Monday, August 6, 2018

Hukum Kebiasaan / Customary Law


A.    Pengertian Kebiasaan
Menurut Prof.Dr. Sudikno SH Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap ,ajeg, lazim  ,normal, atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu[1]. Sedangkan menurut istilah kebiasaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat yang selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa sehingga masyarakat beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian. Jika tidak berbuat demikian merasa berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan pelanggaran terhadap hukum.Namun demikian tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yamng baik dan adil. Oleh karena itu belum tentu kebiasaan itu pasti menjadi sumber hukum.
Jadi kebiasaan-kebiasaan yang baik dan diterima masyarakat sesuai dengan kepribadian masyarakat yang kemudian berkembang menjadi hukum kebiasaan. Sebaliknya, ada kebiasaan yang tidak baik dan ditolak oleh masyarakat, tidaka akan menjadi hukum kebiasaan masyarakat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa untuk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu.[2]
1.      Syarat materiil
Adanya perbuatan tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu.(longa et invetarata Consuetindo)
2.      Syarat Intelektual
Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinion necessitasis)
3.      Adanya akibat hukum apabila hukum itu dilanggar.

Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia .[3]
Hukum Kebiasaan adalah himpunan kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan perundang-undangan dalam suasana “werkelijkheid” (kenyataan) ditaati juga karena orang sanggup menerima kidah-kaidah itu sebagai hukum dan telah ternyata kaidah-kaidah itu dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat lain yang tidak termasuk lingkungan badan-badan perundang-undangan.Umumnya para sarjana hukum yang mengikuti suatu pelajaran klasik, beranggapan supaya hukum kebiasaan ditaati,maka ada dua syarat yang dipenuhi[4].
1.      Sesuatu perbuatan yang tetap dilakukan orang
2.      Keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupaka suatu kewajiban (opinion necssitasis)

B.     Kebiasaan Sebagai Sumber Hukum
Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang, yakni.
1.      Pasal 15 AB berbunyi :
“Selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan mengenai orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan , maka kebiasaan merupakan hukum kecuali apabila undang-undang menetapkan demikian”.
Pasal tersebut bermakna kebiasan itu diakui apabila undang-undang menunjukkan atau dengan kata lain hakim tidak perlu mempergunakan kebiasaan apabila undang-undang tidak menunjuknya.
2.      Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi :
“Perjanjian tidak hanya mengikat ubtuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal diatas menunjukkan bahwa kebiasaan harus diperhatikan oleh pihak-pihak dalam pembuatan perjanjian meskipun terdapat asas kebebasan(beginselen der verdragsvrijheid)yang tersimpul dalam pasal 1339 ayat 1 KUH Perdata. Pasal ini menegaskan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
3.      Pasal !347 KUH Perdata berbunyi
Hal-hal yang mnurut kebiasaan selamnya diperjanjika, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan,
4.      Pasal 1346 KUH Perdata berbunyi
Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat
5.      Pasal 1571 KUH Perdata berbunyi
Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka perjanjian sewa-menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan,melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
6.      Pasal 22 AB berbunyi
Hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, da[pat dituntut karena menolak untuk mengadili.
7.      Pasal 14 UU No.14 tahun 1970 yang berbunyi
Pengadilan tidak boleh menolak unuk memeriksa suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Dari kedua pasal terakhir diatas tersebut bahwa hakim harus memeriksa dan memutuskan perkara sekalipun hukumnya tidak jelas, tidak lengkap ini berarti bahwa ia tidak terikat pada undang-undang, sehingga dalam hal ini kebiasaan mempunyai peranan yang penting.Dengan demikian kebiasaan di Negara kita merupakan sumber hukum dan kebiasaan dapat menjadi hukumkebiasaan.

C.    Perbandingan Antara Hukum Kebiasaan Dengan Undang-Undang
1.      Kelemahan hukum Kebiasaan
a.       Hukum Kebiasaan bersifat tidak tertulis dan oleh karenanya tidak dapat dirumuskan secara jelas dan paa umumnya sukar menggantinya
b.      Hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena hukum kebiasaan mempunyai sifat aneka ragam
2.      Persamaan antar hukum kebiasaab dengan undang-undang
a.       Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat di dalam masyarakat.
b.      Kedua-duanya merupakan perumusan kesadaran hukum suatu bangsa
3.      Perbedaan antara kebiasaan dengan undang-undang
a.       UU merupakan keputusan pemerintah yang dibebankan pada orang , subyek hukum.Kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan.
b.      UU lebih menjamin kepastian hukum daripada hukum kebiasaan.
4.      Penyelesaian dalam konflik antara hukum kebiasaan dengan undang-undang
Kalau UU itu berisi ketentuan yang bersifat memaksa dan bertentangan dengan hukum kebiasaan, maka UU mengalahkan hukum kebiasaan. Sebaliknya apabila UU itu bersifat pelengkap maka hukum kebiasaan mengesampingkan UU.


D.    Hubungan Hukum Kebiasaan dengan Hukum Adat
Hukum adat itu termasuk dalam hukum kebiasaan . Kata adat berasal dari bahasa arab yang maksudnya kebiasaan.Istilah adat ini dalam perkembangannya memunculkan hukum adat.Hukum adat merupakan hukum tak tertulis disebut juga hukum tradisional dan sudah menjadi kepribadian bagi bangsa.
Hukum adat adalah terjemahan dari “adatrecht” yang untuk pertama kali diperkenalkna oleh Snouck Hurgronyedalam bukunya de Acehers pada tahun 1893 kemudian dipergunakan oleh Van Vollenhoven yang dikenal sebagai penemu hukum adat dan penulis buku Het Adatrecht Van Nederlandsch-Indie[5]
Adat istiadat adalah peraturan-peraturan kebiasaan social yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib.Adat-istiadat itu sebagai peraturabn sopan santun yang turun-temurun. Pada umumnya adat-istiadat bersifat agak sacral (sesuatu yang suci) serta merupakan tradisi.[6]
Perbedaan antara kebiasaan dan adat adalah asal adat bersumber agak sakral berhubungan dengan tradisi yang telah turun temurun.Sedangkan kebiasaan wilayah berlakunya biasanya belum/ tidak merupakan tradisi sebagian besar hasil akulturasi timur dengan barat yang belum diresepsi sebagai tradisi.





DAFTAR PUSTAKA


Soeroso.1996.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta:Sinar Grafika

Mertokusumo,Sudikno.1986.Mengenal Hukum.Yogyakarta:Liberty

Utrecht.1984.Pengantar Dasar Hukum Indonesia.Jakarta

Wignyodipuro, Surojo.1973.Pengantar ilmu hukum .Bandung:Alumni




[1] Mertokusumo,Sudikno.Mengenal Hukum,(Yogyakarta:Liberty,1986) h.82
[2] Mertokusumo,Sudikno.Mengenal Hukum, h.84
[3] Utrecht,Pengantar Dasar Hukum Indonesia,(Jakarta,1966) h.120-122
[4] Utrecht,Pengantar Dasar Hukum Indonesia, h.121
[5] Mertokusumo,Sudikno.Mengenal Hukum, h.86
[6] Wignyodipuro,Surojo,Pengantar Ilmu Hukum,(Bandung:Alumni ,1974) h.59

Perkawinan Manusia

Buah atribut ilahi. “atribut” (shifah) adalah juga bentuk feminim. JIka kamu ingin mengatakan (bahwa dia muncul) dari kekuasaan ilahi. “kekuasaan“ (qudrah) adalah juga bentuk feminism. Ambil posisi apa saja yang kamu inginkan. Kamu akan menemukan bahwa bentuk feminin mendapatkan prioritas.Bahkan ketika mereka menyatakan bahwa Tuhan merupakan penyebab dari kosmos. Karena penyebab (illat) adalah bentuk feminin.
            Jandi meringkaskan makna penting dari pembahasan ini dengan satu tulisan panjang yang ditulis kembali dengan penjelasan sedikit lebih banyak oleh Kasyani. Kedua pengarang itu melihat akar dari semua yang dan yin dalamrealitas tak terbatas, atau esensi tuhan, yang sekaligus aktif dan reseptif terhadap aktivitas.
            Tulisan ini merupakan salah satu pembahasan yang sulit dipahami diantara seluruh ulasan-ulasan Fushush. Sbagian terjemahan dari tulisan itu mengikuti Kasyan. Namun, bagian-bagian dalam tandakurung () mengikuti versi asliJandi karena saya mendapatinya lebih jelas disbanding Kasyani.
            Sang Syeikh mengatakan bahwa nabi membuat gender femini mendminasi gender maskulin. Meskipun dia adalah yang paling faih diantara orang-orang Arab asli. Nabi melakukan hal ini sebab dia menaruh perhatian besar untuk memberikan hak segala sesuatu, setelah mencapaibatasan paling jauh dari pembenaran realitas-realitas.
            Alasan untuk ini adalah bahwa asal usul dari segala sesuatu disebut “Induk” (umm) sebab cabang-cabangitu tumbuh dari induknya. Tidaklah kalian tahu bahwa Tuhan berfirman , “ Bertawakallah kpada Tuhn mu yang menciptakan dar sat jiwa dan darinya (Perempuan) Dia menciptakan tentang pasangannya dan dari keduanya berkembangbiak banyak pria dan wanita (QS 4:1) “kaum wanita” adalah bentuk femini, sementara jiwa dari mana pennciptaan terjadi adalah juga feminine. Dengan cara yang sama, aar dari segala akar, yang diluar itu tidak ada yang diluar lagi , disebut Realitas  (yang meruakan bentuk feminin). Hal yang sama berlaku juga dalam “Entitas” dan  “Esensi” semua kata-kata ini adalah feminine.
            Dengan membuat yang feminine mendominasi yang maskulin. Nabi ingin menunjukkan kedudukan kaum wanita. Mereka mencakup makna akar dari mana segala sesuatu menumbuhkan cabang. Hal yang sama juga berlaku untuk alam atau yang lebih tepat Realitas , meskipun Realitas adalah bapak dari segala hal sebab dia (wanita) merupakan Wakil Mutak, Dia adalah juga sang Induk. Dia menyatukan aktivitas dan penerimaan aktivitas. Maka dia identik dengan lookus penerima aktivtas dalam bentuk lokus itu, dan dia identik dengan yang aktif dalam bentuk aktif itu. Realitasnya sendiri menuntut agar dia menyatukan entifikasi dan non-entifikasi. Maka dia menjadi terentifikasi melalui setiap entifikasi pria atau wanita, sebagaimana dia tak terbandingkan dengan setiap entifikasi.
            Dalam kaitan dengan entifikasi-Nya melalui entifikasi pertama. Dia merupakan satu entitas yang menuntutkesetaran dan keseimbangan antara aktivitas dan penerimaan aktivitas , manifestasi dan non-manifestasi. Dalam kaitan dengan menjadi non manifest di dalam setiap bentuk. Dia dalah yang aktif, sementara dalam kaitan denagan menjadi manifes.Dia menerima aktivitas. Ini seperti penjelasan mengenai ruh yang menguasai tubuh.
            Entifikasi pertama dapat dapat disaksikan selama ia terwujud dalam esensinya sendiri melalui non-entifikasi dan non-delimitasi dari esensi itu. Sebab entifikasi dalam esensinya sendiri. Harus didahului oleh non-entifikasi. Realitas mengingat bahwa dia adalah dia, teraktualisasi dalam setiap benda yang terentifikasi. Maka entifikasi ini menuntut bahwa ia didahului oleh non-entifikasi. Atau yang lebih tepat,setiap entifikasi, daam kaitan dengan Realitas dan pengabaian delimitasi adalah tidak terbatas. Maka sesuatu yang terentifikasi didukung dan ditopang oleh yang tidak dibatasi. Dalam kaitan dengan akar yang tidak dibatasi. Ia menerima aktivitas dan membuat akar terwujud. Dan akar itu aktif di dalamnya dan tersembunyi,. Maka ia menjadi lokus untuk menerima aktivitas karena menjadi terentifikasi di dalam dirinya sendiri setelahtidak dibatasi, meskipun entitasnya adalah satu.
            Sedangkan mengenai non-entifikasi, jika kita mempertimbaangkan-Nya dalam pengertian yang menegaskan entifikasi, maka pengetahuan tentang itu tergantung pada entifikasi. Tanpa entifikasi, non-entifikasi tidak dapat diaktualisasikan dalam pengetahuan. Maka dalam pengetahuan, non-entifikasi menerima aktivitas dari entifikasi dan aktualisasi dari sesuatu yang terentifikasi melalui entifikasi pertama.
            Jika kita pertimbangkan Realitas yangv tidak dibatasi baik oleh entifikasi maupun non-entifikasi. Maka dia memilki keutamaan dibandingkan keduanya. Keduanya entifikasi dan non-entifikasi dalam pengertian negasi didahului oleh Realitas dan menerima aktivitas-Nya, sebab keduanya adalah hubungan yang dimilki oleh-Nya secara setara.
            ( maka baik aktivitas maupun penerimaaan aktivitas ditetapkan untuk entifikasi pertama. Dan sesuatu yang menjadi terentifikasi di dalamnya).
            Melalui entifikasi pertama, realitas membiarkan non-maifestasi dari Esensi-Nya menjadi terwujud didalam penampakan-Nya yang pertama dan terbesar. Masing-masing dari lima turunan itu merupakan manifestasi Dari sustu non-manifestasi, atau sesuatu yang terlihat dari yang tak terlihat. Untuk mengentifikasi dan membatasi yang tidak dibatasi, masing-masin lokus manifestasi dan pengungkpan diri bertindak terhadap yang tak dibatasi. Maka dalam hal ini benarlah jika dikatakan bahwa benda yang terentifikasi dan entifikasi menjalankan aktivitas dan efektifitas di dalam Realitas.
            Maka kemanapun Realitas bergerak dan dalam wajah manapun dia terwujud. Dia memiliki aktivitas dan penerimaan aktivitas, kebapakan dan keibuan. Maka benarlah Jiak kita berikan gender femini pada Realitas, Entitas, dan Esensi. Namun Barzakh yang mahaluas, yaitu Adam yang sejati berdiri diantara kedua bentuk femini itu.
            Kasyani mengakhiri pembahasan ini setelah mengemukakan penjelasan ringkas tentang kata-kata femini lain yang disebutkan dalam Teks IbnAl-‘Arabi. Namun Jandi terus mengembangkan sifat saling melengkapi dari yin dan yang yang terdapat dalam Realitas, yang diri-Nya merupakan dimensi batin dari Barzakh mahaluas yang dikenal sebagai manusia.Sebab manusia yang diciptakan dalam citra tuhan, menyatukan di dalam hakikat paling batiniah mereka, setiap sifat yang ada dalam realitas dengan cara yang sangat serasi. Mereka mewujudkan dua tangan tuhan. Maka dalam eksistensi lahiriah mereka, sampai batas dimana mereka mencapai kesempurnaan dari keadaan manusiawi merek, mereka menjadi wajah Tao, Jandi melanjutkan.
            Hendaklah kalian menyadari bahwa Realitas akar, yang meruakan asal usulrealitas manusia. Menerima melalui Realitas-Nya sendiri aktivitas dan penerimaan aktivitas, manifestasi dan juga nonmanifestasi. Sebab sesungguhnya, hubungan-hubungan ini merupakan modalitas-modalitas dari Esensi-Nya sendiri. Maka mereka tidak berubah atau menghilang. Realitas mahaluas yang satu ini, menuntut realitas Barzakh yang menyatukan non-delimitasi dan delimitasi , entifikasi dan non-entifikasi , manifestasi dan non-manifestasi, aktivitas dan peneriman aktivitas. Realitas-Barzakh manusia menerima aktivitas dari Entitas antara Entifikasi pertama dan non-entifikasi  dari esensi. Dia (Realitas-Barzakh) menyatukan keduanya seraya menjaga agar mereka tetap terpisah. Dia menjadi terwujud melalui tiga serangkai. Bentuk tunggal pertama, yang merupakan asal-usul konfigurasi Nabi dan akar dari eksistensinya.
            Bentuk feminin adalah penggambaran dari apa yang menerima aktivitas dalam esensinya. Dengan cara yang sama bentuk maskulin merupakan sifat dari sesuatu yang aktif. Situasi actual berdiri diantara yang nyata, yang non-manifes atau manifest dan seorang makhlu, juga yang non-manfes atau manifest, didalam kedua kedudukan dari kepertamaan dan keterakhiran dan dengan dua hubungan dari manfestasi dan non-manifestasi aau ketidakterlihatan dan keterlihatan. Namun Realitas adalah satu dalam seluruhnya. Dan aktivitas dan penerimaan aktivitas dimilki oleh esensi-Nya yang sesungguhnya dan yang sebenarnya dalam semua hubungan ini manifestasi dan non-manifestasi, ketidakterlihatan dan keterlihatan, kamkhlukan dan kenyataan, Tuaha dan hamba dalam kaitannya dengan kesaan Enttas.
            Maka Barzakh mahaluas itu aktif diantara dua hal yang menerima aktivitas, seperti gender maskulin diantara dua gender feminine,Nabi membuat misteri-misteri dan realitas-realitas ini terwujud dalam kaitan dengan telah diberikannya “kata-kata mahaluas” di semua kata-kata dan tindakannya. Demikian pula dia mempertimbangkan bentuk tunggal dalam segala benda. Maka dia memberikan prioritas pada bentuk feminine sejati yang dimiliki oleh Esensi, Realitas, Entitas, Ilahiyah, Ketuahan, Atribut, dan penyebab tergantung pada keragaman sudut pandang dan pertimbangan. Dia juga meletakkan gender feminine di tempat terakhir melalui “sholat” dan dia menempatkan parfum yang “maskulin” diantarakedua bentuk femini itu.Jadi betapa besarnya pengetahuan yang dimilkinya mengenai realitas-realitas, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh! Ketahuilah ini, sebab pembahasan-pembahasan ini, meskipun telah berulangkali dikemukakan dalam buku ini, sangat sulit untuk dipahami oleh oran apabila Realitas belum diungkapkan kepada mereka.

Nasihat Rohani

            Bagian-bagian tulisan yang telah dikemukakan diatas metinya dapat menjelaskan bahwa Ibn Al-‘Arabi dan banyak pengikutnya memandang Realitas mutlak sebagai yin yang dominan dengan cara yang sama dengan konsepsi Taois dalam Tao.Maka, meskipun esensi melampaui segala perbedaan, ereka memandang “it” sebagai “she” personal, buakn “it” yang impersonal sebagiman pengertiannya dalam tata bahasa inggris. Ibn Al-‘Arabi mengemukakan konsekuensi praktis dari bentuk femini ilahiah ini seraya menjelaskan pentingnya menyebut Tuhan dengan kata ganti orang kedua tunggal ketika mengutip surat Al-Fatihah. DIa mengatakan bahwa orang-orang tidak mempunyai pilihan kecuali memohon kepada Tuhan melalui doa, entah mereka mengguanakan kata ganti maskulin atau femini dalam melakukan hal itu. “Sebab” dia berkata , “saya kadang-kadang menggunakan kata ganti feminine ketika menyebut nama Tuhan , Dengan mengingat Esensinya lagi-lagi ini bukan berarti bahwa Ibn Al-Arabi menganjurkan orang untuk menyebut nama Tuhan dalam bentuk feminine; Dia semata-mata berkata bahwa melakukan hal itu merupakan suatu kemungkina, asalkan kita memahami alas an-alasan kuat yang mendorong kita untuk melakukannya. Namun Dia jelas tidak akan menyarankan bentuk penyebutan ini, sebab hal itu berkitan dengan bidang yang sangat sensitif yang dibahas dalam bagian-bagian Fushush yang baru saja dikutip.
            Saya akan menutup babini dengan mengingatkan pembaca tentang konteks ajaran-ajaran Ibn Al-‘Arabi tentang wanita sebagai citra tuhan. Ibn Al-‘Arabi tidak menulis Futuhat atau Fushush Al-Hikam untuk sembarang orang. Dia menunjukkan buku-bukunya itu kepada orang-orang yang menganggap kesempurnaan ruhani sebagai tujuan hidup mnusia. Ajaran-ajarannya terutama tidak bersifat teoritis atau filosofis, tidak soal betapa abstrak atau tidak relevannya mereka di mata sebagian orang. Di tengah berusaha memetakakn kosmos dan jiwa sehingga para praktisi yang serius dari disiplin ini dapat mencapai tujuan menyatu dengan Tuhan.
            Pendeknya, ajaran-ajaran Ibn Al-‘Arabi mengenai makna ruhaniah dari seksualitas merupakan petunjuk bagi sedikit orang yang mempunyai keunggulan intelektual dan ruhani dalam mempraktikannya. Untuk orang-orang awam, dia tidak mempunyai resep khusus di luar ajaran-ajaran syariah mengenai hubungan manusia; dengan kata lain, dia menerima orientasi “Patriarkhal” dari ajaran-ajaran islam yang menekankan perbedaan dan kemustahilan Tuhan untuk diperbandingkan. Tetapi dia mempunyai nasihat lebih lanjut bagi mereka yang berusaha sungguh-sungguh untuk menyatukan seluruh dimensi eksistensi mereka sendiri ke dalam yang Nyata. Orang-orang semacam itu hendaknya mengakui bahwa kesamaan dan keserupaan Tuhan dengan kosmos memungkinkan adanya penilaian yang sepenuhnya positif atas dimensi-dimensi feminin dari realitas.
            Ibn Al-‘Arabi menyediakan bab terakhir Futuhat, salah satu bab yang yang lebih panjang dalam buku itu, untuk menasihati para musafir ruhani. Disana dia menjelaskan betapa semua diskusi “abstrak” dalam karya-karyanya dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan. Dalam satu bagian dia berbicara tentang cobaan-cobaan yang dihadapi orang dalam keseharian mereka. Dia mencatat beberapa ayat Al-Qur’an, seperti QS. 64: 14-15: “ Hai orang-orang beriman, sesungguhnya diantara istri-istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka berhati-hatilah terhadap mereka… Sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah cobaan belaka.”Menghadapi cobaan berarti diuji, dan pemberi cobaan itu adalah Tuhan. Ibn Al-‘Arabi menyebutkan empat rahmat ilahi melalui mana kaum pria dicoba; kaum wanita, anak-anak, kekayaan, dan kedudukan. Dia menyediakan beberapa halaman untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat lulus dari ujian setelah diberi satu atau lebih rahma-rahmat ini. Ujian pertama yang dihadapinya adalah dengan kaum wanita. Di sini kita melihat pernyataan-pernyataan gamblang tentang penerapan praktis dari apa yang dikatakannya di tempat-tempat lain dalam karyanya yang membicarakan tentang hubungan seksual manusia.
            Hendaknya kamu berpaling kepada Tuhan ketiak menghadapi cobaan-cobaan, sebab “ Tuhan mencintai setiap orang yang sedang menghadapi cobaan dan berpaling kepadanya. “Demikian dikatakan oleh Rasulullah, Dan Tuhan berfirman, “ Dia menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengujimu, siapa diantaramu yang lebih baik amal perbuatannya. “( QS 67: 2). Cobaan dan ujian mempunyai makna yang sama, yang tidak lain dari ujian bagi umat manusia dalam perbuatan mereka. “ Ini sungguh-sungguh cobaan dari engkau. “ yaitu ujianmu, “ dengan engkau biarkan sesat sipa saja yang engkau kehendaki,”yaitu engkau bingungkan dia, “dan engkau beri petunjuk orang-orang yang engkau kehendaki, “ ( QS. 7: 155) , yaitu engkau lapngkan jalan bagi orang-orang itu di tengah-tengah cobaan yang dihadapi.
            Cobaan yang paling besar adalah kaum wanita, harta, anak-anak, dan kedudukan keempat-empatnya. TUhan menguji hambanya dengan kesemua ujian tersebut atau dengan salah satu diantaranya. Jika hamba itu bertidak benar ketika cobaan diarahkan padanya, berpaling kepada Tuhan ketika menghadapinya, tidak berhenti dengannya dalam kaitan dengan entitasnya, dan menganggapnya sebgai rahmat melalui mana Tuhan mencurahkan rahmat kepadanya, maka Tuhan pun akan mencurahkan rahmat melaluinya. Jadi hamba itu mengembalikan cobaan itu kepada Tuhan dan berdiri tegak dengan penuh rasa syukur, seperti yang diperintahkan Tuhan kepada nabi-Nya, yaitu Musa . Tuhan berfirman kepada Musa, “ Wahai Musa, bersyukurlah kepada-Ku dengan rasa syukur yang sesungguhnnya.” Musa bertanya, “Tuhanku apakah rasa syukur yang sesungguhnya itu?” Tuhan berfirman kepadanya, “ Musa ketika kamu menganggap semua rahmat datang dari-Ku maka itulah rasa syukur yang sesungguhnya. “
            Sedangkan mengenai cobaan dengan kaum wanita, bentuk dari kembali kepada Tuhan dengan mencintai mereka adalah bahwa keseluruhan mencintai bagiannya dan merindukannya. Mak keseluruhan itu mencintai hanya dirinya sendiri. Sebab wanita, pada dasarnya, diciptakan dari pria dari tulang rusuknya yang pendek. Maka dalam kaitan dengan diri pria. Wanita ditempatkan pada bentuk dariman Tuhan menciptakan manusia sempurna, yaitu bentuk dari yang Nyata. Maka yang Nyata menjadikannya lokus pengungkapan bagi pria. Ketika sesuatu menjadi lokus pengungkapan bagi sesuatu yang lain, dia hanya melihat dirinya sendiri dalam bentuk itu.. Ketika priaa melihat bentuknya sendiri pada wanita ini, cintanya kepada wanita dan kecenderungannya terhadap mereka menjadi semakin beesar, sebab mereka merupakan bentuknya sendiri. Pada saat yang sama, telah menjadi jelas kepadamu bahwa bentuk pria merupakan bentuk dari yang Nyata yang dimunculkannya. Maka melihat hanya yang Nyata, namun dengan nafsu cinta dan kegembiraan dalam penyatuan. Pria menjadi hilang di dalam diri wanita dengan kehilangan yang nyata dan cinta sejati. Pria bersesuaian dengan wanita melalui keserupaan . Maka pria menjadi hilang dalam diri wanita , sebab tidak ada bagian dari diri pria yang tidak ada dalam diri wanita. Cinta dapat meresap ke seluruh bagian diri pria sedemikian rupa sehingga dia mencurahkan seluruh dirinya untuk wanita. Itulah sebabnya pria menjadi hilang dalam yang menyerupai dirinya dengan kehilangan yang sempurna, bertentangan dengan cintanya pada sesuatu yang tidak merupakan keserupaannya.
            Dengan kata lain, seorang manusia dapat sepenuhnya terserap dalam cinta kepada manusia lainnya (atau dalam cinta kepada Tuhan), namun tidak dalam cinta kepada makhluk ciptaan lainnya. Ibn Al-‘Arabi mengemukakan soal ini secara jelas dalam konteks yang lain.

Tanggapan :

            Pada dasarnya setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan berpasang-pasangan, antara laki-laki dan perempuan. Dalam ikatan resmi perkawinan antara keduanya, seolah-olah wanita adalah objek aktivitas dengan kata lain pasif. Ini sungguh berbeda dengan pria yang sebagian besar memiliki sikap yang aktif. Dari sudut penciptaan memang terlihat bahwa Ibu Hawa tercipta dari sebagian kecil tulang rusuk Adam. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang kemunculan generasi manusia seorang wanita lebih memiliki tempat yang lebih tinggi daripada seorang pria.
            Konsep gender memang telah ada sejak dahulu, ini adalah sebuah problematika yang pelik, dan senantiasa berlanjut hingga dewasa ini. Pada Zaman Jahiliyah sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi seorang Rasul derajat seorang wanita sangatlah rendah, Seorang bapak tidak segan-segan membunuh anak perempuannya karena malu kepada sukunya. Mindset seperti inilah yang harus segera kita ubah di masa kini. Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW ditanya tentang siapa orang yang paling dicintainya. Beliau menjawab Umi, sebanyak tiga kali. Barulah yang keempat ia menjawab Abi. Ini menunjukkan derajat Umi atau Ibu lebih tinggi dari seorang bapak atau abi dari segi pengembangan generasi manusia.
            Dalam menjalin cinta kasih antara keduanya baik laki-laki dan perempuan haruslah paham dan mengerti makna cinta yang sebenarnya. Tatkala terjadi proses fertilisasi reproduksi dalam pengembangan generasi antara perempuan dan laki-laki haruslah seimbang. Memang jika kita memandang seorang manusia pada mulanya diciptakan oleh Allah SWT. Tetapi sebagai seorang insan manusia sudah selayaknya sepasang laki-laki dan perempuan berperan sesuai kadarnya masing-masing dalam menjalankan amanat yang telah diberikan Tuhan kepada kita agar keadilan dalam menjalin hubungan tercipta dengan selaras dan seimbang.
            Satu hal yang menjadi sebuah nasihat yang perlu kiranya diterapkan bagi manusia yang hendak menjalin hubungan dengan lain jenis. Seorang pria harus mampu dalam memilih dan menentukan seorang wanita idaman yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dari sudut pandang agama Islam kriteria seorang wanita yang ideal, adalah baik agamanya, rupanya, hartanya, dan nasab / keturunannya. Pemilihan bobot, bibit, dan bebet akan menentukan baik dan buruknya generasi berikutnya.
            Dalam menjalani kehidupan seringkali sebuah pasangan suami istri akan mengalami kegoncangan-kegoncanagan yang luar biasa. Mulai dari masalah kecil hingga masalah besar dan solusi senantiasa berkecamuk di dalamnya. Menurut Ibn al-Araby menyebutkan bahwa ada empat rahmat illahi melalui mana kaum pria akan dicoba, pertama kaum wanita, kedua anak-anak, ketiga kekayaan, dan keempat adalah kedudukan. Pernyataan Ibn al-Araby hendaknya mendapatkan point dan perhatian khusus bagi seorang pria.
            Pernyataan bersyarat dalam ungkapan Ibn al Araby tentang cobaan insan suami istri adalah semacam bentuk aktualisasi dan manifestasi dari apa yang telah terjadi sebelumnya di masa lalu.

Sunday, August 5, 2018

Kebudayaan Primitif dan Modern


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
            Nilai-nilai dasar yang berlaku dan dilakukan terus menerus secara berkala selama tidak melanggar moral dinamakan budaya budaya merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa dari suatu bangsa yang berawal dari masa prasejarah melalui proses yang begitu panjang yang memunculkan ide-ide dari pemikiran mereka, kebudayaan suatu Negara tidak terlepas dari kebiasaan dan perilaku masyarakat pada umumnya, maka dari itu pentingnya memahami budaya sendiri diantaranya, dapat mengetahui proses terbentuknya budaya itu sendiri. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Setiap orang dalam suatu masyarakat pasti mengetahui   
Kebudayaan mereka yang tercermin dalam tutur kata, tingkah laku, etika, dan performa. Sehingga kita harus senantiasa memahami arti kebudayaan bukan hanya dari teori tertulis tetapi juga dari segi lisannya itu sendiri.

        B .Rumusan Masalah
          1. Apa itu kebudayaan primitive dan modern?
          2. Menganalisis kebudayaan primitive dan modern?
          3. Menjelaskan cirri-ciri kebudayaan primitive dan modern?
          4. Dinamika perubahan dari masyarakat primitive menuju modern?
         
          C.Tujuan Penulisan
           1. Dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai proses terbentuknya budaya.
            2. Dapat mengetahui dinamika proses kebudayaan.












BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta, budhayah, ialah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Demikianlah kebudayaan itu dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Selain itu budaya bisa di interpretasikan sebagai perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti daya dari budi[1]. Karena itu budaya harus dibedakan dari kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah segala hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu2. Dalam bahasan antropologi budaya, tidak diadakan pembedaan antara budaya dan kebudayaan. Disini kata budaya hanya dipakai untuk singkatnya saja, untuk menyingkat kata panjang antropologi kebudayaan.
             Kata culture yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya sama dengan kebudayaan, yang berasal dari bahaa Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, dan bertani. Dari arti ini berkembang arti culture, sebagai segala dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
            Mengenai definisi kebudayaan ada dua sarjana antropologi yang mendefinisikan yaitu : A. L. Kroeber dan C. Kluckhon yang pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang termaktub dalam banyaknya buku dan yang berasal dari banyak pengarang dan sarjana. Terbukti ada 160 macam definisi tentang kebudayaan yang kemudian dianalisis, dicari intinya dan diklasifikasikan dalam berbagai golongan, dan kemudian hasil penyelidikan itu diterbitkan dalam satu buku yang bernama : Culture A Critical Review of Concept and Definitions. Tahun 1952.
            Adapun ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan antara lain :
A. A. L. Kroeber dan Clyde Kluckhon
            Kebudayaan adalah keseluruhan hasil perbuatan manusia yang bersumber dari kemauan, pemikiran, dan perasaannya.
            Karena jangkauannya begitu luas, maka Ernest Cassire membaginya kedalam 5 aspek yang meliputi : a. kehidupan spiritual, b. Bahasa dan kesusasteraan, c. Kesenian, d. Sejarah, e. Ilmu pengetahuan. Studi tentang kebudayaan berarti studi dari tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia dalam cahaya studi budaya dapat dilukiskan sebagai kerja, karya, dan  bicara. Tiga aktivitas tersebut disebut gerakan dasar, karena sesuai dengan tiga syarat yang mengusai eksistensi manusia di dunia ini.
B. DR. M. Hatta
            Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
C. Prof. M. M. Djojodigoeno
            Dalam bukunya : asas-asas sosiologi (1958), menyatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa, dan rasa.
            Cipta   :   kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil ciptaan berupa berbagai ilmu pengetahuan.
            Karsa : kerinduan manusia untuk menginfasi tentang hal sangkan paran. Darimana manusia sebelum lahir (=sangkan) dan kemana manusia sesudah mati (=paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan, kepercayaan. Timbullah berbagai macam agama, karena kesimpulan manusia pun bermacam-macam pula.
            Rasa : kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan/ kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelmah dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan bermacam kesenian.
Dari berbagai definisi di atas bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil cipta, karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
1. Dari hasil-hasil budaya manusia itu dapat di bagi menjadi dua macam :
a. Kebudayaan jasmaniyah (kebudayaan fisik) yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup.
b. Kebudayaan rohaniah (non material) yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak bisa dilihat dan diraba seperti : religi ilmu pengetahuan, bahasa, dan seni.
2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis) melainkan hanya memungkinkan diperoleh dengan cara belajar.
3. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat, akan sukarlah bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknyatanpa kebudayaan tidak mungkin manusia, baik secara individual maupun secara masyarakat, dapat mempertahankan hidupnya.
4. Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena yang tidak perlu dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri (insting), gerak reflek. Sehubungan dengan hal itu kita perlu mengetahui perbedaan tingkah laku manusia dengan makhluk lainnya, khususnya hewan.
            Ada 7 perbedaan antara manusia dan hewan :
a. Akal
b. Senjata
c. Kelakuan manusia yakni dengan belajar. Sedangkan hewan dengan naluri
d. Bahasa
e. Pembagian kerja
f. Sistem pembagian kerja
g. Masyarakat yang beraneka ragam

B. Unsur-Unsur Kebudayaan
      1. Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi yang diungkapkan manusia ketika melihat objek-objek peristiwa-peristiwa yang terjadi. Bahasa dibagi tiga : a.Bahasa lisan (suara, bunyi-bunyian)
b.Bahasa tulisan (bahasa ilmiah, bahasa sastra)
c.Bahasa tubuh  (gerak-gerik atau mimik tubuh)
        2. Sistem pengetahuan
             Sistem pengetahuan sebagai homosapiens pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri maupun pemikiran orang lain.
        3. Organisasi sosial
               Merupakan produk dari manusia sebagai homosocius. Manusia sadar bahwa manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain sehingga memungkinkan terbentuknya organisasi sosial.
          4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
     Merupakan produksi dari manusia sebagai homofaber. Melalui pemikirannya yang cerdas yang dibantu dengan tangannya yang terampil,manusia dapat menciptakan sekaligus menggunakan alat dengan alat ciptaannya itulah manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhan
5. Sistem pencaharian hidup
      Merupakan produk manusia sebagai homoeconomicus  yang menjadikan kehidupan manusia secara umum terus meningkat dari food gathering menuju food producing.


6. Sistem religius
       Merupakan produk manusia sebagai homorelgius manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa diatas kekuasaan dirinya ada kekuatan yang lebih besar yang dapat menghitam putihkan kehidupannya oleh karena itu manusia takut sehingga menyembahnya dan lahirlah kepercayaan yang disebut agama.
7. Kesenian
     Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homoestetitis. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya untuk memenuhinya.

C. Wujud kebudayaan
                 Menurut Prof. DR. Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada 3 macam  :
1) Wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2) Wujud kbudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
                 Kebudayaan memiliki 10 ciri, yaitu :
a. Fungsi (function)
b. Satuan (unit)
c. Batasan (bondary)
d. Bentuk (structure)
e. Lingkungan (environment)
f. Hubungan (relation)
g. Proses (proces)
h. Masukan (input)
i. Keluaran (output)
j. Pertukaran (exchange)
Kesepuluh sistem ini mempermudah seseorang menganalisis suatu sistem menurut perspektif tertentu seperti sistem budaya atau sistem sosial.

D. Perubahan kebudayaan
                 Terjadinya perubahan kebudayaan disebabkan beberapa hal :
1) Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya adanya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
2) Perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.
                 Perubahan ini, selain karena jumlah penduduk dan komposisinya, juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.
                 Sedangkan perubahan didalam masyarakat yang maju (kompleks) biasanya berwujud melalui penemuan (discovery), dalam bentuk penciptaan baru (invention) dan melalui proses difusi.
                 Disamping peristiwa perubahan kebudayaan seperti disebutkan tadi, masih ada lagi peristiwa-peristiwa kebudayaan seperti berikut :
-       Cultural Lag
Ialah pebedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat.
-       Cultural Survival
Adalah adanya suatu cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dulu sampai sekarang.
-       Cultural Conflict
Ialah pertentangan kebudayaan ini muncul sebagai akibat relatifnya kebudayaan, misalnya konflik antara Palestina (muslim) dengan Yahudi, Bosnia (muslim) dengan Serbia (komunis).
-       Culture Shock
Ialah guncangan kebudayaan sebagai penyakit jabatan dari orang-orang yang tiba-tiba dipindahkan kedalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaanny sendiri, semacam penyakit mental yang disadari oleh korban.

E.Periodisasi dari masyarakat primitif menuju modern

A, Masa Es Terakhir

       Kepulauan indonesia yang merupakan suatu gugusan yang terpanjang dan terbesar di dunia. Menurut para ahli geologi, terbentuk kira-kira pada akhir kala es terakhir (glacian worm), kira-kira setengah juta tahun yang lalu. Waktu pada akhir kala glacial worm lapisan-lapisan es di bumi meleleh maka permukaan laut menjadi naik sehingga paparan sunda dan paparan sahul tenggelam sehingga munculah kepulauan Indonesia. Sebagai  kepulauan  yang beriklim tropis, musim di indonesia sangat di tentukan oleh angin muson. Curah hujan di berbagai tempat di Indonesia memang berbeda-beda tegantung pada angin musim  dan jauh dekatnya dari khatulistiwa.


B. Masa Prasejarah
       Masa dimana masyarakatnya belum mengenal tulisan. Periodisasi masa prasejarah :
I .  Zaman Batu
   a. Zaman Batu Tua (Palaeolitikum)
  Disebut demikian karena alat batu buatan manusia masih dikerjakan dengan cara kasar. Dilihat dari sudut mata pencaharianya periode ini disebut masa food gathering (mengumpulkan makanan), manusianya masih hidup secara nomaden (berpindah-pindah). Terdapat dua kebudayaan pada masa ini :
1. Kebudayaan pacitan (pithecanthropus)
2. Kebudayaan ngandong blora (homo wajakenesis dan homo soloensis) alat yang dihasilkan antara lain: kapak genggam / kapak perimbas/chopper, dan alat-alat dari tulang binatang
        b. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)
             Ciri-ciri zaman mesolitikum:
           1. Nomaden dan masih food gathering
           2. Alat-alat yang dihasilkan hampir sama dengan masa palaeolitikum
           3. Ditemukan bukit kerang (kjokken moddinger), abris sous roche (tempat perlindungan di bawah karang).
              Alat-alat pada masa mesolitikum antara lain : kapak genggam, kapak      pendek, pipisan, dan kapak dari batu kali Manusia pendukung kebudayaan mesolitikum adalah bangsa papua melanosoid.
        c. Zaman Batu Muda (neolitikum)
                Ciri utama pada masa ini adalah alat dari batu sudah diasah dan dipolis sehingga tampak lebih indah dan halus.
                Alat-alat yang dihasilkan antara lain :
            1. Kapak persegi
            2. Kapak batu
            3. Perhiasan (gelang dan kalung)
            4. Pakaian dari kulit kayu
            5. Tembikar (periuk belaga)
    
        d. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
             Pada masa ini disebut juga masa perundagian, pada masa ini sudah   lebih maju dari masa sebelumnya. Hasil kebudayaan megalitikum antara lain :
1.    Menhir : tugu batu untuk pemujaan terhadap arwah nenek moyang.
2.    Dolmen : meja batu tempat meletakkan sesaji pada upacara pemujaan roh.
3.    Srakofagus : peti mati berbentuk lesung batu tertutup.
4.    Punden berundak : tempat pemujaan bertingkat.
5.    Kubur batu : peti mati yang terbuat dari batu beser yang bisa di buka tutup.
6.    Patung batu : simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka.                                       

      II. Zaman logam
    Pada zaman ini manusia sudah bisa membuat alat dari logam orang sudah mengenal teknik melebur logam mencetaknya menjadi alat-alat yang di inginkan teknik pembuatan alat logam ada dua :
 1. Dengan cetakan batu yang disebut bivalve.
2.  Dengan cetakan tanah liat (acireperdue).

Pada zaman logam dibagi atas:
1. Zaman perunggu
        Pada zaman perunggu atau yang di sebut kebudayaan dongson-tonkin cina pada masa ini manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah.
Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain :
a.    Kapak corong
b.    Nekara perunggu (moko)
c.    Bejana perunggu
d.    Arca perunggu

      2. Zaman besi
         Pada masa ini orang-orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dibuat menjadi alat-alat yang di inginkan. Alat-alat  besi yang di hasilkan antara lain :
a. Mata kapak bertungkai kayu
b. Mata pisau
c. Mata sabit
d. Mata pedang

         3.Zaman tembaga

C. Masa sejarah
    - Kerajaan Hindu budha
    - Kerajaan Kutai
       Raja Mulawarman memberikan dalam prasasti yupa raja Mulawarman memberikan sedekah 20.000 ekor sapi untuk beribadah
-  Kerajaan Tarumanegara
      Seorang Raja yang bernama purnawarman membangun waduk di jawa barat untuk kepentingan rakyat
-  Kerajaan Sriwijaya
       Dipimpin oleh seorang raja yang bernama Balaputra dewa di kerajaan ini merupakan tempat berguru agama budha dari berbagai negara sebelum india.
-  Kerajaan Majapahit
       Kerajaan yang di pimpin oleh Hayam wuruk yang mampu mempersatukan nusantara hampir seluruh indonesia.
    -.Kerajaan Islam
     I. Kerajaan Samudera Pasai
     II. Kerajaan Aceh
     III. Kerajaan Demak
     IV. Kerajaan gowa-talo
     X. Kerajaan ternate dan tidore

-       Masa penjajahan portugis, belanda, dan jepang
Pada masa ini rakyat menderita mereka dipaksa bekerja di perusahaan penjajah tanpa di beri imbalan.

-       Masa kemerdekaan orde lama, orde baru, dan reformasi
Pada masa ini indonesia mengalami perkembangan yang besar dalam bibang sosial, ekonomi, pertanian, dan sebagainya.




BAB III
KESIMPULAN


                 Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah segala hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu2.
Unsur-unsur kebudayaan :
1. Bahasa
2. Sistem religius
3. Kesenian
4. Sistem pencaharian hidup
5. Sistem peralatan hidup dan teknologi
6. Organisasi sosial
7. Sistem pengetahuan
                                                                                                                           Wujud kebudayaan
                 Menurut Prof. DR. Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada 3 macam :
1) Wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2) Wujud kbudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Perubahan kebudayaan
1) Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri
2) Perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.

                 Periodisasi dari masyarakat primitif menuju masyarakat modern
1. Masa es terakhir
2. Masa pra sejarah
3. Masa sejarah
4. Masa penjajahan
5. Masa kemerdekaan
6. Masa setelah kemerdekaan





DAFTAR PUSTAKA

Prasetya,Joko Tri,dkk.1998.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:PT Rineka Cipta
Reid,Anthony.2004.Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.Jakarta:Pustaka         LP3ES,Indonesia,Anggota Ikapi
Maran,Rafael Raga.2000.Manusia dan Kebudayaandalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:PT Rineka Cipta
Widyosiswoyo,Suprartono.1996.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta:Ghalia Indonesia
Notowidagdo,Rohiman.1996.Ilmu Budaya Dasar Berdasaraka Al quran dan Al hadits.Jakarta:PT Raya Grafindo Persada
Koentjaraningrat.2002.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta:Djambatan



[1] P.J. Zoetmulder dalam bukunya cultuur, dikutip Prof. DR. Koentjaraningrat, dalam pengantar antropologi (aksara baru ; Jakarta cet. V, 1982), hlm.80.
2    M.M. Djoyodiguno, asas-asas sosiolog, 1958, hlm.24-27.