Monday, August 6, 2018

Hukum Kebiasaan / Customary Law


A.    Pengertian Kebiasaan
Menurut Prof.Dr. Sudikno SH Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap ,ajeg, lazim  ,normal, atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu[1]. Sedangkan menurut istilah kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat yang selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa sehingga masyarakat beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian. Jika tidak berbuat demikian merasa berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan pelanggaran terhadap hukum.Namun demikian tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yamng baik dan adil. Oleh karena itu belum tentu kebiasaan itu pasti menjadi sumber hukum.
Jadi kebiasaan-kebiasaan yang baik dan diterima masyarakat sesuai dengan kepribadian masyarakat yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sebaliknya, ada kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, tidaka akan menjadi hukum kebiasaan masyarakat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu.[2]
1.      Syarat materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu.(longa et invetarata Consuetindo)
2.      Syarat Intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinion necessitasis)
3.      Adanya akibat hukum apabila hukum itu dilanggar.

Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia .[3]
Hukum Kebiasaan adalah himpunan kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan perundang-undangan dalam suasana “werkelijkheid” (kenyataan) ditaati juga karena orang sanggup menerima kidah-kaidah itu sebagai hukum dan telah ternyata kaidah-kaidah itu dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat lain yang tidak termasuk lingkungan badan-badan perundang-undangan.Umumnya para sarjana hukum yang mengikuti suatu pelajaran klasik, beranggapan supaya hukum kebiasaan ditaati,maka ada dua syarat yang dipenuhi[4].
1.      Sesuatu perbuatan yang tetap dilakukan orang
2.      Keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupaka suatu kewajiban (opinion necssitasis)

B.     Kebiasaan Sebagai Sumber Hukum
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang, yakni.
1.      Pasal 15 AB berbunyi :
“Selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan , maka kebiasaan merupakan hukum kecuali apabila undang-undang menetapkan demikian”.
Pasal tersebut bermakna kebiasan itu diakui apabila undang-undang menunjukkan atau dengan kata lain hakim tidak perlu mempergunakan kebiasaan apabila undang-undang tidak menunjuknya.
2.      Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi :
“Perjanjian tidak hanya mengikat ubtuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal diatas menunjukkan bahwa kebiasaan harus diperhatikan oleh pihak-pihak dalam pembuatan perjanjian meskipun terdapat asas kebebasan(beginselen der verdragsvrijheid)yang tersimpul dalam pasal 1339 ayat 1 KUH Perdata. Pasal ini menegaskan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
3.      Pasal !347 KUH Perdata berbunyi
Hal-hal yang mnurut kebiasaan selamnya diperjanjika, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan,
4.      Pasal 1346 KUH Perdata berbunyi
Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat
5.      Pasal 1571 KUH Perdata berbunyi
Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka perjanjian sewa-menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan,melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
6.      Pasal 22 AB berbunyi
Hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, da[pat dituntut karena menolak untuk mengadili.
7.      Pasal 14 UU No.14 tahun 1970 yang berbunyi
Pengadilan tidak boleh menolak unuk memeriksa suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Dari kedua pasal terakhir diatas tersebut bahwa hakim harus memeriksa dan memutuskan perkara sekalipun hukumnya tidak jelas, tidak lengkap ini berarti bahwa ia tidak terikat pada undang-undang, sehingga dalam hal ini kebiasaan mempunyai peranan yang penting.Dengan demikian kebiasaan di Negara kita merupakan sumber hukum dan kebiasaan dapat menjadi hukumkebiasaan.

C.    Perbandingan Antara Hukum Kebiasaan Dengan Undang-Undang
1.      Kelemahan hukum Kebiasaan
a.       Hukum Kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat dirumuskan secara jelas dan paa umumnya sukar menggantinya
b.      Hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena hukum kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam
2.      Persamaan antar hukum kebiasaab dengan undang-undang
a.       Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat di dalam masyarakat.
b.      Kedua-duanya merupakan perumusan kesadaran hukum suatu bangsa
3.      Perbedaan antara kebiasaan dengan undang-undang
a.       UU merupakan keputusan pemerintah yang dibebankan pada orang , subyek hukum.Kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan.
b.      UU lebih menjamin kepastian hukum daripada hukum kebiasaan.
4.      Penyelesaian dalam konflik antara hukum kebiasaan dengan undang-undang
Kalau UU itu berisi ketentuan yang bersifat memaksa dan bertentangan dengan hukum kebiasaan, maka UU mengalahkan hukum kebiasaan. Sebaliknya apabila UU itu bersifat pelengkap maka hukum kebiasaan mengesampingkan UU.


D.    Hubungan Hukum Kebiasaan dengan Hukum Adat
Hukum adat itu termasuk dalam hukum kebiasaan . Kata adat berasal dari bahasa arab yang maksudnya kebiasaan.Istilah adat ini dalam perkembangannya memunculkan hukum adat.Hukum adat merupakan hukum tak tertulis disebut juga hukum tradisional dan sudah menjadi kepribadian bagi bangsa.
Hukum adat adalah terjemahan dari “adatrecht” yang untuk pertama kali diperkenalkna oleh Snouck Hurgronyedalam bukunya de Acehers pada tahun 1893 kemudian dipergunakan oleh Van Vollenhoven yang dikenal sebagai penemu hukum adat dan penulis buku Het Adatrecht Van Nederlandsch-Indie[5]
Adat istiadat adalah peraturan-peraturan kebiasaan social yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib.Adat-istiadat itu sebagai peraturabn sopan santun yang turun-temurun. Pada umumnya adat-istiadat bersifat agak sacral (sesuatu yang suci) serta merupakan tradisi.[6]
Perbedaan antara kebiasaan dan adat adalah asal adat bersumber agak sakral berhubungan dengan tradisi yang telah turun temurun.Sedangkan kebiasaan wilayah berlakunya biasanya belum/ tidak merupakan tradisi sebagian besar hasil akulturasi timur dengan barat yang belum diresepsi sebagai tradisi.





DAFTAR PUSTAKA


Soeroso.1996.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta:Sinar Grafika

Mertokusumo,Sudikno.1986.Mengenal Hukum.Yogyakarta:Liberty

Utrecht.1984.Pengantar Dasar Hukum Indonesia.Jakarta

Wignyodipuro, Surojo.1973.Pengantar ilmu hukum .Bandung:Alumni




[1] Mertokusumo,Sudikno.Mengenal Hukum,(Yogyakarta:Liberty,1986) h.82
[2] Mertokusumo,Sudikno.Mengenal Hukum, h.84
[3] Utrecht,Pengantar Dasar Hukum Indonesia,(Jakarta,1966) h.120-122
[4] Utrecht,Pengantar Dasar Hukum Indonesia, h.121
[5] Mertokusumo,Sudikno.Mengenal Hukum, h.86
[6] Wignyodipuro,Surojo,Pengantar Ilmu Hukum,(Bandung:Alumni ,1974) h.59

No comments:

Post a Comment