BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kasus I (Aul)
Ibu
Mutia dan Bapak Aris menikah pada tahun 2007. Ibu mutia yang berprofesi sebagai
guru di sebuah sekolah SMP dan Bapak Aris yang berprofesi sebagai anggota TNI
di Kodim. Selama menikah keduanya tidak dikaruniai seorang anak pun. Pada tahun
2012 bu Mutia menderita sakit kanker kandungan sehingga ia pun meninggal pada
tahun 2013
Bu
Mutia meninggalkan beberapa harta mulai dari tanah, tabungan, dan warisan dari
almarhumah bapaknya yang jika dikalkulasikan sebesar Rp. 900.000.000,- . Ibu
Mutia meninggalkan seorang suami, dua orang sdri kandung yang bernama Ani dan
Farida , dan seorang ibu yang sudah tua.
Bagaimanakah pembagian harta waris masing-masing sesuai hukum kewarisan islam
yang memiliki keadilan secara prosedural dan secara substansial.[1]
1.
Kedudukan dan
posisi ahli waris
a.
Ashabul furudh
·
Dzawil furudh
nasabiyah:
1.
Dua sdri kandung
(bagian 2/3 tanpa anak)
Dalil Naqli dalam QS.
An-Nisa’ ayat 176.[2]
4 uqèdur !$ygèOÌt bÎ) öN©9 `ä3t $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts?
Artinya: jika ia tidak
mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
Berdasarkan dalil Aqli
disini jelas bahwa jika si mati tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai saudara
laki-laki sekandung, bagian dua orang sdr perempuannya adalah 2/3 yang ketika
dibagi masing-masing mendapat 1/3. Karena pada dasarnya saudara sekandung
adalah ahli waris pengganti disaat pengganti utama tidak ada.
2.
Ibu (bagian 1/3
karena pewaris tidak punya anak)[3]
Dalil Naqli dalam QS.
An-Nisa’ ayat 11.[4]
bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3t ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4
Artinya: jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
Maka ibunya mendapat sepertiga;
Berdasarkan dalil aqli
tampak bahwa jumlah warisan yang diterima ibu lebih besar karena pewaris tidak
mempunyai anak. Anak disini adalah ahli waris utama yang telah tergantikan oleh
Ibu
·
Dzawil furudh
sababiyah:
1.
Suami (bagian ½
pewaris tidak mempunyai anak)[5]
Dalil naqli QS.
An-Nisa’ ayat 12.[6]
öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3t £`ßg©9 Ó$s!ur 4
Artinya: dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak.
Berdasarkan dalil aqli
suami mendapatkan bagian waris sebesar ½ karena pewaris tak mempunyai anak.
Dimana suami memiliki hubungan terdekat dengan si mati melalui sebab
perkawinan.
2.
Diagram Pohon
Ahli Waris
Tidak Mempunyai Anak
Ket:
: sdri sekandung (2 orang: 2/3 bagian) : Suami (1/2 bagian)
: Bapak (mati) : Ibu (1/3 bagian)
: Istri (mati)
3.
Penyelesaian
kasus Melalui Aul
Ahli Waris
|
Fard
|
Asal Masalah: 6 Sahamnya
|
Penerimaan
|
Suami
|
½
|
½ x 6 = 3
|
3/9x Rp. 900.000.000,-= Rp.
300.000.000,-
|
Ibu
|
1/3
|
1/3x 6 = 2
|
2/9 x Rp 900.000.000,-= Rp.
200.000.000,-
|
2 sdri kandung
|
2/3
|
2/3 x 6 – 4
|
4/9xRp. 900.000.000,-= Rp.
400.000.000,-
|
Berdasarkan tabel diatas jika
penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang pertama maka harta
akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena bagian ahli waris
total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris hanya sebesar Rp.
900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah masing-masing harta waris
yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan.
Secara istilah menurut Ulama Faradiyun
aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil furudh atau berkurangnya kadar
penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa hal ini dapat terjad apabila
terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh warisan sehingga menghabiskan
harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang belum mendapat bagian.[7]
Secara keadilan prosedural telah
memenuhi syarat karena diselesaikan dengan prosedur hukum yang berlaku dan
secara keadilan substansial telah memenuhi syarat juga karena masing-masing
ahli waris mendapat bagian yang semestinya.
B.
Kasus
II (Radd)
Pak
Joyo adalah seorang pemborong sawah. Ia mempunyai seorang istri dan seorang anak perempuan.
Istri pak Joyo meninggal sebulan yang lalu karena terkena serangan jantung.
Sehingga Pak Joyo kehilangan istri yang dicintainya.
Akhir-akhir
ini kesehatan pak Joyo mengalami penurunan akibat penyakit paru-paru yang
dideritanya. Rokok yang merupakan sesuatu yang digandrungi pak Joyo telah
merenggut nyawanya tahun ini. Pak joyo meninggalkan, seorang anak perempuan,
dan empat orang cucu perempuan dari anak perempuan.
Pak
Joyo tergolong Pengusaha yang sukses karena ketika dikalkulasikan hartanya
sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Bagaimanakah pembagian harta waris yang sesuai
dengan perspektif konsep hukum waris islam yang berkeadilan prosedural dan
berkeadilan substansial.[8]
1.
Kedudukan dan
Posisi Ahli Waris
a.
Ashabul Furudh
·
Dzawil Furudh
Nasabiyah
1.
Seorang anak
perempuan (bagian 1/2 harta waris)[9]
Dalil
Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11.
bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$#
Artinya:
jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
Berdasarkan
dalil aqli jika seorang suami istri hanya memiliki seorang anak perempuan
secara otomatis harta tersebut akan jatuh di tangan perempuan anak perempauan
tersebut. Akan tetapi islam memberikan bagian bagi anak perempuan tunggal
sebesar ½ bagian.
2.
Empat orang cucu
perempuan (bagian 1/6 harta waris)[10]
Berdasarkan
dalil aqli jelas bahwa cucu perempuan berhak mendapatkan 1/6 bagian harta waris
karena mereka termasuk dzawil furudh nasabiyah.
2.
Diagram Pohon
Ahli Waris
Ket:
: Istri (mati) :
Menantu laki-laki
: Suami (mati) : Cucu
Perempuan (4 orang: 1/6 bagian)
: Anak Perempun (1/2 bagian)
3.
Penyelesaian
kasus Melalui Aul
Ahli Waris
|
Fard
|
Asal Masalah: 6, sahamnya
|
Penerimaannya
|
Anak Pr
|
½
|
½ x 6 = 3
|
¾ x Rp. 6.000.000.000,- =
Rp.4.500.000.000,-
|
Cucu pr dari anak pr
|
1/6
|
1/6 x 6 = 1
|
¼ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp.
1.500.000.000,-
|
Berdasarkan tabel diatas jika
penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang pertama maka harta
akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena bagian ahli waris
total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris sebesar Rp.
6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah masing-masing harta
waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan.
Secara definitif yang dimaksud dengan
radd menurut ulama faradiyun adalah pengembalian bagian yang tersisa dari
bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai dengan besar-kecilnya
bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak menerimanya. [11]
Secara keadilan prosedural telah
memenuhi syarat karena diselesaikan dengan prosedur hukum yang berlaku dan
secara keadilan substansial telah memenuhi syarat juga karena masing-masing
ahli waris mendapat bagian yang semestinya.
BAB
III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Berdasarkan
data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang
pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena
bagian ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris
hanya sebesar Rp. 900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah
masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah
hukum kewarisan.
Secara
istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil
furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa
hal ini dapat terjad apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh
warisan sehingga menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris
lainnya yang belum mendapat bagian.
Berdasarkan
data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah yang
pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena
bagian ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris
sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah
masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah
hukum kewarisan.
Secara
definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah pengembalian
bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai
dengan besar-kecilnya bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang
berhak menerimanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an
dan Terjemahannya Kementerian Agama Republik Indonesia
Salman
S, Otje & Mustofa Haffas. 2002. Hukum Waris Islam. Bandung: Refika Aditama
Umam,
Dian Khairul. 1999. Fiqih Mawari. Bandung: Pustaka Setia
[1] Kasus Waris di RT 4 RW 5 Desa Begadung Kab. Nganjuk
[2] QS. An-Nisa’ ayat 176
[3] Prof. Dr. H.R. Otje Salman S. SH & Mustofa Haffas,
SH, Hukum Waris Islam, (Bandung : Refika Aditama, 2002), hal. 55
[4] QS. An_nisa’ ayat 11
[5] Ibid, hal. 54
[6] QS. An-Nisa’ ayat 12
[7] Drs. Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung,
Pustaka Setia, 1999), hal. 133
[8] Kasus di RT 2 RW 5 Desa Begadung Kab. Nganjuk
[9] Op cit, hal 56
[10] Op cit, hal 64
[11] Ibid, hal. 147
No comments:
Post a Comment