Wednesday, January 22, 2020

Ke-Indonesia-an: Aplikasi Nilai Nasionalisme, Upaya Mengawal NKRI



Siapa yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara), dengan populasi sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Pulau jawa menempati urutan teratas dalam distribusi penduduk Indonesia dengan angka 58 %, diikuti sumatera (21 %), Sulawesi (7 %), Kalimantan (6 %), Nusa tenggara (6 %), Papua dan Maluku (3 %).
Menyorot Indonesia hari ini, ada sebuah kompleksitas permasalahan yang cukup tinggi yang perlu kita perhatikan.Hal ini merupakan sebuah keniscayaan bagi kita yang kerap mengaku generasi muda Indonesia (jika memang masih mau mengakui).Menyoal permasalahan pada sebuah Negara, setidaknya ada 3 hal yang tak boleh luput dari perhatian.Ketiga hal ini dapat mempengaruhi kehidupan social, budaya, pertahanan, keamanan Negara yang bersangkutan. 3 hal tersebut adalah : Politik, hukum dan perekonomian. Politik, hukum dan perekonomian suatu Negara akan menetukan langkah Negara tersebut baik dalam kaitannya dengan stabilitas dalam negeri ataupun dalam hubungannya dengan Negara lain.
Riuh rendah Politik Indonesia
Bagi sebagian orang politik adalah sesuatu yang cantik, menggelitik walau tak pernah lepas dari trik dan intrik.
Indonesia menjalankan pemerintahan republic presidensial multipartai yang demokratis.Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negaraunikameral, namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak 2004 menjelma menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan wakil rakyat melalui Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen. Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik untuk masa jabatan lima tahun. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan dan TNI/Polri.MPR saat ini diketuai oleh Taufiq Kiemas.DPR saat ini diketuai oleh Marzuki Alie, sedangkan DPD saat ini diketuai oleh Irman Gusman.
Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet.Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen.Meskipun demikian, Presiden saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya.Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia.Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Walaupun di Indonesia menganut system multipartai dengan model demokrasi langsung, banyak orang yang menganggap bahwa pemerintahan saat ini merupakan rezim orde baru jilid II.Hal ini karena adanya dominasi golongan partai tertentu dalam komposisi legislativ dan eksekutif. Dominasi tersebut sebenarnya merupakan hal yang wajar, akan tetapi tak jarang dominasi itu justru menjadi sumber ketimpangan jika dalam proses pengambilan keputusan, kepentingan pribadi dan golonganlah yang didahulukan. Dan itu yang terjadi pada decade terakhir ini dalam dunia politik di negeri ini. DPR dan MPR yang harusnya menjadi aliran suara rakyat, kini seakan hilang taringnya menghadapi seorang sosok super (baca : presiden). Akhirnya, konflik internal antara sesama anggota dewan dan persaingan partai politiklah yang mendominasi keramaian politik.Kepentingan rakyat hanya dijadikan sebagai pembenaran tingkah laku.Dengan “ideologi” pragmatis-oportunistis, para politikus partai tidak lagi memiliki niat menjalankan tugas kepolitikan mereka, yaitu, memperjuangkan kebaikan umum, mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.Mereka telah abai terhadap rakyat.Terkatung-katungnya interpelasi lumpur Lapindo di DPR merupakan contoh mutakhir dari ketidakpadulian politikus partai terhadap rakyat.
Mereka juga tidak lagi memerankan diri sebagai saluran aspirasi rakyat.Parpol sekarang lebih terlihat sebagai saluran pemilik uang untuk meraih jabatan politik atau untuk mencapai kepentingan-kepentingan tertentu.Maka tak heran jika produk-produk legislasi yang dikeluarkan DPR, misalnya, sering kali merupakan “produk pesanan” yang hanya menguntungkan pemesan, dan merugikan rakyat secara keseluruhan.
Berbagai perilaku para politikus partai tersebut pada akhirnya membuat parpol terlihat seperti telah bermetamorfosa.Parpol telah mengubah dirinya menjadi seperti institusi bisnis murni. Yang mereka pikirkan hanyalah pertukaran (exchange), laba, dan penumpukan kekayaan.Keadaan ini juga berpengaruh pada proses pembangunan ; Sampai akhir tahun ini, APBN belum terserap secara maksimal. Belanja kementerian/lembaga sampai dengan Oktober masih sangat minimal.Totalnya untuk belanja baru mencapai 38 persen, sedang untuk belanja negara keseluruhan baru sebesar 60 persen.Ini kemudian menjadi lahan basah bagi para mafia, koruptor dan para oknum yang hanya berniat memperkaya diri.
Akibat dari semua itu, sifat apatis dan pragmatis masyarakat meluas.Masyarakat banyak yang pesimis bahkan tidak perduli dengan kinerja pemerintahan.Hal ini dibuktikan salah satunya dengan tingginya angka golput pada pelaksanaan pemilu, baik di pusat maupun di daerah.Kepercayaan dan keterlibatan rakyat dalam pemerintahan dengan system demokrasi merupakan hal yang sangat urgen, mengingat suara rakyat adalah suara Tuhan.Bisa dibayangkan jika rakyatnya sendiri tidak percaya dengan pemerintahnya, bagimana dengan masyarakta dunia? Padahal Indonesia tidak hidup sendiri, ada sebuah kompetisi besar yang harus dihadapi negeri ini.Ketidaksatabilan dunia politik ini oleh para ahli akan terus terjadi di Indonesia hingga beberapa tahun mendatang.
Wajah Hukum di Indonesia
Hukum di Indonesia menganut system eropa kontinental yang diakui atau tidak, masih terdapat banyak ketimpangan dan permasalahan. Permasalahan hukum tersebut terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum .Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat.Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus hingga masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book. Contoh peristiwa klasik yang menjadi bacaan umum sehari-hari adalah : koruptor kelas kakap dibebaskan dari dakwaan karena dinggap kurang bukti, sementara pencuri sop buntut dipermasalahkan hingga menjadi issue nasional.  Selain karena adanya inkonsistensi, permasalahan ini juga timbul karena penegakan hukum lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat subtansialis dan administrativ, sedangkan kenyataan bahwa hukum bertujuan mewujud keadilan justru dikesampingkan.
Pasang Surut Perekonomian Indonesia
Kemapanan ekonomi adalah Salah satu kekuatan penunjang suatu Negara dalam menghadapi kompetisi politik dan ekonomi global.Di Indoneisa hingga saat ini, belum ada kemajuan signifikan dalam bidang perekonomian yang berhasil dicapai. Tahun ini hutang Indonesia masih mencapai 1618,5 Triliyun, hanya menyusut 18,2 triliyun dari tahun sebelumnya.
Direktorat Jenderal Pajak mengaku realisasi penerimaan negara yang berhasil dikumpulkan per 15 November 2010 mencapai 77,7 persen atau sebesar Rp. 514,23 triliun dari penerimaan dalam APBN perubahan 2010 yang ditarget Rp. 661,49 triliun. Artinya, pendapatan Negara masih di bawah target.Berdasarkan survei yang dilakukan IFC, Peringkat kemudahan berusaha di Indonesia tahun ini tempati peringkat 122 atau naik 7 poin dari tahun lalu.Masih jauh di bawah Negara-negara maju yang saat ini menjadi raksasa perekonomian dunia.
Pemaparan semua hal di atas tidak bermaksud menyudutkan atau menumbuhkan rasa pesimis terhadap kemajuan Indonesia.Hal ini dilakukan hanya untuk mengingatkan bahwa tanggungjawab kita dalam membangun negeri ini masih sangat besar.Meminjam kata-kata Iwan Fals, Lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita bukan suatu alasan untuk kita tinggalkan. Kader-kader PMII harus siaga di garis depan dalam mengawal kemajuan Negeri ini.
SELAMAT BERJUANG...!!!!
Tangan terkepal Maju ke Muka…!!! Jayalah Indonesiaku…!!!!!

No comments:

Post a Comment