A. Pengertian
Masyarakat Madani
Pada awalnya
istilah masyarakatt madani merupakan salah satu terjemahan dari
terjemahan-terjemahan yang ada dari istilah civil society seperti”masyarakat
sipil”,”masyarakat kewargan”,dan”masyarakat warga”.Ernest Gellner pernah
menulis sebuah buku berjudul Condition of Liberty,Civil Society and its
rivals lalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Membangun
Masyarakat Sipil:Prassyarat Menuju Kebebasan.[1]
Tetapi
terjemahan sipil ini oleh sementara kalangan dianggap kurang tepat karena
istilah ini selalu diasosiasikan dengan kata lawan militer.Sehingga tidak
berlebihan apabila dikatakan pengalihbahasaan istilah civil society kedalam
bahasa Indonesia menjadi krusial sekaligus kontroversial akibat tidak ada
satupun yang dianggap paling tepat yang dapat memuaskan semua pihak.Sementara
istilah”Masyarakat Kewargan”pernah digunakan oleh Asosiasi Politik
Indonesia(API) dalam seminar nasionalanya di Kupang NTT pada tanggal 26 Januari
1995 dengan judul”Dimensi Kepemimpinan dan Masyarakat Kewagaan “.[2]
Sementara itu
ada sebagian kecil intelektual muslim Indonesia yang merasa keberatan apabila
istilah”Civil Society”diterjemahakan menjadi Masyarakat madani”,mengingat latar
belakang sejarah dan cultural antara keduanya sangat berbeda.Salah satu dari
tokoh ini adalah A.S. Hikam,ia lebih cenderung menggunakan kata aslinya yaitu Civil
Society.[3]
Lebihdari itu ia berpendapat bahwa masyarakat madani pada zaman nabi tidak bisa
disamakan dengan civil society di barat dikarenakan masyarakat madani yang
dikenal islaam adalah suatu masyarakat yang sudah terkooptasi oleh
Negara,sedangkan civil society di barat adalah masyarakat yang independen dan
tidak bisa diintervensi oleh Negara.[4]
Dr.Masykur
Hakim(seorang penulis buku”model masyarakat madani”) sendiri tidak setuju
dengan pernyataan A.S. Hikam di atas karena untuk memberikan penilaian apakah
masyarakat di zaman nabi layak
atau tidak
dikategorikan sebagai sebuah masyarakat madani ,tidak cukup kalau hanya dilihat
adanya kooptasi Negara atau tidak di masa itu.Artinya penilaian tersebut tidak
memadai kalau hanya didasarkan pada argumen yang sangat sederhana seperti itu.
Dalam perkembangan berikutnya setiap
kali ada wacana tentang politik islam(Islam Politics)dan pemberdayaan
umat(Ummah Empowering),maka yang sering digunakan oleh media massa dan
buku-buku adalah istilah “masyarakat madani”,disebabkan kata ini terasa lebih
praktis dan akrab di kalangan masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama
islam.
Bahkan menurut Ahmad Baso,[5]faktor-faktor yang
menyebabkan istilah “Masyarakat Madani”lebih terkenal dan akrab di telinga
masyarakat Indonesia disebabkan antara lain:karena kepandaian dan kepiaswaian pendukung-pendukung
istilah ini yang dipelopori oleh Nurcholish madjid dan kawan-kawannya melalui
jalur Pamamadina dan jurnal-jurnal yang diterbitkannya.
Kurang lebih
dengan alasan yang sama Dr.Masykur Hakim lebih memilih istilah masyarakat
madani sebagai terjemahan dari istilah civil society yang ia anggap lebih
mendekati realitas persoalan yang ada di masyarakat Indonesia ,dengan tetap
mengikuti keabsahan dari terjemahan-terjemahan lainnya,seperti:masyarakat
warga,masyarakat sipil,dan lain-lainnya.Berdasarkan beberapa pendapat maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani adalah tempat berseminya
perilaku,aksi-aksi kemasyarakatan,dan politik yang egaliter,terbuka dan
demokratis.
B.
Hubungan Islam dan Masyarakat Madani
Dalam paradigma sosial politik
islam,dengan melihat sumber-sumber doktrinal,ada dua kata kunci yang bisa kita
temukan dalam konsep masyarakat madani(civil society) yakni”ummah” dan
“madinah”.Dua kata kunci yang memiliki eksistensi sosial kualitatif inilah yang
menjadi nilai dasar dan nilai instrumental bagi terbentuknya masyarakat
madani.Terminologi ummah dalam bahasa arab menunjukkan pengertian komunitas
keagamaan tertentu,yaitu komunitas yang mempunyai keyakinan keagamaan yang
sama. Secara umum,seperti dalam Al Qur’an terminologi ummah menunjukkan suatu
komunitas yang mempunyai basis solidaritas tertentu atas dasar komitmen
keagamaan,etnis,dan moralitas.
Dalam perspektif sejarah ummah yang dibangun
oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah dimaksudkan untuk membentuk solidaritas di
kalangan pemeluk islam(Muhajirn dan Anshar).Hal ini menunjukkan bahwa
konsep”ummah”mengandung konotasi sosial daripada konotasi
politik.Istilah-istilah yang sering dipahami sebagai cita-cita sosial islam dan
memiliki konotasi politik adalah”Khilafah,Dawlah,dan Hukumah.
Eksistensi umat islam tidaklah bersifat
ekslusif.Karena islam merupakan agama universal(Rahmatan lil Alamin),maka
nilai-nilai islam harus mendatangkan kebaikan bagi alam semesta.[6]
Islam bukanlah bukanlah teori politik
atau kemasyarakatan yang memberikan petunjuk petunjuk hidup
bermasyarajkatsecara mendetail.Ia adalah agama Allah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW,yang berusaha membawa manusia dari zaman kebodohan menuju zaman
yang disinari pengetahuan.Islam memberikan prinsip-prinsip dalam hidup
bermasyarakat ,antara lain:Bermusyawarah(syuro),keadilan(al adl), kesamaan
didepan hukum(al-musawat),dan amr ma’ruf nahi munkar.
Sebagai pemegang otoritastertinggi di
Madinah nabi Muhammad SAW telah mempraktekkan prinsip-prisip musyawarah dalam
pengertian yang sebenaranya sehingga dapat dirasakan langsung oleh para
sahabatnya.Praktek musyawarah beliau ini dapat diihat selam beliau menjadi
kepala Negara,diantaranya:Nabi bermusyawarah dalam rangka mengambil sikap yang
tepat untuk menghadapi serangan kaum kafir Quraisy Mekkah,Nabi bermusyawarah
dengan tokoh Islam Madinah mengenai strategi yang ideal dalam perang uhud,dsb.
Semangat demokrasi nabi juga diperlihatakan
tatkala terjadi peperangan Ahzab.Saat itu Nabi bersedia membatalkan perjanjian
damai yang akan dibuatnya dengan kaum Ghathafan setelah mendengar pendapat dari
Saad bin Muadz dan saad bin Ubadah.
Disamping Musyawarah dan demokrasi,Nabi
juga memerintah Negara madinah dengan penuh keadilan dan kasih saying.Sehingga
tidak ada seorangpun warga madinah yang hak-hak asasinya teraniaya.Inilah
hubungan antara Agama Islam dengan masyarakat madani.Agama memberikan
nilai-nilai positif yang dibutuhkan dalam terciptanya masyarakat madani.
C.
Penerapan Masyarakat Madani sesuai Perspektif Islam di
Indonesia
Selama rezim orla dan orba
berkuasa,masyarakat madani sulit untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia
akibat dominasi dan kooptasi Negara begitu besar meeliputi berbagai sektor
kehidupan.Sementara prasyarat berkembangnya masyarakat madani,antara lain:ditandai
dengan kuatnya daya tawar-menawar rakyat terhadap pemerintah.Namun sejak
tmbangnya rezim Soehartosejak Mei 1998,[7]iklim sosial politik
mengalami perubahan yang revolusioner dan radikal sehingga menjungkirbalikkan
mitos dan tata nilai yang selama ini berlaku
di dalam konteks politik dan pemerintahan di Indonesia selama kurang
lebih 32 tahun.
Peristiwa ini kemudian melahirkan zaman
reformasi menyusul naiknya wakil presiden B.J. Habibie menjadi presiden RI yang
ketiga.Sebagian ahli menyebut bahwa era reformasi ini identik dengan era
transisi(peralihan dari pemerintahan yang otoriter menuju pemerintahan yang
demokratis).Di era reformasi ini diharapkan meberikan harapan dan optimisme
bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.Cukup beralasan apabila umat islam di
Indonesia diharapkan dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas
masyarakat madani dan demokrasi.Mengingat penduduk negeri ini mayoritas
beragama islam Meskipun masih adanya keraguan di kalangan para ahli,Nakamura
misalnya yang yang mempertanyakan apakah pertumbuhan masyarakat madani cukup
kondusif bagi usaha demokratisasi di berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara
.Di kalangan sarjana barat yang berpendapat srupa antara lain Samuel Huntington
yang menyatakan bahwa islam tidak sesuai dengan demokrasi.[8]pendapat Huntington ini
perlu ditanyakan kembali,dikarenakan studi dan penelitian yang dilakukan
baru-baru ini di sejumlah masyarakat muslim bertentangan dengan pernyataan
Huntington di atas.Sejumlah penelitian yang dilakukan di Timur tengah
menujukkan bahwa masyarakat madani dalam berbagai bentuknya telah eksis di
tengah-tengah masyarakat muslim di Timur Tengah.
Di Indonesia sendiri faktor-faktor
potensial bagi terbentuknya masyarakat madani cukup banyak,namun belum diberdayakan
secara optimal sehingga kekuatan-kekuatan potensial itu belum aktual dalam
kehidupan nyata.salah satu dari faktor adalah adanya organisasi-organisasi
sosial agama islam semacam NU,Muhammadiyah,HMI,dsb.
Menghadapi tantangan pluralitas dan
modernitas yang ada di Indonesia.sebagai kewajaran logis dari proses sejarah
umat manusia yang cenderung dinamis dan progresif modernitas tidak dapat
dielakkan.Proses ini ternyata bersifat ganda,pada satu sisi mendatangkan
kemanfaatan tetapi disisi lain juga membawa kemudharatan bagi kehidupan
manusia.Melihat sisi kemudharatannya,dalam hal ini agama dituntut mampu
menghadapi dan memecahkan problematika masyarakat modern tersebut dengan
menyumbangkan visi spiritual,paradigma etik,dan moral dan kekuatan profetiknya
Rujukan:
Hakim,Masykur dan Tanu
Widjaya.2003.Model Masyarakat Madani.Jakarta:Intimedia
Cipta Nusantara
Syamsudin,M. Din.2000.Etika
Agama dalam Membangun Masyarakat Madani.Jakarta:Logos
Wacana Ilmu
Huntington,Samuel.1997.The
Clash of Civilzation and The Remaking of
World Order.New York:Touchstone
Hakim,Masykur,PhD.1995.Pergumulan
Reformasi dan Strategi HMI.Bekasi:Al-Ghazalai
Baso,Ahmad.1999.Civil
Society versus Masyarakat Madani Arkeologi Pemikiran”Civil Society”dalam Islam Indonesia
Bandung: Pustaka Hidayah
AS Hikam,Muhammad.1996.Demokrasi
dan Civil Society.Bandung:LP3ES
[1]
Lihat Ernest Gellner,Membangun Masyarakat Sipil :Prasyarat Menuju Kebebasan
(Bandung:Mizan,1995).
[2]
Jurnal Ilmu Poltik No 17 Tahun 1995.
[3]
Lihat Muhammad A.S. Hikam,Demokrasi dan Civil Society(Jakarta:LP3ES,1996)
[4]
Ibid.tentang terkooptasinya “masyarakat madani”pleh kepentingan Negara seperti
yang dikatakan A.S. Hikam masih terbuka untuk diperdebatkan(debatable).
[5]
Lihat Ahmad Baso,Civil Society versus Masyarakat Madani Arkeologi Pemikiran”Civil Society” dalam Islam
Indonesia(Bandung:Pustaka Hidayah,1999).
[6]
Qur’an Surat Al Anbiya’ ayat 107.
[7]
Lihat Masykur Hakim PhD.,Pergumulan Reformasi dan Strategi
HMI(Bekasi:Al-Ghazalai,2000)
[8]
Samuel,Huntington,The Clash Civilization and the Remarking of World Order (new
York:Touchstone,1997)
No comments:
Post a Comment