Monday, August 17, 2015

Hukum Acara Peradilan Agama

  HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
M.ZAYIN CHUDLORI
082140953521


     Materi Kuliah :
1.      Pengertian Hukum Acara PA dan hubungannya dengan Hukum Materiil
2.      Sumber-sumber Hukum Acara PA
3.      Macam-macam Perkara PA
4.      Asas –asas Peradilan Agama
5.      Kedudukan dan Kewenangan PA
6.      Pendaftaran Gugatan/Permohonan
7.      Pemeriksaan Perkara
8.      Pembuktian
9.      Putusan/penetapan
10.  Upaya Hukum
11.  Eksekusi
12.  Advokasi.

Referensi :
1.      Peradilan Agama di Indonesia : H.A.Basiq Djalil
2.      Hukum Acara Peradilan Agama : Raihan A. Rasyid
3.      Hukum Acara PA : A. Manan
4.      Kedudukan,Kewenangan dan Acara Peradilan Agama : Yahya Harahap
5.      Hukum Acara Perdata : Yahya Harahap.
6.      UU Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009
7.      UU Peradilan Agama No. 7 Tahun 1989 ; UUPA No. 3 Tahun 2006; UUPA No. 50 Tahun 2009
8.      UUPerkawinan No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975
9.      HIR dan RBg
10.  Hukum Perdata ( BW) Buku IV



I.                   Pengertian :
a). Hukum Acara disebut juga dengan hukum formil, yaitu :
“ Hukum yang mengatur cara menyelesaikan perkara melalui Pengadilan sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi)”
Atau:
“Hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum materiil”
Atau :
“ Rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan peraturan hukum perdata”(Wirjono Projodikuro).
Hukum Acara Perdata (Formal Civil Law) :
“Peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata”
                  Peradilan Agama :
“Salah satu kekuasaan kehakiman yang bertugas memeriksa, memutus dan menyelesaikan (melaksanakan putusan) perkara perdata tertentu  bagi orang Islam”
Hukum Acara Peradilan Agama :
“ Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum perdata bagi orang Islam’
b). Hukum Perdata atau Pidana disebut juga dengan Hukum  
      Materiil :
“ Hukum yang mengatur bagaimana seseorang harus bertindak terhadap orang lain, apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilakukan serta sanksi apa yang harus diterima bagi orang yang melanggarnya”

1). Hukum Pidana :
“Hukum yang mengatur tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) dan sanksi yang harus diterima bagi pelanggarnya”
Aspek Perkara Pidana:
1.      Perbuatan pidana sifatnya merugikan negara, kepentingan umum, mengganggu kewibaan pemerintah, mengganggu ketertiban umum;
2.      Inisiatif berperkara datang dari pihak penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim;
3.      Pihak yang mengajukan perkara ke pengadilan disebut jaksa, polisi yang melakukan penyidikan. Pihak yang disangka melakukan tindak pidana disebut tersangka atau tertuduh atau terdakwa;
4.      Hakim bertugas mencari kebenaran sesungguhnya (materiil) secara mutlak dan tuntas;
5.      Pemeriksaan perkara pidana tidak boleh dilakukan perdamaian, kecuali ada alasan di deponir;
6.      Pemeriksaan perkara pidana tidak dikenal sumpah pemutus ( decissoire);
7.      Hukuman yang dibebankan oleh hakim kepada terdakwa berupa hukuman badan, denda dan hak, yaitu hukuman mati, hukuman penjara, hukuman denda, hukuman pencabutan hak tertentu.
8.      Tidak ada pencabutan perkara.
2). Hukum Perdata :
“Hukum yang mengatur bagaimana seseorang atau pihak harus bertindak terhadap seseorang atau pihak lain, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan serta sanksi bagi yang malanggarnya”
Aspek Perkara Perdata :
1.      Timbulnya perkara perdata karena terjadi pelanggaran terhadap hak seseorang seperti yang diatur dalam Hukum Perdata. Akibat pelanggaran tersebut  menimbulkan kerugian bagi yang bersangkutan;
2.      Inisiatif berperkara datang dari pihak yang dirugikan. Hakim baru bertidak menyelesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku apabila pihak yang dirugikan mengajukan penyelesaian (gugatan)  kepada pengadilan.
3.      Pihak yang mengajukan perkara ke pengadilan disebut penggugat, sedang pihak yang digugat (lawan) disebut tergugat;
4.      Hakim bertugas mencari kebenaran sesungguhnya dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh pihak-pihak. Hakim tidak boleh memeriksa/memutus melebihi dari apa yang diminta;
5.      Pemeriksaan perkara perdata di muka persidangan selama belum diputus oleh hakim selalu dapat ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara;
6.      Pemeriksaan perkara perdata dikenal sumpah pemutus (decissoire);
7.      Hukuman bagi pelanggar perkara perdata dibebankan oleh hakim kepada pihak yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi.
8.      Boleh dilakukan pencambutan perkara dalam persidangan.


Hubungan antara Hukum Acara (formil) dengan Hukum Materiil :
“Keduanya mempunyai hubungan yang erat. Hukum materiil tidak bisa diterapkan secara benar tanpa hukum formil. Demikian halnya, hukum formil tidak punya arti tanpa adanya hukum materiil”
II.                Sumber Hukum Acara Peradilan Agama :
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dilingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. ( UUPA No.7/1989, pasal 54).
Hukum Acara Perdata Peradilan Umum :
1.      HIR ( Het Herziene Inlandsche Reglement) atau disebut juga RIB (Reglemen Indonesia yang di Baharui);
2.      RBg ( Rechts Reglement Buitengewestenn) atau disebut jugaReglemen untuk daerah sebrang ( luar Jawa- Madura ).
3.      Rsv atau B.Rv ( Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering), zaman Belanda berlaku untuk Raad van Justitie.
4.      BW (Burgelijke Wetboek) atau disebut KUH Perdata khususnya Buku IV tentang pembuktian;
5.      UU Nomor 2 tahun 1986, tentang Peradilan Umum.

Hukum Acara yang berlaku bagi lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama :
1.      UU Nomor 48 tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman;
2.      UU Nomor 14 tahun 1985, tentang Mahkamah Agung
3.      UU Nomor 1 tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975, tentang Perkawinan dan Pelaksanaannya.
Hukum Acara yang berlaku bagi lingkungan Peradilan Agama :
1.      UU Nomor 7 tahun 1989, diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2006, diubah dengan UU No 50 tahun 2009,tentang Peradilan Agama;
2.      SK,SE Mahkamah Agung;
3.      Kitab-kitab fiqih
III.             MACAM PERKARA PA
1.           Perkara Gugatan ( Jurisdictio Countiosa ) :
a.       Perkara sengketa yang melibatkan dua orang/pihak atau lebih, pihak penggugat dan pihak tergugat;
b.      Hakim memeriksa dan memutus terbatas pada apa yang digugat;
c.       Hakim menerapkan perundang-undangan yang berlaku;
d.      Putusan hakim hanya mengikat bagi pihak-pihak yang bersengketa
e.       Produk hukumnya berupa menghukum pihak yang kalah ( Condemnatoire ) yaitu memerintahkan untuk melakukan atau meninggalkan.
f.       Putusan hakim dapat dilakukan upaya hukum ( banding, kasasi atau peninjauan kembali).
2.      Perkara Permohonan ( Jurisdictio Voluntaria ) :
a.       Perkara yang hanya melibatkan satu pihak ( pemohon ) dan tidak ada sengketa;
b.      Hakim dapat menetapkan lebih dari apa yang dimohon;
c.       Hakim lebih bebas menggunakan kebijakan;
d.      Ketetapan hakim dapat mengikat pada orang lain;
e.       Produk hukumnya berupa penetapan (Diclaratoire)yaitu pernyataan hukum;
f.       Penetapan hakim tidak bisa dilakukan upaya hukum.

IV.             ASAS-ASAS PERADILAN AGAMA
1.      Asas Umum :
a.       Asas Kebebasan :
Pengadilan (hakim) dalam menjalankan tugasnya (memeriksa dan mengadili/ memutus perkara) tidak dipengaruhi atau diintervensi oleh siapapun. Hakim harus bersifat independen. Kebebasan hakim meliputi:
             l). Bebas dari campur tangan pihak kekuasaan lain;
            2). Bebas dari paksaan dan rekomendasi yang datang dari pihak  
                 extra judicial;
            3). Bebas melaksanakan judicial, yang dibatasi dengan mengacu  
                 pada :
                 a). Menerapkan hukum yang bersumber dari peraturan
                      perundang- undangan yang tepat dan benar;
                 b). Menafsirkan hukum yang tepat melalui cara-cara pendekatan
                      penafsiran yang dibenarkan, yaitu penafsiran sistematik,
                      sosilogik, analogik, linguestik atau a-contrario;
                 c). Mencari dan menemukan hukum (rechts vinding), dasar-dasar
                      dan  asas-asas hukum melalui ilmu hukum, norma hukum  
                      tidak tertulis, yurisprodensi, maupun melalui pendekatan  
                      realisme ( nilai-nilai ekonomi, agama kepatutan dan
                      kelaziman).

         Dasar pijakan : -     Pasal 3UU Nomor : 48 tahun 2009 tentang
                                         Kekuasaan Kehakiman
-          Pasal 53 (4) UU nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
-          Pasal 5 (2), 12 ,20 UU Nomor 3 tahun 2006 tetang Peradilan Agama
b.      Asas Wajib Mendamaikan (dalam perkara perdata) :
1). Penyelesaian perkara dengan perdamaian lebih utama dari pada  
      melalui putusan hakim.
2). Hakim, setidaknya diawal persidangan, wajib (imperatif)  
     berusaha mendamaikan masing-masing pihak yang bersengketa    
     (HIR ps. 130-131, RBg.ps. 154 ayat 1)
3). Upaya mendamaikan secara formal dilakukan melalui mediasi.
4). Dalam perkara perceraian, usaha mendamaikan dilakukan setiap   
     kali sidang pemeriksaan selama perkara sebelum diputus (UUNo  
     1/1974  ps. 39; PP No.9/1975,ps 31 ayat 1-2; UUPA No. 7/1989  
     ps 82-83)
5). Bila terjadi perdamaian, hakim membuat Akta perdamaian dan  
     putusan damai tidak dapat diajukan banding atau diajukan
     kembali dalam perkara yang sama.
6). Akibat hukum adanya pelanggaran asas ini, putusan hakim dapat  
     dibatalkan (batal demi hukum).
         c.  Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan:
              Peradilan harus memenuhi harapan dari pencari keadilan yang  
              selalu mengehendaki peradilan yang cepat, tepat, adil dan biaya  
              ringan ( UUKK No. 48/2009, ps 2 ayat 4; UUPA No 7/1989 ps 57  
              ayat 3, beserta penjelasannya)
-          Sederhana  : Tidak memerlukan periksaan yang berbelit-belit
-          Cepat         : Tidak memerlukan waktu yang terlalu lama
-          Tepat         : Tidak mengurangi pembuktian untuk memperoleh keadilan/kebenaran
-          Biaya Ringan : Sesuai dengan jangkauan masyarakat
d.      Asas Persidangan Terbuka untuk Umum :
1). Pada prinsipnya pemeriksaan dalam persidangan harus terbuka.
     Semua  orang boleh menyaksikan proses jalannya persidangan
     (fair trail), dengan tujuan : Terhindar dari persidangan dan  
     putusan yang tersembunyi (UUKK No. 48/2009, ps 13; UUPA  
     No.7/1989, ps 59 ayat  1-2)
2). Penerapan asas terbuka ini dikecualikan perkara perceraian ( Lex
     spicialis drogat lex generalis), (UUPA No 7/1989, ps 80 ayat 2, ps 81   
     ayat 1; PP No 9/1975, ps.33, ps 34, ayat 1).
3) Pemberlakuan sidang tertutup dalam perkara perceraian  
    dilakukan apabila pemeriksaan telah memasuki pokok perkara, dengan   
    ketentuan :
    -  Sidang tertutup dalam masalah perceraian bersifat imperatif  
       untuk menjaga privatisasi
    -  Putusan hakim tetap diucapkan dalam sidang terbuka yang    
       bersifat imperatif
4).  Akibat hukum adanya pelanggaran ini, putusan hakim batal
      demi hukum ( UUKK No. 48 ayat 3; UUPA No. 7/1989, ps 59  
      ayat 2.)
5). Penerapan asas ini harus mempertimbangkan ketertiban,   
     keamanan dan kelancaran jalannya persidangan.
       e. Asas Legalitas:
           1). Asas legalitas mempunyai arti :
                - Mengadili perkara menurut hukum yang berlaku.
                - Mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang ( UUKK No.
                  49/2009, ps.4 ayat 1; UUPA No. 7/1989 ps 58 ayat 1).
           2). Asas legalitas ini mengandung prinsip Equality :
                - Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan  
                  persidangan pengadilan (equal before the law)
                - Persamaan hak perlindungan oleh hukum (equal protection on  
                  the law)
                - Persamaan hak mendapatkan perlakuan di bawah hukum ( equal  
                 justice under the law).
            3). Penerapan asas ini mendukung  penegakan hukum ( law  
                 enforcement).
        f. Asas Aktif Memberi Bantuan Hukum (formal) :
            1). Dalam menjalankan peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,
                  hakim dalam memimpin sidang wajib mengarahkan dan  
                  mengatur  jalannya sidang menuju pada tertib sidang
           2). Hakim bersifat aktif membantu kesulitan pihak-pihak yang  
                berperkara sepanjang menyangkut hukum acara ( HIR,ps 119,   
                RBg.ps 143; UUKKNo. 49/2009,ps 4 ayat 2; UUPA No. 7/1989,
                ps 58 ayat 2)
           3). Memberi bantuan dalam bidang formal meliputi :
                a). Membuat surat gugatan/permohonan bagi yang buta huruf  
                     (HIR, ps 120)
                b). Memberi pengarahan tata-cara izin Prodeo (HIR, ps 237-245)
                c). Menyarankan penyempurnaan surat kuasa. Syarat formal  
                     keabsahan surat kuasa :
                     - Harus berbentuk tertulis: - Akta di bawah tangan – Akta   
                       dibuat oleh Panitera dilegalisir oleh Ketua Pengadilan/Hakim   
                    – Akkta Otentik yang dibuat oleh Notaris.
                    - Harus menyebut nama pihak yang berperkara
                    - Harus menegaskan hal yang disengketakan
                    - Harus merinci batas-batas tindakan yang dapat dilakukan oleh
                      penerima kuasa.
                d). Menganjurkan perbaikan surat gugatan.Kesalahan gugatan bisa  
                     terjadi :
                     - Gugatan tidak jelas ( Obscurlible )
                     - Salah 0rang /subyek hukum ( error in person)
                   - Antara positum dan petitum tidak sesuai
               e). Memberi penjelasan alat bukti yang sah/ syarat sah menjadi   
                    saksi (  HIR,ps 145-146)
               f). Memberi penjelasan cara mengajukan bantahan dan  
                    jawaban(eksepsi). Bantahan  dapat berupa : eksepsi obcsurlibel,
                    Error in persona, Nebis in Idem atau menyangkut kompetensi  
                    dll.
            g). Memanggil saksi secara resmi. Saksi tidak boleh datang sendiri  
                 kecuali ada panggilan/perintah hakim
            h). Memberi penjelasan upaya hukum :
                 - Tentang batas waktu Banding/Kasasi yaitu 14 hari kerja setelah
                    putusan diucapkan atau putusan diterima
                 -  Tentang cara membuat memori/risalah Banding atau Kasasi/PK
             i). Memberi penjelasan tata cara membuat Verzet atas Verstek dan
                  Rekonpensi
             j). Mengarahkan dan membantu menformulasikan Akta perdamaian
     2. Asas Khusus :
          Asas Personalitas Ke-Islam-an:
          1). Pengadilan Agama berwenang mengadili Rakyat Indonesia yang
               beragama Islam
          2). Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara perdata tertentu
               berdasarkan hukum Islam (kewenangan mutlak/absolut
               competentie) (UUPA No. 3/2006 ps.49 beserta penjelasnnya)
          3). Dalam perkara perkawinan, dilihat pada saat melaksanakan ikatan
               hubungan perkawinan dan dasarhukum yang dipakai ( hukum    
               Islam)
          4). Dalam perkara ekonomi, dilihat hukum yang dipakai pada waktu
               dilakukan ikatan perjanjian
         5). Dalam perkara wakaf, zakat, dan waris, dilihat ke-Islam-an pada
               waktu kematian atau terjadi pemindahan harta.
    IV.KEDUDUKAN DAN KEKUASAAN PA
A.    Kedudukan PA.
Ø  PA adalah peradilan tingkat pertama yang berkedudukan di Kota/Kabupaten.
Ø  PTA adalah peradilan tingkat banding yang berkedudukan Ibu Kota Provinsi
B.     Kewenangan Relatif ( Relative Competentie )
Ø  Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara sesuai dengan wilayah kekuasaannya (Kabupaten/Kota)
Ø  Pengadilan Tinggi Agama berwenang mengadili perkara sesuai dengan wilayah kekuasaannya (provinsi)
(UUPA No.3/2006, ps. 4)
Ø  Apabila terjadi sengketa mengenai kewenangan relatif antar PA dalam satu wilayah PTA, penyelesaiannya menjadi wewenang PTA
Ø  Apabila terjadi sengketa mengenai kewenangan relatif antar PA dalam wilayah kekuasaan PTA yang berbeda, penyelesaiannya menjadi wewenang MA
Ø  Apabilla terjadi sengketa mengenai kewenangan relatif antar PTA yang berbeda, penyelesaiannya menjadi wewenang MA.
C.     Kewenangan Mutlak ( Absolute Competentie)
Ø  Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara sesuai dengan jenis perkara yang telah diberikan oleh undang-undang ( perkara yang terjadi antara orang-orang Islam dalam perkara perdata tertentu).UUPA No. 3/2006 ps. 2.
Ø  Jenis perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama ialah : Perkawinan; kewarisan/hibah/wasiat; wakaf; zakat/shodaqah/infak; dan ekonomi syari’ah (UUPA No. 3/2006, ps 49 beserta penjelasannya)
Ø  Apabila terjadi sengketa mengenai kewenangan mutlak antara PA dengan pengadilan lainnya, penyelesasiannya menjadi wewenang M A.
Ø  Apabila terjadi sengketa kewenangan menenai  perbedaan domisili pihah-pihak yang berperkara, maka yang menjadi dasar ialah domisili pihak istri dalam perkara perceraian; domosili tergugat dalam perkara selain perkawinan; domisili penggugat apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya; tempat objek sengeketa apabila menyangkut tanah; domisili tempat pernikahan apabila pihak yang berperkara berada diluar negeri.
Ø  Dalam menyelasaikan perkara PA, sumber hukum materiil yang dipakai antara lain :
a.       Perkawinan (UUP No. 1/1974, PP No.9/1975; KHI;Peraturan-2 yang terkait dan Kitab-kitab fiqh)
b.      Wakaf (KHI; UUW No.41/2004; PP No.28/1977;Peraturan-2 yang terkait dan Kitab-kitab fiqh).
c.       Waris,hibah wasiat ( KHI, peraturan-2 yang terkait dan kitab-kitab fiqh).
d.      Zakat/shadaqah/Infak ( UUZ No. 38/1999; peraturan-2 yang terkait dan kitab-kitab fiqh).
e.       Ekonomi Syari’ah ( KHES; Perundang-an perbankan, Ekonomi/Bank Syari’ah dan kitab-kitan fiqh)
V.                 PENDAFTARAN PERKARA
A.    Membuat Surat Gugatan/Permohonan :
1.      Dibuat secara tertulis
2.      Isi surat gugatan/permohonan meliputi:
§  Tanggal Surat Gugatan/permohonan
§  Alamat kepada Ketua Pengadilan Agama ........
§  Identitas penggugat/Pemohon : Nama asli dan orang tua, umur, alamat rumah/tinggal, agama, pekerjaan
§  Kedudukan : Sebagai PENGGUGAT/PEMOHON
§  Kata : MELAWAN
§  Identitas tergugat/termohon : Nama asli dan orang tua, umur, alamat rumah/tinggal, agama, pekerjaan
§  Kedudukan : Sebagai TERGUGAT/TERMOHON
§  Posita/positum (fondamental petendi), meliputi :
·         Uraian singkat kronologis kejadian/peristiwa hubungan hukum
·         Uraian dasar hukum ( rechts grounden)
§  Petitum/tuntutan/permohonan, meliputi :
·         Meminta para pihak dipanggil dalam sidang
·         Mengabulkan gugatan/permohonan (formal)
·         Tuntutan utama ( primer )
·         Tuntutan Tambahan ( subsider )
§  Tanda tangan dan nama terang di atas meterai
3.      Pihak-pihak dalam perkara : pihak-pihak yang terlibat (subyek hukum) , baik posisinya sebagai penggugat/pemohon maupun tergugat/termohon, bisa terdiri :
§  Publik ( pemerintah dll)
§  Privat  ( PT, CV, dll)
§  Perseorangan
§  Pihak ketiga ( turut serta ).
4.      Komulasi Gugatan. Komulasi gugatan terjadi dalam bentuk :
§  Gugatan Komulasi Subyektif
§  Gugatan Komulasi Obyektif
§   Keduanya harus dalam kesatuan Hukum Acara dan dalam  kesatuan wewenang pengadilan.
5.      Gugatan perwakilan kelompok (Class Action), dapat dilakukan dengan syarat :
-          Gugatan oleh satu orang mewekili sejumlah orang yang banyak;
-          Terdapat kesamaan fakta dan dasar hukum serta jenis tuntutan;
-          Wakil kelompok memiliki kejujuran untuk mewakili.
B.     Mendaftarkan Permohonan/Gugatan:
1.      Pendaftaran perkara melalui bagian kepaniteraan  (Meja I) perkara gugatan/permohonan
2.      Membayar uang panjar (verskot) atau prodeo dibagian Kasir sesuai tertera dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang  telah dibuat oleh bagian Kepaniteraan.
3.      Bagian Kepaniteraan (Meja II) mencatan dalam Buku Register perkara sesuai dengan nomor perkara, kemudian memasukkan kedalam Map berkas perkara untuk disampaikan kepada Panitera.
4.      Panitera menyampaikan Map berkas perkara kepada Ketua PA untuk ditetapkan susunan Penetapan  Majelis Hakim(PMH).
5.      Ketua Majelis Hakim menetapkanPenetapan Hari sidang (PHS)dalam surat ketetapan.
6.      Panitera menetapkan Panitera Pengganti yang akan mendampingi sidang majelis.
7.      Panitera, melalui Juru Sita/Juru SitaPengganti, melalukan panggilan sidang, dengan ketentuan :
a.       Surat panggilan sidang dilakukan secara resmi dan patut. Resmi artinya disampaikan langsung kepada masing-masing pemohon/penggugat dan termohon/tergugat dan patut artinya sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja sebelum hari sidang.
b.      Surat Panggilan Sidang kepada Termohon/tergugat dilampiri surat permohonan/gugatan dari pemohon/
penggugat
c.       Penerimaan surat panggilan dibuktikan dengan Relas Panggilan dari masing-masing pihak yang berperkara.
d.      Apabila pihak yang berperkara tidak dapat ditemui di tempat, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa/Kelurahan setempat dengan dibuktikan Relas Panggilan.
e.       Apabila pihak Termohon/Tergugat tidak diketahui alamat tempat tinggalnya, panggilan dilakukan melalui media papan pengumuman/cetak/elektronik dalam jangka waktu 3 x 1 bulan.
f.       Apabila Termohon/tergugat berada di luar Negeri, panggilan sidang dilakukan melalui kedudataan yang bersamgkutan.
                V :PEMERIKSAAN PERKARA DALAM SIDANG
A.    Persidangan Pertama :
1.      Sidang perkara dimulai pukul 09.00, kecuali ada pertimbangan lain, dapat diajukan atau ditunda.
2.      Sebelum sidang dibuka, Majelis Hakim bersama Panitera Pengganti masuk ruang sidang yang telah ditentukan.
3.      Panitera Pengganti mempersilahkan kepada Pemohon/
penggugat dan termohon/tergugat untuk memasuki ruang sidang.
4.      Hakim Ketua memimpin dan membuka sidang dengan membaca Bismillah...., dan sidang dinyatakan terbuka untuk umum.
5.      Hakim Ketua Majelis memeriksa identitas masing-masing pihak yang berperkara, kemudian menyarankan untuk menyelesaikan secara damai.
6.      Hakim Ketua Majelis menunda sidang dan menyarankan kepada para pihak untuk menyelesaikan perdamaian melalui Mediator yang telah ditujuk.
B.     Persidangan Kedua :
1.      Hakim Ketua Majelis memeriksa laporan Mediator dari hasil upaya mediasi.
2.      Apabila telah berhasil, Hakim Majelis membuat ketetapan penyelesaian damai yang ditanda tangani oleh para pihak yang berperkara dan disahkan oleh Hakim Majelis;dan apabila tidak diperoleh kesepakatan damai, Hakim Ketua Majelis melanjutkan pemeriksaan perkara.
3.      Hakim Ketua Majelis menanyakan kesiapan kepada termohon/tergugat untuk memberi jawaban atas gugatan.
4.      Hakim Ketua Majelis memberi kesempatan kepada para pihak untuk membuat :
a.       Replik : Jawaban penggugat atas jawaban tergugat
b.      Duplik : Jawaban tergugat atas jawaban penggugat
c.       Hakim Ketua Majelis membuat putusan sela apabila dipandang perlu.
C.     Persidangan Ketiga dan seterusnya :
1.      Hakim Ketua Majelis memberi kesempatan untuk menyampaikan Replik – Duplik.
2.      Apabila telah dianggap cukup, Hakim Ketua Majelis melakukan pemeriksaan bukti-bukti yang ada dan mempersilahkan untuk menghadirkan saksi-saksi yang telah ditentukan.
3.      Apabila pemeriksaan perkara sudah lengkap, Hakim Ketua Majelis menyampaikan dan menawarkan kepada para pihak untuk membuat kesimpulan.
4.      Hakim Majelis melakukan musyawarah untuk membuat putusan sidang.
5.      Putusan Sidang Majelis dapat berbentuk :
a.       Menolak atau menerima permohonan/gugatan (formil)
b.      Mengabulkan semua atau sebagian tuntutan penggugat (gugatan konpensi tau rekonpensi).
6.      Hakim Ketua Majelis membacakan putusan dalam sidang terbuka.
D.    Sidang terakhir
Pembacaan putusan .Isi Putusan :
1.      Kepala Putusan : Judul dan Nomor perkara, kalimat Bismillah..., Demi Keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, Pengadilan ......
2.      Identitas para pihak yang berperkara ( penggugat dan tergugat )
3.      Pertimbangan Hukum : Duduk perkara, hubungan hukum dan dasar hukum( dalam replik-duplik).
4.      Amar putusan :
a.       Mengabulkan atau menolak permohonan/gugatan ( formil).
b.      Merima seluruhnya atau sebagian tuntutan penggugat ( gugatan konpensi atau rekonpensi).
5.      Penutup : Pernyataan pembacaan putusan dihadiri/tidak dihadiri oleh penggugat dan tergugat, tanda tangan dan nama Hakim Majelis, serta Panitera Pengganti.
                   Beberapa hal perlu diketahui :
1.      Perubahan dan atau pencabutan Surat Gugatan :
a.       Sebelum persidangan dilangsungkan, Surat Gugatan boleh dilakukan perubahan atau pencabutan;
b.      Apabila persidangan telah dilaksanakan, perubahan atau pencabutan surat gugatan harus sepengetahuan tergugat.
c.       Apabila pemeriksaan perkara sudah hampir selesai, perubahan atau pencabutan surat gugatan tidak diperbolehkan.
2.      Pembuktian :
a.       Pengajuan alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.
b.      Pembuktian dibebankan kepada pihak yang menyatakan dengan positif ( bukan negatif/penolakan ).
c.       Macam-macam alat bukti :
1).Tulisan :
a). Tulisan : Segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan
      yang bisa dimengerti dan mengandung suatu pikiran
      tertentu.
b). Alat bukti tulisan dapat berbentuk Akta Outentik atau
     Akta di bawah tangan dan dapat pula berbentuk tulisan
     lainnya.
c). Kekuatan alat bukti tulis outentik :
      - Mempunyai kekuatan pembuktian formal
      - Mempunyai kekuatan pembuktian Materiil ( benar-benar 
        terjadi ).
      - Mempunyai kekuatan pembuktian lahir ( berlaku bagi
        pihak-pihak lain).
d). Kekuatan alat bukti tulis dibawah tangan atau lainnya
     bersifat bebas. Hakim bebas untuk memakai atau tidak.
e). Bukti tulisan berupa foto kopi harus dibubuhi materai.
2. Persaksian :
    “ Pernyataan seseorang didepan hakim (dalam sidang) dibawah sumpahnya tentang apa yang telah dialami, dilihat dan atau didengar sendiri”
-          Persaksian orang seperti di atas mempunyai kekuatan hukum yang sempurna.
-          Persaksian yang diperoleh melalui orang lain disebut “Testimonium de auditu” dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
3.      Putusan:
Macam-macam putusan :
a.       Digugurkan karena tidak memenuhi persyaratan administrative atau penggugat tidak hadir.
b.      Ditolah karena tidak memenuhi syarat formal
c.       Diterima karena telah memenuhi syarat formal dan isinya mengabulkan semua atau sebagian petitum. Sifat putusan :
1). Condemnatoir : Menghukum pihak yang kalak untuk
      melaksanakan/menyerahkan atau meninggalkan/
menghentikan suatu perbuatan.
                               2). Constitutif : Menyatakan sesuatu yang belum ada hukum                        
                                    Sebelumnya.
                               3). Diklaratoir : Menetapkan hukum yang sebelumnya
                                    berbeda/sebaliknya.
VI.             UPAYA HUKUM
A.    Banding :
1.      Pengajuan permohonan Banding dapat dilakukan oleh para pihak ( penggugat atau tergugat) yang merasa tidak puas dengan putusan hakim PA.
2.      Pengajuan banding diberi waktu 14 hari kerja setelah putusan diucapkan dalam sidang atau setelah putusan diterima (bagi penggugat/tergugat tidak hadir dalam sidang pepmbacaan putusan).
3.      Apabila lewat dari waktu yang ditentukan, para pihak masih diberi kesempatan untuk mengajukan Peninjauan Kembali dalam waktu 180 hari.
4.       Permohonan Banding dibuat secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan didaftarkan di Pengadilan Agama yang memutus perkara setelah membayar biaya banding.
5.       Pihak pembanding diberi kesempatan untuk membuat memori banding (alasan-alasan hukum ) dan diserahkan kepada PA dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja.
6.      Pihal terbanding diberi kesempatan untuk membuat kontra memori banding ( bantahan atas alasan hukum pembanding) dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima memori banding dan diserahkan kepada PA.
7.      Pengadilan Agama mengirim berkas perkara banding disertai bukti pembayaran banding dalam waktu 30 hari kerja setelah pendaftaran banding.
B.     Kasasi :
1.      Pengajuan permohonan Kasasi dapat dilakukan oleh pihak ( pembanding atau terbanding) yang merasa tidak puas dengan putusan banding.
2.      Pengajuan kasasi diberi waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan banding diterima.
3.      Pengajuan permohonan Kasasi dilakukan secara tertulis kepada Ketua Mahkamah Agung dan didaftar di Pengadilan Agama yang memutus perkara setelah membayar biaya perkara.
4.      Pemohon kasasi diberi kesempatan untuk membuat memori kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan dan diserahkan kepada PA
5.      Termohon kasasi diberi kesempatan untuk membuat kontra memori kasasi  dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima memori kasasi dan diserahkan kepada PA
6.      Pengadilan Agama mengirim berkas perkara kasasi ke Mahkamah Agung dengan bukti pembayaran biaya perkara kasasi.
C.     Peninjauan Kembali (PK).
1.      Permohonan PK dapat dilakukan apabila :
a.       Pengadilan dibawahnya memutus perkara menyalahi undang-undang,atau
b.      Pengadilan dibawahnya menutus perkara apa yang tidak dimohon, atau
c.       Ditemukan bukti baru (novum) setelah putusan dijatuhkan.
2.      Pengajuan permohonan PK dapat dilakukan oleh pihak yang merasa tidak puas dengan putusan kasasi.
3.      Pengajuan permohonan PK diberi waktu 180 hari setelah putusan kasasi diterima.
4.      Pengajuan permohonan PK dibuat secara tertulis kepada Ketua Mahkamah Agung dan didaftarkan kepada PA yang memutus perkara setelah membayar biaya perkara.
5.      Pemohon kasasi diberi kesempatan untuk membuat memori PK dalam waktu 7 ( tujuh) hari setelah permohonan PK didaftarkan.
6.      Termohon kasasi diberi kesempatan untuk membuat kontra  memori PK dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah memori PK diterima.
7.      Pengadilan Agama mengirim berkas PK kepada Mahkamah Agung dalam waktu 30 hari kerja setelah pendaftaran PK.
VII.          PENYELESAIAN PERKARA
1.      Penyelesaian perkara  dapat dilakukan setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap (eksekutoir), yaitu setelah lewat waktu masa banding atau masa kasasi ( 14 hari kerja) dan setelah putusan PK
2.      Eksekusi dilakukan dilaksanakan oleh Panitera dan dibantu oleh Juru Sita serta dipimpin oleh Ketua Pengadilan.
3.      Permohon eksekusi diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara.
4.      Panitera membuat  pemberitahuan kepada pihak yang kalah untuk menjalankan putusan hakim dengan patut.
5.      Pelaksanaan eksekusi dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Panitera PA.

6.      Khusus eksekusi perkara cerai talah, ikrar talak dilakukan setelah putusan izin talak telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan suami telah melunasi kewajiban meteriilnya kepada istri.  

No comments:

Post a Comment