Friday, February 27, 2015

Percobaan (Poging) Perbuatan Pidana

Percobaan yang dalam bahasa Belanda disebut poging menurut doktrin adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai tetapi belum selesai atau belum sempurna.[1] Pengertian percobaan dalam pasal 53 KUHP ditentukan bahwa, pertama mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Kedua, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. Ketiga, jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.[2]

A.      Unsur-Unsur Percobaan menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP, yaitu:
1.         Niat
Dalam Bahasa Belanda niat adalah voornemen yang artinya kehendak untuk melakukan kejahatan atau lebih tepatnya opzet atau kesengajaan (hazenwinkel-suriga;jonkers; pompe; simon). Opzet ditinjau dari tingkatannya meliputi.
a)        opzet dalam arti sempit yang berfungsi sebagai tujuan
b)        opzet dalam arti luas yang berfungsi sebagai kesadaran akan tujuan dan kesadaran akan kemauan
2.         Permulaan Pelaksanaan ( Begin Van UItvoering)
Kehendak atau niat saja belum mencukupi agar orang itu dapat dipidana. Permulaan pelaksanaan berarti telah terjadinya perbuatan tertentu dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebut delik



3.         Pelaksanaan itu tidak selesai
Tidak selesainya pelaksanaan itu dapat terjadi karena berbagai sebab, baik yang bersumber dari diri pelaku (internal) dan dari luar diri pelaku (eksternal)
4.         Tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak sendiri.

B.       Delik Putatif dan Mangel Am Tatbestand
1.         Delik Putatif sebenarnya bukan merupakan delik ataupun percobaan untuk melakukan delik itu, melainkan merupakan kesalahpahaman dari seseorang yang mengira bahwa perbuatan yang dilakukan itu adalah perbuatan terlarang, tetapi ternyata tidak diatur di dalam perundang-undangan pidana.. Delik putatif perundang-undangan pidana sendir-sendiri untuk perbuatan yang sama. Misalnya saja, seorang yang menyimpan obat dengan pidana. Disini tidak dapat dipidananya orang tersebut adalah karena memang tidak ada ketentuan pidana yang melarang.
2.         Mangel am tatbestand adalah kekurangan unsur jadi, kekurangan unsur tindak pidana yang dilakukan, juga karena adanya kesalahpahaman, bukan karena tidak adanya undang-undang, tetapi Karena dalam keadaan tertentu ada salah satu unsurnya (yang disangka ada oleh pelaku). Misalnya saja seorang pria yang mengira bahwa ia telah melakukan pelanggaran hukum dengan menikah untuk kedua kalinya, padahal istri sahnya yang sudah lama tidak dijumpa itu sebenarnya telah meninggal. Atau seorang yang mengira telah mencuri barang milik orang lain, tetapi ternyata bahwa barang itu milik sendiri, karena oleh pemiliknya sebenarnya barang itu memang dihadiahkan kepadanya.

C.       Teori Poging
1.         Teori Poging Subjektif
menurut teori ini suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan dan oleh karena itu telah dapat dipidana. Apabila dalam diri si pelaku telah menunjukkan sikap maupun tabiat yang menunjukkan kehendak yang kuat untuk melakukan tindak pidana.
2.         Teori Poging Objektif
menurut teori ini suatu perbuatan dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan tersebut telah membahayakan kepentingan hukum.
Timbul persoalan lain apakah KUHP menganut teori poging subjektif atau menganut teori poging objektif.
a)        Kalau diperhatikan pasal 53 KUHP adanya kata kehendak atau maksud, maka KUHP juga menganut teori poging objektif
b)        Kalau dilihat bahwa poging adalah kejahatan yang belum selesai dan oleh karena itu ancamannya dikurangi 1/3 dari pidana pokok, maka KUHP juga menganut teori poging objektif.
Pendirian KUHP tersebut dapat dimaklumi, oleh karena itu didalam tindak pidana khusus, misalnya pasal 104 dan 110 KUHP, walaupun pada langkah persiapan perbuatan tersebut sudah dapat dipidana. Akan tetapi, kejahatan umum KUHP menganut teori poging objektif.

D.      Alasan Mempidana Percobaan
Teori-teori Subjektif yang mendasarkan semua tindak pidana pada tabiat si pelaku menganggap tabiat si pelaku ini sudah menjelma dalam percobaan melakukan tindak pidana. Sedangkan teori-teori objektif yang mendasarkan semua tindak pidana pada sifat membehayakan bagi kepentingan-kepentingan dalam masyarakat menganggap sifat membahayakan kepentingan sudah termasuk dalam tindak pidana. Oleh karena kepentingan-kepentingan ini baru sedikit dibahayakan, maka adalah sesuai dengan pandangan teori objektif ini bahwa maksimum hukuman pokok dari tindak pidana dalam hal percobaan dikurangi seperti yang ditentukan dalam pasal 53 ayat 2 dan 3.[3]
Ini adalah salah satu alasan bagi beberapa Penulis Belanda untuk menganggap bahwa pembentuk KUHP Belanda menganut teori objektif. Akan tetapi, sebenarnya kata voornemen (kehendak) untuk melakukan tindak pidana yang sudah harus tampak dalam pecobaan agak menandakanbahwa pembentuk undang-undang ingat pada teori subjektif yang menitikberatkan segala-galanya pada keadaan batiniah para pelaku. Maka, menurut alira subjektif ini pelaksanaan yang harus sudah dimulai (begin van uitvoering) dalam hal poging, berarti pelaksanaan dari kehendak atau voonemen itu, sedangkan menurut aliran objektif permulaan pelaksanaan ini adalah mengenai pelaksanaan dari kejahatan (misdrijf).

E.       Percobaan yang Tidak Berfaedah (Ondeugdelijke Poging)
Ada kalanya suatu percobaan tidak berfaedah karena sasaran, objek kejahatan, cara atau alatnya tidak mungkin dapat merealisasikan kejahatan tersebut, misalnya:
1.         R hendak membunuh P
R menembak P dengan sebuah pistol, tetapi pistol tersebut tidak berisi peluru
2.         X hendak membunuh Y
X menembak Y tetapi ternyata sebelum ditembak Y telah meninggal dalam hal ini X menembak mayat Y.
Hal diatas dalam ilmu hukum pidana disebut percobaan yang absolute tidak berfaedah. Namun, menurut teori subjektif, karena si pelaku ternyata telah mempunyai kehendak berbuat jahat, ia pun harus dijatuhi hukuman. Akan tetapi teori objektif mengutarakan bahwa apabila pelaku tersebut sama sekali tidak mungkin merealisasikan kehendak jahatnya, ia tidak dapat dihukum.

F.        Percobaan yang Tidak Diancam dengan Sanksi
Tidak semua percobaan melakukan kejahatan diancam dengan sanksi, ternyataKUHP mencantumkan hal tersebut dengan membuat rumusan bahwa percobaan untuk melakukan tindak pidana tertentu tidak dapat dihukum, antara lain:
1.         Pasal 184 ayat 5 KUHP, percobaan melakukan perkelahian tanding antara seseorang lawan seseorang
2.         Pasal 302 ayat 4 KUHP, percobaan melakukan penganiayaan ringan terhadap binatang
3.         Pasal 351 ayat 5 KUHP dan pasal 352ayat 2, percobaan melakukan penganiayaan dan penganiayaan ringan.
4.         Pasal 54 KUHP, percobaan melakukan pelanggaran, tdak boleh dihukum

G.      Percobaan sebagai Delik Tersendiri
Hal ini bermakna bahwa percobaan disamakan dengan delik. Dala KUHP dirumuskan bahwa percobaan merupakan delik, antara lain:
1.         Pasal 104-107, 139 a, dan 139 b KUHP yakni mengenai makar. Hal ini dirumuskan dalam pasal 87 KUHP yang berbunyi:
“Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan apabila niat untuk itu sudah nyata dengan permulaan melakukan perbuatan itu, seperti dimaksud dalam pasal 53,”
2.         Pasal 110, 116, 125, dan 139 c KUHP yakni tentang permufakatan jahat. Hal ini dirumuskan dalam pasal 88 KUHP yang berbunyi:
“Dikatakan ada permufakatan jahat apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu.”

H.      Perbuatan Persiapan sebagai Delik
Perbuatan persiapan yang secara umum, pelakunya tidak dapat dihukum. Namun, pada pasal 250,261, dan pasal 275 KUHP dirumuskan sebagai delik. Untuk Jelasnya perlu dicermati. Pasal-pasal tersebut yakni:
1.         Pasal 250 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa membuat atau menyediakan bahan atau barang yang diketahuinya bahwa itu disediakan untuk meniru, memalsukan,atau mengurangi harga mata uang, atau meniru memalsu uang kertas negeri atau uang kertas bank, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun….”
2.         Pasal 261 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa menyimpan bahan atau benda yang dikeyahuinya bahwa diperuntukkan untuk melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 253 atau dalam pasal 260 bis berhubung dengan pasal 253 diancam….”
3.         Pasal 275 KUHP, bunyinya:
(1)   Barangsiapa menyimpan bahan atau barang yang diketahuinya akan digunakan untuk salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 264, No. 2-5, dihukum.,….”[4]

I.         Sanksi Terhadap Percobaan
Hal ini diatur dalam pasal 53 ayat 2 dan ayat 3 yang berbunyisebagai berikut.
(2)      Maksimum hukuman pokok atas kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan sepertiga.
(3)      Kalau kejahatan itu diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka dijatuhkan hukuman penjara paling lama lima belas tahun.
Hukuman Bagi percobaan sebagimana diatur dalam pasal 53 ayat 2 dan ayat 3 KUHP dikurangi sepertiga dari hukuman pokok maksimum dan paling tinggi lima belas tahun penjara.[5]
  


       Kesimpulan
Percobaan yang dalam bahasa Belanda disebut poging menurut doktrin adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai tetapi belum selesai atau belum sempurna. Pengertian percobaan dalam pasal 53 KUHP ditentukan bahwa, pertama mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri

Unsur-Unsur Percobaan menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP, yaitu:
1.         Niat
2.         Permulaan Pelaksanaan ( Begin Van UItvoering)
3.         Pelaksanaan itu tidak selesai
4.         Tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak sendiri.




  
 Rujukan: 
Maramis, Frans. 2013. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Marpaung, Leden. 2006. Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana Jakarta: Sinar Grafika
Prasetyo, Teguh. 2012. Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Prodjodikoro, Wiryono. 2011. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)




[1] Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindoo Persada, 2012), hal. 151
[2] Maramis, Frans, (Hukum Pidana Umum dan Tertuis di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) Hal.201
[3] Prodjodikoro, Wiryono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung Refika Aditama, 2011), hal. 107
[4] Kitab Undang-Undan Hukum Pidana (KUHP)
[5] Marpaung,Leden, Asas-Teori-Praktek  Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 97

No comments:

Post a Comment