BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Tafsir Al Qur’an
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan
“taf’il” berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap,
dan menerangkan makna yang abstrak .Kata kerjanya mengikuti wazan “
darab-yadribu” dan “nasara-yansuru”.[1]
Kata al-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang
tertutup.dalam Lisanul Arab dinyatakan kata al-fasr berarti menyingkap sesuatu
yang tertutup, sedang kata al-tafsir berarti menyingkap maksud suatu lafaz yang
musykil. Dalam Al qur’an Surat Al furqan
ayat 33 dinyatakan:
wur y7tRqè?ù't @@sVyJÎ/ wÎ) y7»oY÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ z`|¡ômr&ur #·Å¡øÿs? ÇÌÌÈ
33. tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan
yang paling baik penjelasannya(QS. Al furqan:33) [2]
[1067]
Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad s.a.w membawa suatu
hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar
dan nyata.Al-Qathan
Sebagian ulama berpendapat bahwa kata
“tafsir” adalah kata kerja yang terbalik , berasal dari kata safara yang
berarti menyingkapkan.Menurut Ar-Ragib kata al fasr dan as safr adalah dua kata
yang berdekatan makna dan lafaznya. Tetapi yang pertama untuk menunjukkkan arti
menampakan makna yang ma’qul (abstrak) . Sedang yang kedua untuk menampakkan
benda kepada penglihatan mata. Tafsir menurut istilah didefinisikan oleh Abu
Hayyan ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz Qur’an
tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun
ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang
melengkapinya.Menurut Az Zakarsyi tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah
yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan
hukum dan hikmahnya.
Tafsir menurut ulumul Qur’an adalah
membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafaz,[3]Dari
sini lahirlah berbagai pendapat dari pakar ilmu tafsir yang melahirkan term “al
iddah wa at tabyin”menjelaskan dan menerangkan
Dibawah ini pendapat dari para ahli:
1. M.Ali Sabuniy
تفسير هو العلم الذي يستخدم لفهم كتاب الله أنزل على النبي محمد، وأوضح معناها والقوانين وإصدار الدرس الحكمة.[4]
2.Az-Zarkasy
تفسير هو العلم الذي يستخدم لفهم كتاب الله أنزل على النبي محمد، وأوضح معناها والقوانين وإصدار الدرس الحكمة.[4]
2.Az-Zarkasy
من
الألف إلى الياء الزركشي في البرهان فاي آل القرآن آل العلوم،
تفسير هو تفسير لمعاني القرآن وإصدار القوانين والحكمة من جانب مضيء[5]
3. Az-Zarqaniy من الألف إلى الياء في مناحي آل عرفان
تفسير هو العلم الذي يناقش المجيدة القرآن القرآن من الإرشادات لمعرفة ما هو المقصود من الله تعالى تناسب القدرات البشرية.
4 Al Jurjany
تم الكشف في الأصل تفسير كبير والتسليم من حيث التفسير هو معنى شرح الآية، وجوده، قصته، والخلفية هبوطا مع الإشارة له في. واضحة ومحددة[6]
تفسير هو تفسير لمعاني القرآن وإصدار القوانين والحكمة من جانب مضيء[5]
3. Az-Zarqaniy من الألف إلى الياء في مناحي آل عرفان
تفسير هو العلم الذي يناقش المجيدة القرآن القرآن من الإرشادات لمعرفة ما هو المقصود من الله تعالى تناسب القدرات البشرية.
4 Al Jurjany
تم الكشف في الأصل تفسير كبير والتسليم من حيث التفسير هو معنى شرح الآية، وجوده، قصته، والخلفية هبوطا مع الإشارة له في. واضحة ومحددة[6]
1. M.Ali as Sabuniy
Tafsir
adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan
hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.
2. Az Zarkashi
dalam al burhan fi ulum al qur’an,
Tafsir
adalah penjelasan makna-makna Al Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukum dan
hikmah-hikmahnya
3. Az Zarqaniy dalam Manahi Al Irfan
Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al Qur’an
yang mulia dari Al Qur’an dari sisi petunjuknya untuk mengetahui yang dimaksud
oleh Allah Ta’ala sesuai kemampuan manusia.
4. As Said al Jurjany
Tafsir
pada asalnya bermakna menyingkap dan melahirkan sedang dalam istilah Syar’i
tafsir ialah penjelasan makna ayat, eksistensinya, kisahnya, dan latar belakang
turunnya dengan lafaz yang menunjuk kepadanya secara jelas dan pasti.
Berbagai definisi diatas pada dasarnya
mendeskripsikan tiga aktivitas penting dalam penafsiran Al Qur”an , yakni
memahami(al fahmu,to understand),menjelaskan (al bayan,to explain),dan
mengeluarkan (istikhraj,to extract).pemahaman lebih bersifat psikologis dan
personal yakni kemampuan kognitif seorang penafsir,penjelasan merupakan
kemampuan mengungkapkan sebagai aktivitas yang bersifat efektif seorang
penafsir , dan mengeluarkan merupakan hasil dari kedua aktivitas diatas yang
menghasilakan sebuah makna yang tepat dari lafaz yang dimaksud
Berbagai definisi tafsir diatas dapat
disimpulkan bahwa tafsir adalah berbagai aktivitas yang berupaya menyingkap
makna yang paling jelas dan tepat diantara makan yang dimuat oleh teks lafaz
ayat Al Qur’an sehingga berfungsi sebagai penjelas pesan allah.Karena itu
selama ini tafsir biasanya digunakan untuk menyingkap makna ayat-ayat yang
muhkam dan bersifat tekstualis.
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir Al
Qur’an
1.
Sejarah
Perkembangan Tafsir dan Corak Penafsiran
Pada
saat Al-Quran diturunkan, Rasul saw., yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi
penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan Al-Quran,
khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan
ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasul saw., walaupun harus diakui bahwa
penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui akibat tidak sampainya
riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul saw. sendiri tidak
menjelaskan semua kandungan Al-Quran.
Kalau
pada masa Rasulullah saw. para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak
jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya, mereka terpaksa melakukan ijtihad,
khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam 'Ali bin Abi Thalib, Ibnu
'Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud.
interpretation
motifs known so far include:
a. Pattern
language literature, which arise due to the
many non-Arabs who converted to Islam, as well as due to the weaknesses of
the Arabs themselves in the
field of literature, so felt the need to
explain to them about
the brilliance and depth of
the meaning of the content of the Qur'an in this
field.
b. The style
of philosophy and theology, philosophy books
of translation due to the influence while the
parties, as well as due to the inclusion of religion; another religion to Islam who knowingly or
unknowingly still believe some of their old beliefs. All
of which raises agree or disagree
with the opinion that reflected in their
interpretation.
c. The style
of scientific interpretation, due to advances in science and business interpreters
to understand the
verses of Al-Quran in line with the
development of science.
d. The style
of jurisprudence or law, due to the
development of the science of jurisprudence,
and the establishment of schools of jurisprudence, which each group
sought to prove the truth of his opinions based on their
interpretations of the verses of the law.
e. The style
of Sufism, due to the emergence of Sufi movements
in reaction to the inclinations of the
parties to the matter,
or as compensation
for perceivedweaknesses.
Starting
at the time of Shaykh Muhammad 'Abduh (1849-1905
AD), the motifs
began to decrease and more attention is drawn to the literary style of civic
culture. That is one
interpretation that explains the pattern instructions
verses of the Quran that are directly related to people's lives, and attempts to treat those diseases or problems they are based
on the instructions verses,
with the guidelines
proposed in the language are easy to understand but
beautiful to hear.[7]
Corak-corak
penafsiran yang dikenal selama ini antara lain:
a. Corak sastra bahasa, yang timbul akibat
banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat
kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan
kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman
arti kandungan Al-Quran di bidang ini.
b.
Corak
filsafat dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi
sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama; agama lain ke dalam
Islam yang dengan sadar atau tanpa sadar masih mempercayai beberapa hal dari
kepercayaan lama mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju
yang tecermin dalam penafsiran mereka.
c.
Corak
penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk
memahami ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu.
d.
Corak
fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya
mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran
pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
e. Corak tasawuf, akibat timbulnya
gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap
materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.
Bermula
pada masa Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 M), corak-corak tersebut mulai
berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak sastra budaya
kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk
ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta
usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka
berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut
dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.
2. Tafsir Pada Masa Nabi dan Sahabat
Allah memberikan jaminan kepada Rasul-Nya
bahwa ia akan memelihara Al Qur;an dan menjelaskannya:
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ §NèO ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmtR$ut/ ÇÊÒÈ
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18.
apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
19.
Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
(QS.
Al-Qiyamah:17-19)[8]
Nabi memahami Al Qur’an secara global dan
terperinci.Dan adalah kewajibannya menjelaskan kepada para sahabatnya:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB t
AÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan, (QS.
An-Nahl:44)[9]
[829]
Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat
dalam Al Quran.
Para sahabat juga memahami Al Qur-an
karena Al Quran diturunkan dalam bahasa mereka meskipun mereka tidak memehami
detailnya.Para sahabat pada masa ini dalam menafsirkan Al Qur;an berpedoman
pada:
a. Al Qur’an
Apa
yang dikemukakan secara global dalam Al Qur’an di satu tempat dijelaskan secara
terperinci di tempat yang lain.Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk
mutlaq atau umum nmun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau
mengkhususkannya.Inilah yang dinamakan tafsir Qur’an dengan Qur’an.
b. Nabi Muhammad SAW
Karena
beliaulah yang menerima Al Qur;an dan bertugas untuk menjelaskan isi Al
Qur’an.Maka wajarlah kalau para sahabat bertanya kepadanya ketika mengalami
kesulitan dalam memahami suatu ayatDemikian juga Rasulullah menjelaskan kepada
mereka apa yang ia kehendaki ketika diperlukan.
c. Pemahaman dan Ijtihad
Jika
para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Al Qur’an dan tidak pula
mendapatkan dari Rasulullah.Mereka melakukan kemampuan ijtihad dengan
menggunakan kemampuan bernalar Ini mengingat bahwa mereka adalah orang-orang
arab asli yang menguasai bahasa arab.Memahaminya dengan baik dan mengetahui
aspek-aspek yang ada di dalamnya.
Pada
masa ini tidak ada sedikit
pun tafsir yang dibukukan,sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua.
Disamping itu,tafsir hanya merupakan cabang dari hadits dan belum mempunyai
bentuk yang teratur.Ia diriwayatkan secara bertebaran mengikuti ayat-ayat yang
berserakan tidak tertib sesuai sistimatika ayat-ayat Qur’an dan surat-suratnya
juga tidak mencakup semua .[10]
3. Tafsir Pada Masa Tabi’in
Tokoh-tokoh sahabat banyak yang dikenal
sebagai penafsir Al Qur’an,maka sebagian tokoh tabi’in yang menjadi murid dan
belajar kepada mereka pun terkenal di bidang tafsir.Dalam hal sumber tafsir
para tabi’in berpegang teguh pada sumber-sumber yang ada pada masa para
pendahulunya di samping ijtihad dan pertimbangan nalar mereka sendiri.
Para tabi’in hanya menafsirkan
bagian-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang pada masa mereka.Kemudian
kesulitan ini meningkat secara bertahap di saat manusia bertambah jauh dari
masa nabi dan sahabat.Maka para tabi’in yang menekuni bidang tafsir merasa
perlu untuk menyempurnakan sebagian kekurangan ini.Karenanya mereka pun
menambahkan ke dalam tafsir keterangan-keterangan yang dapat menghilangkan
kekurangan tersebut.Setelah itu muncullah generasi setelah tabi’in,generasi ini
pun berusaha menyempurnakan tafsir Qur’an secara terus-menerus dengan
berdasarkan pada pengetahuan mereka atas bahasa arab dan cara bertutur kata.
Penaklukkan islam yang semakin meluas, hal
ini mendorong tokoh-tokoh sahabat berpindah ke daerah-daerah taklukkan dan
masing-masing dari mereka membawa ilmu.Dari sinilah para tabi’in belajar dan
menimba ilmu,selanjutnya tumbuhlah berbagai mazhab dan perguruan tafsir.Di
Mekkah misalnya berdiri perguruan Ibn Abbas,muridnya yang terkenal
diantaranya,Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ikrimah maula Ibn Abbas,dsb.Di Madinah
Ubai bin Ka’ab lebih terkenal di bidang tafsir dari rang lain,Muridnya
diantaranya:Zaid bin Aslam,Abu Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab al Qurazi.Di Irak
berdiri pergurusn Ibnu Mas’ud yang dipandang oleh para ulam sebagai cikal bakal
mazhab ahli ra’y.Danyak pula tabi’in di Irak yang dikenal dalam bidang
tafsir.Yang masyhur,diantaranya,Al Qamah bin qais,Masruq,al Aswad bin
Yazid,dsb.Merekalah mufasir-mufasir terkenal dari kalangan tabi’in di berbagai
wilayah islam.
Pada masa ini tafsir tetap konsisten
dengan cara khas, penerimaan dan periwayatan (talaqqi wa talqin).Akan tetapi
setelah banyak ahli kitab masuk islam para tabi’in banyak menukil dari mereka
cerita-cerita Isra’iliyat yang kemudian dimasukkan ke dalam tafsir.Di samping
itu pada masa ini mulai timbul silang pendapat mengenai status tafsir yang
diriwayatkan dari mereka karena banyaknya pendapat-pendapat mereka. Namun
demikian pendapat-pendapat tersebut sebenarnya berdekatan satu dengan yang lain
atau hanya merupakan sinonim saja.Dengan demikian perbedaan itu hanya dari segi
redaksional bukan perbedaan yang saling bertentangan dan kontra.
4. Tafsir Pada Masa Pembukuan
Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti
Bani Umayyah dan awal dinasti Abbasiyah.Dalam hal ini hadits mendapat prioritas
utama dan pembukaannya meliputi berbagai bab, sedangkan tafsir hanya merupakan
salah satu bab dari sekian banyak bab yang dicakupnya. Pada masa ini penulisan
tafsir belum dipisahkan secara khusus yang hanya memuat tafsir Qur’an, surat
demi surat dan ayat demi ayat dari awal Qur’an sampai akhir
Perhatian segolongan ulama terhadap
periwayatan tafsir yang dinisbahkan pada nabi, sahabat, atau tab’in sangat
besar disamping perhatian terhadap pengumpulan hadits .Tokoh terkemuka diantara
mereka dalam bidang ini ialah Yazid bin Harun as-Sulami,Syu’bah bi al Hajjah, Waki’
bin Jarrah, Sufyan bin Uyainah, Rauh bin Ubadah al Basri,dsb. Tafsir golongan
ini tidak ada yang sampai pada kita , yang kita terima hanyalah nukilan-nukilan
yang dinisbahkan kepada mereka seperti yang termuat dalam kitab tafsir bil
ma’sur.
Sesudah golongan ini datanglah generasi
berikutnya yang menulis tafsir secara khusus dan independen serta menjadikannya
ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari hadis.Diantara mereka adalah Ibn
Majah Ibn Jarir at Tabari. Abu Bakar bin al al Munzir an Naisaburi. Tafsir
generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah,
sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in dan terkadang disertai pentarjihan
terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan dan penyimpulan ( istinbat )
sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata jika diperlukan
Ilmu semakin berkembang pesat, mencapai
kesempurnaan, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan pendapat terus
meningkat Ini menyebabkan tafsir
terpolusi hawa yang tidak sehat. Sehingga para mufassir dalam menafsirkan al
qur’an berdasarkan pada pemahaman pribadi dan kecenderungan tertentu. Dalam
diri mufassir melekat istilah ilmiah, akidah madzabi, dan pengetahuan falsafi.
Para mufassir dalam menafsirkan Al Qur’an hanya dengan ilmu yang paling
dikuasainya tanpa memperhatikan ilmu lainnya. Ahli ilmu rasional hanya
memperhatikan dalam tafsirnya kata-kata pujangga dan filosof, seperti
fakhruddin ar-Razi. Ahli fikih hanya membahas masalah fikih saja, seperti
al-Jassas dan al_Qurtubi. Sejarawan hanya mementingkan kisah-kisah dan berita-berita,
seperti as-Sa’labi dan al-Khazin.Demikian pula golongan lainnya.
Disamping tafsir dengan corak tersebut
juga banyak tafsir yang menitikberatkan pada pada pembahasan ilmu nahwu,
sharaf, dan balaghah. Demikianlah kitab-kitab tafsir menjadi bercampur baur
antara yang haq dan yang batil, masing-masing golongan menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan penafsiran yang tidak dapat diterima oleh ayat itu sendiri
demi mendukung madzhabnya, sehingga tafsir kehilangan jati diri fungsi sebagai
sarana penunjuk,pembimbing, dan pengetahuan agama.
Pada masa selanjutnya penulisan tafsir
mengikuti pola diatas, melalui upaya golongan muta’akhirin yang mengambil
begitu saja penafsiran golongan mutaqaddimin, tetapi dengan cara meringkas dan
memberikan komentar. Keadaan terus berlanjut sampai lahirnya pola baru dalam
tafsir mu’asir (modern) yang berlaku pada masa sekarang ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan materi di atas tentang sejarah tafsir Al Quran,dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa tafsir Al_Qur’an senantiasa mengalami perkembangan dari
masa ke masa mulai dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
Pada zaman Nabi penafsiran Al-Qur’an menggunakan tiga
cara:pertama, penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an;Kedua,penafsiran AL-Qur’an
dengan penjelasan langsung dari Nabi Muhammad SAW;Ketiga adalah penafsiran
Al-Qur’an dengan pemahaman dan ijtihad,tetapi cara yang terakhir ini dilakukan
jika kedua cara diatasnya telah ditempuh semaksimal mungkin tetapi belum ada
hasil.
Pada zaman Tabi’in penafsiran Al-Qur’an dilakukan
dengan dua cara.Pertama,Penafsiran
Al-Quran dengan Sumber ulama terdahulu;Kedua penafsiran Al Qur”an dengan
pemahaman dan ijtihad pada masa itu.Cara penafsiran dengan ijtihad dilakukan
jika tidak ditemukan sumber dari ulama terdahulu dalam penafsiran Al-Qur’an
Pada masa Pembukuan penafsiran Al-Qur’an telah
mengalami perkembangan yang luar biasa karena sudah mulai dilakukan pembukuan
kitab tafsir dan ilmu tafsir Al-Qur’an menjadi ilmu yang berdiri sendiri tidak
terikat dan bergantung pada ilmu lain.
B. Saran
Dalam proses penyelesaian makalah ini penulis berusaha
semaksimal mungkinuntuk mencari dan menggali informasi dari berbagai sumber
terkait yang dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan ,agar makalah yang
dihasilkan ini mampu menjadi suatu nilai tambah pengetahuan yang bermanfaat
bagi para pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penulis berharap agar
pembaca memberikan kritik dan saran sebagai bahan kajian penulis selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Penyusun MKD.2012.Studi Al Qur’an.Surabaya:IAIN
SA Press
Al-Qattan,
Manna’ Khalil.2011.Studi Ilmu-ilmu Qur’an.Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa
Al-Qattan,
Manna’Khalil,1973.Mabahis
fiulumil Qur’an .Riyadh :Mansyurat al-‘Asral-Hadis
Al-Qur’anul karim dan terjemah
Kementerian Agama Republik Indonesia
Mandhur,Ibnu.Lisan al-Arab.Beirut:Dar
Shadir.tt.
Ash-Shiddieqy,
Muhammad Hasby.1972.Ilmu-ilmu Al Qur’an:Media-media pokok dalam
menafsirkan Al Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang
az-Zarkashiy,
Badruddin Muhammad bin Abdullah.1421 H/2001 M.al-Burhan fi ulum al-Qur’an.
Beirut:Dar al-fikr
al-Zarqani,Muhammad
‘Abd al-‘azim.Manahil al-‘irfan fi ulum al-Qur’an,Vol 1.Beirut:Dar al fikr,tt.
As-Sabuny,M.Ali.1070.at-Tibyan fi
ulum al-Qur’an.Beirut: Dar al-Irsyad
Ash-Shiddieqy,
Muhammad Hasby.1987.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir.Jakarta:
PT. Bulan Bintang
Imam
Suyuthi.2008. Studi Al-Qur’an Komprehensif vol.1.Surakarta:Indiva
Pustaka
[1] Manna’ Khalil Al-Qathan.Studi
Ilmu-imu Al Qur’an ( Bogor:Pustaka Litera AntarNusa,2011),h. 455
[2] QS.Al Furqan : 33
[3] Ibnu Mandhur,Lisan al- Arab
(Beirut :Dar Shadir),t.t.,55.
[4] M.Ali as-Sabuny,at-Tibyan fi
ulum al-Qur’an.( Beirut : Dar al-Irsyad 1070 ), 73
[5] Az-Zarkashiy,al-Burhan fi ulumul
al-Qur’an(Ttp: Dar al-Fikr,1424 H/2004 M)II:163-165 (147/CD)
[6] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejara
da Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
,2000),171
[7]http://alquran.bahagia.us/_q.php?_q=sihab&dft=&dfa=1&dfi=1&dfq=1&_en=ENGLISH&u2=&nba=40&_en=ENGLISH( diakses pada pukul 1.15 wib tgl
9 April 2013 )
[8] QS. Al-Qiyamah:17-19
[9] QS an Nahl:44
[10] Manna Khaklil al-Qathan,Studi
ilmu-ilmu Qur’an, h,470-471
No comments:
Post a Comment