BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak
pemikiran-pemikiran para filsuf pada masa kuno,klasik,pertengahan, dan modern
yang berusaha memberikan hakekat sesuatu materi.Materi yang menjadi objek
kajian filsafat yaitu:alam.tuhan,dan manusia.Seiring dengan perkembangan masa
maka bermunculanlah para ahli di bidang filsafat mulai masa kuno-modern.Mereka
mendefinisikan sesuatu berdasarkan falsafah mereka masing-masing yang
senantiasa mengalami perkembangan dari masa ke masa.Selalu mengalami
perkembangan pemikiran dalam mencapai kebijaksanaan ilmu filsafat.Dari beberapa
filsuf salah satunya yaitu Gottfried
Wilhelm Von Leibniz(tokoh filsafat modern).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat memunculkan berbagai rumusan:
1.
Siapakah gottfried Leibniz?
2.
Apa saja hal-hal yang mempengaruhi pemikirannya?
3.
Bagaimana pemikiran Gottfried Leibniz?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui secara jelas pemikiran-pemikiran Gottfried Leibniz.
2.
Dapat mempraktekkan pemikiran-pemikiran Gottfried Leibniz secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Menjadi suatu referensi dalam berbagai pnuk\lisan ilmiah,utamanya
matematika.
BAB II
A.
Profil Singkat
Gottfried Wilhelm Von Leibnis
1.
Masa Kecil Leibniz
Gottfried
Wilhelm Von Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli 1646 di Leipzig,Sachen, Jerman. Dia
adalah Putra dari Friedrich Leibniz, seorang professor filsafat moral di
Leipzig, Jerman.Ibunya bernama , Catharina Schmuck, anak seorang pengacara dan
ia adalah istri ketiga Friedrich Leibniz. Ayah Gottfried W. Leibniz meninggal
dunia ketika ia berumur 6 tahun dan ia dibesarkan oleh ibunya. Nilai moral dan
religius memegang peranan penting dalam kehidupan dan falsafah hidupnya.Dia
beragama kristen yang taat dalam beribadah.Pada usia 7 tahun, Leibniz memasuki
sekolah Nicolai di Leipzig. Walaupun ia belajar bahasa latin di sekolah, namun
jauh lebih maju bahasa Latin yang ia pelajari sendiri di rumah.Selain itu ia
juga mempelajari beberapa bahasa Yunani pada usianya yang ke-12 tahun. Leibniz
tampaknya telah termotivasi oleh keinginan untuk membaca buku-buku ayahnya.
Secara khusus ia membaca buku metafisika, teologi dan buku-buku dari kedua
penulis Katolik dan Protestan
Pada tahun
1661, di usia ke-14 tahun, Leibniz masuk ke Universitas Leipzig. Sebuah usia
dini yang luar biasa bagi siapa pun untuk memasuki universitas, menurut standar
waktu itu dia cukup muda, tetapi masih ada orang lain yang usianya sama.
Pelajaran yang diperoleh Leibniz di Universitas Lepzig diantaranya filsafat dan
matematika. Ia lulus dengan gelar Sarjana Muda di tahun 1663 dengan thesis De
Principio Individual (Pada Prinsip Individu).
2.
Perjalanan Hidup Leibniz
Pada tahun
1663 Leibniz pergi ke Jena.Disana ia bertemu dengan profesor matematika bernama
Erhard Weigel,beliau adalah seorang
filsuf. Melalui Erhard Weigel, Leibniz mulai memahami pentingnya metode bukti
untuk mata pelajaran matematika seperti logika dan filsafat. E. Weigel percaya
bahwa nomor adalah konsep dasar alam semesta dan ide-ide Leibniz memiliki
pengaruh yang cukup besar.
Pada bulan
Oktober tahun 1663,ia kembali ke Leipzig untuk memulai study menuju gelar Master di bidang
hukum. Leibniz dianugerahi gelar Master’s Degree dalam filsafat untuk disertasi
yang menggabungkan aspek-aspek belajar filsafat dan hubungan hukum. Selain
itu,dalam disertasinya ia juga menambahkan ide-ide matematika yang dia pelajari dari E.
Weigel.Setelah mendapat gelar Master di bidang hukum, Leibniz bekerja
dihabilitasinya pada bidang filsafat. Karyanya akan diterbitkan pada tahun 1666
sebagai Dissertatio de Artc Combinatoria (Disertasi pada Kombinatorial Seni).
Dalam karya ini Leibniz berusaha memunculkan pemikiran-pemikirannya yang bertujuan
untuk mengurangi semua penalaran dan penemuan untuk mengkombinasikan unsur-unsur dasar,misalnya huruf,angka,suara,dan
warna
Meskipun
Leibniz diakui reputasinya dan mendapatkan beasiswa di leipzig, ia menolak
mendapatkan gelar Doktor dalam bidang hukum di Lepzig. Hal ini dikarenakan usianya yang relatif masih muda mendapatkan gelar Doktor sehingga harus di
tunda. Leibniz tidak siap untuk menerima segala penundaan dan ia langsung menuju ke Universitas of Altdorf .Disinilah
ia menerima gelar Doktor dalam bidang
hukum pada bulan Februari tahun 1667.
3.
Penemuan Leibniz di Bidang Matematika
Di usia leibniz
yang ke-26 tahun, ia bertemu dengan Christian Huygens seorang fisikawan di
Paris.meskipun Huygens seorang fisikawan tetapi karya-karya terbaiknya justru terkait
dengan horologi ( ilmu tentang pengukuran waktu ), karena dia memang peneliti
tentang gerakan cahaya sekaligus seorang matematikawan. Setelah melihat bakat,kemauan
yang keras, dan kejeniusan Leibniz, Huygens tertarik untuk mengajari Leibniz tentang matematika. Pelajaran dari
Huygens sempat tertunda beberapa bulan saat Leibniz harus bertugas di London
sebagai atase. Pelajaran dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh Leibniz
membuatnya dapat menciptakansuatu mesin hitung yang lebih hebat dibandingkan
buatan Pascal, mesin buatan Leibniz dapat menangani perkalian, pembagian, dan
menghitung akar bilangan.
Tahun
1660-an, Newton memunculkan ide tentang kalkulus.
Tetapi karya-karya Newton tidak diterbitkan selama hampir 20 tahun. Tidak ada
yang tahu secara pasti, apakah Leibniz pada usia 33 tahun menemukan karya-karya
terpendam Newton pada saat melakukan kunjungan ke London, karena pada saat itu
pula dia sedang mengembangkan kalkulus, meskipun dengan sedikit versi yang
berbeda dari Newton. Dimana penemuan ini selalu diperdebatkan banyak orang.
Newton tetap
bersikukuh bahwa kalkulus adalah jerih payah penemuannya, namun Leibniz
menyatakan bahwa dia mengembangkan kalkulus sesuai dengan versinya sendiri.
Keduanya saling menuduh sebagai plagiat
penemuan orang lain. Komunitas matematika Inggris mendukung Newton,sedangkan komunitas matematikawan benua Eropa mendukung
Leibniz. Akibatnya, Inggris mengadopsi fluxion Newton dari pada mengadopsi
differensial Leibniz yang lebih hebat. Akibatnya cukup fatal, karena kelak
pengembangan kalkulus di Inggris menjadi jauh tertinggal dibandingkan
Negara-negara Eropa lainnya.
Selain mesin
hitung yang lebih hebat dari buatan Pascal dan kalkulus yang ditemukan oleh
Leibniz.Ia juga meneliti mengenai bilangan biner. Pada tahun 1679, Leibniz
pertama kali mengenalkan system bilangan berbasis dua ( biner ). Hal itu
berawal dari korespondensi dengan Pere Joachim Bouvet, seorang Jesuit dan
misionaris di China. Lewat Bouvet ini, Leibniz belajar I Ching (sudah ada 5000
SM), heksagram (permutasi garis lurus dan garis patah sebanyak 6 susun) yang
terkait dengan sistem bilangan berbasis dua. Yin dan Yang pada heksagram yang
dilambangkan garis putus dan garis lurus digantikan dengan angka 0 dan angka 1.
Hasilnya, heksagram dikonversi menjadi bilangan biner. Sistem bilangan ini
kelak menjadi fondasi revolusi komputer.
Tetapi ada
versi lain yang mengatakan bahwa Leibniz mengemukakan teori penciptaan alam
semesta dari kehampaan (void) lebih dari sekedar Tuhan / 0 dan kehampaan / 0,
karena Leibniz berupaya menggunakan pengetahuan itu untuk mengubah orang China
agar mau memeluk agama Kristen.
Istilah matematika Leibniz dalam biner ini tergolong kontroversial, Mungkin hal ini terjadi karena pengaruh latar belakang keluarga dan pendidikannya. Begitu pula sikapnya terhadap bilangan imajiner (i atau √(-1)) yang disebutnya dengan ruh Kudus. Dia sebenarnya memahami bahwa bilangan i akhirnya mengungkapkan hubungan antara nol dan bilangan tidak terhingga.
Istilah matematika Leibniz dalam biner ini tergolong kontroversial, Mungkin hal ini terjadi karena pengaruh latar belakang keluarga dan pendidikannya. Begitu pula sikapnya terhadap bilangan imajiner (i atau √(-1)) yang disebutnya dengan ruh Kudus. Dia sebenarnya memahami bahwa bilangan i akhirnya mengungkapkan hubungan antara nol dan bilangan tidak terhingga.
4.
Pemikiran - Pemikiran Leibniz Pada
Filsafat Matematika
Pemikiran-pemikiran
Leibniz banyak menyerupai Plato dan Aristoteles. Terakhir adalah kesejajaran
dalam hal doktrin metafisis, yang menyebutkan bahwa setiap proposisi dapat
diredusi ke dalam bentuk subjek-predikat. Leibniz mengambil posisi lebih
radikal, bahwa predikat sebarang proposisi “termuat” di dalam subjek, paralel
dengan doktrin metafisis yang terkenal bahwa dunia terdiri dari subjek yang
self-contained (substansi atau monand yang tidak berinteraksi).
Dalam
bukunya Monandology, yang ditulis dua tahun sebelum kematiannya, ia memberikan
sinopsis filsafatnya sebagai berikut: “Terdapatlah, juga, dua macam kebenaran,
yaitu kebenaran penalaran dan kebenaran kenyataan (fakta). Kebenaran penalaran
adalah perlu dan lawannya adalah tidak mungkin. Kebenaran kenyataan adalah
kebetulan dan lawannya adalah mungkin. Apabila suatu kebenaran adalah perlu,
alasannya dapat dicari dengan analisis, menguraikannya ke dalam ide-ide
kebenaran yang lebih sederhana. Dengan demikian, kebenaran penalaran,
mendasarkan pada “prinsip kontradiksi”, yang diambilnya untuk mengcover prinsip
identitas dan prinsip tolak tengah. Bukan hanya tautologi trivial tetapi semua
aksioma, postulat, definisi dan teorema matematika, adalah kebenaran penalaran.
Dengan kata lain, semuanya itu adalah proposisi identik, yang sebaliknya adalah
suatu pernyataan “kontradiksi”.
Leibniz,
setuju dengan Aristoteles, bahwa setiap proposisi di dalam analisis terakhir
berbentuk subjek-predikat. Ia juga percaya bahwa subjek “memuat” predikat. Hal
ini harus berlaku untuk semua kebenaran penalaran yang berbentuk
subjek-predikat. Dengan demikian, menurutnya, harus benar untuk semua kebenaran
penalaran apa pun. Dalam arti bagaimanakah kebenaran kenyataan dipandang
sebagai subjek yang memuat predikatnya sangat tidak jelas. Untuk menjelaskan
bahwa subjek dari kebenaran kenyataan memuat predikatnya, Leibniz membawa
pengertian Tuhan dan ketakhinggaan. Reduksi kebenaran/kebetulan, yang akan
menunjukkan predikatnya termuat dalam subjeknya, hanya mungkin bagi Tuhan.
Leibniz menjelaskan persoalan ini dengan mengatakan bahwa, seperti dalam kasus
pecahan bentuk akar, “reduksi melibatkan proses tak hingga dan bahkan mendekati
ukuran umum sehingga tertentu tetapi harus diperoleh deret tak berakhir,
demikian pulalah kebenaran/kebetulan memerlukan analisis takhingga, yang hanya
Tuhan sendiri yang mampu menyelesaikan.
Konsep
Leibniz tentang bidang studi matematika murni sangat berbeda dengan pandangan
Plato dan Aristoteles. Bagi Plato, proposisi matematis adalah serupa proposisi
logis dan bahwa proposisi ini bukan objek tertentu yang permanen atau
idealisasi hasil abstraksi objek-objek atau sebarang jenis objek. Proposisi itu
benar karena penolakannya akan jadi tak mungkin secara logis. Boleh dikatakan
bahwa proposisi-proposisi adalah perlu benar untuk semua objek, semua kejadian
yang mungkin, atau dengan menggunakan phrase Leibniz, dalam semua dunia yang
mungkin.
5.
Peranan Leibniz dalam Kalkulus
Kalkulus
tidak mungkin bisa sempurna apabila tidak adanya peranan Leibniz. Minat Leibniz
yang sangat beragam ternyata membuka cakrawala baru bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan mampu memunculkan disiplin ilmu baru. Hukum internasional,
sistem bilangan berbasis dua (binary), dan geologi adalah disiplin ilmu hasil
cetusan dari Leibniz. Belum lagi karya mesin hitung yang merupakan
penyempurnaan buatan Blaise Pascal yang mampu membuat orang zaman itu kagum akan kejeniusan Leibniz.
6.
Pertentangan
antara Leibniz dan Newton tentang kalkulus
Sebagian ahli sejarah percaya bahwa Newton dan Leibniz
mengembangkan kalkulus secara terpisah. Keduanya menggunakan notasi matematika yang berbeda
pula. Menurut teman-teman dekat Newton, Newton telah menyelesaikan karyanya
bertahun-tahun sebelum Leibniz, namun tidak mempublikasikannya sampai dengan
tahun 1693. Ia pula baru menjelaskannya secara penuh pada tahun 1704, manakala
pada tahun 1684, Leibniz sudah mulai mempublikasikan penjelasan penuh atas
karyanya. Notasi dan "metode diferensial" Leibniz secara universal
diadopsi di Daratan Eropa, sedangkan Kerajaan Britania baru mengadopsinya
setelah tahun 1820.
Dalam buku catatan Leibniz, dapat ditemukan adanya
gagasan-gagasan sistematis yang memperlihatkan bagaimana Leibniz mengembangkan
kalkulusnya dari awal sampai akhir, manakala pada catatan Newton hanya dapat
ditemukan hasil akhirnya saja. Newton mengklaim bahwa ia enggan mempublikasi
kalkulusnya karena takut ditertawakan. Newton juga memiliki hubungan dekat
dengan matematikawan Swiss Nicolas Fatio de Duillier. Pada tahun 1691, Duillie
merencanakan untuk mempersiapaan versi baru buku Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica Newton, namun tidak pernah menyelesaikannya. Pada tahun 1693 pula
hubungan antara keduanya menjadi tidak sedekat sebelumnya. Pada saat yang sama,
Duillier saling bertukar surat dengan Leibniz.
Pada tahun 1699, anggota-anggota Royal Society mulai
menuduh Leibniz menjiplak karya Newton. Perselisihan ini memuncak pada tahun
1711. Royal Society kemudian dalam suatu kajian memutuskan bahwa Newtonlah
penemu sebenarnya dan mencap Leibniz sebagai penjiplak. Kajian ini kemudian
diragukan karena setelahnya ditemukan bahwa Newton sendiri yang menulis kata
akhir kesimpulan laporan kajian ini. Sejak itulah bermulainya perselisihan
sengit antara Newton dengan Leibniz. Perselisihan ini berakhir sepeninggal
Leibniz pada tahun 1716.
B.
Filosofi Leibniz
Pemikiran Leibniz yang paling mendasar
Menurut Leibniz terdapat
banyak substansi,jumlahnya tak terhingga .Ia menamakaan substansi itu sebagai
”monade” menurutnya monade tidak bersifat jasmani dan tidak dapat dibagi-bagi.Jiwa
merupakan suatu monade,tetapi juga materi terdiri dari banyak monade Dalam
suatu kalimat yang kemudian terkenal ia mengatakan:”Monade-monade tidak
mempunyai jendela-jendela,tempat sesuatu bisa keluar”.Itu berarti bahwa semua
monade harus dianggap tertutup, sebagaimana “Cogito” Descartes tertutup
juga.Kalau begitu timbul pertanyaan: bagaiman suatu monade dapat mengenal
realitas di luar? Leibniz menjawab bahwa setiap monade mencerminkan aktif dan
aktivitasnyaa ada dua macam: mengenal dan menghendaki.
Dengan ajarannya Leibniz juga
memecahkan kesulitan mengenai hubungan antara jiwa dan tubuh .Jiwa merupakan
suatu monade dan tubuh terdiri dari banyak monade.Suatu monade tidak dapat
mempengaruhi monade lain ,sebab masing-masing monade harus dianggap tertutup.
Pada saat penciptaan semua
monade diatur sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi dalam suatu
monade ada reaksinya pada monade lain Demikianlah bahwa Allah pada awalmulanya
telah mengadakan keselarasan antara semua monade.
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Bahwa pada dasarnya filsafat Leibniz lebih
dicondongkan kesuatu substansi yang banyak,jumlahnya tak terhingga.Inilah yang
disebut monade.Menurutnya monade-monade tidak bersifat jasmani dan tidak dapat
dibagi-bagi,Jiwa merupakan suatu monade tetapi juga materi terdiri dari banyak
monade
Dengan ajarannya Leibniz juga
memecahkan kesulitan mengenai hubungan antara jiwa dan tubuh .Jiwa meruopakan
suatu monade dabn tubuh terdiri dari banyak monade.Suatu monade tidak dapat
mempengaruhi monade lain ,sebab masing-masing monade harus dianggap tertutup
Pada saat penciptaan semua monade diatur sedemikian
rupa sehingga peristiwa yang terjadi dalam suatu monade ada reaksinya pada
monade lain Demikianlah bahwa Allah pada awalmulanya telah mengadakan
keselarasan antara semua monade.
·
Saran.
Inilah penjelasan kami mengenai filsafat Leibniz jika
mungkin ada beberapa kekeliruan kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya.Akhirnya
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Sukardjono. 2004. Filsafat dan
Sejarah Matematika.Jakarta:Universitas Terbuka
Sumantri, Suria, dkk. 1999. Ilmu
Dalam Perspektif. Jakarta:IKAPI
Abdul, Atang, dkk. 2008. Filsafat Umum
dari Metologi sampai Teofilosofi. Bandung:Pustaka
Setia
Halim, Abdul. 2008. Ensiklopedi
Matematika. Ar-Ruzz.Yogyakarta:Media
Kanisius1998.Ringkasan Sejarah Filsafat.:Yogyakarta:Kanisius
Maksum,Ali dkk.2012.Pengantar Filsafat.Surabaya:IAIN
Sunan Ampel Press.
Maksum,Ali.2009.Pengantar Filsafat: Dari Masa
Klasik hingga Post modernism.Yogyakarta:Ar-Ruzz
No comments:
Post a Comment