Percobaan
yang dalam bahasa Belanda disebut poging menurut doktrin adalah suatu
kejahatan yang sudah dimulai tetapi belum selesai atau belum sempurna.[1] Pengertian
percobaan dalam pasal 53 KUHP ditentukan bahwa, pertama mencoba melakukan
kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan
pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri. Kedua, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan,
dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. Ketiga, jika kejahatan diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.[2]
A.
Unsur-Unsur
Percobaan menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP, yaitu:
1.
Niat
Dalam Bahasa Belanda niat adalah voornemen
yang artinya kehendak untuk melakukan kejahatan atau lebih tepatnya opzet atau
kesengajaan (hazenwinkel-suriga;jonkers; pompe; simon). Opzet ditinjau dari
tingkatannya meliputi.
a)
opzet dalam arti
sempit yang berfungsi sebagai tujuan
b)
opzet dalam arti
luas yang berfungsi sebagai kesadaran akan tujuan dan kesadaran akan kemauan
2.
Permulaan
Pelaksanaan ( Begin Van UItvoering)
Kehendak atau niat saja belum mencukupi
agar orang itu dapat dipidana. Permulaan pelaksanaan berarti telah terjadinya
perbuatan tertentu dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebut delik
3.
Pelaksanaan itu
tidak selesai
Tidak selesainya pelaksanaan itu dapat
terjadi karena berbagai sebab, baik yang bersumber dari diri pelaku (internal)
dan dari luar diri pelaku (eksternal)
4.
Tidak selesai
bukan semata-mata karena kehendak sendiri.
B.
Delik Putatif
dan Mangel Am Tatbestand
1.
Delik Putatif
sebenarnya bukan merupakan delik ataupun percobaan untuk melakukan delik itu,
melainkan merupakan kesalahpahaman dari seseorang yang mengira bahwa perbuatan
yang dilakukan itu adalah perbuatan terlarang, tetapi ternyata tidak diatur di
dalam perundang-undangan pidana.. Delik putatif perundang-undangan pidana
sendir-sendiri untuk perbuatan yang sama. Misalnya saja, seorang yang menyimpan
obat dengan pidana. Disini tidak dapat dipidananya orang tersebut adalah karena
memang tidak ada ketentuan pidana yang melarang.
2.
Mangel am
tatbestand adalah kekurangan unsur jadi, kekurangan unsur tindak pidana yang
dilakukan, juga karena adanya kesalahpahaman, bukan karena tidak adanya
undang-undang, tetapi Karena dalam keadaan tertentu ada salah satu unsurnya
(yang disangka ada oleh pelaku). Misalnya saja seorang pria yang mengira bahwa
ia telah melakukan pelanggaran hukum dengan menikah untuk kedua kalinya,
padahal istri sahnya yang sudah lama tidak dijumpa itu sebenarnya telah
meninggal. Atau seorang yang mengira telah mencuri barang milik orang lain,
tetapi ternyata bahwa barang itu milik sendiri, karena oleh pemiliknya
sebenarnya barang itu memang dihadiahkan kepadanya.
C.
Teori Poging
1.
Teori Poging
Subjektif
menurut teori ini suatu perbuatan
dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan dan oleh karena itu telah dapat dipidana.
Apabila dalam diri si pelaku telah menunjukkan sikap maupun tabiat yang
menunjukkan kehendak yang kuat untuk melakukan tindak pidana.
2.
Teori Poging
Objektif
menurut teori ini suatu perbuatan
dianggap sebagai perbuatan pelaksanaan apabila perbuatan tersebut telah
membahayakan kepentingan hukum.
Timbul persoalan lain apakah KUHP
menganut teori poging subjektif atau menganut teori poging objektif.
a)
Kalau
diperhatikan pasal 53 KUHP adanya kata kehendak atau maksud, maka KUHP juga
menganut teori poging objektif
b)
Kalau dilihat
bahwa poging adalah kejahatan yang belum selesai dan oleh karena itu ancamannya
dikurangi 1/3 dari pidana pokok, maka KUHP juga menganut teori poging objektif.
Pendirian KUHP tersebut dapat dimaklumi,
oleh karena itu didalam tindak pidana khusus, misalnya pasal 104 dan 110 KUHP,
walaupun pada langkah persiapan perbuatan tersebut sudah dapat dipidana. Akan
tetapi, kejahatan umum KUHP menganut teori poging objektif.
D.
Alasan Mempidana
Percobaan
Teori-teori Subjektif yang mendasarkan
semua tindak pidana pada tabiat si pelaku menganggap tabiat si pelaku ini sudah
menjelma dalam percobaan melakukan tindak pidana. Sedangkan teori-teori
objektif yang mendasarkan semua tindak pidana pada sifat membehayakan bagi
kepentingan-kepentingan dalam masyarakat menganggap sifat membahayakan
kepentingan sudah termasuk dalam tindak pidana. Oleh karena
kepentingan-kepentingan ini baru sedikit dibahayakan, maka adalah sesuai dengan
pandangan teori objektif ini bahwa maksimum hukuman pokok dari tindak pidana
dalam hal percobaan dikurangi seperti yang ditentukan dalam pasal 53 ayat 2 dan
3.[3]
Ini adalah salah satu alasan bagi
beberapa Penulis Belanda untuk menganggap bahwa pembentuk KUHP Belanda menganut
teori objektif. Akan tetapi, sebenarnya kata voornemen (kehendak) untuk
melakukan tindak pidana yang sudah harus tampak dalam pecobaan agak
menandakanbahwa pembentuk undang-undang ingat pada teori subjektif yang
menitikberatkan segala-galanya pada keadaan batiniah para pelaku. Maka, menurut
alira subjektif ini pelaksanaan yang harus sudah dimulai (begin van
uitvoering) dalam hal poging, berarti pelaksanaan dari kehendak atau voonemen
itu, sedangkan menurut aliran objektif permulaan pelaksanaan ini adalah
mengenai pelaksanaan dari kejahatan (misdrijf).
E.
Percobaan yang
Tidak Berfaedah (Ondeugdelijke Poging)
Ada kalanya suatu percobaan tidak
berfaedah karena sasaran, objek kejahatan, cara atau alatnya tidak mungkin
dapat merealisasikan kejahatan tersebut, misalnya:
1.
R hendak
membunuh P
R
menembak P dengan sebuah pistol, tetapi pistol tersebut tidak berisi peluru
2.
X hendak
membunuh Y
X
menembak Y tetapi ternyata sebelum ditembak Y telah meninggal dalam hal ini X
menembak mayat Y.
Hal diatas dalam ilmu hukum pidana
disebut percobaan yang absolute tidak berfaedah. Namun, menurut teori
subjektif, karena si pelaku ternyata telah mempunyai kehendak berbuat jahat, ia
pun harus dijatuhi hukuman. Akan tetapi teori objektif mengutarakan bahwa
apabila pelaku tersebut sama sekali tidak mungkin merealisasikan kehendak jahatnya,
ia tidak dapat dihukum.
F.
Percobaan yang
Tidak Diancam dengan Sanksi
Tidak semua percobaan melakukan
kejahatan diancam dengan sanksi, ternyataKUHP mencantumkan hal tersebut dengan
membuat rumusan bahwa percobaan untuk melakukan tindak pidana tertentu tidak
dapat dihukum, antara lain:
1.
Pasal 184 ayat 5
KUHP, percobaan melakukan perkelahian tanding antara seseorang lawan seseorang
2.
Pasal 302 ayat 4
KUHP, percobaan melakukan penganiayaan ringan terhadap binatang
3.
Pasal 351 ayat 5
KUHP dan pasal 352ayat 2, percobaan melakukan penganiayaan dan penganiayaan
ringan.
4.
Pasal 54 KUHP,
percobaan melakukan pelanggaran, tdak boleh dihukum
G.
Percobaan
sebagai Delik Tersendiri
Hal ini bermakna bahwa percobaan
disamakan dengan delik. Dala KUHP dirumuskan bahwa percobaan merupakan delik,
antara lain:
1.
Pasal 104-107,
139 a, dan 139 b KUHP yakni mengenai makar. Hal ini dirumuskan dalam pasal 87
KUHP yang berbunyi:
“Dikatakan
ada makar untuk melakukan suatu perbuatan apabila niat untuk itu sudah nyata
dengan permulaan melakukan perbuatan itu, seperti dimaksud dalam pasal 53,”
2.
Pasal 110, 116,
125, dan 139 c KUHP yakni tentang permufakatan jahat. Hal ini dirumuskan dalam
pasal 88 KUHP yang berbunyi:
“Dikatakan
ada permufakatan jahat apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan
melakukan kejahatan itu.”
H.
Perbuatan
Persiapan sebagai Delik
Perbuatan persiapan yang secara umum,
pelakunya tidak dapat dihukum. Namun, pada pasal 250,261, dan pasal 275 KUHP
dirumuskan sebagai delik. Untuk Jelasnya perlu dicermati. Pasal-pasal tersebut
yakni:
1.
Pasal 250 KUHP
yang berbunyi:
“Barangsiapa
membuat atau menyediakan bahan atau barang yang diketahuinya bahwa itu
disediakan untuk meniru, memalsukan,atau mengurangi harga mata uang, atau
meniru memalsu uang kertas negeri atau uang kertas bank, dihukum penjara
selama-lamanya enam tahun….”
2.
Pasal 261 KUHP
yang berbunyi:
“Barangsiapa
menyimpan bahan atau benda yang dikeyahuinya bahwa diperuntukkan untuk
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 253 atau dalam
pasal 260 bis berhubung dengan pasal 253 diancam….”
3.
Pasal 275 KUHP,
bunyinya:
(1) Barangsiapa
menyimpan bahan atau barang yang diketahuinya akan digunakan untuk salah satu
kejahatan diterangkan dalam pasal 264, No. 2-5, dihukum.,….”[4]
I.
Sanksi Terhadap
Percobaan
Hal ini diatur dalam pasal 53 ayat 2 dan
ayat 3 yang berbunyisebagai berikut.
(2) Maksimum
hukuman pokok atas kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan
sepertiga.
(3) Kalau
kejahatan itu diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka
dijatuhkan hukuman penjara paling lama lima belas tahun.
Hukuman Bagi percobaan sebagimana diatur
dalam pasal 53 ayat 2 dan ayat 3 KUHP dikurangi sepertiga dari hukuman pokok
maksimum dan paling tinggi lima belas tahun penjara.[5]
Kesimpulan
Percobaan yang dalam bahasa Belanda
disebut poging menurut doktrin adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai
tetapi belum selesai atau belum sempurna. Pengertian percobaan dalam pasal 53
KUHP ditentukan bahwa, pertama mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri
Unsur-Unsur Percobaan menurut Pasal 53
ayat (1) KUHP, yaitu:
1.
Niat
2.
Permulaan
Pelaksanaan ( Begin Van UItvoering)
3.
Pelaksanaan itu
tidak selesai
4.
Tidak selesai
bukan semata-mata karena kehendak sendiri.
Rujukan:
Maramis, Frans. 2013. Hukum Pidana
Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Marpaung, Leden. 2006. Asas-Teori-Praktek
Hukum Pidana Jakarta: Sinar Grafika
Prasetyo, Teguh. 2012. Hukum Pidana.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Prodjodikoro, Wiryono. 2011. Asas-Asas
Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)