BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Sejarah singkat Munculnya Imam Madzab
Pada masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau
sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam
telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan,
ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan
besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Ketika memasuki abad
kedua Hijriah inilah merupakan era kelahiran mazhab-mazhab hukum dan dua abad
kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam dengan
pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan istinbat hukum. Kelahiran
mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri ini, tak pelak
lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya produk hukum yang
dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing menawarkan kerangka metodologi,
teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan
hukum. Metodologi.
Teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh
para tokoh dan para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk
memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan
berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahaminash al-Quran dan
al-Hadis maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam nash.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia -tanpa disadari- menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut mazhab dalam melakukan istinbat hukum.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia -tanpa disadari- menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut mazhab dalam melakukan istinbat hukum.
Ikhtilaf bukan hanya
terjadi para arena fiqih, tetapi juga terjadi pada lapangan teologi. Seperti
kita ketahui dari sejarah bahwa peristiwa “tahkim” adalah titik awal lahirnya
mazhab-mazhab teologi dalam Islam. Masing-masing mazhab teologi tersebut
memiliki corak dan kecenderungan yang berbeda-beda seperti dalam mazhab-mazhab
fiqih. Perbedaan pendapat pada aspek teologi ini juga memiliki implikasi yang
besar bagi perkembangan pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Menurut hemat penulis,
perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai kapan pun dan di tempat mana
pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam,
karena pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang
kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan orang
sampai sekarang. Masing-masing mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan
yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula,
termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap kedudukan al-Qur’an dan
al-Sunnah.
II.2. Hukum
Islam di masa Stagnasi
kebekuan pemikiran hukum islam disebabkan oleh beberapa factor,
diantaranya:
a.
Faktor politik
Campur tangan penguasa dalam kekuasaan kehakiman dan kelemahan posisis
ulama dalam dalam menghadapi pemerintah. Madzhab berkembang karena dukungan
politik, ketika satu madzhab memperoleh kekuasaan, pemikiran yang bertentangan
dengannya akan ditindas. Dengan penindasan ini pemikiran tertutup dan mereka
sulit untuk bangkit.
b.
Para ulama berebut menjadi qadhi
Qadhi diangkat oleh seorang penguasa. Qadhi tidak ingi mengambil resiko
berbedapendapat dengan madzhabnya, karena dikhawatirkan mereka dikucilkan
masyarakat, dipinggirkan oleh ulama, dan dilaporkan kepada penguasa. Oleh
karena itu yang paling aman adalah mengikuti pendapat para imam madzhab yang
telah dibukukan. Dalam kondisi seperti ini ijtihada ulama seakan0akan telah
tertutup. Mereka melakukan ijtihad hanya dalam rangka memberikan legitimasi
kebijakan penguasa.
c.
Keengganan para ulama dalam melakukan ijtihad
Banyak para ulama yang enggan melakukan ijtihad, sehingga membuat
orang-orang yang tidajk kredibel menjual ijtihad di hadapan penguasa. Tentu
saja ini dapat menimbulkan perbedaan di kalangan umat islam. Akibatnya sebagian
ulama terpaksa menutup pintu ijtihad secara mutlakdan mengharuskan untuk taklid
pada para imam mujtahid
Abd al-Wahhab Khallaf
menyebutlan ada empat factor penyebab stagnasi pemikiran hukum islam:
1.
Terpecahnya kekuasaan islam menjadi Negara-negara kecil hingga umat
disibukkan oleh eksistensi politik
2.
Terbaginya para pakar hukum islam tingkat mujtahid berdasarkan madrasah
tempat mereka belajr
3.
Menyebarnya ulama yang member fatwa berdasarkan petunjuk penguasa
4.
Menyebarnya penyakit akhlak, seperti hasud dan egoismedi kalangan ulama
Masa stagnasi dimulai kelemahan umat islam khususnya pemegang kekuasaan
yang terlena atas kemenangan islam.
II.3. Karakteristik Masa Stagnasi
Setelah keempat imam madzhab
ahl al sunnah meninggal dunia. Hukam islam memasuki zaman kodifikasi (tadwin).
Berbagai ilmu islam dibukukan dan tidak disampaikan lisan
Dampak dari doktrin taqlid
tampak dalam literature hukum. Penafsiran dan pemikiran ara imam madzhab
disusun dalam buku. Banyak karya ulama yang memuat komentar dan penjelasan atas
karya para imam mujahid. Pandngan-pandangan yang berbeda disatukan dan
digabungkan. Disamping itu muncul pula karya ringkasan (ikhtisar) atas
karya-karya tertentu.[1]
Para penulis memperlihatkan
isi, bentuk, serta susunan tulisan-tulisan terdahulu. Gerakan ini di satu sisi
menyimpan khazanah ilmu para ulama, tetapi di sisi lain menyebabkan para ulama
merasa cukup dengan apa yang telah tersedia. Mereka tidak merasa perlu
melakukan penelitian ulang. Akhirnya muncul tradisi membuat komentar (syarah)
dan matan. Ini bertujuan untuk memudahkan membaca dalam memahami kitab-kitab
rujukan. Dan tidak jarang komentar (syarah) suatu kitab diberi komentar lagi
yang disebut (hariyah).
Menurut Ali as-Sayis, periode
ini tidak melahirkan mujtahid yang independen. Usaha ulama pada periode ini
adalah:
a.
Menerima dari imam mereka berbagai hukum terhadap masalah-masalah yang
telah diperkirakan sebelum kejadian terjadi.[2]
b.
Mengkaji pendapat=pendapat yang bertentangan dengan madzhab melalui tarjih,
yakni mempertimbangkan dalil yang lebih kuat. Ada pertentangan diantara para
pengutip pendapat imam (tarjih riwayah). Ada juga pertentangan diantara para
imam atau para imam dan muridnya (tarjih dirayah).[3]
c.
Mendukung dan memperkuat madzhab yang dianut. Wujud dari dukungan antara
lain, memperbanyak karya biografi para imam madzhab, membuat karya perbandingan
madzhab, dan menetapkan madzhabnya yang paling benar, mengadakan perdebatan
public demi mengalahkan lawan madzhabnya.[4]
Pada masa stagnasi ini, berkembang tradisi diskusi madzhab (Munaqasyah
Madzhabiyah). Argumentasi dikembangkan untuk membela madzhab masing-masing.
Diskusi inilah yang menyebabkan suburnya fanatisme madzhab. Untuk
mempertahankan keunggualan madzhabnya, para pengikutnya meriwayatkan mitos di
sekitar para imam madzhabnya. Fatwa para imam lebih didahulukan daripada ayat
al Qur’an dan al Sunah
Menjelang abad 14. Muncul berbagai teks hukum yang memperoleh reputasi
khusus dari dari beberapa madzhab. Teks-teks ini bertahan dengan ottoritasnya
sebagai ungkapan hukum islam sampai datangnya modernism hukum pada abad ini.[5]
Secara umum, terdapat dua ciri dominan yang menjadi tangda kemunduran fikih
islam, yakni taklid dan tertutupnya pintu ijtihad.
a.
Sebab-Sebab Taklid
Keterpakuan tekstual terjadi karena dibelenggunya akal dan
pikiran.Akibatnya hilanglah kebebasan berpikir. Atau mungkin juga disebabkan
adanya pemaksaan yang dilakukan leh pihak penguasa dalam menggunakan airan atau
madzhab tertentu.
Menurut Sulaiman al-Asyqar hal-hal yang menyebabkan munculnya taklid adalah
sebagai berikut.
-
Adanya penghargaan yang berlebihan pada seorang guru
Mereka berasumsi bahwa, pertama, setiap orang
dewasa diwajibkan menganut salah satu madzhab dan haram hukumnya jika ia keluar
dari madzhab yang dianutnya. Kedua, mengambil pendapat selain pendapat dari
imam yang dianutnya adalah haram. Ketiga, guru yang terdahulu lebih mengetahui
makna nash daripada kita.
-
Banyaknya kitab fikih
Jumlah kitab fikih yang berlebihan dikhawatirkan
dapat menjadi sebuah ancaman yang serius bagi Al-Qur’an dan As-Sunah. Kitab
fikih akan menjadi pokok bahasan yang lebih utama daripada kitab dan sunah.
-
Melemahnya Daulah Islamiyah
Pemerintahan memang berperan vital dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.Jadi jika dukungan pemerintah lemah berarti
melemah pula pengembangan ilmu pengethuan.
-
Adanya anjuran sultan untuk mengikuti aliran yang dianutnya
Kedudukan sultan berpengaruh terhadap taklid
karena sultan hanya mengangkat qadli atau hakim dari madzhab yang dianutnya.
-
Adanya keyakinan sebagian ulam yang beranggapan bahwa setiap pendapat
mujtahid itu benar
Menurut sebagian ulam endapat imam sejajar dengan syariat sehingga pendapat
ulam yang mana saja boleh digunakan
Sedangkan menurut Kamil Musa ebab-sebab
taklid, dintaranya
-
Adanya ajakan kuat dari guru kepada muridnya untuk mengikuti madzhab yang
ia anut
-
Lemahnya pemikiran dan peradilan
-
Adanya upaya pmbentukan dan pelestarian madzhab
-
Munculnya anggapan bahwa ijtihad telah keuar dari madzhab yang dianut
-
Berkembangnya sikap berlebihan dalam memperlakukan kitab-kitab fikih
-
Banyaknya kitab-kitab fikih
-
Tidak adanya kesesuaian antara perkembangan akal dan perkembangan pemahaman
( fikih )
Adapun dalam pandangan Muhammad
Ali Sayyis, yang menjadi penyebab taklid adalah.
-
Adanya ajakan yang kuat dari penerus madzhab untuk mengikuti madzhabnya
-
Adanya degradasi kecerdasan para hakim
-
Berkembangnya pembentukan aliran-aliran fikih
-
Adanya ulam yang saling hasut
-
Munculnya perdebatan ahli hukum secara tidak sehat
-
Berkembangnya sikap berlebihan dalam mengajarkanfikih madzhab
-
Rusaknya sistem belajar
-
Bnyaknya kitab fikih
-
Hilangnya kecerdasan individu
-
Munculnya kesenangan masyarakat pada harta secara berlebihan
Berdasarkan pendapat para ulama
diatas maka dapat saya simpulkan bahwa klid terjadi karena dua hal.
-
Keterbelengguan pemikiran,sehingga para ulam lebih suka mengikatkan diri
pada madzhab tertentu
-
Ulama kehilangan kepercayaan diri, karena mereka beranggapan bahwa ulama
pendiri madzhab lebih pintar daripada mereka
b.
IJtihad Ditutup
Beberapa penyebab ditutupnya pintu ijtihad, diantaranya.
1. Munculnya hubb al-dunya di kalangan ulama
2. Adanya perpecahan politik
3. Adanya perpecahan aliran fikih
Akibat dari tetutupnya pintu ijtihad, keadaan
umat islam lama-kelamaan mengalami kemunduran.
II.4. Ta’assub (fanatik) madzhab
Ta’assub
(fanatik) Madzab adalah sikap mengikuti madzab tertentu secara berlebihan, memandang
madzabnya yang paling benar dan madzab lain salah.
Perbedaan pendapat antar madzab yang pernah muncul sebagaimana masalah Talaffudzun
Niyat (melafalkan usholli dalam sholat), jumlah rak’at sholat tarawih dan
witir. Sikap fanatic madzab sebenarnya bukan sikap terpuji, dan tidak
dibenarkan oleh agama, tidak di ingini serta tidak di praktekkan oleh imam
madzab. Para imam sangat hormat dan menenggang rasa terhadap madzab lain.
Para imam madzab selalu rendah hati dan sangat
hati-hati dalam memandang nilai kebenaran pendapatnya menghadapi pendapat lain
yang tidak sama dengan pendapatnya, sikap demikian tercermin dari beberapa
pesan imam madzab, antara lain :
a. Imam Malik
berkata :
Ketahuilah, sesungguhnya aku ini hanyalah
seorang manusia, mungkin salah dan mungkin benar. Maka selidikilah olehmu
segala pendapatku, apa yang sesuai dengan kitab dan sunnah, ambillah dia, dan
yang tidak sesuai dengan kitab dan sunnah tinggalkanlah dia.
b. Imam Abu Hanifah berkata :
Apabila pendapatku menyalahi kitab Allah dan
hadits Rosulullah, maka tinggalkanlah olehmu pendapatku itu.
c. Imam Syafi’I berkata :
Apabila ada hadits shoheh dari nabi yang
menyalahi pendapatku, maka ikutilah hadits itu, dan ketahuilah bahwa itulah
madzab ku.
d. Imam Ahmad bin Hambal berkata :
Janganlah kamu bertaqlid kepada ku, jangan pula
kamu taqlid pada Malik, At Tsauri, Au Za’I, tapi ambillah olehmu dari tempat
mereka mengambil.
Jadi yang bersikap ta’assub madzab menunjukkan bahwa dia tidak memahami
dengan benar sikap yang harus diambil dalam bermadzab, karena sikap ta’assub
madzab itu tidak sejalan dengan pendirian para imam madzab itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru, tetapi semenjak masa Islam
yang paling dini perbedaan pendapat itu sudah terjadi. Perbedaan terjadi adanya
cirri dan pandangan yang berbeda dari setiap mazhab dalam memahami Islam
sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus selalu bersikap
terbuka dan arif dalam memendang serta memahami arti perbedaan, hingga sampai
satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan –
selama perbedaan itu bergerak menuju kebenaran – dan Islam adalah satu dalam
keragaman. Dan perbedaan pendapat itu harus dipandang sebagai bentuk-bentuk
kemudahan bagi umat manusia, sebab hakikat kebenaran atau ketidak benaran dari
masing-masing pendapat tersebut adalah nisbi, hanyalah Allah SWT yang maha mengetahui
secara mutlak hakikat substansi kebenaran tersebut.
III.2. Saran
Kami menyadari bahwa setiap manusia tidak lepas dari kesalahan
dan keluputan. Dan kamipun mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,
baik dalam segi pemaparan teori maupun contoh-contoh yang konkrit yang ada di
masyarakat. Sehingga kami sangat
mengharap kritik dan saran yang membangun, sehingga dalam penyusunan berikutnya
kami dapat menyusun lebih baik dan lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Praja, Juhaya S. 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Usman, Suparman. 2001. Hukum Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mubarak, Jaih . 2000. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung:
penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Penyusun
MKD.2012.Studi Hukum Islam.Surabaya:IAIN SA Press
No comments:
Post a Comment