½
½ x 6 = 3
¾ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp.4.500.000.000,-
Cucu pr dari anak pr
1/6
1/6 x 6 = 1
¼ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp. 1.500.000.000,-

Berdasarkan tabel diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan.
Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai dengan besar-kecilnya bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya. [11]
Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan dengan prosedur hukum yang berlaku dan secara keadilan substansial telah memenuhi syarat juga karena masing-masing ahli waris mendapat bagian yang semestinya.



BAB III
PENUTUP

·           Kesimpulan
Berdasarkan data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris hanya sebesar Rp. 900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan.
Secara istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa hal ini dapat terjad apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh warisan sehingga menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang belum mendapat bagian.
Berdasarkan data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan.
Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai dengan besar-kecilnya bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya.




DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’an dan Terjemahannya Kementerian Agama Republik Indonesia
Salman S, Otje & Mustofa Haffas. 2002. Hukum Waris Islam. Bandung: Refika Aditama
Umam, Dian Khairul. 1999. Fiqih Mawari. Bandung: Pustaka Setia



[1] Kasus Waris di RT 4 RW 5 Desa Begadung Kab. Nganjuk
[2] QS. An-Nisa’ ayat 176
[3] Prof. Dr. H.R. Otje Salman S. SH & Mustofa Haffas, SH, Hukum Waris Islam, (Bandung : Refika Aditama, 2002), hal. 55
[4] QS. An_nisa’ ayat 11
[5] Ibid, hal. 54
[6] QS. An-Nisa’ ayat 12
[7] Drs. Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung, Pustaka Setia, 1999), hal. 133
[8] Kasus di RT 2 RW 5 Desa Begadung Kab. Nganjuk
[9] Op cit, hal 56
[10] Op cit, hal 64
[11] Ibid, hal. 147

No comments:

Post a Comment