BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jarimah Riddah (Keluar dari Islam)
Riddah dari segi bahasa berarti ruju’
(kembali). Menurut istilah riddah adalah orang yang kembali dari agama islam,
pelakunya disebut murtad, yakni ia secara berani menyatakan kafir setelah
beriman.[1]
Nash yang berkaitan dengan murtad dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 217:
y7tRqè=t«ó¡o
Ç`tã
Ìök¤¶9$#
ÏQ#tysø9$#
5A$tFÏ%
ÏmÏù
(
ö@è%
×A$tFÏ%
ÏmÏù
×Î6x.
(
<|¹ur
`tã
È@Î6y
«!$#
7øÿà2ur
¾ÏmÎ/
ÏÉfó¡yJø9$#ur
ÏQ#tyÛø9$#
ßl#t÷zÎ)ur
¾Ï&Î#÷dr&
çm÷YÏB
çt9ø.r&
yYÏã
«!$#
4
èpuZ÷GÏÿø9$#ur
çt9ò2r&
z`ÏB
È@÷Fs)ø9$#
3
wur
tbqä9#tt
öNä3tRqè=ÏG»s)ã
4Ó®Lym
öNä.rãt
`tã
öNà6ÏZÏ
ÈbÎ)
(#qãè»sÜtGó$#
4
`tBur
÷Ïs?öt
öNä3ZÏB
`tã
¾ÏmÏZÏ
ôMßJusù
uqèdur
ÖÏù%2
y7Í´¯»s9'ré'sù
ôMsÜÎ7ym
óOßgè=»yJôãr&
Îû
$u÷R9$#
ÍotÅzFy$#ur
(
y7Í´¯»s9'ré&ur
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
(
öNèd
$ygÏù
crà$Î#»yz
ÇËÊÐÈ
Artinya:
“ mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan
mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. dan
berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad
di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.(QS. Al-Baqarah 217)[2]
B. Unsur-Unsur Jarimah Riddah
Unsur-unsur
dari riddah adalah:
1.
Keluar dari
Islam
2.
Ada itikad tidak
baik
Yang
dimaksud keluar dari islam disebutkan oleh para Ulama ada tiga macam:[3]
1.
Murtad dengan
perbuatan atau meninggalkan perbuatan.
Maksudnya
melakukan perbuatan yang haram dengan menganggapnya tidak haram atau
meninggalkan perbuatan wajib dengan menganggapnya sebagai perbuata tidak wajib,
baik dengan sengaja maupun dengan menyepelekan. Misalnya :sujud kepada matahari
atau bulan, melemparkan Al-Qur’an, dan berzina dengan menganggap zina bukan suatu
perbuatan yang haram.
2.
Murtad dengan
ucapan
Maksudnya
ucapan yang menunjukkan kekafiran, seperti menyatakan menyatakan bahwa Allah
punya anak dengan anggapan bahwa ucapan tersebut tidak dilarang.
3.
Murtad dengan
itikad.
Maksudnya
itikad yang tidak sesuai dengan akidah islam, seperti beritikad langgengnya
alam, Allah itu sama dengan makhluk Sesungguhnya itikad tidak menyebabkan
seseotramh menjadi kufur sebelum dibuktikan dalam bentuk ucapan atau perbuatan.
Berdasarkan
Hadits Rasulullah SAW,
انّ اللّه تجا وزعن امّتى ما
وسوست او حدّثت به اتفسهاما لم تعمل به اوتكلّم
Artinya:
“ Sesungguhnya Allah memaafkan bagi umatku bayangan-bayangan yang menggoda dan
bergelora dalam jiwanya selama belum diamalkan atau dibicarakan “( HR. Muslim
dari Abu Hurairah)
Jadi, berdasarkan hadits diatas apapun
itikad seseorang muslim yang bertentangan dengan ajaran islam tidaklah dianggap
menyebabkan keluar dari islam sebelum ia mengucapkan atau mengamalkannya.
C. Hukuman Jarimah Riddah
Jarimah
riddah diancam dengan tiga macam hukuman:
1.
Hukuman Pokok,
yaitu hukuman mati
Hukuman
mati untuk orang yang keluar dari agama islam (murtad) didasarkan pada Al-
Hadis.
وعن ابن عبِّاس رضي الله
عنهما قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم من بدّل دينه فاقتلوه (رواه
البخارى)
Artinya:
Dari ibnu Abbas ra, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW: “ Barangsiapa
yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia “. (HR. Bukhari)[4]
Di dalam Al-Qur’an memang tidak
menjelaskan hukuman bagi orang yang murtad di dunia,hanya hukuman di akhirat
saja. Syaikh Mahmud Syaltut menyatakan bahwa orang murtad itu sanksinya
diserahkan kepada Allah SWT. Alasannya karena firman Allah dalam Surat
Al-Baqarah ayat 217 hanya menunjukkan kesia-siaan amal kebaikan orang murtad
dan sanksi akhirat yaitu kekal di neraka. Alasan lainnya adalah kekafiran
sendiri tidak menyebabkan bolehnya orang dihukum mati, sebab membolehkan
hukuman mati bagi orang yang kafir itu adalah karena memerangi dan memusuhi
orang islam [5]
Mohammad Hashim Kamali juga
mempertanyakan masalah hukuman hadd bagi pelaku murtad ini dengan
menyatakan bahwa karena dalam Al-Qur’an hukuman pidana bagi pelakunya tidak
dinyatakan, maka sebenarnya sanksi atas perbuatan ini masuk dalam jenis ta’zir,
bukan hudud.
Sebelum dilaksanakan hukuman, orang yang
murtad itu harus diberi kesempatan untuk bertobat. Waktu yang disediakan
baginya untuk bertobat itu adalah 3 hari 3 malam, menurut Imam Malik. Menurut
Imam Abu Hanifah ketentuan batas waktu untuk bertobat itu harus diserahkan
kepada Ulul Amri, dan batas itu selambt-lambatnya 3 hari 3 malam.
Tobatnya orang yang murtad cukup dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat. Selain itu, ia pun mengakui bahwa apa yang
dilakukannya ketika murtad bertentangan dengan agama Islam.
2.
Hukuman
Pengganti
Diberikan apabila hukuman pokok tidak
dapat diterapkan. Hukuman pengganti ini berupa ta’zir.
3.
Hukuman Tambahan
yaitu penyitaan harta
Perampasan harta merupakan hukuman
tambahan. Mengenai realisasi hukuman ini para ulama berbeda pendapat. Menurut
Mazhab Maliki, Syafi’i, dan pendapat yang kuat (rajih) dalam Mazhab Hambali,
semua harta yang dimiliki oleh orang murtad harus disita oleh negara. Sedangkan
menurut Mazhab Hanafi dan sebagian fuqaha Mazhab Hambali, harta yang disita
hanyalah harta yang diperolehnya setelah ia murtad. Adapun harta yang diperoleh
sebelum ia murtad tidak boleh disita, melainkan diberikan kepada keluarga (ahli
waris) yang beragama islam.[6]
Faktor penyebab perbedaan mereka adalah perbedaan penafsiran mereka terhadap
hadis yang artinya “ Orang kafir tidak dapat mewarisi harta pusaka orang muslim
dan orang muslim tidak dapat mewarisi harta pusaka orang kafir” (HR. Muslim
dari Usamah bin Zayd)
Alasan Imam Malik, Imam syafi’I dan Imam
Ahmad sehubungan dengan ketidakbolehan harta orang muslim diwariskan kepada
ahli warisnya yang non muslim adalah karena ia termasuk kafir, sedangkan ahli
warisnya muslim. Sedangkan alasan Imam Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya
sehubungan dengan kebolehan harta orang murtad diwariskan kepada ahli warisnya
yang muslim adalah karena harta orang murtad itu disamakan dengan harta orang
yang meninggal.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Riddah adalah orang yang kembali dari
agama islam, pelakunya disebut murtad, yakni ia secara berani menyatakan kafir
setelah beriman.
Unsur-unsur Riddah:
1.
Keluar dari
islam
2.
Ada itikad tidak
baik
Hukuman
Jarimah Riddah:
1.
Hukuman pokok
2.
Hukuman
pengganti
3.
Hukuman tambahan
B. Saran
Makalah ini menjelaskan tentang jarimah
riddah dalam hukum pidana islam secara komprehensif. Makalah ini sesuai untuk
dibaca oleh mahasiswa baik jurusan hukum maupun jurusan hukum islam, karena
memuat materi yang menjadi basic pembelajarannya yang telah disesuaikan dengan
pakemnya masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Kahlani,
Muhammad Ibn Isma’il. 1960. Subul
Al-Salam Cet. IV . Mathba’ah Mushthafa Al-Baby Al-Halaby
Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Surabaya: CV. Karya Utama
Djazuli. 1997. Fiqh Jinayah:
Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Imam Bukhari. Tt. Sahih
al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr
Munajat, Makhrus. 2004. Dekonstruksi
Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Logung Pustaka
Muslich, Ahmad Wardi. 2004. Pengantar
dan Asas hukum Pidana Islam: Fikih Jinayah. Jakarta: Sinar Grafika
Santoso, Topo. 2003. Membumikan
Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda. Jakarta:
Gema Insani Press
[3] A. Djazuli, Fiqh
Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 1997), hal. 114-115
[4] Muhammad Ibn Isma’il
Al-Kahlani, Subul Al-Salam, (Mathba’ah Mushthafa Al-Baby Al-Halaby, Cet.
IV, 1960), Juz III hal. 265
[5] Topo Santoso, Membumikan
Hukum Pidana Islam : Penegakan Syariat dalam Wacana dan Agenda, ( Jakarta:
Gema Insani Press, 2003), hal. 32
[6] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar
dan Asas Hukum Pidana Islam: Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
hal. 152
No comments:
Post a Comment