BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Akibat Hukum Cerai Talak (Hak Suami)
a.
Talak Raj’i
Talak raj’i tidak melarang mantan suami berkumpul
dengan mantan istrinya, sebab akad perkawinannya tidak hilang dan tidak
menghilangkan hak (pemilikan) serta tidak mempengaruhi hubungannya yang halal
(kecuali persetubuhan).Walaupun antara suami dan istri tidak terjadi
perpisahan, talak ini tidak menimbulkan akibat hukum selanjutnya selama masih
dalam masa iddah. Semua akibat hukum talak baru berjalan sesudah habis masa
iddah dan jika tidak ada rujuk. Apabila masa iddah telah habis maka tidak boleh
rujuk maka perempuan itu telah tertalak ba’in.[1]
Istri yang tengah menjalani iddah raj’iyah jika ia
patuh dan taat kepada suaminya maka ia berhak memperoleh tempat tinggal,
pakaian, uang belanja dari mantan suaminya. Tetapi jika dia durhaka tak berhak
mendapat apa-apa. Sesuai sabda Rasulullah:
اِنَّمَا النَّفَقَةُ والسُّكْنَى لِلْمَرْ اَةِ اِذَا
كَانَ لِجَوْ جِهَا عَلَيْهَا الرُّ جْعَةُ (رواه احمدوالنساعى)
Perempuan yang berhak
mendapat nafkah dan tempat tinggal (rumah) dari mantan suaminya adalah apabila
mantan suaminya itu berhak merujuk kepadanya. (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)[2]
Bila salah seorang meninggal dalam masa iddah, yang
lain menjadi ahli warisnya, dan mantan suami tetap wajib memberi nafkah
kepadanya selama masa iddah. Ruju’ adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam
masa iddah. Sesuai firman Allah SWT:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy 3 ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ (البقرة)
Artinya:
wanita-wanita
yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. tidak
boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika
mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah 228)[3]
[142] Quru'
dapat diartikan suci atau haidh.
[143] Hal ini
disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
Kesejahteraan rumah tangga (Lihat surat An Nisaa' ayat 34).
Karena ruju’ merupakan hak suami maka untuk merujuknya
suami tidak perlu saksi dan kerelaan mantan istri serta wali. Namun menghadirkan
saksi dalam rujuk hukumnya sunnat. Karena dikhawatirkan apabila kelak istri
akan menyangkal rujuknya suami.Rujuk boleh dengan ucapan, seperti “saya ruju’
kamu”. Dan dengan perbuatan seperti : menyetubuhinya, merangsang seperti
mencium dan sentuhan-sentuhan birahi. Akan tetapi Imam Syafi’I hanya
memperbolehkan rujuk dengan ucapan dan melarang dengan perbuatan.
Ibnu Hazm mengungkapkan : “dengan menyetubuhinya tidak
berarti merujuknya sebelum kata ruju’itu diucapkan dan menghadirkan saksi serta
mantan istri diberitahu terlebih dahulu sebelum masa iddahnya habis.” Sesuai
firman Allah SWT.
#sÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í$sù 7$rã÷èyJÎ/ (#rßÍkôr&ur ôurs 5Aôtã óOä3ZÏiB (#qßJÏ%r&ur noy»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6Ï9ºs àátãqã ¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 `tBur È,Gt ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøxC ÇËÈ (الطّلاق)
Artinya:
apabila mereka
telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah
mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan
keluar. (Ath-Thalaq 2)[4]
Disini Allah SWT tidak membedakan antara rujuk talak
dengan menghadirkan saksi. Karena itu tidak boleh memisahkan satu dari lainnya,
seperti menalak tanpa dua orang saksi laki-laki yang adil dan atau rujuk tanpa
adanya dua orang saksi yang adil perbuatan seperti ini melanggar hukum Allah
SWT.
Hadhanah atau pengasuhan anak pada talak raj’I tetap
diasuh oleh kedua orang tuanya baik ayah atau pun ibunya. Karena pada talak ini
belum memutuskan hubungan perkawinan secara tegas.
b.
Talak Ba’in Sughra
Talak ba’in sughra ialah memutuskan hubungan
perkawinan antara suami dan istri setelah kata talak diucapkan. Karena ikatan
perkawinan telah putus, maka istrinya kembali menjadi orang lain bagi suaminya.
Oleh karena itu ia tidak boleh berhubungan intim dengannya.
Jika salah satu dari keduanya meninggal baik sebelum
maupun sesudah masa iddah, yang tidak berhak atas warisan. Akan tetapi pihak
perempuan tetap berhak atas sisa mahar yang belum diberikannya.[5]
Apabila ia baru menalaknya satu kali, berarti ia masih memiliki sisa dua kali
talak setelah rujuk dan jika sudah dua kali talak maka ia berhak atas satu lagi
talak setelah rujuk.
Perempuan dalam talak iddah ba’in kalau ia mengandung,
maka ia berhak atas tempat tinggal, pakaian, dan nafkah. Sedangkan perempuan
dalam talak iddah ba’in yang tidak hamil, baik talak tebus maupun talak tiga
hanya berhak mendapatkan tempat tinggal tidak yang lainnya.
Dalam hal hadhanah kedua orang tuanya harus tetap
melakukannya terutama ibu yang lebih mempunyai kedekatan dengan anaknya daripada
ayahnya. Sementara ayahnya wajib memberi nafkah pada keluarga.
c.
Talak Ba’in Kubra
Hukum talak ba’in kubra yaitu memutuskan hubungan tali
perkawinan antara suami dan istri. Akan tetapi tidak menghalalkan bekas suami
merujuk kembali bekas istri. Kecuali ia menikah dengan laki-laki lain dan telah
bercerai sesudah dikumpulinya tanpa ada skenario. Perempuan yang menjalani
iddah talak ba’in jika tidak hamil,ia hanya berhak memperoleh tempat tinggal
(rumah) lainnya tidak. Tetapi jika hamil maka ia juga berhak mendapat nafkah.
Sebagaimana firman Allah.
£`èdqãZÅ3ór& ô`ÏB ß]øym OçGYs3y `ÏiB öNä.Ï÷`ãr wur £`èdr!$Òè? (#qà)ÍhÒçGÏ9 £`Íkön=tã 4 bÎ)ur £`ä. ÏM»s9'ré& 9@÷Hxq (#qà)ÏÿRr'sù £`Íkön=tã 4Ó®Lym z`÷èÒt £`ßgn=÷Hxq 4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êör& ö/ä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èduqã_é& ( (#rãÏJs?ù&ur /ä3uZ÷t/ 7$rã÷èoÿÏ3 ( bÎ)ur ÷Län÷| $yès? ßìÅÊ÷äI|¡sù ÿ¼ã&s! 3t÷zé& ÇÏÈ )الطّلاق)
Artinya:
tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (Ath-Thalaq 6)[6]
Perempuan yang menjalani iddah wafat (karena ditinggal
mati oleh suaminya) Ia tidak berhak sama sekali nafkah (dan tempat tinggal)
dari mantan suaminya, karena ia dan anak yang dikandungnya adalah pewaris yang
berhak mendapat harta pusaka dari almarhum suaminya itu. Rasulullah SAW
bersabda.
لَيْسَا لِلْ حَامِلِ اَلْمُتَوَقَّى عَنْهَا زَوْجُهَا
نَفَقَةٌ (رواه الدَّارقطنى)
Perempuan hamil yang
ditinggal mati suaminya tidak berhak memperoleh nafkah.
Perempuan yang ditalak suaminya sebelum dikumpuli
(qabla al dukhul), ia tidak memiliki iddah, tetapi berhak memperoleh mut’ah
(pemberian). Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`Îgøn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎh| ur %[n#u| WxÏHsd ÇÍÒÈ
) الا حزاب)
Artinya:
Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian
kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib
atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah
mereka mut'ah[1225] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-
baiknya.( Al-Ahzab 49 )[7]
[1225] Yang
dimaksud dengan mut'ah di sini pemberian untuk menyenangkan hati isteri yang
diceraikan sebelum dicampuri.
Selanjutnya baik mantan istri atau mantan suami harus
memperhatikan kesejahteraan anak. Jika anak itu masih dalam kandungan, maka
ibunya harus menjaga baik-baik, demikian juga ketika menyusu pada ibunya.
Sampai anak itu bisa berdiri maka tanggung jawab nafkah tetap menjadi kewajiban
bapaknya. Jika anak tersebut sudah mengerti maka ia dipersilahkan memilih mengikuti ibu atau bapaknya.
Masa iddah bagi perempuan yang hamil yaitu sampai
lahir anak yang dikandungnya itu., baik cerai mati atau cerai hidup. Sedangkan
perempuan yang tidak hamil adakalanya cerai mati atau cerai hidup.. Jika cerai
mati iddahnya yaitu 4 bulan 10 hari.Jika
perempuan diceraikan suaminya dengan cerai hidup kalau ia dalam keadaan haidh
iddahnya yaitu tiga kali suci dan jikalau perempuan tersebut tidak haid
iddahnya selama tiga bulan.
2.
Akibat Hukum Cerai Gugat (Hak Istri)
a.
Fasakh
Fasakh artinya putus atau batal yang dimaksud
memfasakh akad nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara
suami dan istri. [8]
Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung
akad nikah atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan
kelangsungannya perkawinan.
Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang
diakibatkan oleh talak Sebab talak ada talak raj’I dan talak ba’in, talak raj’I
tidak mengakahiri ikatan suami istri dengan seketika, sedangkan talak ba’in
mengakhiri seketika itu juga. Adapun fasakh baik karena hal-hal yang datang
belakangan atau karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka ia mengakhiri
pernikahan seketika itu juga.
Pisahnya suami istri yang diakibatkan oleh talak dapat
mengurangi jumlah bilangan talak . Jika seorang suami menalak istrinya dengan
talak raj’I, kemudian kembali pada masa iddahnya atau akad baru lagi setelah
habis masa iddahnya, maka perbuatannya terhitung satu talak, yang berarti dia
masih mempunyai kesempatan dua talak lagi.
Sedangkan pisahnya suami istri karena fasakh, hal ini bukan berarti
mengurangi bilangan talak, meskipun terjadinya talak karena khiyar balig,
kemudian kedua suami istri tersebut menikah dengan akad baru lagi maka suami
tetap mempunyai kesempatan tiga kali talak.
Ahli fiqih madzhab Hanafi membuat sebuah rumusan umum
untuk membedakan antara pisahnya suami istri akibat talak dan akibat fasakh.
Mereka mengatakan bahwa “Pisahnya suami istri karena suami dan sama sekali
tidak ada pengaruh istri disebut talak, Dan setiap perpisahan suami istri
karena istri bukan karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh istri
disebut talak, Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena
suami atau karena suami tetapi dengan pengaruh istri disebut fasakh.”
Mengenai masa pelaksanaan terjadi perbedaan pendapat
di kalangan ulama. Imam Syafi’I berkata,”harus menunggu selama tiga hari”
sedang Imam Malik berkata,”harus menunggu selama satu bulan, dan Imam Hambali
mengatakan,”harus menunggu selama satu tahun.”. Maksudnya adalah selama masa
tersebut laki-laki boleh mengambil keputusan akan bercerai atau memberikan
nafkah bila istri tidak rela lagi. Kalau si istri mau menunggu dan ia rela dengan
ada belanja dari suaminya, maka tidak perlu difasakhkan sebab nafkah adalah
haknya.
Kalau fasakh dilakukan sendiri di muka hakim maka
berkata : “aku fasakhkan nikahku dari suamiku :….bin….pada hari ini”.setelah
fasakh itu dilakukan maka perceraian itu dinamakan talak ba’in. Kalau si suami
hendak menikah lagi harus menggunakan akad nikah baru, sedang iddahnya sebagai
iddah talak biasa.
Dalam hal hadhanah pada cerai gugat fasakh ini seorang
anak akan tetap diasuh oleh ibunya dan mendapatkan nafkah dari bapaknya. Sedangkan
untuk waris hanya berlaku jika si suami relah meninggal, dimana sebelumnya
istri memfasakh terlebih dahulu.
b.
Khuluk
Khuluk dinamakan juga tebusan, karena si istri menebus
diri dari suaminya dengan mengembalikan apa yang telah diterimanya. Khuluk
menurut istilah syara’ yakni perceraian yang diminyta oleh istri dari suaminya
dengan memberikan ganti sebagai tebusannya. Dalam hal akibat khuluk terdapat
permasalahan apakah perempuan yang menerima khuluk dapat diikuti dengan talak
atau tidak ?
Imam Malik mengatakan bahwa khuluk itu tidak dapat
diikuti dengan talak, kecuali jika pembicaraannya bersambung. Sedangkan Imam
Hanafi mengatakan dapat diikuti tanpa memisahkan antara penentuan waktunya,
yaitu dapat dilakukan dengan segera atau tidak. Perbedaan ini terjadi karena
golongan pertama berpendapat bahwa iddah termasuk hukum talak Sedangkan
golongan kedua berpendapat termasuk hukum nikah. Oleh karena itu, ia tidak
membolehkan seseorang menikahi perempuan yang sedang perempuannya masih dalam
masa iddah dari talak ba’in.
Bagi fuqaha yang mengatakan bahwa iddah termasuk dalam
hukum pernikahan, mereka berpendapat bahwa khuluk tersebut dapat dikuti dengan
talak. Sedangan fuqaha yang tak sependapat mengatakan bahwa khuluk tersebut tak
dapat diikuti dengan talak. Persoalan lain adalah, bahwa jumhur fuqaha telah
sepakat bahwa suami yang menjatuhkan khuluk tidak dapat merujuk mantan istrinya
pada masa iddah, kecuali pendapat yang diriwayatkan oleh Sa’id bin al Musayyab
dan Ibnu Syihab keduanya mengatakan bahwa apabila suami mengembalika tebusan
tang telah diambil dari istrinya maka ia dapat mempersaksikan rujuknya itu.
Persoalan yang lain adalah jumhur fuqaha telah sepakat
bahwa suami dapat menikahi mantan istrinya yang di khuluk pada masa iddahnya
dengan persetujuannya Segolongan fuqaha muta’akhirin berpendapat bahwa suami
maupun orang lain tidak boleh menikahinya pada masa iddahnya.
Fuqaha berselisih pendapat tentang masa iddah wanita
yang dikhuluk apabila terjadi persengketaan antara suami dan istri berkenaan
dengan kadar bilangan harta yang dipakai untuk terjadinya khuluk.
Imam Malik berpendapat bahwa yang dijadikan pegangan
adalah kata-kata suami jika tak ada saksi . Sedangkan Imam Syafi’I berpendapat
bahwa kedua suami istri saling bersumpah dan atas istri dikenakan sebesar mahar
misil. Beliau mempersamakan persengketaan antara suami dengan persengketaan
antara dua orang yang jual beli. Adapun Imam Malik memandang bahwa istri
sebagai pihak tergugat dan suami sebagai pihak penggugat.
Dalam hal hadhanah si suami harus tetap memberikan
nafkah kepada si istri guna mencukupi kebutuhan anak yang telah dilahirkan
akibat hubungan nikah mereka terdahulu. Sedangkan dalam hal waris tidak berlaku
selama si suami masih hidup kecuali jika si suami meninggal setelah dijatuhi
khuluk oleh istrinya.
Kompilasi Hukum Islam[9]
BAB XVII
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
Bagian Kesatu
Akibat Talak
149. Bilamana perkawinan putus karena talak, maka
bekas suami wajib:
a. memberikan mut`ah yang layak kepada bekas
isterinya, baik berupa uang atau benda, kecualibekas isteri tersebut qobla al
dukhul;
b. memberi nafkah, maskah dan kiswah kepada bekas
isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau
nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan
separoh apabila qobla al dukhul;
d. memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang
belum mencapai umur 21 tahun
150.
Bekas suami berhak melakukan ruju` kepada bekas istrinya yang masih dalam
iddah.
151.
Bekas isteri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan
dan tidak menikah dengan pria lain.
152.
Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia
nusyuz.
Bagian Kelima
Akibat Khuluk
161,
Perceraian dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tak dapat dirujuk
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan makalah diatas dapat ditarik
sebuah jawaban tentang akibat hukum cerai talak dan cerai gugat.
Cerai Talak (Hak Suami)
1.
Talak Raj’I suami dapat langsung rujuk ketika dalam masa iddah dan akad
baru jika masa iddah telah habis.
2.
Talak Ba’in Sughra suami menggunakan akad nikah baru ketika masa iddah
telah habis
3.
Talak Ba’in Kubra suami tidak boleh menikah dengan mantan istri sebelum
istrinya dinikahi oleh pria lain dan kemudian diceraikan tanpa ada skenario.
Cerai Gugat (Hak Istri)
1.
Fasakh mengakhiri ikatan perkawinan suami istri seketika itu juga dan
tidak mengurangi bilangan talak
2.
Khuluk perceraian dengan jalan ini mengurangi jumlah talak dan tak dapat
dirujuk.
B. Saran
Dalam Makalah ini menjelaskan secara komprehensif akibat
hukum cerai talak dan cerai gugat dalam perkawinan islam. Sangat dianjurkan
bagi mahasiswa jurusan hukum islam atau hukum baik di Perguruan Tinggi Agama Islam
(PTAI) atau Perguruan Tinggi (PT) untuk membaca intisari dalam makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa substansi dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, Maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly,
Abd. Rahman.2003.Fiqh Munakahat.Jakarta : Prenada Media
Abidin,
Slamet dan Aminuddin. 1999. Fiqih Munakahat II. Bandung: CV. Pustaka
Setia
Al-Quran
dan Terjemahnya Kementerian
Agama Republik Indonesia
Sulaiman
Rasyid. 1976. Fiqh Islam.Jakarta: At-Tahiriyah
Ibnu
Rusydi. 1970. Bidayaatul Mujtahid, Beirut : Darul Fikri
Departemen
Agama RI,. Kompilasi Hukum Islam. 1991
No comments:
Post a Comment