BAB II
PEMBAHASAN
A. Fiqh Mali Dan
Ruang Lingkupnya
Fiqh siyasah maliyah adalah siyasah yang mengatur
hak-hak orang miskin, mengatur sumber-sumber mata air ( irigasi) dan perbankan,
yaitu hukum dan peraturan yang mengatur hubungan diantara orang-orang kaya dan
miskin, antara negara dan perorangan, sumber-sumber keuangan negara, baitul
mal, dan sebagainya yang berkaitan dengan harta dan kekeyaan negara [1]. Dalam
siyasah maliyah ada hubungan yang erat diantara tiga faktor, yaitu rakyat,
harta, dan pemerintah atau kekuasaan.
Isyarat-isyarat al qur’an dan hadits nabi
menunjukkan bahwa agama islam memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada
orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin (lemah) pada umumnya, kepedulian
inilah yang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri) agar rakyatnya
terbebas dari kemiskinan. Selain itu orang kaya haruslah mampu bersikap
dermawan dan baik hati kepada orang yang membutuhkan.
*Beberapa
Prinsip Tentang Harta :
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ wur Wèd wur 5=»tGÏ. 9ÏZB ÇËÉÈ
Artinya:
tidakkah
kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah
tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi
penerangan.(QS.Luqman :20) [2]
t¤yur /ä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd çm÷ZÏiB 4 ¨bÎ) Îû Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 crã©3xÿtGt ÇÊÌÈ
Artinya
:
dan
Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.(QS.Al-Jatsiyah
:13) [3]
*Dasar-Dasar
Keadilan Sosial :
Menurut
Sayyid Qutub di dalam bukunya Al-‘Adalah al-Ijtimaiyah fil islam halaman 36 ada
tiga dasar yang menjadi landasan keadilan sosial di dalam islam :
1. Kebebasan
rohaniah yang mutlak (. الحرية
الروحية المطلق)
2. Persamaan
kemanusiaan yang sempurna (. الإنسانية
المشتركة على ما يرام)
*Ruang
Lingkup Fiqh Mali :
1.
Hak milik
2.
Zakat
3.
Al-Kharaj
4.
Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan ahli waris
5.
Jizyah
6.
Ghanimah dan fay’
7.
Bea cukai barang impor
8.
Harta wakaf
9.
Penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syara’
10.
Prospek pemberdayaan ekonomi umat
B. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Menurut
Islam
Pendapatan Nasional adalah kunci pokok dalam menentukan
personalitas hukum suatu negara. Dengan alat dan kekuasaannya negara bisa
memberikan pelayanan yang dibutuhkan bangsa dan mampu berfungsi secara tepat
dalam pengertian bertanggung jawab untuk menerapkan hukum. Faktor
kepentinganlah yang telah menyebabkan Konstitusi islam memberikan perintah pada
umat islam untuk mengkonfirmasikan sumber mayor dan minor dari pendapatan
nasional. Dalam kajian ini antara lain akan dibahas tentang sumber-sumber
pendapatan negara dan pos-pos pengeluaran negara.
·
Sumber
Pendapatan Negara dalam Islam
1. Sumber daya alam
Konstitusi
islam dalam sunnah menegaskan bahwa ” rakyat adalah partner dalam tiga hal :
air, garam, dan padang rumput( al-Bukhari, Shrub 13: Ibn Majah Ruhun, 16; Ibn
Hanbal, 1969, Vol. 5: 264) “ . Ini merupakan sumber daya alam yang paling
penting dan perlu untuk mendukung kehidupan manusia dan binatang. Melalui
analogi/qiyas semua sumber daya alam yang bisa didapatkan di darat atau di laut
harus dapat dimiliki bersama oleh semua orang. Negara mempunyai kewenangan
untuk melakukan eksplorasi ataupun eksploitasi untuk memperoleh sumber daya
alam. Sumber daya alam ini pada akhirnya digunakan untuk kesejahteraan warga
negara yang mendiami suatu negara. Namun ini tidak berarti bahwa pengelola
sumber daya alam harus negara. Swasta pun dapat mengelolanya dengan catatan
keuntungan yang diperolehnya tidak melebihi jasa dan efisiensi yang diperoleh. [5]
2. Pinjaman luar Negeri
Pinjaman
hanyalah pendapatan tambahan yang sifatnya darurat saja. Jika pemerintah islam
memandang bahwa pendapatan dari sumber-sumber tersebut di atas belum mencukupi,
negara islam diperkenankan mengambil bentuk pinjaman. Namun demikian, pinjaman
tersebut harus diupayakan bebas bunga. Neagar islam bisa menawarkan bagi hasil
untuk proyek-proyek yang beerhubungan dengan layanan umum.
3. Khumus al-Ghana’im
Harta
ghanimah adalah harta yang diperoleh umat islam melalui jalan peperangan. Islam
membolehkan umatnya merampas harta musuh yang kalah dalam perang. Selain
ghanimah, terdapat dua bentuk rampasan lain yang diperoleh dari musuh. Pertama,
salb yaitu perlengkapan perang musuh yang berhasil dirampas oleh tentara muslim
yang berhasil mengalahkannya. Kedua, fai’yaitu harta musuh yang diperoleh tanpa
peperangan. Ini merupakan konsesi yang diberikan oleh pihak musuh yang tidak
mau tunduk kepada islam dan tidak melawan. Oleh al-Mawardi, fai’ ini dimasukkan
ke dalam harta ghanimah (فاي'يتم إدخالها في كنوز غنيمة ) [6]
Menurut
al Mawardi ghanimah meliputi usara (tentara musuh yang ditawan), sabiy (
tawanan yang bukan bersal dari tentara), harta benda bergerak, tanah, serta
harta lain yang tak bergerak.
Seperlima
dari harta rampasan perang, khumus, diserahkan kepada kas bendahara negara sebagaimana
diperintahkan oleh konstitusi islam yang juga memerintahkan negara cara cara
membelanjakan uang atau harta tersebut.
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
Artinya
:
ketahuilah,
Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[613],
Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil[614], jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqaan[616], Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.(QS. Al-Anfal: 41) [7]
[613]
Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari
orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak
dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan
ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr
[614]
Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya.
b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e.
Ibnu sabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut
bertempur.
[615]
Yang dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.
[616]
Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan
hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang
kafir, Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at
17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini
mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quranul Karim pada malam 17
Ramadhan.
4. Tanah
Semua
tanah yang belum diklaim sebagai hak milik oleh individu dalam suatu negara,
adalah milik atau kekuasaan negara. Akan tetapi konsitusi islam membuat provisi
bagi umat islam yang boleh memiliki tanah seperti itu bahkan tanpa izin negara.
Telah dinyatakan oleh nabi bahwa : Barangsiapa mengolahaktifkan tanah (negara),
maka tanah itu menjadi miliknya ( al-Bukhari, Harth 15; Ibn Hanbal 1969, Vol 3:
303-304).
5. Zakat
Zakat
adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diberkan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya.Kewajiban ini dilandaskan pada Al-Qur’an,
Sunnah, dan ijma’ ulama. Berikut dalil dalam Al_Qur’an tentang kewajiban zakat,
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
Artinya:
dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'.(QS. Al-Baqarah:43) [8]
Zakat
yang dipungut oleh pemerintah bertujuan agar orang kaya berpartisipasi dalam membantu
negara menyediakan dan memeratakan ke arah peningkatan kehidupan yang lebih
baik.bagi orang miskin.Konstitusi islam memandang bantuan kepada kaum fakir
miskin itu menjadi tugas negara Konstitusi islam juga juga menentukan
dasar-dasar negara negara untuk membelanjakan perpajakan ini.
Harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya, meliputi binatang ternak, emas dan perak,
makanan pokok dan buah-buahan, hasil perniagaan, dan harta rikaz (harta
terpendam, dll. Zakat bukan hanya sekedar berfungsi untuk membebaskan wajib
zakat (muzakki)melainkan juga memiliki dimensi sosial dan kemanusiaan yang
mendalam zakat mampu membantu mereka yang lemah ekonominya. Karena itu
pelaksanaan zakat tidak cukup hanya diserahkan kepada kesadaran wajib zakat.
Pemerintah dapat meminta secara langsung bahkan memaksa wajib zakat untuk
membayar zakat
Ibn
Hazm al-Andalusi, tokoh mazhab Zhahiri, berpendapat bahwa pemerintah berhak
menggunakan kekuasaannya untuk memaksa orang kaya. Bahkan pemerintah pun berhak
menuntut hak-hak orang-orang miskin yang terdapat dalam harta orang kaya selain
zakat tersebut. Dalam pandangannya orang muslim yang kaya mempunyai kewajiban
lain selain zakat
[9] Sejumlah sahabat
seperti Ali Bin Abi Thalib dan generasi tabi’in seperti al-Sya’bi dan Mujahid,
sebelumnya juga berpendapat tentang adanya kewajiban selain zakat. Pendapat ini
juga dikuatkan oleh pemikir kontemporer, Sayyid Quthb. Menurutnya zakat adalah
batas minimal yang diwajibkan atas harta benda, selama masyarakat tidak
membutuhkan pemasukan lain selain zakat. Namun, bila zakat tidak tidak
mencukupi kebutuhan , maka pemerintah berhak mengatur pungutan lain atas orang
kaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Wewenang ini harus berpegang pada
prinsip al-mashlahah al-mursalah dan sadd al-zari’ah yang meliputi semua usaha
untuk menunjang kepentingan masyarakat dan menghilangkan segala bentuk
kemudharatan
[10]
Selanjutnya
zakat yang dikumpulkan pemerintah melaluilembaga amil zakat akan
didistribusikan kepada para mustahiqyang tergolong delapan ashnaf. Jika delapan
ashnaf telah memperoleh bagiannya masing-masing sementara zakat masih sisa
dapat diberikan kepada yang membutuhkan selain delapan ashnaf tadi.
6. Jizyah
Jizyah
adalah pajak kepala yang dibayarkan oleh penduduk dar al-Islam yang bukan
muslim kepada pemerintah islam. Jizyah dimaksudkan sebagai wujud loyalitas
mereka kepada pemerintah islam dan konsekueensi dari perlindungan yang
diberikan pemerintah islam untuk mereka. Meskipun Jizyah merupakan pajak kepala
yang harus diberikan oleh setiap non muslim yang baligh, berakal, laki-laki,
dan mampu berperang mereka mendapat dispensasi terbebas dari kewajiban tersebut
bila tidak mampu membayarnya. Karena itu Jizyah bukanlah tujuan utamadalam
pemerintahan islam, melainkan hanya wujud loyalitas mereka saja. Bahkan mereka
yang tidak mampu mendapat tunjangan dari negara.Inilah rahasia kewajiban jizyah
dalam islam. Jizyah bukan dilandasi oleh keinginan islam untuk menguasai harta
ahl al-dzimmi (non muslim). Jizyah adalah bagian dari bentuk dakwah isalam yang
teduh dalam rangka mengajak mereka secara persuasive tanpa adanya paksaan untuk
memeluk islam.
7. ‘Usyur
al-Tijarah (Bea Cukai)
‘Usyur
al-Tijarah adalah pajak perdagangan yang dikenakan kepada pedagang non muslim
yang melakukan transaksi bisnis di negara islam.
‘Usyur
pertama kali diperkenalkan pada masa khalifah kedua Umar Bin Khattab. Dimana
ketika itu para saudagar mengeluh bahwa negara asing mengenakan cukai pada
barang dagangan mereka. Lalu khalifah mengambil kebijakan yang sama pada negara
islam. Pada dasarnya dalam konstitusi islam memang tak dijelaskan perihal bea
cukai. Sehingga besarnya pun disesuaikan dengan perjanjian antara negara islam
dan negara asing. Biasanya jangka waktunya hanya satu tahun. Sehingga ‘Usyur merupakan
salah satu sumber pendapatan negara islam kala itu.
8. Al-Kharaj
Kharaj
secara sederhana berarti pajak tanah, pajak tanah ini dibebankan atas tanah non
muslimdan dalam hal-hal tertentu juga dapat dibebankan atas umat islam. Kharaj
divided into two types,
namely kharaj comparable
(Proportional) and a fixed kharaj [11]
(Kharaj dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kharaj yang sebanding
(proporsional) dan kharaj yang tetap). Jenis yang pertama
dikenakan secara proporsional berdasarkan total hasil pertanian misalnya ,
seperdua, sepertiga dari hasil yang diperoleh. Sedangkan bentuk kedua
dibebankan atas tanah tanpa membedakan status pemiliknya apakah anak-anak atau
dewasa, merdeka atau budak. Kewajiban membayar Kharaj hanya sekali setahun,
meskipun panen yang dihasilkan bisa tiga atau empat kali.
Sedangkan
Kharaj yang sebanding dikenakan sepersepuluh dari hasil panen. Namun kharaj
sebanding tidak boleh dipungut bila terjadi gagal panen yang disebabkan oleh
bencana alam seperti tanah longsor atau banjir.
9. Harta Warisan yang Tidak Terbagi
Dalam
kenyataan ada kemungkinan harta warisan tidak habis dibagi, bahkan tidak ada
yang menerimanya. Hal ini dimungkinkan karena tiga hal. Pertama, karena
terdapat ahli waris yang tidak berhak menerimanya berdasarkan halangan syar’I,
seperti berneda agama dan membunuh pearis. Kedua, karena ahli warisnya memang sudah tidak ada
sama sekali. Dalam hal ini harta warisan utuh tak terbagi. Ketiga, harta
warisan tidak habis dibagi karena ahli waris hanya dzaw al-furudh dan tidak ada
‘ashabah. Misalnya seseorang yang meninggalkan istri (1/8), seorang anak
perempuan (1/2), dan ibu (1/6). Dalam kasus ini harta yang terbagi hanya 19/24
an masih tersisa 5/24 lagi.
Dalam
hal ini terdapat perbedaan pandangan ulama. Menurut ulama Syafi’iyah status
harta tersebut baik yang utuh karena tidak ada ahli waris sama sekali maupun
sisa yang tidak habis terbagi , menjadi hak milik negara dan dimasukkan ke
dalam kas negara (bait al-Mal). Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa kasus
sisa harta dikembalikan kepada dzaw al-Furudh yang ada menurut kadar bagian
masing-masing dalam benuk radd. Namun diasumsikan bahwa sisa harta warisan
tersebut tak habis dibagi untuk mereka. Maka sisa harta setelah radd inilah
yang menjadi milik umum melalui kas negara.
10.Kaffarat
Kaffarat
yaitu denda yang dibayarkan karena melakukan sesuatu kesalahan/dosa. Dalam
Al-Qur’an ada tiga bentuk kaffarat ini., yaitu kaffarat zhihar, kaffarat pembunuhan,
dan kaffarat sumpah.
Zhihar
adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya. Akibatnya
ucapan itu suami tidak boleh menggauli istrinya hingga ia membayar kaffarat
zhihar (memerdekakan hamba, puasa dua bulan berturut, atau memberi makan orang
miskin) sebagaimana dalam, surat al-Majadalah , 2-4.
Sementara
kaffarat pembunuhan merupakan hukuman tambahan atas hukuman yang ditetapkan
islam terhadap orang yang membunuh orang mukmin secara tersalah . Mereka,
sebagaimana ditetapkan dalam QS. An-Nisa’ 92 disamping membayar diyat (denda),
juga membayar kaffarat dengan memerdekakan hamba sahaya. Terhadap pelaku
pembunuhan sengaja , hukuman yang ditimpakan adalah qishash (hukuman bunuh).
Namun kalau keluarga korban memaafkan pelaku, hukuman qishash diganti dengan
diyat dan kaffarat sebagai tambahan ats hukuman tersebut.
Disamping
kaffarat diatas juga terdapat kaffarat sumpah. Orang yang melanggar sumpahnya
wajib membayar kaffarat memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi mereka
pakaian atau memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tidak mampu maka sebagai
gantinya ia diwajibkan berpuasa tiga hari.
11.Dam/Hadyah
Dam/hadyah adalah penyembelihan hewan
ternak oleh jama’ah haji di tanah haram, Mekah, karena melakukan kesalahan atau
kekurangan dalam ibadah hajinya. Dam/ hadyah ini dibebankan kepada jama’ah haji
yang: 1. Melakukan haji qiraan dan tamattu’.2.ketinggalan salah satu wajib haji
seperti berada di Muzdalifah. 3. Melakukan larangan-larangan ihram seperti
melakukan jimak atau memakai harum-haruman. 4. Melakukan pelanggaran di tanah
haram seperti berburu. Orang yang melakukan pelanggaran seperti diatas wajib
menyembelih seekor kambing untuk setiap kali pelanggaran.
(Since
the Islamic Shariah has prescribed the items of expenditure in respect of
certain categories of revenues, the classification of expenditure follows the
lines of revenue. In the Islamic State, the revenue derived is either from
Zakat and Sadaqat or from other sources like Jizyah, Kharaj, etc. Therefore,
the broad classification of the revenues in the Islamic state is as follows:-
1. Zakat and Sadaqat.
2. Ghanaim or Spoils like Khums and Fai.
3. Revenues from Jizyah, Kharaj, Import
duties, and other financial imposts and extra-Sharaih taxes.
The
heads of expenditure of Zakat and Sadaqat funds have been prescribed by the
Qur’an in its verse No. 60 of Chapter 9 which reads as follows: “The alms are
only for the poor and the needy, and those who collect them, and those whose
hearts are to be reconciled, and to free the captives and the debtors, and for
the cause of Allah, and for the wayfarer; a duty imposed by Allah…………” An
Islamic state is bound-as it is a duty imposed by Allah- to apply the Zakat
funds on the categories of the beneficiaries enumerated in this verse. Thus,
the revealed book of Islam prescribes eight heads of expenditure in respect of
revenues from Zakat and Sadaqat namely: (1) The poor (2) The needy (3) The
collectors of these revenues (4) Persons whose hearts are to be reconciled (5)
Freeing of captives (6) Freeing of debtors (7) The cause of Allah and (8) The
wayfarers. In the time of the Prophet of Islam and early Caliphate, Zakat
revenues were applied in accordance with Qur’anic injunctions. Even the modern
Islamic state has to apply these funds on all or any of the heads of expenses
listed by the Qur’an) [12]
Maksudnya:
(Sejak syariat Islam telah diresepkan item pengeluaran sehubungan kategori tertentu
dari pendapatan , klasifikasi belanja mengikuti garis pendapatan . Dalam Negara
Islam , pendapatan yang berasal dari zakat adalah salah dan Sadaqat atau dari
sumber lain seperti Jizyah , Kharaj , dll Oleh karena itu , klasifikasi luas
dari pendapatan di negara Islam adalah sebagai berikut :
1.
Zakat dan Shadaqah
2. Ghanaim atau Harta seperti khums dan fai
3. Pendapatan dari Jizyah Kharaj Beaimpor, dan pungutan keuangan lainnya dan pajak ekstra Sharaih
2. Ghanaim atau Harta seperti khums dan fai
3. Pendapatan dari Jizyah Kharaj Beaimpor, dan pungutan keuangan lainnya dan pajak ekstra Sharaih
Para kepala pengeluaran zakat dan dana Sadaqat telah
ditentukan oleh Al Qur'an dalam ayat 60 surat At-Taubah yang berbunyi sebagai berikut : " Sesungguhnya sedekah hanya untuk orang miskin dan yang membutuhkan ,
dan mereka yang mengumpulkan mereka , dan mereka yang hatinya untuk didamaikan
, dan untuk membebaskan para tawanan dan debitur , dan untuk jalan Allah , dan
bagi musafir , tugas dikenakan oleh Allah ............ " sebuah negara
Islam terikat - karena tugas dikenakan oleh Allah untuk menerapkan dana zakat
pada kategori penerima manfaat yang disebutkan dalam ayat ini . Dengan demikian
, buku mengungkapkan Islam mengatur delapan kepala pengeluaran dalam hal
pendapatan dari Zakat dan Sadaqat yaitu: ( 1) miskin ( 2) membutuhkan ( 3)
kolektor dari pendapatan ( 4 ) Orang yang hatinya untuk didamaikan ( 5 )
Membebaskan tawanan ( 6 ) Membebaskan debitur ( 7 ) penyebab Allah dan ( 8 )
The musafir . Pada zaman Nabi Islam dan kekhalifahan awal , pendapatan zakat
yang diterapkan sesuai dengan perintah Al-Qur'an. Bahkan negara Islam modern
harus menerapkan dana tersebut pada semua atau salah satu kepala pengeluaran
yang tercantum dalam Al-Qur'an)
Dari
penjelasan diatas, pemerintah islam memiliki beberapa hak terhadap warga
negaranya yang sekaligus menjadi sumber pendapatan nasional. Hak hak tersebut
meliputi haqq al-hashil, yaitu hak memungut sebagian kecil dari penghasilan
yang diperoleh warga negara dari kekayaannya. Lalu haqq al-nafi’ yaitu hak
pemerintah untuk memanfaatkan barang yang dimiliki seseorang yang tidak dapat
menggunakannya secara layak dan benar. Negara dapat mengambil dan
menggunakannya untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat.
·
Sumber
Pengeluaran Negara dalam Islam
Prinsip
utama pengeluaran dan belanja negara adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat suatu negara. Tercapainya kesejahteraan masyarakat merupakan langkah
awal yang signifikan menuju kesejahteraan negara islam (welfare state). Semua
sumber keuangan negara yang diperoleh dihimpun dalam kas negara (Bait al-Mal).
Menurut Ibn Taimiyah, dana yang dihimpun di Bait al-Maal harus dijamin oleh
pemegang otoritas dan digunakan untuk kepentingan publik. Dalam hal ini,
pendistribusian uang negara harus memenuhi rasa keadilan sebagaimana
dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Pemegang otoritas ini tidak dibenarkan
mendistribusikan uang negara secara langsung menurut selera dan kehendaknya,
karena ini merupakan harta umat. Dia hanyalah pelaksana, pemelihara, dan
penyimpan bukan pemilik mutlak.[13]
Mengenai
pengeluaran dan pembelanjaan negara, sebagaimana terdapat dalam sejarah
pemerintahan islam, harus mempertimbangkan kebutuhan negara dan warganya,
yaitu:
1. Untuk
orang fakir miskin
2. Untuk
meningkatkan profesionalitas tentara dalam pertahanan negara.
3. Untuk
menegakkan supremasi hukum
4. Membiayai
sektor pendidikan dalam rangka menciptakan SDM yang bertakwa dan berilmu
pengetahuan luas.
5. Membayar
gaji pegawai dan pejabat negara
6. Pengembangan
infrastruktur dan sarana/prasarana fisik
7. Mewujudkan
kesejahteraan umum dan pemerataan pendapatan serta kekayaan
Pengelolaan
dan pendistribusian keuangan negara sebenarnya bukan hanya terbatas pada
komponen diatas. Mengingat dalam pengeluaran dan belanja negara tidak terlepas
dariman sumber pendapatan itu berasal. Sumber pendapatan negara dapat dibedakan
ke dalam tiga kelompok.yang pertama adalah zakat dan yang kedua adalah
ghanimah/fai’ Pengeluaran kedua kelompok ini diatur berdasarkan ketentuan Allah
dan Rasul. Sementara kelompok yang ketiga, seperti, Kharaj, Jizyah, kaffarat
merupakan harta yang dapat dimanfaat kan untuk kepentingan pengeluaran negara
secae=ra umum.
Diantara
pos-pos pengelauaran negara yang terpenting adalah.
1. Memberantas
kemiskinan
2. Pertahanan
negara
3. Pembangunan
hukum
4. Pembangunan
infrastruktur dan fasilitas sosial
5. Pendidikan
(The
following principles of public expenditure have been laid down by Majallah, the
Ottomon Civil Code, which is based on Sunni Fiqh:[1]
1. The principal criterion for all expenditure
allocations should be the well-being of the people;
2. The larger interest of the majority should take
precedence over the narrower interest of a minority;
3. The removal of hardship and injury must take
priority over the provision of comfort.
4. A private sacrifice or loss may be inflicted to save
a public sacrifice or loss and a greater sacrifice or loss may be averted by
imposing a smaller sacrifice or loss.
5. Whoever receives the benefit must bear the cost.
All
the above mentioned five principles should be strictly observed while making
expenditure allocations to various sectors and heads of expenses. Rule 2, 3, 4
and 5 can also be applied to taxation)
Maksudnya
:
(Prinsip-prinsip berikut pengeluaran publik telah ditetapkan oleh Majallah,
Hukum Perdata Ottomon, yang didasarkan pada Sunni Fiqh:
1. Pokok kriteria untuk semua
alokasi belanja harus kesejahteraan rakyat;.
2. Kepentingan
yang lebih besar dari mayoritas harus
didahulukan daripada kepentingan sempit minoritas
3. Penghapusan kesulitan dan
cedera harus mengambil prioritas
di atas penyediaan kenyamanan.
4. Sebuah pengorbanan pribadi
atau kerugian dapat ditimbulkan untuk
menyimpan pengorbanan atau kerugian publik
dan
pengorbanan yang lebih besar atau
kerugian dapat dihindari dengan
menerapkan pengorbanankecilataukerugian.
5.
Barangsiapa menyambut imbalan harus menanggung
biaya.
Semua yang disebutkan di atas lima prinsip harus diperhatikan saat membuat alokasi belanja untuk berbagai sektor dan kepala biaya. Aturan
2, 3, 4 dan 5 juga dapat diterapkan untuk perpajakan).[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fiqh
siyasah maliyah adalah fiqh yang mengatur tentang sumber pendapatan negara dan
pengeluaran negara sesuai dengan ketentuan syariat islam.
*Pendapatan
negara menurut islam
1. Sumber
daya alam
2. Pinjaman
luar negeri
3. Khumus
al-Ghana’im
4. Tanah
5. Zakat
6. Jizyah
7. Usyur
al-Tijarah
8. Al-Kharaj
9. Harta
warisan yang tak terbagi
10. Kaffarat
11. Dam/Hadyah
*Pengeluaran negara menurut islam
1. Diberikan
kepada fakir miskin
2. Meningkatkan
profesionalitas tentara dalam pertahanan negara.
3. Menegakkan
supremasi hukum
4. Membiayai
sektor pendidikan dalam rangka menciptakan SDM yang bertakwa dan berilmu
pengetahuan luas.
5. Membayar
gaji pegawai dan pejabat negara
6. Pengembangan
infrastruktur dan sarana/prasarana fisik
7. Mewujudkan
kesejahteraan umum dan pemerataan pendapatan serta kekayaan
DAFTAR PUSTAKA
Pulungan, J. Suyuthi.1997. Fiqh
Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kurdi, Abdurrhaman Abdulkadir.2000.Tatanan
Sosial Islam: Studi Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
(Anggota IKAPI)
Djazuli. 2009. Fiqh Siyasah :
Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Iqbal, Muhammad.2001. Fiqh
Siyasah (Konstektualisasi Doktrin Politik Islam).Jakarta: Gaya Media
Pratama
al-Mawardi,
Abu Hasan. T.t.Al-Ahkam al-Sulthaniyyah.Kairo:Dar al-Fikr
Muhammad,
Quthb Ibrahim.1980. Al-Nizham al-Maliyah fi al-Islam.Kairo: Al-Hai’ah
al-Mishriyah
Quthb,
Sayyid.1980. Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Kitab
al-‘Araby
Ashraf,
Muhammad. Economic System Under Umar The Great, terjemahan Ra’na, Irfan
Mahmud,1992. Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khattab. Jakarta:
Pustaka Firdaus
Chaptra,
Umer,” Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi,”dalam
Ainur R. Sophiaan (Ed),1997. Etika Ekonomi Politik Elemen-Elemen Strategis
Pembangunan Masyarakat Islam. Surabaya: Risalah Gusti
Ya’la,
Abu.1966. Al-Ahkam al-Sulthaniyyah.
Mesir :Mustafa al-Babi al-Halabi
Al-Qur’an
dan terjemahannya Kementerian Agama Republik Indonesia
Chaudhry,
Dr. Muhammad Sharif Fundamentals
of Islamic Economy System,Bab
III Classification of Expendictures
Chaptra,
M. Umer.Islam and The Economic Challenge
[1]
J. Suyuthi Pulungan .Fiqh Siyasah (ajaran, sejarah, dan pemikiran). Jakarta:Raja
Grafindo Persada.1997, hal.40
[2]
QS.Luqman:20
[3]
QS. Al-Jatsiyah :13
[4]
Sayyid Qutthb. Al-‘Adalah al-Ijtmaiyah fil islam. Darul Katibil Araby,
hal.36
[5]
Umer Chapra,” Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi,”dalam
Ainur R. Sophiaan (Ed), Etika Ekonomi Politik Elemen-Elemen Strategis
Pembangunan Masyarakat Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hal.52.
[6]
Abu Hasan al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah (Kairo, Dar
al-Fikr,t.tp.)
[7] QS. Al-Anfal: 41
[8] QS. Al-Baqarah: 43
[9]
Quthb Ibrahim Muhammad. Al-Nizham al-Maliyah fi al-Islam,(Kairo,
Al-Hai’ah al-Mishriyah, 1980). Hal.55,
[10]
Sayyid Quthb. Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Islam ,(Kairo, Dar
al-Kitab al-‘Araby, 1980), hal.32.
[11]
Muhammad Ashraf Economic System Under Umar The Great, terjemahan Irfan
Mahmud Ra’na, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khattab (Jakarta:
Pustaka Firdaus ,1992) hal.119
[12].Muhammad
Sharif Chaudry Fundamentals of Islamic Economy System,Bab III
Classification of Expendictures
[13]
Abu Ya’la. Al-Ahkam al-Sulthaniyyah ,(Mesir :Mustafa al-Babi al-Halabi
1966) hal.253
[14]
M. Umer Chapra .Islam and The Economic Challenge
No comments:
Post a Comment