Monday, August 6, 2018

Perkawinan Manusia

Buah atribut ilahi. “atribut” (shifah) adalah juga bentuk feminim. JIka kamu ingin mengatakan (bahwa dia muncul) dari kekuasaan ilahi. “kekuasaan“ (qudrah) adalah juga bentuk feminism. Ambil posisi apa saja yang kamu inginkan. Kamu akan menemukan bahwa bentuk feminin mendapatkan prioritas.Bahkan ketika mereka menyatakan bahwa Tuhan merupakan penyebab dari kosmos. Karena penyebab (illat) adalah bentuk feminin.
            Jandi meringkaskan makna penting dari pembahasan ini dengan satu tulisan panjang yang ditulis kembali dengan penjelasan sedikit lebih banyak oleh Kasyani. Kedua pengarang itu melihat akar dari semua yang dan yin dalamrealitas tak terbatas, atau esensi tuhan, yang sekaligus aktif dan reseptif terhadap aktivitas.
            Tulisan ini merupakan salah satu pembahasan yang sulit dipahami diantara seluruh ulasan-ulasan Fushush. Sbagian terjemahan dari tulisan itu mengikuti Kasyan. Namun, bagian-bagian dalam tandakurung () mengikuti versi asliJandi karena saya mendapatinya lebih jelas disbanding Kasyani.
            Sang Syeikh mengatakan bahwa nabi membuat gender femini mendminasi gender maskulin. Meskipun dia adalah yang paling faih diantara orang-orang Arab asli. Nabi melakukan hal ini sebab dia menaruh perhatian besar untuk memberikan hak segala sesuatu, setelah mencapaibatasan paling jauh dari pembenaran realitas-realitas.
            Alasan untuk ini adalah bahwa asal usul dari segala sesuatu disebut “Induk” (umm) sebab cabang-cabangitu tumbuh dari induknya. Tidaklah kalian tahu bahwa Tuhan berfirman , “ Bertawakallah kpada Tuhn mu yang menciptakan dar sat jiwa dan darinya (Perempuan) Dia menciptakan tentang pasangannya dan dari keduanya berkembangbiak banyak pria dan wanita (QS 4:1) “kaum wanita” adalah bentuk femini, sementara jiwa dari mana pennciptaan terjadi adalah juga feminine. Dengan cara yang sama, aar dari segala akar, yang diluar itu tidak ada yang diluar lagi , disebut Realitas  (yang meruakan bentuk feminin). Hal yang sama berlaku juga dalam “Entitas” dan  “Esensi” semua kata-kata ini adalah feminine.
            Dengan membuat yang feminine mendominasi yang maskulin. Nabi ingin menunjukkan kedudukan kaum wanita. Mereka mencakup makna akar dari mana segala sesuatu menumbuhkan cabang. Hal yang sama juga berlaku untuk alam atau yang lebih tepat Realitas , meskipun Realitas adalah bapak dari segala hal sebab dia (wanita) merupakan Wakil Mutak, Dia adalah juga sang Induk. Dia menyatukan aktivitas dan penerimaan aktivitas. Maka dia identik dengan lookus penerima aktivtas dalam bentuk lokus itu, dan dia identik dengan yang aktif dalam bentuk aktif itu. Realitasnya sendiri menuntut agar dia menyatukan entifikasi dan non-entifikasi. Maka dia menjadi terentifikasi melalui setiap entifikasi pria atau wanita, sebagaimana dia tak terbandingkan dengan setiap entifikasi.
            Dalam kaitan dengan entifikasi-Nya melalui entifikasi pertama. Dia merupakan satu entitas yang menuntutkesetaran dan keseimbangan antara aktivitas dan penerimaan aktivitas , manifestasi dan non-manifestasi. Dalam kaitan dengan menjadi non manifest di dalam setiap bentuk. Dia dalah yang aktif, sementara dalam kaitan denagan menjadi manifes.Dia menerima aktivitas. Ini seperti penjelasan mengenai ruh yang menguasai tubuh.
            Entifikasi pertama dapat dapat disaksikan selama ia terwujud dalam esensinya sendiri melalui non-entifikasi dan non-delimitasi dari esensi itu. Sebab entifikasi dalam esensinya sendiri. Harus didahului oleh non-entifikasi. Realitas mengingat bahwa dia adalah dia, teraktualisasi dalam setiap benda yang terentifikasi. Maka entifikasi ini menuntut bahwa ia didahului oleh non-entifikasi. Atau yang lebih tepat,setiap entifikasi, daam kaitan dengan Realitas dan pengabaian delimitasi adalah tidak terbatas. Maka sesuatu yang terentifikasi didukung dan ditopang oleh yang tidak dibatasi. Dalam kaitan dengan akar yang tidak dibatasi. Ia menerima aktivitas dan membuat akar terwujud. Dan akar itu aktif di dalamnya dan tersembunyi,. Maka ia menjadi lokus untuk menerima aktivitas karena menjadi terentifikasi di dalam dirinya sendiri setelahtidak dibatasi, meskipun entitasnya adalah satu.
            Sedangkan mengenai non-entifikasi, jika kita mempertimbaangkan-Nya dalam pengertian yang menegaskan entifikasi, maka pengetahuan tentang itu tergantung pada entifikasi. Tanpa entifikasi, non-entifikasi tidak dapat diaktualisasikan dalam pengetahuan. Maka dalam pengetahuan, non-entifikasi menerima aktivitas dari entifikasi dan aktualisasi dari sesuatu yang terentifikasi melalui entifikasi pertama.
            Jika kita pertimbangkan Realitas yangv tidak dibatasi baik oleh entifikasi maupun non-entifikasi. Maka dia memilki keutamaan dibandingkan keduanya. Keduanya entifikasi dan non-entifikasi dalam pengertian negasi didahului oleh Realitas dan menerima aktivitas-Nya, sebab keduanya adalah hubungan yang dimilki oleh-Nya secara setara.
            ( maka baik aktivitas maupun penerimaaan aktivitas ditetapkan untuk entifikasi pertama. Dan sesuatu yang menjadi terentifikasi di dalamnya).
            Melalui entifikasi pertama, realitas membiarkan non-maifestasi dari Esensi-Nya menjadi terwujud didalam penampakan-Nya yang pertama dan terbesar. Masing-masing dari lima turunan itu merupakan manifestasi Dari sustu non-manifestasi, atau sesuatu yang terlihat dari yang tak terlihat. Untuk mengentifikasi dan membatasi yang tidak dibatasi, masing-masin lokus manifestasi dan pengungkpan diri bertindak terhadap yang tak dibatasi. Maka dalam hal ini benarlah jika dikatakan bahwa benda yang terentifikasi dan entifikasi menjalankan aktivitas dan efektifitas di dalam Realitas.
            Maka kemanapun Realitas bergerak dan dalam wajah manapun dia terwujud. Dia memiliki aktivitas dan penerimaan aktivitas, kebapakan dan keibuan. Maka benarlah Jiak kita berikan gender femini pada Realitas, Entitas, dan Esensi. Namun Barzakh yang mahaluas, yaitu Adam yang sejati berdiri diantara kedua bentuk femini itu.
            Kasyani mengakhiri pembahasan ini setelah mengemukakan penjelasan ringkas tentang kata-kata femini lain yang disebutkan dalam Teks IbnAl-‘Arabi. Namun Jandi terus mengembangkan sifat saling melengkapi dari yin dan yang yang terdapat dalam Realitas, yang diri-Nya merupakan dimensi batin dari Barzakh mahaluas yang dikenal sebagai manusia.Sebab manusia yang diciptakan dalam citra tuhan, menyatukan di dalam hakikat paling batiniah mereka, setiap sifat yang ada dalam realitas dengan cara yang sangat serasi. Mereka mewujudkan dua tangan tuhan. Maka dalam eksistensi lahiriah mereka, sampai batas dimana mereka mencapai kesempurnaan dari keadaan manusiawi merek, mereka menjadi wajah Tao, Jandi melanjutkan.
            Hendaklah kalian menyadari bahwa Realitas akar, yang meruakan asal usulrealitas manusia. Menerima melalui Realitas-Nya sendiri aktivitas dan penerimaan aktivitas, manifestasi dan juga nonmanifestasi. Sebab sesungguhnya, hubungan-hubungan ini merupakan modalitas-modalitas dari Esensi-Nya sendiri. Maka mereka tidak berubah atau menghilang. Realitas mahaluas yang satu ini, menuntut realitas Barzakh yang menyatukan non-delimitasi dan delimitasi , entifikasi dan non-entifikasi , manifestasi dan non-manifestasi, aktivitas dan peneriman aktivitas. Realitas-Barzakh manusia menerima aktivitas dari Entitas antara Entifikasi pertama dan non-entifikasi  dari esensi. Dia (Realitas-Barzakh) menyatukan keduanya seraya menjaga agar mereka tetap terpisah. Dia menjadi terwujud melalui tiga serangkai. Bentuk tunggal pertama, yang merupakan asal-usul konfigurasi Nabi dan akar dari eksistensinya.
            Bentuk feminin adalah penggambaran dari apa yang menerima aktivitas dalam esensinya. Dengan cara yang sama bentuk maskulin merupakan sifat dari sesuatu yang aktif. Situasi actual berdiri diantara yang nyata, yang non-manifes atau manifest dan seorang makhlu, juga yang non-manfes atau manifest, didalam kedua kedudukan dari kepertamaan dan keterakhiran dan dengan dua hubungan dari manfestasi dan non-manifestasi aau ketidakterlihatan dan keterlihatan. Namun Realitas adalah satu dalam seluruhnya. Dan aktivitas dan penerimaan aktivitas dimilki oleh esensi-Nya yang sesungguhnya dan yang sebenarnya dalam semua hubungan ini manifestasi dan non-manifestasi, ketidakterlihatan dan keterlihatan, kamkhlukan dan kenyataan, Tuaha dan hamba dalam kaitannya dengan kesaan Enttas.
            Maka Barzakh mahaluas itu aktif diantara dua hal yang menerima aktivitas, seperti gender maskulin diantara dua gender feminine,Nabi membuat misteri-misteri dan realitas-realitas ini terwujud dalam kaitan dengan telah diberikannya “kata-kata mahaluas” di semua kata-kata dan tindakannya. Demikian pula dia mempertimbangkan bentuk tunggal dalam segala benda. Maka dia memberikan prioritas pada bentuk feminine sejati yang dimiliki oleh Esensi, Realitas, Entitas, Ilahiyah, Ketuahan, Atribut, dan penyebab tergantung pada keragaman sudut pandang dan pertimbangan. Dia juga meletakkan gender feminine di tempat terakhir melalui “sholat” dan dia menempatkan parfum yang “maskulin” diantarakedua bentuk femini itu.Jadi betapa besarnya pengetahuan yang dimilkinya mengenai realitas-realitas, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh! Ketahuilah ini, sebab pembahasan-pembahasan ini, meskipun telah berulangkali dikemukakan dalam buku ini, sangat sulit untuk dipahami oleh oran apabila Realitas belum diungkapkan kepada mereka.

Nasihat Rohani

            Bagian-bagian tulisan yang telah dikemukakan diatas metinya dapat menjelaskan bahwa Ibn Al-‘Arabi dan banyak pengikutnya memandang Realitas mutlak sebagai yin yang dominan dengan cara yang sama dengan konsepsi Taois dalam Tao.Maka, meskipun esensi melampaui segala perbedaan, ereka memandang “it” sebagai “she” personal, buakn “it” yang impersonal sebagiman pengertiannya dalam tata bahasa inggris. Ibn Al-‘Arabi mengemukakan konsekuensi praktis dari bentuk femini ilahiah ini seraya menjelaskan pentingnya menyebut Tuhan dengan kata ganti orang kedua tunggal ketika mengutip surat Al-Fatihah. DIa mengatakan bahwa orang-orang tidak mempunyai pilihan kecuali memohon kepada Tuhan melalui doa, entah mereka mengguanakan kata ganti maskulin atau femini dalam melakukan hal itu. “Sebab” dia berkata , “saya kadang-kadang menggunakan kata ganti feminine ketika menyebut nama Tuhan , Dengan mengingat Esensinya lagi-lagi ini bukan berarti bahwa Ibn Al-Arabi menganjurkan orang untuk menyebut nama Tuhan dalam bentuk feminine; Dia semata-mata berkata bahwa melakukan hal itu merupakan suatu kemungkina, asalkan kita memahami alas an-alasan kuat yang mendorong kita untuk melakukannya. Namun Dia jelas tidak akan menyarankan bentuk penyebutan ini, sebab hal itu berkitan dengan bidang yang sangat sensitif yang dibahas dalam bagian-bagian Fushush yang baru saja dikutip.
            Saya akan menutup babini dengan mengingatkan pembaca tentang konteks ajaran-ajaran Ibn Al-‘Arabi tentang wanita sebagai citra tuhan. Ibn Al-‘Arabi tidak menulis Futuhat atau Fushush Al-Hikam untuk sembarang orang. Dia menunjukkan buku-bukunya itu kepada orang-orang yang menganggap kesempurnaan ruhani sebagai tujuan hidup mnusia. Ajaran-ajarannya terutama tidak bersifat teoritis atau filosofis, tidak soal betapa abstrak atau tidak relevannya mereka di mata sebagian orang. Di tengah berusaha memetakakn kosmos dan jiwa sehingga para praktisi yang serius dari disiplin ini dapat mencapai tujuan menyatu dengan Tuhan.
            Pendeknya, ajaran-ajaran Ibn Al-‘Arabi mengenai makna ruhaniah dari seksualitas merupakan petunjuk bagi sedikit orang yang mempunyai keunggulan intelektual dan ruhani dalam mempraktikannya. Untuk orang-orang awam, dia tidak mempunyai resep khusus di luar ajaran-ajaran syariah mengenai hubungan manusia; dengan kata lain, dia menerima orientasi “Patriarkhal” dari ajaran-ajaran islam yang menekankan perbedaan dan kemustahilan Tuhan untuk diperbandingkan. Tetapi dia mempunyai nasihat lebih lanjut bagi mereka yang berusaha sungguh-sungguh untuk menyatukan seluruh dimensi eksistensi mereka sendiri ke dalam yang Nyata. Orang-orang semacam itu hendaknya mengakui bahwa kesamaan dan keserupaan Tuhan dengan kosmos memungkinkan adanya penilaian yang sepenuhnya positif atas dimensi-dimensi feminin dari realitas.
            Ibn Al-‘Arabi menyediakan bab terakhir Futuhat, salah satu bab yang yang lebih panjang dalam buku itu, untuk menasihati para musafir ruhani. Disana dia menjelaskan betapa semua diskusi “abstrak” dalam karya-karyanya dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan. Dalam satu bagian dia berbicara tentang cobaan-cobaan yang dihadapi orang dalam keseharian mereka. Dia mencatat beberapa ayat Al-Qur’an, seperti QS. 64: 14-15: “ Hai orang-orang beriman, sesungguhnya diantara istri-istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka berhati-hatilah terhadap mereka… Sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah cobaan belaka.”Menghadapi cobaan berarti diuji, dan pemberi cobaan itu adalah Tuhan. Ibn Al-‘Arabi menyebutkan empat rahmat ilahi melalui mana kaum pria dicoba; kaum wanita, anak-anak, kekayaan, dan kedudukan. Dia menyediakan beberapa halaman untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat lulus dari ujian setelah diberi satu atau lebih rahma-rahmat ini. Ujian pertama yang dihadapinya adalah dengan kaum wanita. Di sini kita melihat pernyataan-pernyataan gamblang tentang penerapan praktis dari apa yang dikatakannya di tempat-tempat lain dalam karyanya yang membicarakan tentang hubungan seksual manusia.
            Hendaknya kamu berpaling kepada Tuhan ketiak menghadapi cobaan-cobaan, sebab “ Tuhan mencintai setiap orang yang sedang menghadapi cobaan dan berpaling kepadanya. “Demikian dikatakan oleh Rasulullah, Dan Tuhan berfirman, “ Dia menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengujimu, siapa diantaramu yang lebih baik amal perbuatannya. “( QS 67: 2). Cobaan dan ujian mempunyai makna yang sama, yang tidak lain dari ujian bagi umat manusia dalam perbuatan mereka. “ Ini sungguh-sungguh cobaan dari engkau. “ yaitu ujianmu, “ dengan engkau biarkan sesat sipa saja yang engkau kehendaki,”yaitu engkau bingungkan dia, “dan engkau beri petunjuk orang-orang yang engkau kehendaki, “ ( QS. 7: 155) , yaitu engkau lapngkan jalan bagi orang-orang itu di tengah-tengah cobaan yang dihadapi.
            Cobaan yang paling besar adalah kaum wanita, harta, anak-anak, dan kedudukan keempat-empatnya. TUhan menguji hambanya dengan kesemua ujian tersebut atau dengan salah satu diantaranya. Jika hamba itu bertidak benar ketika cobaan diarahkan padanya, berpaling kepada Tuhan ketika menghadapinya, tidak berhenti dengannya dalam kaitan dengan entitasnya, dan menganggapnya sebgai rahmat melalui mana Tuhan mencurahkan rahmat kepadanya, maka Tuhan pun akan mencurahkan rahmat melaluinya. Jadi hamba itu mengembalikan cobaan itu kepada Tuhan dan berdiri tegak dengan penuh rasa syukur, seperti yang diperintahkan Tuhan kepada nabi-Nya, yaitu Musa . Tuhan berfirman kepada Musa, “ Wahai Musa, bersyukurlah kepada-Ku dengan rasa syukur yang sesungguhnnya.” Musa bertanya, “Tuhanku apakah rasa syukur yang sesungguhnya itu?” Tuhan berfirman kepadanya, “ Musa ketika kamu menganggap semua rahmat datang dari-Ku maka itulah rasa syukur yang sesungguhnya. “
            Sedangkan mengenai cobaan dengan kaum wanita, bentuk dari kembali kepada Tuhan dengan mencintai mereka adalah bahwa keseluruhan mencintai bagiannya dan merindukannya. Mak keseluruhan itu mencintai hanya dirinya sendiri. Sebab wanita, pada dasarnya, diciptakan dari pria dari tulang rusuknya yang pendek. Maka dalam kaitan dengan diri pria. Wanita ditempatkan pada bentuk dariman Tuhan menciptakan manusia sempurna, yaitu bentuk dari yang Nyata. Maka yang Nyata menjadikannya lokus pengungkapan bagi pria. Ketika sesuatu menjadi lokus pengungkapan bagi sesuatu yang lain, dia hanya melihat dirinya sendiri dalam bentuk itu.. Ketika priaa melihat bentuknya sendiri pada wanita ini, cintanya kepada wanita dan kecenderungannya terhadap mereka menjadi semakin beesar, sebab mereka merupakan bentuknya sendiri. Pada saat yang sama, telah menjadi jelas kepadamu bahwa bentuk pria merupakan bentuk dari yang Nyata yang dimunculkannya. Maka melihat hanya yang Nyata, namun dengan nafsu cinta dan kegembiraan dalam penyatuan. Pria menjadi hilang di dalam diri wanita dengan kehilangan yang nyata dan cinta sejati. Pria bersesuaian dengan wanita melalui keserupaan . Maka pria menjadi hilang dalam diri wanita , sebab tidak ada bagian dari diri pria yang tidak ada dalam diri wanita. Cinta dapat meresap ke seluruh bagian diri pria sedemikian rupa sehingga dia mencurahkan seluruh dirinya untuk wanita. Itulah sebabnya pria menjadi hilang dalam yang menyerupai dirinya dengan kehilangan yang sempurna, bertentangan dengan cintanya pada sesuatu yang tidak merupakan keserupaannya.
            Dengan kata lain, seorang manusia dapat sepenuhnya terserap dalam cinta kepada manusia lainnya (atau dalam cinta kepada Tuhan), namun tidak dalam cinta kepada makhluk ciptaan lainnya. Ibn Al-‘Arabi mengemukakan soal ini secara jelas dalam konteks yang lain.

Tanggapan :

            Pada dasarnya setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan berpasang-pasangan, antara laki-laki dan perempuan. Dalam ikatan resmi perkawinan antara keduanya, seolah-olah wanita adalah objek aktivitas dengan kata lain pasif. Ini sungguh berbeda dengan pria yang sebagian besar memiliki sikap yang aktif. Dari sudut penciptaan memang terlihat bahwa Ibu Hawa tercipta dari sebagian kecil tulang rusuk Adam. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang kemunculan generasi manusia seorang wanita lebih memiliki tempat yang lebih tinggi daripada seorang pria.
            Konsep gender memang telah ada sejak dahulu, ini adalah sebuah problematika yang pelik, dan senantiasa berlanjut hingga dewasa ini. Pada Zaman Jahiliyah sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi seorang Rasul derajat seorang wanita sangatlah rendah, Seorang bapak tidak segan-segan membunuh anak perempuannya karena malu kepada sukunya. Mindset seperti inilah yang harus segera kita ubah di masa kini. Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW ditanya tentang siapa orang yang paling dicintainya. Beliau menjawab Umi, sebanyak tiga kali. Barulah yang keempat ia menjawab Abi. Ini menunjukkan derajat Umi atau Ibu lebih tinggi dari seorang bapak atau abi dari segi pengembangan generasi manusia.
            Dalam menjalin cinta kasih antara keduanya baik laki-laki dan perempuan haruslah paham dan mengerti makna cinta yang sebenarnya. Tatkala terjadi proses fertilisasi reproduksi dalam pengembangan generasi antara perempuan dan laki-laki haruslah seimbang. Memang jika kita memandang seorang manusia pada mulanya diciptakan oleh Allah SWT. Tetapi sebagai seorang insan manusia sudah selayaknya sepasang laki-laki dan perempuan berperan sesuai kadarnya masing-masing dalam menjalankan amanat yang telah diberikan Tuhan kepada kita agar keadilan dalam menjalin hubungan tercipta dengan selaras dan seimbang.
            Satu hal yang menjadi sebuah nasihat yang perlu kiranya diterapkan bagi manusia yang hendak menjalin hubungan dengan lain jenis. Seorang pria harus mampu dalam memilih dan menentukan seorang wanita idaman yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dari sudut pandang agama Islam kriteria seorang wanita yang ideal, adalah baik agamanya, rupanya, hartanya, dan nasab / keturunannya. Pemilihan bobot, bibit, dan bebet akan menentukan baik dan buruknya generasi berikutnya.
            Dalam menjalani kehidupan seringkali sebuah pasangan suami istri akan mengalami kegoncangan-kegoncanagan yang luar biasa. Mulai dari masalah kecil hingga masalah besar dan solusi senantiasa berkecamuk di dalamnya. Menurut Ibn al-Araby menyebutkan bahwa ada empat rahmat illahi melalui mana kaum pria akan dicoba, pertama kaum wanita, kedua anak-anak, ketiga kekayaan, dan keempat adalah kedudukan. Pernyataan Ibn al-Araby hendaknya mendapatkan point dan perhatian khusus bagi seorang pria.
            Pernyataan bersyarat dalam ungkapan Ibn al Araby tentang cobaan insan suami istri adalah semacam bentuk aktualisasi dan manifestasi dari apa yang telah terjadi sebelumnya di masa lalu.

No comments:

Post a Comment