Saturday, May 16, 2015

Fikih Mali dan Sumber Pendapatan Negara Dalam islam

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Fiqh Mali  Dan Ruang Lingkupnya
Fiqh siyasah maliyah adalah siyasah yang mengatur hak-hak orang miskin, mengatur sumber-sumber mata air ( irigasi) dan perbankan, yaitu hukum dan peraturan yang mengatur hubungan diantara orang-orang kaya dan miskin, antara negara dan perorangan, sumber-sumber keuangan negara, baitul mal, dan sebagainya yang berkaitan dengan harta dan kekeyaan negara [1]. Dalam siyasah maliyah ada hubungan yang erat diantara tiga faktor, yaitu rakyat, harta, dan pemerintah atau kekuasaan.
Isyarat-isyarat al qur’an dan hadits nabi menunjukkan bahwa agama islam memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin (lemah) pada umumnya, kepedulian inilah yang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri) agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan. Selain itu orang kaya haruslah mampu bersikap dermawan dan baik hati kepada orang yang membutuhkan.

*Beberapa Prinsip Tentang Harta :
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ Ÿwur Wèd Ÿwur 5=»tGÏ. 9ŽÏZB ÇËÉÈ  
Artinya:
tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.(QS.Luqman :20) [2]

t¤yur /ä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd çm÷ZÏiB 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÊÌÈ  
Artinya :
dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.(QS.Al-Jatsiyah :13) [3]

*Dasar-Dasar Keadilan Sosial :
Menurut Sayyid Qutub di dalam bukunya Al-‘Adalah al-Ijtimaiyah fil islam halaman 36 ada tiga dasar yang menjadi landasan keadilan sosial di dalam islam :
1.    Kebebasan rohaniah yang mutlak (. الحرية الروحية المطلق)
2.    Persamaan kemanusiaan yang sempurna (. الإنسانية المشتركة على ما يرام)
)  [4]. مسؤولية اجتماعية قوية3. Tanggung jawab sosial yang kokoh (

*Ruang Lingkup Fiqh Mali :
1. Hak milik
2. Zakat
3. Al-Kharaj
4. Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris
5. Jizyah
6. Ghanimah dan fay’
7. Bea cukai barang impor
8. Harta wakaf
9. Penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syara’
10. Prospek pemberdayaan ekonomi umat

B.  Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Menurut Islam
Pendapatan Nasional adalah kunci pokok dalam menentukan personalitas hukum suatu negara. Dengan alat dan kekuasaannya negara bisa memberikan pelayanan yang dibutuhkan bangsa dan mampu berfungsi secara tepat dalam pengertian bertanggung jawab untuk menerapkan hukum. Faktor kepentinganlah yang telah menyebabkan Konstitusi islam memberikan perintah pada umat islam untuk mengkonfirmasikan sumber mayor dan minor dari pendapatan nasional. Dalam kajian ini antara lain akan dibahas tentang sumber-sumber pendapatan negara dan pos-pos pengeluaran negara.

·      Sumber Pendapatan Negara dalam Islam

1.    Sumber daya alam
Konstitusi islam dalam sunnah menegaskan bahwa ” rakyat adalah partner dalam tiga hal : air, garam, dan padang rumput( al-Bukhari, Shrub 13: Ibn Majah Ruhun, 16; Ibn Hanbal, 1969, Vol. 5: 264) “ . Ini merupakan sumber daya alam yang paling penting dan perlu untuk mendukung kehidupan manusia dan binatang. Melalui analogi/qiyas semua sumber daya alam yang bisa didapatkan di darat atau di laut harus dapat dimiliki bersama oleh semua orang. Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan eksplorasi ataupun eksploitasi untuk memperoleh sumber daya alam. Sumber daya alam ini pada akhirnya digunakan untuk kesejahteraan warga negara yang mendiami suatu negara. Namun ini tidak berarti bahwa pengelola sumber daya alam harus negara. Swasta pun dapat mengelolanya dengan catatan keuntungan yang diperolehnya tidak melebihi jasa dan efisiensi yang diperoleh. [5]

2.    Pinjaman luar Negeri
Pinjaman hanyalah pendapatan tambahan yang sifatnya darurat saja. Jika pemerintah islam memandang bahwa pendapatan dari sumber-sumber tersebut di atas belum mencukupi, negara islam diperkenankan mengambil bentuk pinjaman. Namun demikian, pinjaman tersebut harus diupayakan bebas bunga. Neagar islam bisa menawarkan bagi hasil untuk proyek-proyek yang beerhubungan dengan layanan umum.

3.    Khumus al-Ghana’im
Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh umat islam melalui jalan peperangan. Islam membolehkan umatnya merampas harta musuh yang kalah dalam perang. Selain ghanimah, terdapat dua bentuk rampasan lain yang diperoleh dari musuh. Pertama, salb yaitu perlengkapan perang musuh yang berhasil dirampas oleh tentara muslim yang berhasil mengalahkannya. Kedua, fai’yaitu harta musuh yang diperoleh tanpa peperangan. Ini merupakan konsesi yang diberikan oleh pihak musuh yang tidak mau tunduk kepada islam dan tidak melawan. Oleh al-Mawardi, fai’ ini dimasukkan ke dalam harta ghanimah (فاي'يتم إدخالها في كنوز غنيمة ) [6]
Menurut al Mawardi ghanimah meliputi usara (tentara musuh yang ditawan), sabiy ( tawanan yang bukan bersal dari tentara), harta benda bergerak, tanah, serta harta lain yang tak bergerak.
Seperlima dari harta rampasan perang, khumus, diserahkan kepada kas bendahara negara sebagaimana diperintahkan oleh konstitusi islam yang juga memerintahkan negara cara cara membelanjakan uang atau harta tersebut.
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqtƒ Èb$s%öàÿø9$# tPöqtƒ s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÍÊÈ  
Artinya :
ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil[614], jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan[616], Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. Al-Anfal: 41) [7]

[613] Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[614] Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e. Ibnu sabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur.
[615] Yang dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.
[616] Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quranul Karim pada malam 17 Ramadhan.

4.    Tanah
Semua tanah yang belum diklaim sebagai hak milik oleh individu dalam suatu negara, adalah milik atau kekuasaan negara. Akan tetapi konsitusi islam membuat provisi bagi umat islam yang boleh memiliki tanah seperti itu bahkan tanpa izin negara. Telah dinyatakan oleh nabi bahwa : Barangsiapa mengolahaktifkan tanah (negara), maka tanah itu menjadi miliknya ( al-Bukhari, Harth 15; Ibn Hanbal 1969, Vol 3: 303-304).

5.    Zakat
Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diberkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Kewajiban ini dilandaskan pada Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’ ulama. Berikut dalil dalam Al_Qur’an tentang kewajiban zakat,
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  
Artinya:
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.(QS. Al-Baqarah:43) [8]
Zakat yang dipungut oleh pemerintah bertujuan agar orang kaya berpartisipasi dalam membantu negara menyediakan dan memeratakan ke arah peningkatan kehidupan yang lebih baik.bagi orang miskin.Konstitusi islam memandang bantuan kepada kaum fakir miskin itu menjadi tugas negara Konstitusi islam juga juga menentukan dasar-dasar negara negara untuk membelanjakan perpajakan ini.
Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, meliputi binatang ternak, emas dan perak, makanan pokok dan buah-buahan, hasil perniagaan, dan harta rikaz (harta terpendam, dll. Zakat bukan hanya sekedar berfungsi untuk membebaskan wajib zakat (muzakki)melainkan juga memiliki dimensi sosial dan kemanusiaan yang mendalam zakat mampu membantu mereka yang lemah ekonominya. Karena itu pelaksanaan zakat tidak cukup hanya diserahkan kepada kesadaran wajib zakat. Pemerintah dapat meminta secara langsung bahkan memaksa wajib zakat untuk membayar zakat
Ibn Hazm al-Andalusi, tokoh mazhab Zhahiri, berpendapat bahwa pemerintah berhak menggunakan kekuasaannya untuk memaksa orang kaya. Bahkan pemerintah pun berhak menuntut hak-hak orang-orang miskin yang terdapat dalam harta orang kaya selain zakat tersebut. Dalam pandangannya orang muslim yang kaya mempunyai kewajiban lain selain zakat [9]  Sejumlah sahabat seperti Ali Bin Abi Thalib dan generasi tabi’in seperti al-Sya’bi dan Mujahid, sebelumnya juga berpendapat tentang adanya kewajiban selain zakat. Pendapat ini juga dikuatkan oleh pemikir kontemporer, Sayyid Quthb. Menurutnya zakat adalah batas minimal yang diwajibkan atas harta benda, selama masyarakat tidak membutuhkan pemasukan lain selain zakat. Namun, bila zakat tidak tidak mencukupi kebutuhan , maka pemerintah berhak mengatur pungutan lain atas orang kaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Wewenang ini harus berpegang pada prinsip al-mashlahah al-mursalah dan sadd al-zari’ah yang meliputi semua usaha untuk menunjang kepentingan masyarakat dan menghilangkan segala bentuk kemudharatan [10]
Selanjutnya zakat yang dikumpulkan pemerintah melaluilembaga amil zakat akan didistribusikan kepada para mustahiqyang tergolong delapan ashnaf. Jika delapan ashnaf telah memperoleh bagiannya masing-masing sementara zakat masih sisa dapat diberikan kepada yang membutuhkan selain delapan ashnaf tadi.

6.    Jizyah
Jizyah adalah pajak kepala yang dibayarkan oleh penduduk dar al-Islam yang bukan muslim kepada pemerintah islam. Jizyah dimaksudkan sebagai wujud loyalitas mereka kepada pemerintah islam dan konsekueensi dari perlindungan yang diberikan pemerintah islam untuk mereka. Meskipun Jizyah merupakan pajak kepala yang harus diberikan oleh setiap non muslim yang baligh, berakal, laki-laki, dan mampu berperang mereka mendapat dispensasi terbebas dari kewajiban tersebut bila tidak mampu membayarnya. Karena itu Jizyah bukanlah tujuan utamadalam pemerintahan islam, melainkan hanya wujud loyalitas mereka saja. Bahkan mereka yang tidak mampu mendapat tunjangan dari negara.Inilah rahasia kewajiban jizyah dalam islam. Jizyah bukan dilandasi oleh keinginan islam untuk menguasai harta ahl al-dzimmi (non muslim). Jizyah adalah bagian dari bentuk dakwah isalam yang teduh dalam rangka mengajak mereka secara persuasive tanpa adanya paksaan untuk memeluk islam.

7.    Usyur al-Tijarah (Bea Cukai)
‘Usyur al-Tijarah adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non muslim yang melakukan transaksi bisnis di negara islam.
‘Usyur pertama kali diperkenalkan pada masa khalifah kedua Umar Bin Khattab. Dimana ketika itu para saudagar mengeluh bahwa negara asing mengenakan cukai pada barang dagangan mereka. Lalu khalifah mengambil kebijakan yang sama pada negara islam. Pada dasarnya dalam konstitusi islam memang tak dijelaskan perihal bea cukai. Sehingga besarnya pun disesuaikan dengan perjanjian antara negara islam dan negara asing. Biasanya jangka waktunya hanya satu tahun. Sehingga ‘Usyur merupakan salah satu sumber pendapatan negara islam kala itu.

8.    Al-Kharaj
Kharaj secara sederhana berarti pajak tanah, pajak tanah ini dibebankan atas tanah non muslimdan dalam hal-hal tertentu juga dapat dibebankan atas umat islam. Kharaj divided into two types, namely kharaj comparable (Proportional) and a fixed kharaj [11] (Kharaj dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kharaj yang sebanding (proporsional) dan kharaj yang tetap). Jenis yang pertama dikenakan secara proporsional berdasarkan total hasil pertanian misalnya , seperdua, sepertiga dari hasil yang diperoleh. Sedangkan bentuk kedua dibebankan atas tanah tanpa membedakan status pemiliknya apakah anak-anak atau dewasa, merdeka atau budak. Kewajiban membayar Kharaj hanya sekali setahun, meskipun panen yang dihasilkan bisa tiga atau empat kali.
Sedangkan Kharaj yang sebanding dikenakan sepersepuluh dari hasil panen. Namun kharaj sebanding tidak boleh dipungut bila terjadi gagal panen yang disebabkan oleh bencana alam seperti tanah longsor atau banjir.

9.    Harta Warisan yang Tidak Terbagi
Dalam kenyataan ada kemungkinan harta warisan tidak habis dibagi, bahkan tidak ada yang menerimanya. Hal ini dimungkinkan karena tiga hal. Pertama, karena terdapat ahli waris yang tidak berhak menerimanya berdasarkan halangan syar’I, seperti berneda agama dan membunuh pearis. Kedua,  karena ahli warisnya memang sudah tidak ada sama sekali. Dalam hal ini harta warisan utuh tak terbagi. Ketiga, harta warisan tidak habis dibagi karena ahli waris hanya dzaw al-furudh dan tidak ada ‘ashabah. Misalnya seseorang yang meninggalkan istri (1/8), seorang anak perempuan (1/2), dan ibu (1/6). Dalam kasus ini harta yang terbagi hanya 19/24 an masih tersisa 5/24 lagi.
Dalam hal ini terdapat perbedaan pandangan ulama. Menurut ulama Syafi’iyah status harta tersebut baik yang utuh karena tidak ada ahli waris sama sekali maupun sisa yang tidak habis terbagi , menjadi hak milik negara dan dimasukkan ke dalam kas negara (bait al-Mal). Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa kasus sisa harta dikembalikan kepada dzaw al-Furudh yang ada menurut kadar bagian masing-masing dalam benuk radd. Namun diasumsikan bahwa sisa harta warisan tersebut tak habis dibagi untuk mereka. Maka sisa harta setelah radd inilah yang menjadi milik umum melalui kas negara.




10.Kaffarat
Kaffarat yaitu denda yang dibayarkan karena melakukan sesuatu kesalahan/dosa. Dalam Al-Qur’an ada tiga bentuk kaffarat ini., yaitu kaffarat zhihar, kaffarat pembunuhan, dan kaffarat sumpah.
Zhihar adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya. Akibatnya ucapan itu suami tidak boleh menggauli istrinya hingga ia membayar kaffarat zhihar (memerdekakan hamba, puasa dua bulan berturut, atau memberi makan orang miskin) sebagaimana dalam, surat al-Majadalah , 2-4.
Sementara kaffarat pembunuhan merupakan hukuman tambahan atas hukuman yang ditetapkan islam terhadap orang yang membunuh orang mukmin secara tersalah . Mereka, sebagaimana ditetapkan dalam QS. An-Nisa’ 92 disamping membayar diyat (denda), juga membayar kaffarat dengan memerdekakan hamba sahaya. Terhadap pelaku pembunuhan sengaja , hukuman yang ditimpakan adalah qishash (hukuman bunuh). Namun kalau keluarga korban memaafkan pelaku, hukuman qishash diganti dengan diyat dan kaffarat sebagai tambahan ats hukuman tersebut.
Disamping kaffarat diatas juga terdapat kaffarat sumpah. Orang yang melanggar sumpahnya wajib membayar kaffarat memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tidak mampu maka sebagai gantinya ia diwajibkan berpuasa tiga hari.

11.Dam/Hadyah
       Dam/hadyah adalah penyembelihan hewan ternak oleh jama’ah haji di tanah haram, Mekah, karena melakukan kesalahan atau kekurangan dalam ibadah hajinya. Dam/ hadyah ini dibebankan kepada jama’ah haji yang: 1. Melakukan haji qiraan dan tamattu’.2.ketinggalan salah satu wajib haji seperti berada di Muzdalifah. 3. Melakukan larangan-larangan ihram seperti melakukan jimak atau memakai harum-haruman. 4. Melakukan pelanggaran di tanah haram seperti berburu. Orang yang melakukan pelanggaran seperti diatas wajib menyembelih seekor kambing untuk setiap kali pelanggaran.

(Since the Islamic Shariah has prescribed the items of expenditure in respect of certain categories of revenues, the classification of expenditure follows the lines of revenue. In the Islamic State, the revenue derived is either from Zakat and Sadaqat or from other sources like Jizyah, Kharaj, etc. Therefore, the broad classification of the revenues in the Islamic state is as follows:-
1.      Zakat and Sadaqat.
     2.      Ghanaim or Spoils like Khums and Fai.
3.     Revenues from Jizyah, Kharaj, Import duties, and other financial imposts and extra-Sharaih taxes.
The heads of expenditure of Zakat and Sadaqat funds have been prescribed by the Qur’an in its verse No. 60 of Chapter 9 which reads as follows: “The alms are only for the poor and the needy, and those who collect them, and those whose hearts are to be reconciled, and to free the captives and the debtors, and for the cause of Allah, and for the wayfarer; a duty imposed by Allah…………” An Islamic state is bound-as it is a duty imposed by Allah- to apply the Zakat funds on the categories of the beneficiaries enumerated in this verse. Thus, the revealed book of Islam prescribes eight heads of expenditure in respect of revenues from Zakat and Sadaqat namely: (1) The poor (2) The needy (3) The collectors of these revenues (4) Persons whose hearts are to be reconciled (5) Freeing of captives (6) Freeing of debtors (7) The cause of Allah and (8) The wayfarers. In the time of the Prophet of Islam and early Caliphate, Zakat revenues were applied in accordance with Qur’anic injunctions. Even the modern Islamic state has to apply these funds on all or any of the heads of expenses listed by the Qur’an) [12]
Maksudnya:
(Sejak syariat Islam telah diresepkan item pengeluaran sehubungan kategori tertentu dari pendapatan , klasifikasi belanja mengikuti garis pendapatan . Dalam Negara Islam , pendapatan yang berasal dari zakat adalah salah dan Sadaqat atau dari sumber lain seperti Jizyah , Kharaj , dll Oleh karena itu , klasifikasi luas dari pendapatan di negara Islam adalah sebagai berikut :
1. Zakat dan Shadaqah
2
. Ghanaim atau Harta seperti khums dan fai
3
. Pendapatan dari Jizyah Kharaj Beaimpor, dan pungutan keuangan lainnya dan pajak ekstra Sharaih
Para kepala pengeluaran zakat dan dana Sadaqat telah ditentukan oleh Al Qur'an dalam ayat 60 surat At-Taubah yang berbunyi sebagai berikut : " Sesungguhnya sedekah hanya untuk orang miskin dan yang membutuhkan , dan mereka yang mengumpulkan mereka , dan mereka yang hatinya untuk didamaikan , dan untuk membebaskan para tawanan dan debitur , dan untuk jalan Allah , dan bagi musafir , tugas dikenakan oleh Allah ............ " sebuah negara Islam terikat - karena tugas dikenakan oleh Allah untuk menerapkan dana zakat pada kategori penerima manfaat yang disebutkan dalam ayat ini . Dengan demikian , buku mengungkapkan Islam mengatur delapan kepala pengeluaran dalam hal pendapatan dari Zakat dan Sadaqat yaitu: ( 1) miskin ( 2) membutuhkan ( 3) kolektor dari pendapatan ( 4 ) Orang yang hatinya untuk didamaikan ( 5 ) Membebaskan tawanan ( 6 ) Membebaskan debitur ( 7 ) penyebab Allah dan ( 8 ) The musafir . Pada zaman Nabi Islam dan kekhalifahan awal , pendapatan zakat yang diterapkan sesuai dengan perintah Al-Qur'an. Bahkan negara Islam modern harus menerapkan dana tersebut pada semua atau salah satu kepala pengeluaran yang tercantum dalam Al-Qur'an)

Dari penjelasan diatas, pemerintah islam memiliki beberapa hak terhadap warga negaranya yang sekaligus menjadi sumber pendapatan nasional. Hak hak tersebut meliputi haqq al-hashil, yaitu hak memungut sebagian kecil dari penghasilan yang diperoleh warga negara dari kekayaannya. Lalu haqq al-nafi’ yaitu hak pemerintah untuk memanfaatkan barang yang dimiliki seseorang yang tidak dapat menggunakannya secara layak dan benar. Negara dapat mengambil dan menggunakannya untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat.



·      Sumber Pengeluaran Negara dalam Islam

Prinsip utama pengeluaran dan belanja negara adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Tercapainya kesejahteraan masyarakat merupakan langkah awal yang signifikan menuju kesejahteraan negara islam (welfare state). Semua sumber keuangan negara yang diperoleh dihimpun dalam kas negara (Bait al-Mal). Menurut Ibn Taimiyah, dana yang dihimpun di Bait al-Maal harus dijamin oleh pemegang otoritas dan digunakan untuk kepentingan publik. Dalam hal ini, pendistribusian uang negara harus memenuhi rasa keadilan sebagaimana dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Pemegang otoritas ini tidak dibenarkan mendistribusikan uang negara secara langsung menurut selera dan kehendaknya, karena ini merupakan harta umat. Dia hanyalah pelaksana, pemelihara, dan penyimpan bukan pemilik mutlak.[13]
Mengenai pengeluaran dan pembelanjaan negara, sebagaimana terdapat dalam sejarah pemerintahan islam, harus mempertimbangkan kebutuhan negara dan warganya, yaitu:
1.      Untuk orang fakir miskin
2.      Untuk meningkatkan profesionalitas tentara dalam pertahanan negara.
3.      Untuk menegakkan supremasi hukum
4.      Membiayai sektor pendidikan dalam rangka menciptakan SDM yang bertakwa dan berilmu pengetahuan luas.
5.      Membayar gaji pegawai dan pejabat negara
6.      Pengembangan infrastruktur dan sarana/prasarana fisik
7.      Mewujudkan kesejahteraan umum dan pemerataan pendapatan serta kekayaan
Pengelolaan dan pendistribusian keuangan negara sebenarnya bukan hanya terbatas pada komponen diatas. Mengingat dalam pengeluaran dan belanja negara tidak terlepas dariman sumber pendapatan itu berasal. Sumber pendapatan negara dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok.yang pertama adalah zakat dan yang kedua adalah ghanimah/fai’ Pengeluaran kedua kelompok ini diatur berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul. Sementara kelompok yang ketiga, seperti, Kharaj, Jizyah, kaffarat merupakan harta yang dapat dimanfaat kan untuk kepentingan pengeluaran negara secae=ra umum.
Diantara pos-pos pengelauaran negara yang terpenting adalah.
1.      Memberantas kemiskinan
2.      Pertahanan negara
3.      Pembangunan hukum
4.      Pembangunan infrastruktur dan fasilitas sosial
5.      Pendidikan

(The following principles of public expenditure have been laid down by Majallah, the Ottomon Civil Code, which is based on Sunni Fiqh:[1]
1.      The principal criterion for all expenditure allocations should be the well-being of the people;
2.      The larger interest of the majority should take precedence over the narrower interest of a minority;
3.      The removal of hardship and injury must take priority over the provision of comfort.
4.      A private sacrifice or loss may be inflicted to save a public sacrifice or loss and a greater sacrifice or loss may be averted by imposing a smaller sacrifice or loss.
5.      Whoever receives the benefit must bear the cost.
All the above mentioned five principles should be strictly observed while making expenditure allocations to various sectors and heads of expenses. Rule 2, 3, 4 and 5 can also be applied to taxation)
Maksudnya :
(Prinsip-prinsip berikut pengeluaran publik telah ditetapkan oleh Majallah, Hukum Perdata Ottomon, yang didasarkan pada Sunni Fiqh:
1.      Pokok kriteria untuk semua alokasi belanja harus kesejahteraan rakyat;.
2.      Kepentingan yang lebih besar dari mayoritas harus didahulukan daripada    kepentingan sempit minoritas
3.      Penghapusan kesulitan dan cedera harus mengambil prioritas di atas penyediaan kenyamanan.
4.      Sebuah pengorbanan pribadi atau kerugian dapat ditimbulkan untuk menyimpan pengorbanan atau kerugian publik dan
pengorbanan yang lebih besar atau kerugian dapat dihindari dengan menerapkan pengorbanankecilataukerugian.
5.      Barangsiapa menyambut imbalan harus menanggung biaya.
Semua yang disebutkan di atas lima prinsip harus diperhatikan saat membuat alokasi belanja untuk berbagai sektor dan kepala biaya. Aturan 2, 3, 4 dan 5 juga dapat diterapkan untuk perpajakan).[14]


BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
Fiqh siyasah maliyah adalah fiqh yang mengatur tentang sumber pendapatan negara dan pengeluaran negara sesuai dengan ketentuan syariat islam.
*Pendapatan negara menurut islam
1.      Sumber daya alam
2.      Pinjaman luar negeri
3.      Khumus al-Ghana’im
4.      Tanah
5.      Zakat
6.      Jizyah
7.      Usyur al-Tijarah
8.      Al-Kharaj
9.      Harta warisan yang tak terbagi
10.  Kaffarat
11.  Dam/Hadyah
*Pengeluaran negara menurut islam
1.      Diberikan kepada fakir miskin
2.      Meningkatkan profesionalitas tentara dalam pertahanan negara.
3.      Menegakkan supremasi hukum
4.      Membiayai sektor pendidikan dalam rangka menciptakan SDM yang bertakwa dan berilmu pengetahuan luas.
5.      Membayar gaji pegawai dan pejabat negara
6.      Pengembangan infrastruktur dan sarana/prasarana fisik
7.      Mewujudkan kesejahteraan umum dan pemerataan pendapatan serta kekayaan


DAFTAR PUSTAKA


            Pulungan, J. Suyuthi.1997. Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
            Kurdi, Abdurrhaman Abdulkadir.2000.Tatanan Sosial Islam: Studi Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI)
            Djazuli. 2009. Fiqh Siyasah : Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
            Iqbal, Muhammad.2001. Fiqh Siyasah (Konstektualisasi Doktrin Politik Islam).Jakarta: Gaya Media Pratama
al-Mawardi, Abu Hasan. T.t.Al-Ahkam al-Sulthaniyyah.Kairo:Dar al-Fikr
Muhammad, Quthb Ibrahim.1980. Al-Nizham al-Maliyah fi al-Islam.Kairo: Al-Hai’ah al-Mishriyah
Quthb, Sayyid.1980. Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Kitab al-‘Araby
Ashraf, Muhammad. Economic System Under Umar The Great, terjemahan Ra’na, Irfan Mahmud,1992. Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khattab. Jakarta: Pustaka Firdaus
Chaptra, Umer,” Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi,”dalam Ainur R. Sophiaan (Ed),1997. Etika Ekonomi Politik Elemen-Elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam. Surabaya: Risalah Gusti
Ya’la, Abu.1966.  Al-Ahkam al-Sulthaniyyah. Mesir :Mustafa al-Babi al-Halabi
Al-Qur’an dan terjemahannya Kementerian Agama Republik Indonesia
Chaudhry, Dr. Muhammad Sharif Fundamentals of Islamic Economy System,Bab III Classification of Expendictures
Chaptra, M. Umer.Islam and The Economic Challenge




[1] J. Suyuthi Pulungan .Fiqh Siyasah (ajaran, sejarah, dan pemikiran). Jakarta:Raja Grafindo Persada.1997, hal.40
[2] QS.Luqman:20
[3] QS. Al-Jatsiyah :13
[4] Sayyid Qutthb. Al-‘Adalah al-Ijtmaiyah fil islam. Darul Katibil Araby, hal.36
[5] Umer Chapra,” Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi,”dalam Ainur R. Sophiaan (Ed), Etika Ekonomi Politik Elemen-Elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hal.52.
[6] Abu Hasan al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah (Kairo, Dar al-Fikr,t.tp.)
[7]  QS. Al-Anfal: 41
[8]  QS. Al-Baqarah: 43
[9] Quthb Ibrahim Muhammad. Al-Nizham al-Maliyah fi al-Islam,(Kairo, Al-Hai’ah al-Mishriyah, 1980). Hal.55,
[10] Sayyid Quthb. Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Islam ,(Kairo, Dar al-Kitab al-‘Araby, 1980), hal.32.
[11] Muhammad Ashraf Economic System Under Umar The Great, terjemahan Irfan Mahmud Ra’na, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khattab (Jakarta: Pustaka Firdaus ,1992) hal.119
[12].Muhammad Sharif Chaudry Fundamentals of Islamic Economy System,Bab III Classification of Expendictures
[13] Abu Ya’la. Al-Ahkam al-Sulthaniyyah ,(Mesir :Mustafa al-Babi al-Halabi 1966) hal.253
[14] M. Umer Chapra .Islam and The Economic Challenge 

No comments:

Post a Comment