A. Hakikat Sumber Hukum
Sebelum
mengetahui macam-macam sumber hukum, tentunya harus mengerti terlebih dahulu
istilah dari sumber hukum itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sumber hukum
itu mempunyai arti yang bermacam-macam, tergantung dari sudut mana orang
melihatnya. Bagi seorang ahli sejarah istilah sumber hukum pasti berbeda dengan
istilah sumber hukum ahli filsafat ataupun ahli ekonomi.Oleh karena itu Paton
mengatakan bahwa istilah sumber hukum itu mempunyai banyak arti yang sering
menimbulkan kesalahan-kesalahan, kecuali kalau diteliti dengan saksama mengenai
arti tertentu yang diberikan kepadanya dalam pokok pembicaraan tertentu pula.
Jadi
untuk mengetahui sumber hukum itu terlebih dahulu harus ditentukan dari sudut
pandang mana sumber hukum itu dilihat. Menurut Van Apeldoorn, istilah sumber
hukum dipakai dalam arti sejarah, sosiologis, filsafat, dan formal.[1]
1. Sumber
Hukum dalam arti sejarah
Ahli sejarah memakai sumber hukum dalam
dua arti.
a. Dalam
arti sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen, inskripsi, dsb.
b. Dalam
arti sumber-sumber darimana pembentuk UU memperoleh bahan dalam membentuk UU,
juga dalam arti sistem-sistem hukum, serta darimana tumbuhnya hukum positif
sesuatu negara .
2. Sumber
Hukum dalam arti sosiologis
Menurut ahli sosiologis sumber hukum
ialah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan
ekonomi, pandangan agama, dan saat-saat psikologis.
3. Sumber
Hukum dalam arti filsafat.
Dalam
filsafat hukum istilah sumber hukum dipakai dalam dua arti.
a. Sebagai
sumber untuk isi hukum, kita mengingat pertanyaan, bagaimana isi hukum itu
dapat dikatakan tepat sebagaimana mestinya atau dengan perkataan lain apakah
yang dipakai sebagai ukuran untuk menguji hukum agar dapat mengetahui apakah ia
hukum yang baik?
b. Sebagai
sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum, dalam mana kita mengingat pertanyaan
berikut. Mengapa kita harus mengikuti hukum?
4. Sumber
Hukum dalam arti formal
Bagi ahli hukum praktis dan bagi tiap-tiap orang
yang aktif dalam pergaulan hukum, sumber hukum, adalah peristiwa timbulnya
hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk).
Menurut
Joeniarto,[2]
sumber hukum dapat dibedakan dalam tiga pengertian. Pertama, sumber hukum dalam
pengertian sebagai asalnya hukum positif, wujudnya dalam bentuk yang konkret
ialah berupa “ Keputusan dari yang berwenang “ untuk mengambil keputusan
mengenai soal yang bersangkutan. Kedua, sumber hukum dalam pengertiannya
sebagai tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum
positif. Wujudnya ialah berupa peraturan-peraturan atau ketetapan-ketetapan
tertulis ataupun tidak tertulis. Ketiga selain istilah sumber hukum dihubungkan
dengan filsafat, sejarah, dan masyarakat.. Kita mendapatkan sumber hukum
filosofis, historis, dan sosiologis. Sumber hukum filosofis maksudnya agar
penguasa berwenang nanti di dalam menetukan hukum positif, mempertimbangkan faktor-faktor
yang berupa filosofis. Sumber Hukum Historis maksudnya agar penguasa yang
berwenang dalam menentukan isi hukum positif, mempertimbangkan faktor-faktor
historis. Sumber hukum sosiologis maksudnya penguasa dalam menetukan isi hukum
harus memperhatikan faktor dalam lingkungan masyarakat.
B. Macam-Macam Sumber Hukum
Pandangan beberapa ahli hukum mengenai macam sumber
hukum sangatlah banyak. Salah satunya Utrecht mengenai macam sumber hukum dapat
dibagi menjadi sumber hukum materiil dan sumber hukum formiil.[3]
Sumber Hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dari suatu hukum.
Sumber hukum ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum (pengaruh
terhadap pembuat Undang-Undang, pengaruh terhadap keputusan hakim, dsb.), faktor-faktor
yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum atau tempat
darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum yang termasuk kedalam sumber
hukum dalam arti materiil ini, diantaranya:
1. Dasar
dan pandangan hidup bernegara.
2. Kekuatan-kekuatan
politik yang berpengaruh pada saat merumuskan sumber hukum
Sedangkan sumber hukum formiil adalah sumber hukum
yang dikenal dari bentuknya. Karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum,
diketahui dan ditaati. Disinilah suatu kaidah memperoleh kualifikasi sebagai
kaidah hukum dan oleh yang berwenang ia merupakan petunjuk hidup yang harus
diberi perlindungan.[4]
Selanjutnya untuk menetapkan suatu kaidah hukum itu
diperlukan suatu badan yang berwenang. Kewenangan dari badan tersebut diperolehnya
dari kewenangan badan yang lebih tinggi . Sehingga mengenal sumber hukum dalam
arti formiil itu sebenarnya merupakan suatu penyelidikan yang bertahap pada
tingkatan badan mana suatu kaidah hukum itu dibuat.
Sumber hukum formal diartikan sebagai tempat atau
sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum Untuk memperoleh sifatnya yang formal, sumber
hukum dalam arti ini setidak-tidaknya mempunyai dua ciri,
1. Dirumuskan
dalam suatu bentuk
2. Berlaku
umum, mengikat, dan ditaati
Sumber
Hukum formal disebut juga sebagai sumber berlakunya hukum. Sumber hukum dalam
arti formal terdiri dari.
1. Peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2. Peraturan
adat yang hidup dan diakui oleh negara
3. Kebiasaan
(konvensi) dalam ketatanegaraan
4. Yurisprudensi
(keputusan hakim terdahulu)
5. Traktat
(Perjanjian internasional antar negara)
6. Doktrin.
(pendapat para ahli hukum)
C. Sumber-Sumber Hukum Tata Negara di Indonesia
Pancasila sebagai falsafah negara sekaligus
pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan suatu sumber hukum dalam arti
materiil yang tidak hanya menjiwai bahkan harus dilaksanakan oleh setiap
peraturan hukum.Oleh karena itu pancasila merupakan alat penguji terhadap peraturan yang berlaku , apakah
bertentangan atau tidak dengan pancasila.
Sumber hukum formiil dalam hukum tata negara yakni
UUD 1945. Selain merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah
kenegaraan, ia juga merupakan dasar ketentuan lainnya.. dari UUD 1945 ini
mengalir peraturan-peraturan pelaksana yang menurut tingkatannya masing-masing
merupakan sumber hukum formiil, yaitu:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)
Tap MPR/MPRS dibuat oleh MPR, Istilah
Ketetapan dalam Tap MPRS-MPR sebenarnya tidak ada dalam UUD 1945, istilah ini
mungkin diambil MPRS pada sidang-sidangnya yang pertama, dari bunyi pasal 3 UUD
1945 dimana terdapat sumber hukum Ketetapan MPR-MPRS pada saat ini masih
merupakan sumber hukum. Karena ada beberapa Tap MPR ynag dinyatakan tetap
berlaku oleh ketetapan MPR No. V/MPR/1973 yaitu Tap MPRS no.XX, XV, dan XIX.yang
semuanya ditetapkan tahun 1966 Ketetapan Majelis Permusyawaratan yang lain ada
yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi maupun karena isinya tidak
sesuai lagi dengan keadaan sekarang.
2. UU/ Perpu ( Peraturan Pemerintah Pengganti UU)
UU/
Perpu sebagai sumber hukum dapat dilihat dari UUD 1945 dalam pasal 5 ayat 1 dan
pasal 20 ayat 1 serta pasal 22.UU ini selain berfungsi melaksanakan UUD 1945
dan Tap MPR/MPRS, juga mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam UUD 1945 maupun
Tap MPR/MPRS. UU sebagai pelaksana UUD 1945, misalnya UU Nomor 16/1969, tentang
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, adalah pelaksanaan dari pasal 2 ayat 1 dan pasal 19
UUD 1945. UU sebagai pelaksana Tap MPRS, antara lain.UU no.15/1969 tentang
Pemilu sebagai pelaksanaan dari Tap. MPRS no. I/MPRS/1966 jo no. XLII/MPRS/1968
UU yang bukan pelaksana dari UUD 1945 atau Tap MPR/MPRS misalnya UU no. 1/1974
tentang perkawinan.
Bentuk
peraturan lain yang sederajat dengan UU yakni Perpu. Perpu ini ditetapkan oleh
Presiden dalam hal memaksa saja, yang kalau ditetapkan dalam bentuk UU
membutuhkan waktu cukup lama, Sedangkan keadaan tersebut harus segera diatasi.
Sehingga Presiden diberi hak menetapkan Perpu atas persetujuan DPR dalam sidang
berikutnya. Kalau DPR menyetujui Perpu tersebut bisa menjadi UU, akan tetapi
kalau DPR menolak Presiden harus mencabut Perpu. Ini diatur dalam pasal 22 UUD
1945.
3. Peraturan Pemerintah
Presiden menetapkan PP untuk
melaksanakan UU sebagaimana mestinya, demikian bunyi pasal 5 ayat 2 UUD 1945. Karena
PP diadakan untuk melaksanakan UU, tidak mungkin Presiden menetapkna PP sebelum
ada UU.
4. Keputusan Presiden
UU, Perpu,, dan PP adalah bentuk-bentuk
peraturan yang disebut dalam UUD 1945. Tidak demikian halnya dengan Keppres sebagai
bentuk peraturan yang baru ditetapkan oleh Tap MPRS no. XX/MPRS/1966. Keputusan
Presiden ini dimaksud untuk melaksanakan ketentuan UUD 1945, Tap MPRS dalam
bidang eksekutif, atau PP dan bersifat sekali (einmahlig) [5]
5. Peraturan Pelakasana Lainnya
Maksud dari Peraturan pelaksana lainnya
adalah bentuk-bentuk peraturan yang ada setelah TapMPRS no.XX/MPRS/1966 dan
harus bersumber kepada peraturan perundangan yang lebih tinggi, misalnya
Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dsb.
Dalam
memorandum DPR-GR tertanggal 9 Juni i966 telah dikukuhkan oleh MPRS dengan
ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966, MPR dengan ketetapan MPR no.V/MPR/1973 dan
lampiran II tentang Tata Urutan Peraturan Perundangan RI menurut UUD 1945 dalam huruf A
disebutkan hierarki Peraturan
Perundang-undangan menurut Tap. MPRS no. XX/MPRS/1966.
1. UUD
1945
2. Ketetapan
MPRS-MPR
3. UU/
Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan
Pemerintah
5. Keputusan
Presiden
6. Peraturan
Pelaksana Lainnya:
-
Peraturan
Menteri
-
Instruksi
Menteri, Dll
Dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan
perundang-undangan ini, Tap. MPRS no. XX/MPRS/!966 tentang memorandum DPR-GR
mengenai sumber tertib hukum RI dan tata urutan peraturan perundan-undangan RI
dan Tap. MPR RI no. IX/MPR/1978 tentang perlunya penyempurnaan yang termaktub
dalam pasal 3 ayat 1 Tap. MPR RI no. V/MPR/1973 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi. Sebagai gantinya ditetapkanlah Tap. MPR no. III/MPR/2000.
Melalui
sidang tahunan MPR RI 7-18 Agustus 2000 MPR mengeluarkn Tap. MPR no.
III/MPR/2000 tentang hierarki Peraturan Perundangan [8]
1. UUD
1945
2. Ketetapan
MPR
3. UU
4. Perpu
5. Peraturan
Pemerintah
6. Keputusan
Presiden
7. Peraturan
Daerah
Setelah
beberapa tahun berjalan akhirnya Tap. MPR no. III/MPR/2000 mulai tergantikan
perannya oleh UU no.10 Tahun 2004 tentang hierarki Peraturan Perundangan. Pada
tanggal 24 Mei 2004, DPR dan pemerintah telah menyetujui Rancangan UU.
Penghapusan sumber hukum Tap. MPR dari tata urutan peraturan perundangan dinilat
tepat, karena menurut Hamid S. Attamini Ketetapan MPR tidak tepat dikategorikan
sebagai peraturan perundang-undangan, yang termasuk peraturan
perundang-undangan adalah UU ke bawah, UUD dan Tap. MPR harus dilepaskan dalam
pengertian peraturan perundangan.
Hierarki
peraturan perundangan menurut UU no. 10 tahun 2004[9]
1. UUD
1945
2. UU/Perpu
3. Peraturan
Pemerintah
4. Peraturan
Presiden
5. Peraturan
Daerah
-
Perda Provinsi
-
Perda Kab/kota
-
Perdes/ yang
setingkat
Pada
tanggal 12 Agustus 2011 pemerintah telah mengundangkan UU no.12 tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan menggantikan UU no.10 tahun
2004 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. UU ini merupakan penyempurnaan
dari UU sebelumnya untuk menutupi kelemahan-kelemahannya.
Hierarki
peraturan perundangan menurut UU no. 12 tahun 2011 [10]
1. UUD
1945
2. Ketetapan
MPR
3. UU/
Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan
Pemerintah
5. Peraturan
Presiden
6. Peraturan
Daerah Provinsi
7. Peraturan
Daerah Kab/Kota
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat sumber hukum dapat diketahui dengan melihat
darimana sudut pandangnya. Jadi arti sumber hukum memiliki makna yang
bermacam-macam sesuai cara pandangnya. Macam-macam sumber hukum pada dasarnya
terdiri dari sumber hukum materiil dan sumber hukum formiil.Sumber-sumber hukum
tata negara yang berlaku di Indonesia yaitu: Pancasila, UUD 1945, Tap MPR,
UU/Perpu, PP, Keppres, dan Peraturan pelaksana lainnya.Hierarkhi peraturan
perundangan di Indonesia senantiasa mengalami perubahan mulai dari Tap MPR no.
XX/MPR/1996, Tap MPR no. III/MPR/2000, UU no. 10 Tahun 2004, dan UU no. 12
tahun 2011.
Rujukan:
Huda,
Ni’matul, 2012. Hukum Tata Ngara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Ibrahim,
Harmaily dan Moh. Kusnardi. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI
LJ.
Van Apeldoorn. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita
Joeniarto.1991.
Selayang Pandang Sumber-sumber Hukum Tata Negara di Indonesia.
Yogyakarta: Liberty
E,
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Ichtisar
Tap.
MPRS XX/MPRS/1966 bagian II Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia menurut UUD 1945.
Ketetapan
MPRS XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum
Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia
Ketetapan
MPR no. V/MPR/1973tentang peninjauan produk-produk yang berupa ketetapan
Majelis Permusyawaratan Sementara RI
UU
no.12 Tahun 2011 tentang hierarki peraturan perundangan
Tap.
MPR no.III/MPR/2000 tentang hierarki Peraturan Perundangan
UU
no.10 Tahun 2004 tentang hierarki peraturan perundangan
[1]
LJ. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum ( Jakarta: cetakan kedua puluh
Sembilan, Pradnya Paramita , 2001), Hal. 75-77
[2]
Joeniarto, Selayang Pandang Sumber-sumber Hukum Tata Negara di Indonesia
(Yogyakarta: Liberty, 1991), hal 2-17
[3]
E, Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia , Ichtisar, Jakarta, hal.
133-134
[4]
Ibid, hal 72-75
[5]
Tap. MPRS XX/MPRS/1966 bagian II Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia menurut UUD 1945.
[6]
Ketetapan MPRS XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib
hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia
[7]
Ketetapan MPR no. V/MPR/1973tentang peninjauan produk-produk yang berupa
ketetapan Majelis Permusyawaratan Sementara RI
[8]
Tap. MPR no.III/MPR/2000 tentang hierarki Peraturan Perundangan
[9]
UU no.10 Tahun 2004 tentang hierarki peraturan perundangan
[10]
UU no.12 Tahun 2011 tentang hierarki peraturan perundangan
No comments:
Post a Comment