BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gugatan Kelompok (Class Action)
Class Action berasal dari Bahasa Inggris, yakni
gabungan dari kata class dan action. Class adalah sekelompok
orang, benda, kualitas, atau kegiatan yang mempunyai kesamaan sifat atau ciri.
Sedangkan action adalah tuntutan yang diajukan ke pengadilan Definisi class
action yaitu sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu
perkara, satu atau lebih dari mereka dapat menuntut atau dituntut mewakili
kelompok besar orang tersebut tanpa harus menyebutkan satu persatu anggota
kelompok yang diwakili.[1]
Dalam pasal 1 huruf a PERMA no. 1 Tahun
2002, Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) didefinisikan sebaga
suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili
kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus meakili
kelompok orang yang jumlahnya banyak, memiliki kesamaan fakta atau kesamaan
dasar hukum anatara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. [2]
Tujuan class action dalam PERMA, diatur dalam
konsiderans, antara lain sebagai berikut:
1. Mengembangkan
penyederhanaan akses masyarakat memperoleh keadilan.
Dengan satu gugatan diberi hak
prosedural terhadap satu atau beberapa orang bertindak sebagai penggugata untuk
memperjuangkan kepentingan penggugat dan sekaligus kepentingan anggota
kelompok. Hal ini dikemukakan dalam huruf a konsiderans bahwa salah satu tujuan
utama proses class action untuk mengakkan asas penyelenggaraan peradilan
sederhana, cepat, biaya ringan, dan transparan agar akses masyarakat terhadap
keadilan semakin dekat.
2. Mengefektifkan
efisiensi penyelesaian pelanggaran hukum yang merugikan orang banyak.
3. Mengubah
sikap pelaku pelanggaran dan menumbuhkan sikap jera bagi mereka yang berpotensi
untuk merugikan kepentingan masyarakat luas.
4. Mencegah
pengulangan Proses perkara yang dapat berakibat putusan yang berbeda atau tidak
konsisten antara pengadilan atau majelsi hakim yang satu dengan majelis hakim
yang lain, jika tuntutan tersebut diajuka secara individual.[3]
Meskipun
gugatan class action memiliki banyak tujuan, tetapi juga tidak lepas
dari kritikan-kritikan, antara lain:
1. Bahwa
dalam gugatan class action anggota kelas pada umumnya menerima ganti
rugi yang jumlahnya kecil.
2. JIka
kesepakatn perdamaian dengan pihak tergugat dapat tercapai, anggota kelas hanya
menerima keuntungan yang kecil dari perdamaian itu.
3. Penyelesaian
sengket melalui class action dirasa tidak adil bagi anggota kelompok
yang mengetahui adanya gugatan perwakilan.
4. Kesulitan
mengelola anggota kelompok dalam gugatan class action
B. Prinsip & Syarat Formil gugatan kelompok.
Sesuai dengan
rumusannya, gugatan kelompok berisikan tuntutan melalui proses pengadilan yang
diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok.
Adapun prinsip yang menjadi landasan utama konsep class action atau gugatan
kelompok adalah : pertama, prinsip numerousity merupakan faktor
menandakan suatu gugatan dimaksud mewakili kepentingan suatu kelompok yang
terdiri dari banyak orang. Kedua, prinsip commonality (kesamaan),
yaitu prinsip kesamaan yang berkenaan dengan fakta atau dasar hukum dan
kesamaan tuntutan hukum [4], lebih
lanjut adanya kesamaan ditandai dengan :
·
kesamaan
kepentingan (same interest),
·
kesamaan
penderitaan (same grievance) dan
·
kesamaan tujuan (same
purpose)
Selanjutnya
berdasarakan karakterisrik utama prosedur gugatan kelompok ,Perma No. 1
Tahun 2002 mengatur persyaratan formil dalam hal diajukannyan suatu gugatan
kelompok, sebagai berikut :
1. Adanya kelompok
Menurut
hukum terwujudnya suatu kelompok harus terdiri dari sekian banyak perorangan
(individu) sehingga mampu menampilkan diri atau dapat dipastikan sebagai suatu
kelompok. Kelompok sebagai satuan tersendiri, secara formil harus dapat
didefinisikan secara spesifik atau dapat di identifikasi dengan jelas.
Keberadaan
kelompok dapat diketahui dengan :
a.
Adanya anggota kelompok
Pasal 2
huruf a dan c Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi ”Jumlah anggota kelompok
sedemikian banyak hingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan
secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam gugatan”.
Jumlah
anggota kelompok dalam perma tidak menentukan batas minimal maupun maksimal
akan tetapi
untuk memenuhi prinsip commonality dan numerousity, dalam gugatan, kelompok
harus didefinikan dengan rinci dan spesifik yang penting dapat dengan mudah
keberadaannya dikenali.
b.
Adanya Perwakilan kelompok
Wakil
kelompok dalam mengajukan gugatan bertindak untuk dan atas nama kelompok,
boleh
terdiri dari satu orang maupun beberapa orang
Kedudukan
wakil kelompok di hadapan hukum adalah sebagai kuasa (legal mandatory)
dengan demikian wakil kelompok tidak memerlukan surat kuasa khusus[5]
Adapun
syarat seseorang dapat dikatakan sebagai wakil kelompok a.n ; memiliki
kejujuran dan memiliki kesungguhan melindungi kepentingan anggota kelompok
·
Sedangkan bagi anggota yang menolak dapat dengan tegas menyatakan keluar dari kelompok (opt out) dan
kepadanya tidak terikat putusan hakim
2. Kesamaan fakta atau dasar hukum
· Kesamaan
tersebut yang sama antar seluruh anggota dan wakil kelompok.
· Kesamaan
tersebut harus bersifat substansial , yaitu kesamaan fakta atau kesamaan hukum
yang dilanggar tergugat.
·
Dimungkinkan terjadinya perbedaan dalam gugatan dan dapat diterima dengan
pertimbangan perbedaan tersebut tidak prisipil dan substansial, artinya tidak berbeda dalam kenyataan hukum yang
terdapat dalam gugatan.
3.
Kesamaan tuntutan
Pasal 1
huruf b Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi, “Wakil kelompok adalah satu orang
yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok
orang yang lebih banyak jumlahnya”.
·
Gugatan sebagai formulasi tuntutan merupakan pengejawantahan tujuan
penuntutan itu sendiri oleh karena itu jika tujuan suatu penuntutan berbeda dengan yang lainnya maka dapat dikatakan berbeda
pula formulasi gugatan.
· Untuk
kepentingan gugatan kelompok, gugatan atau tuntutan harus didasari oleh
kesamaan-kesamaan, misal kesamaan kerugian.
· Dengan
adanya kesamaan tersebut memberikan hak bagi anggota kelompok untuk mengajukan
tuntutan yang sama pula. Dapat berupa ganti rugi, permintaan maaf, pemulihan
kerusakan dll.
Dalam
prosedur gugatan kelompok ini terdapat hal yang dikecualikan yaitu yang
berkenaan dengan hak gugat LSM. Melalui UU pengelolaan lingkungan hisup dan
perlindungan konsumen LSM sebagai organisasi diberi hak untuk mewakili
kepentingan publik dalam hal perlindungan lingkungan dan perlindungan konsumen.
Prosedur
pemberian undang-undang ini merupakan pengecualian terhadap prinsip communality
dalam arti LSM bukan sebagai pihak yang mengalami kerugian, maka untuk itu LSM
harus memenuhi syarat formil sebagai badan hukum atau yayasan, memiliki tujuan
yang tegas dan spesifik sesuai anggaran dasarnya. Serta telah menjalankan
kegiatan sesuai anggaran dasar sebagai syarat materil, kegiatan mana harus
berhubungan langsung dengan bidang sesuai UU (bidang lingkungan hidup atau
perlindungan konsumen)
C. Formulasi Gugatan Kelompok (Class Action)
Mengenai formulasi gugatan kelompok merujuk pada
ketentuan pasal 3 dan pasal 10 PERMA. Menurut kalimat pertama pasal 3 dikatakan
persyaratan-persyaratan formal gugatan kelompok: [6]
1. Tetap
tunduk kepada ketentuan yang diatur dalam HUkum Acara Perdata dalam hal ini HIR
dan RBG.
2. Namun
juga harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasal 3 PERMA. Penerapan yang
seperti itu secara umum ditegaskan juga dalam pasal 10 yang berbunyi:
“ Ketentuan-ketentuan lain yang telah diatur dalam
Hukum Acara Perdata tetap berlaku, disamping ketentuan-ketentuan dalam PERMA
ini.
Sehubungan
dengan hal itu ada dua sisi formulasi gugatan yang perlu diperhatikan agar
gugatan kelompok yang diajukan tidak cacat formil.
1.
Persyaratan Umum
Berdasarkan Hukum Acara
Sebenarnya jika diperhatikan ketentuan
Pasal 3 PERMA hampir terdapat persamaan syarat-syarat formulasi gugatan dengan
yang diatur dlam HIR atau RBG. Namun demikian, untuk mendapat gambaran yang
jelas akan dikemukakan secara ringkas deskripsinyasebagai berikut.
a.
Mencantumkan dan
mengalamatkan gugatan bedasarkan kompetensi relatif (yurisdiksi relatif) sesuai
dengan sistem dan Patoka yang digariskan Pasal 118 HIR
b.
Mencantumkan
tanggal pada gugatan meskipun pencatuman itu tidak diatur secara tegas, namun
dalam praktik peradilan telah dianggap sebagai salah satu syarat formulasi
gugatan, meskipun tidak imperative.
c.
Gugatan
ditandatangani penggugat atau kuasanya
·
Tanda tangan
ditulis dengan tangan sendiri, tanpa inisial nama penanda tangan
·
Boleh berbentuk
cap jempol berdasarkan st. 1919-776 apabila penggugat tidak pandai menulis
d.
Menyebut
identitas para pihak yang terdiri dari minimal seperti yang diatur dalam pasal
118 ayat (1) HIR:
·
Nama lengkap dan
alias jika ada.
·
Alamat atau
tempat tinggal
e.
Menyampaikan
Fundamentum Petendi yang terdiri dari
·
Dasar Hukum
gugatan (rechtlijke grands) dan
·
Dasar fakta gugatan
(feitelijke grands)
f.
Memuat Petitum
Gugatan
·
Bisa berbentuk
deskripsi tunggal
·
Boleh juga
berbentuk alternative atau subsidiairy yang masing-masing dideskripsi
atau berbentuk subsidair dalam bentuk ex-aequo et=bono
2.
Persyaratan
Khusus Berdasarkan pasal 3 PERMA
Seperti yang dikatakan diantara syarat
umum yang diatur dalam hukum acara, ada yang sama dengan ketentuan yang disebut
pada pasal 3 PERMA.Namun demikian, persyaratan itu akan dideskripsi satu
persatu, yang terdiri dari:
a.
Identitas
lengkap dan jelas wakil kelompok
b.
Definisi
Kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tamnpa menyebut nama anggota
kelompok satu persatu
c.
Keterangan
tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban
melakukan pemberitahuan
d.
Posita dari
seluruh kelompok, baik wakil kelompok maupun anggota kelompok yang
teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi dikemukakan secara jelas dan
rinci.
e.
Penegasan
tentang beberapa bagian kelompok atau subkelompok
f.
Tuntutan atau
petitum tentang ganti rugi
D. Prosedur Acara Gugatan Kelompok
Prosedur beracara dalam
gugatan kelompok ini berdasarkan ketentuan perma tetap tunduk pada ketentuan
yang diatur dalam hukum acara perdata HIR dan RBG [7] Secara umum syarat
gugatan kelompok dapat dibagi 2 (dua) :
1.
Persyaratan umum
berdasarkan hukum acara perdata.
Mulai dari formulasi gugatan dan proses pemeriksaan
selanjutnya sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum acara perdata pada
lazimnya (HIR/RBg).
2.
Persyaratan khusus
berdasarkan Perma
Dalam formulasi gugatan harus memuat ; identitas lengkap
wakil kelompok, definisi kelompok secara rinci dan spesifik, keterangan tentang
anggota kelompok (untuk pemberitahuan), posita dari seluruh anggota kelompok
berikut wakilnya (dikemukakan dengan jelas dan rinci), penegasan perihal bagian
atau sub kelompok, tuntutan ganti rugi.
Dalam proses pemeriksaan :
1. dapat dilakukan pemeriksaan awal, merupakan pemeriksaan
syarat formil gugatan kelompok. Perihal adanya kelompok, wakil yang sah, adanya
kesamaan fakta atau dasar hukum dan terdapat kesamaan jenis tuntutan.
2.
Hakim dapat memberi
nasihat sebelum melanjutkan pemeriksaan[8]
3.
Penetapan hasil
pemeriksaan awal [9], gugatan kelompok apabila
memenuhi syarat-syarat maka hakim membuat penetapan untuk melanjutkan
pemeriksaan dan sebaliknya. Pemeriksaan dilanjutkan sesuai ketentuan hukum
acara perdata.
Jadi proses beracara melalui prosedur gugatan kelompok
ini singkatnya ;
1. Gugatan dimasukkan ke pengadilan negeri bersangkutan
ditujukan kepada ketua pengadilan negeri
2.
Dilakukan upaya
perdamaian, Pasal 6 Perma.
“Hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk
menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan
maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara”.
Jika terjadi perdamaian dituangkan dalam putusan
perdamaian[10] dan
putusan berkekuatan hukum tetap.
3. Pemeriksaan awal, dilakukan untuk memeriksa syarat-syarat
formil gugatan.
4.
Hakim dapat memberikan
nasihatnya sebelum melanjutkan pemeriksaan berkenaan dengan kelengkapan
syarat-syarat formil sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 Perma[11]
5.
Pemeriksaan melalui acara
biasa.
6.
Putusan.
Kemudian terhadap segala
apa yang terjadi selama proses pemeriksaan wajib diberitahukan kepada anggota
kelompok (pasal 5 ayat 3 Perma).
BAB III
PENUTUP.
·
Kesimpulan
Gugatan
Perwakilan Kelompok (Class Action) didefinisikan sebaga suatu prosedur
pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok
mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus meakili kelompok orang
yang jumlahnya banyak, memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum
anatara wakil kelompok dan anggota kelompoknya
Prinsip
dan syarat gugatan kelompok (class action)
1. Adanya
sekelompok orang
2. Adanya
kesamaan fakta dan hukum
3. Adanya
kesamaan tuntutan
DAFTAR PUSTAKA
Black,
Henry Campbell. 1991. Black’s Law Dictionary. St. Paul Minnesofa: West
Publishing
Harahap, M. Yahya. 2012. Hukum Acara Perdata.
Jakarta: Sinar Grafika
. Hukum Acara Perdata.
Jakarta: Grafiti
Nugroho, Susanti Adi. 2010. Class Actin &
Perbandingannya dengan negara lain. Jakarta: Kencana Prenada Media
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 tahun 2002
Diunduh pada halaman web http://sites.google.com/site/anjazhilman/ Minggu, 15 Maret 2015 pukul 13.00
[1] Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary,
(West Publishing Co., St. Paul Minnesota , 1991) hlm. 170
[2] Pasal 1 huruf a PERMA No. 1 Tahun 2002
[3] Susanti Adi Nugroho, Praktik Gugatan Perwakila
Kelompok (class action) di Indonesia, Penerbit Mahkamah Agung RI Tahun
2002, hlm. 5 dan 6
[4] Harahap, yahya, Hukum Acara Perdata, Grafiti, Jakarta.hlm.
23
[6] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata,(Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hlm. 152
[7] Pasal 10 Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi, “Ketentuan
–ketentuan yang telah diatur dalam hukum acara perdata tetap berlaku, di
samping ketentuan-ketentuan dalam PERMA ini".
No comments:
Post a Comment