Saturday, May 16, 2015

Sejarah Tafsir Al-Qur'an

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Tafsir Al Qur’an
      Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il” berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap, dan menerangkan makna yang abstrak .Kata kerjanya mengikuti wazan “ darab-yadribu” dan “nasara-yansuru”.[1] Kata al-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup.dalam Lisanul Arab dinyatakan kata al-fasr berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata al-tafsir berarti menyingkap maksud suatu lafaz yang musykil. Dalam Al qur’an Surat Al furqan  ayat 33 dinyatakan:
Ÿwur y7tRqè?ù'tƒ @@sVyJÎ/ žwÎ) y7»oY÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ z`|¡ômr&ur #·ŽÅ¡øÿs? ÇÌÌÈ 
33. tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya(QS. Al furqan:33) [2]
[1067] Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad s.a.w membawa suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar dan nyata.Al-Qathan
      Sebagian ulama berpendapat bahwa kata “tafsir” adalah kata kerja yang terbalik , berasal dari kata safara yang berarti menyingkapkan.Menurut Ar-Ragib kata al fasr dan as safr adalah dua kata yang berdekatan makna dan lafaznya. Tetapi yang pertama untuk menunjukkkan arti menampakan makna yang ma’qul (abstrak) . Sedang yang kedua untuk menampakkan benda kepada penglihatan mata. Tafsir menurut istilah didefinisikan oleh Abu Hayyan ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz Qur’an tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika  tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya.Menurut Az Zakarsyi tafsir adalah ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmahnya.
      Tafsir menurut ulumul Qur’an adalah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafaz,[3]Dari sini lahirlah berbagai pendapat dari pakar ilmu tafsir yang melahirkan term “al iddah wa at tabyin”menjelaskan dan menerangkan
      Dibawah ini pendapat dari para ahli:
1. M.Ali Sabuniy
تفسير هو العلم الذي يستخدم لفهم كتاب الله أنزل على النبي محمد، وأوضح معناها والقوانين وإصدار الدرس الحكمة.[4]
2.
Az-Zarkasy                                                                                                     
من الألف إلى الياء الزركشي في البرهان فاي آل القرآن آل العلوم،
تفسير هو تفسير لمعاني القرآن وإصدار القوانين والحكمة من جانب مضيء[5]
3.
                                                                                                        Az-Zarqaniy من الألف إلى الياء في مناحي آل عرفان
تفسير هو العلم الذي يناقش المجيدة القرآن القرآن من الإرشادات لمعرفة ما هو المقصود من الله تعالى تناسب القدرات البشرية.
4
   Al Jurjany
تم الكشف في الأصل تفسير كبير والتسليم من حيث التفسير هو معنى شرح الآية، وجوده، قصته، والخلفية هبوطا مع الإشارة له في. واضحة ومحددة[6]

1.      M.Ali as Sabuniy
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.
2.      Az Zarkashi dalam al burhan fi ulum al qur’an,
Tafsir adalah penjelasan makna-makna Al Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya
3.      Az Zarqaniy dalam Manahi Al Irfan
Tafsir  adalah ilmu yang membahas tentang Al Qur’an yang mulia dari Al Qur’an dari sisi petunjuknya untuk mengetahui yang dimaksud oleh Allah Ta’ala sesuai kemampuan manusia.

4.      As Said al Jurjany
Tafsir pada asalnya bermakna menyingkap dan melahirkan sedang dalam istilah Syar’i tafsir ialah penjelasan makna ayat, eksistensinya, kisahnya, dan latar belakang turunnya dengan lafaz yang menunjuk kepadanya secara jelas dan pasti.
      Berbagai definisi diatas pada dasarnya mendeskripsikan tiga aktivitas penting dalam penafsiran Al Qur”an , yakni memahami(al fahmu,to understand),menjelaskan (al bayan,to explain),dan mengeluarkan (istikhraj,to extract).pemahaman lebih bersifat psikologis dan personal yakni kemampuan kognitif seorang penafsir,penjelasan merupakan kemampuan mengungkapkan sebagai aktivitas yang bersifat efektif seorang penafsir , dan mengeluarkan merupakan hasil dari kedua aktivitas diatas yang menghasilakan sebuah makna yang tepat dari lafaz yang dimaksud
      Berbagai definisi tafsir diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir adalah berbagai aktivitas yang berupaya menyingkap makna yang paling jelas dan tepat diantara makan yang dimuat oleh teks lafaz ayat Al Qur’an sehingga berfungsi sebagai penjelas pesan allah.Karena itu selama ini tafsir biasanya digunakan untuk menyingkap makna ayat-ayat yang muhkam dan bersifat tekstualis.

B.     Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir Al Qur’an
1.      Sejarah Perkembangan Tafsir dan Corak Penafsiran
Pada saat Al-Quran diturunkan, Rasul saw., yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan Al-Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasul saw., walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul saw. sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Quran.
Kalau pada masa Rasulullah saw. para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya, mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam 'Ali bin Abi Thalib, Ibnu 'Abbas, Ubay bin Ka'ab, dan Ibnu Mas'ud.
interpretation motifs known so far include:
a.       Pattern language literature, which arise due to the many non-Arabs who converted to Islam, as well as due to the weaknesses of the Arabs themselves in the field of literature, so felt the need to explain to them about the brilliance and depth of the meaning of the content of the Qur'an in this field.
b.      The style of philosophy and theology, philosophy books of translation due to the influence while the parties, as well as due to the inclusion of religion; another religion to Islam who knowingly or unknowingly still believe some of their old beliefs. All of which raises agree or disagree with the opinion that reflected in their interpretation.
c.       The style of scientific interpretation, due to advances in science and business interpreters to understand the verses of Al-Quran in line with the development of science.
d.      The style of jurisprudence or law, due to the development of the science of jurisprudence, and the establishment of schools of jurisprudence, which each group sought to prove the truth of his opinions based on their interpretations of the verses of the law.
e.       The style of Sufism, due to the emergence of Sufi movements in reaction to the inclinations of the parties to the matter, or as compensation for perceivedweaknesses.
Starting at the time of Shaykh Muhammad 'Abduh (1849-1905 AD), the motifs began to decrease and more attention is drawn to the literary style of civic culture. That is one interpretation that explains the pattern instructions verses of the Quran that are directly related to people's lives, and attempts to treat those diseases or problems they are based on the instructions verses, with the guidelines proposed in the language are easy to understand but beautiful to hear.[7]
Corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain:
a.       Corak sastra bahasa, yang timbul akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Quran di bidang ini.
b.      Corak filsafat dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama; agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar atau tanpa sadar masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tecermin dalam penafsiran mereka.
c.       Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu.
d.      Corak fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
e.       Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.
Bermula pada masa Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 M), corak-corak tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.

2.      Tafsir Pada Masa Nabi dan Sahabat
      Allah memberikan jaminan kepada Rasul-Nya bahwa ia akan memelihara Al Qur;an dan menjelaskannya:

¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ   §NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt/ ÇÊÒÈ  
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
(QS. Al-Qiyamah:17-19)[8]
       Nabi memahami Al Qur’an secara global dan terperinci.Dan adalah kewajibannya menjelaskan kepada para sahabatnya:
            ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB t
AÌhçR             öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  
44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan, (QS. An-Nahl:44)[9]
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
      Para sahabat juga memahami Al Qur-an karena Al Quran diturunkan dalam bahasa mereka meskipun mereka tidak memehami detailnya.Para sahabat pada masa ini dalam menafsirkan Al Qur;an berpedoman pada:
a.       Al Qur’an
Apa yang dikemukakan secara global dalam Al Qur’an di satu tempat dijelaskan secara terperinci di tempat yang lain.Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum nmun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya.Inilah yang dinamakan tafsir Qur’an dengan Qur’an.
b.      Nabi Muhammad SAW
Karena beliaulah yang menerima Al Qur;an dan bertugas untuk menjelaskan isi Al Qur’an.Maka wajarlah kalau para sahabat bertanya kepadanya ketika mengalami kesulitan dalam memahami suatu ayatDemikian juga Rasulullah menjelaskan kepada mereka apa yang ia kehendaki ketika diperlukan.

c.       Pemahaman dan Ijtihad
Jika para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Al Qur’an dan tidak pula mendapatkan dari Rasulullah.Mereka melakukan kemampuan ijtihad dengan menggunakan kemampuan bernalar Ini mengingat bahwa mereka adalah orang-orang arab asli yang menguasai bahasa arab.Memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada di dalamnya.
Pada masa ini tidak ada sedikit pun tafsir yang dibukukan,sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua. Disamping itu,tafsir hanya merupakan cabang dari hadits dan belum mempunyai bentuk yang teratur.Ia diriwayatkan secara bertebaran mengikuti ayat-ayat yang berserakan tidak tertib sesuai sistimatika ayat-ayat Qur’an dan surat-suratnya juga tidak mencakup semua .[10]

3.      Tafsir Pada Masa Tabi’in
      Tokoh-tokoh sahabat banyak yang dikenal sebagai penafsir Al Qur’an,maka sebagian tokoh tabi’in yang menjadi murid dan belajar kepada mereka pun terkenal di bidang tafsir.Dalam hal sumber tafsir para tabi’in berpegang teguh pada sumber-sumber yang ada pada masa para pendahulunya di samping ijtihad dan pertimbangan nalar mereka sendiri.
      Para tabi’in hanya menafsirkan bagian-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang pada masa mereka.Kemudian kesulitan ini meningkat secara bertahap di saat manusia bertambah jauh dari masa nabi dan sahabat.Maka para tabi’in yang menekuni bidang tafsir merasa perlu untuk menyempurnakan sebagian kekurangan ini.Karenanya mereka pun menambahkan ke dalam tafsir keterangan-keterangan yang dapat menghilangkan kekurangan tersebut.Setelah itu muncullah generasi setelah tabi’in,generasi ini pun berusaha menyempurnakan tafsir Qur’an secara terus-menerus dengan berdasarkan pada pengetahuan mereka atas bahasa arab dan cara bertutur kata.
      Penaklukkan islam yang semakin meluas, hal ini mendorong tokoh-tokoh sahabat berpindah ke daerah-daerah taklukkan dan masing-masing dari mereka membawa ilmu.Dari sinilah para tabi’in belajar dan menimba ilmu,selanjutnya tumbuhlah berbagai mazhab dan perguruan tafsir.Di Mekkah misalnya berdiri perguruan Ibn Abbas,muridnya yang terkenal diantaranya,Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ikrimah maula Ibn Abbas,dsb.Di Madinah Ubai bin Ka’ab lebih terkenal di bidang tafsir dari rang lain,Muridnya diantaranya:Zaid bin Aslam,Abu Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab al Qurazi.Di Irak berdiri pergurusn Ibnu Mas’ud yang dipandang oleh para ulam sebagai cikal bakal mazhab ahli ra’y.Danyak pula tabi’in di Irak yang dikenal dalam bidang tafsir.Yang masyhur,diantaranya,Al Qamah bin qais,Masruq,al Aswad bin Yazid,dsb.Merekalah mufasir-mufasir terkenal dari kalangan tabi’in di berbagai wilayah islam.
      Pada masa ini tafsir tetap konsisten dengan cara khas, penerimaan dan periwayatan (talaqqi wa talqin).Akan tetapi setelah banyak ahli kitab masuk islam para tabi’in banyak menukil dari mereka cerita-cerita Isra’iliyat yang kemudian dimasukkan ke dalam tafsir.Di samping itu pada masa ini mulai timbul silang pendapat mengenai status tafsir yang diriwayatkan dari mereka karena banyaknya pendapat-pendapat mereka. Namun demikian pendapat-pendapat tersebut sebenarnya berdekatan satu dengan yang lain atau hanya merupakan sinonim saja.Dengan demikian perbedaan itu hanya dari segi redaksional bukan perbedaan yang saling bertentangan dan kontra.

4.      Tafsir Pada Masa Pembukuan
      Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayyah dan awal dinasti Abbasiyah.Dalam hal ini hadits mendapat prioritas utama dan pembukaannya meliputi berbagai bab, sedangkan tafsir hanya merupakan salah satu bab dari sekian banyak bab yang dicakupnya. Pada masa ini penulisan tafsir belum dipisahkan secara khusus yang hanya memuat tafsir Qur’an, surat demi surat dan ayat demi ayat dari awal Qur’an sampai akhir
      Perhatian segolongan ulama terhadap periwayatan tafsir yang dinisbahkan pada nabi, sahabat, atau tab’in sangat besar disamping perhatian terhadap pengumpulan hadits .Tokoh terkemuka diantara mereka dalam bidang ini ialah Yazid bin Harun as-Sulami,Syu’bah bi al Hajjah, Waki’ bin Jarrah, Sufyan bin Uyainah, Rauh bin Ubadah al Basri,dsb. Tafsir golongan ini tidak ada yang sampai pada kita , yang kita terima hanyalah nukilan-nukilan yang dinisbahkan kepada mereka seperti yang termuat dalam kitab tafsir bil ma’sur.
      Sesudah golongan ini datanglah generasi berikutnya yang menulis tafsir secara khusus dan independen serta menjadikannya ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari hadis.Diantara mereka adalah Ibn Majah Ibn Jarir at Tabari. Abu Bakar bin al al Munzir an Naisaburi. Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah, sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in dan terkadang disertai pentarjihan terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan dan penyimpulan ( istinbat ) sejumlah hukum serta penjelasan kedudukan kata jika diperlukan
      Ilmu semakin berkembang pesat, mencapai kesempurnaan, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan pendapat terus meningkat  Ini menyebabkan tafsir terpolusi hawa yang tidak sehat. Sehingga para mufassir dalam menafsirkan al qur’an berdasarkan pada pemahaman pribadi dan kecenderungan tertentu. Dalam diri mufassir melekat istilah ilmiah, akidah madzabi, dan pengetahuan falsafi. Para mufassir dalam menafsirkan Al Qur’an hanya dengan ilmu yang paling dikuasainya tanpa memperhatikan ilmu lainnya. Ahli ilmu rasional hanya memperhatikan dalam tafsirnya kata-kata pujangga dan filosof, seperti fakhruddin ar-Razi. Ahli fikih hanya membahas masalah fikih saja, seperti al-Jassas dan al_Qurtubi. Sejarawan hanya mementingkan kisah-kisah dan berita-berita, seperti as-Sa’labi dan al-Khazin.Demikian pula golongan lainnya.
      Disamping tafsir dengan corak tersebut juga banyak tafsir yang menitikberatkan pada pada pembahasan ilmu nahwu, sharaf, dan balaghah. Demikianlah kitab-kitab tafsir menjadi bercampur baur antara yang haq dan yang batil, masing-masing golongan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penafsiran yang tidak dapat diterima oleh ayat itu sendiri demi mendukung madzhabnya, sehingga tafsir kehilangan jati diri fungsi sebagai sarana penunjuk,pembimbing, dan pengetahuan agama.
      Pada masa selanjutnya penulisan tafsir mengikuti pola diatas, melalui upaya golongan muta’akhirin yang mengambil begitu saja penafsiran golongan mutaqaddimin, tetapi dengan cara meringkas dan memberikan komentar. Keadaan terus berlanjut sampai lahirnya pola baru dalam tafsir mu’asir (modern) yang berlaku pada masa sekarang ini.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan  pemaparan materi di atas tentang sejarah tafsir Al Quran,dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tafsir Al_Qur’an senantiasa mengalami perkembangan dari masa ke masa mulai dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
Pada zaman Nabi penafsiran Al-Qur’an menggunakan tiga cara:pertama, penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an;Kedua,penafsiran AL-Qur’an dengan penjelasan langsung dari Nabi Muhammad SAW;Ketiga adalah penafsiran Al-Qur’an dengan pemahaman dan ijtihad,tetapi cara yang terakhir ini dilakukan jika kedua cara diatasnya telah ditempuh semaksimal mungkin tetapi belum ada hasil.
Pada zaman Tabi’in penafsiran Al-Qur’an dilakukan dengan dua  cara.Pertama,Penafsiran Al-Quran dengan Sumber ulama terdahulu;Kedua penafsiran Al Qur”an dengan pemahaman dan ijtihad pada masa itu.Cara penafsiran dengan ijtihad dilakukan jika tidak ditemukan sumber dari ulama terdahulu dalam penafsiran Al-Qur’an
Pada masa Pembukuan penafsiran Al-Qur’an telah mengalami perkembangan yang luar biasa karena sudah mulai dilakukan pembukuan kitab tafsir dan ilmu tafsir Al-Qur’an menjadi ilmu yang berdiri sendiri tidak terikat dan bergantung pada ilmu lain.

B.     Saran
Dalam proses penyelesaian makalah ini penulis berusaha semaksimal mungkinuntuk mencari dan menggali informasi dari berbagai sumber terkait yang dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan ,agar makalah yang dihasilkan ini mampu menjadi suatu nilai tambah pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penulis berharap agar pembaca memberikan kritik dan saran sebagai bahan kajian penulis selanjutnya.

   
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun MKD.2012.Studi Al Qur’an.Surabaya:IAIN SA Press
Al-Qattan, Manna’ Khalil.2011.Studi Ilmu-ilmu Qur’an.Bogor: Pustaka Litera AntarNusa
Al-Qattan, Manna’Khalil,1973.Mabahis fiulumil Qur’an .Riyadh :Mansyurat al-‘Asral-Hadis
Al-Qur’anul karim dan terjemah Kementerian Agama Republik Indonesia
Mandhur,Ibnu.Lisan al-Arab.Beirut:Dar Shadir.tt.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasby.1972.Ilmu-ilmu Al Qur’an:Media-media pokok dalam menafsirkan Al Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang
az-Zarkashiy, Badruddin Muhammad bin Abdullah.1421 H/2001 M.al-Burhan fi ulum al-Qur’an. Beirut:Dar al-fikr
al-Zarqani,Muhammad ‘Abd al-‘azim.Manahil al-‘irfan fi ulum al-Qur’an,Vol 1.Beirut:Dar al fikr,tt.
As-Sabuny,M.Ali.1070.at-Tibyan fi ulum al-Qur’an.Beirut: Dar al-Irsyad
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasby.1987.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir.Jakarta: PT. Bulan Bintang
Imam Suyuthi.2008. Studi Al-Qur’an Komprehensif vol.1.Surakarta:Indiva Pustaka



[1] Manna’ Khalil Al-Qathan.Studi Ilmu-imu Al Qur’an ( Bogor:Pustaka Litera AntarNusa,2011),h. 455
[2] QS.Al Furqan : 33
[3] Ibnu Mandhur,Lisan al- Arab (Beirut :Dar Shadir),t.t.,55.
[4] M.Ali as-Sabuny,at-Tibyan fi ulum al-Qur’an.( Beirut : Dar al-Irsyad 1070 ), 73
[5] Az-Zarkashiy,al-Burhan fi ulumul al-Qur’an(Ttp: Dar al-Fikr,1424 H/2004 M)II:163-165 (147/CD)
[6] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejara da Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra ,2000),171

[8] QS. Al-Qiyamah:17-19
[9] QS an Nahl:44
[10] Manna Khaklil al-Qathan,Studi ilmu-ilmu Qur’an, h,470-471

No comments:

Post a Comment